Tugas ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Asuhan Kebidanan Nifas Dan Menyusui
Dosen Pengampu :
Ranny Septiani,SST.,M.Keb
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah tentang “Masa Nifas pada IbuHamil” ini dengan baik, meskipun
mungkin masih banyak kekurangan didalamnya
Dan juga kami berterima kasih kepada Ibu Ranny Septiani,SST.,M.Keb selaku dosen
mata kuliah Asuhan kebidanan Nifas yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu kami berharap adanya kritik dan saran
demi perbaikan makalah yang telah kami buat dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul…………………………………………………………………..i
Daftar Isi…………………………………………………………………………iii
Bab I Pendahuluan
a. Latar Belakang………………………………………………………….1
b. Rumusan Masalah………………………………………………………2
c. Tujuan…………………………………………………………………...2
Bab II Pembahasan
b. Respon Ayah Dan Keluarga Terhadap Ibu Dan Bayi Baru Lahir………17
a. Kesimpulan……………………………………………………………..31
b. Saran …….……………………………………………………………...31
Daftar Pustaka…………………………………………………………………..32
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persalinan merupakan proses alamiah yang dialami oleh setiap wanita berbagai reaksi ibu
setelah melahirkan akan mempengaruhi sikap, perilaku, dan tingkat emosional. post partum
adalah masa penyembuhan dari kelahiran plasenta dan selaput janin (menandakan akhir periode
intrapartum), sehingga kembalinya alat reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil, serta
menyesuaikan terhadap hadirnya anggota baru. masa post hamil, serta menyesuaikan terhadap
hadirnya anggota baru. masa post partum ini berlangsung selama 6 minggu dari sejak hari
melahirkan.
Pada masa nifas, seringkali perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan perubahan bentuk
tubuhnya setelah melahirkan, ibu mungkin akan bercerita tentang pengalamnnya bersalin
berulang-ulang seperti keluarga belum mampu mendengar cerita tentang persalinannya.ibu
memerlukan ketenangan dalam tidur untuk memulihkan keadaan tubuhhnya oada kondisi
awal/semula seperti ibu mengalami kelelahan karena kurang tidur dan selalu terjaga pada waktu
malam hari setelah melahirkan peningkatakan nutrisi (Bahiyatun, 2015).
Ibu nifas primipara berada dalam proses adaptasi kalau dulu hanya memikirkan diri sendiri
begitu bayi lahir jika ibu tidak paham peranya akan menjadi bingung sementara bayinya harus
tetap dirawat. Ibu nifas multipara akan lebih realistis dalam mengantisipasi keterbatasan fisiknya
dan dapat lebih muda beradaptasi terhadap peran dan interaksi sosialnya sedangkan primipara
mungkin memerlukan dukungan yang lebih besar sehingga membutuhkan waktu bias beradaptasi
dengan bayinya (Saleha,2014).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana adaptasi perubahan psikologi pada ibu nifas dan menyusui?
2. apa yang di maksud dengan fase taking in?
3. apa yang dimaksud dengan fase taking hold?
4. apa yang dimaksud dengan fase letting go?
5. apa yang di maksud dengan bounding attancment?
6. apa yang di maksud dengan sibling rivalry?
7. apa yang di maksud dengan baby blues?
8. apa yang di maksud dengan postpartum depresion?
9. apa yang di maksud dengan kesedihan dan duka cita?
C. Tujuan
1.Untuk mengetahui bagaimana adaptasi perubahan psikologi pada ibu nifas dan menyusui.
2. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan fase taking in.
3. Untuk mengetahuiapa yang dimaksud dengan fase taking hold.
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan fase letting go.
5. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan bounding attancment.
6. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan sibling rivalry.
7. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan baby blues.
8. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan postpartum depresion.
9. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan kesedihan dan duka cita
BAB II
PEMBAHASAN
1.Perubahan Peran
Terjadinya perubahan peran, yaitu menjadi orang tua setelah kelahiran anak. Sebenarnya
suami dan istri sudah mengalami perubahan peran mereka sejak masa kehamilan. Perubahan
peran ini semakin meningkat setelah kelahiran anak. Contoh, bentuk perawatan dan asuhan
sudah mulai diberikan oleh si ibu kepada bayinya saat masih berada dalam kandungan adalah
dengan cara memelihara kesehatannya selama masih hamil, memperhatikan makanan dengan
gizi yang baik, cukup istirahat, berolah raga, dan sebagainya. Selanjutnya, dalam periode
postpartum atau masa nifas muncul tugas dan tanggung jawab baru, disertai dengan perubahan-
perubahan perilaku. Perubahan tingkah laku ini akan terus berkembang dan selalu mengalami
perubahan sejalan dengan perkembangan waktu cenderung mengikuti suatu arah yang bisa
diramalkan. Pada awalnya, orang tua belajar mengenal bayinya dan sebaliknya bayi belajar
mengenal orang tuanya lewat suara, bau badan dan sebagainya. Orang tua juga belajar mengenal
kebutuhan-kebutuhan bayinya akan kasih sayang, perhatian, makanan, sosialisasi dan
perlindungan. Periode berikutnya adalah proses menyatunya bayi dengan keluarga sebagai satu
kesatuan/unit keluarga. Masa konsolidasi ini menyangkut peran negosiasi (suami-istri, ayah-ibu,
orang tua-anak, anak dan anak).
Selama periode postpartum, tugas dan tanggung jawab baru muncul dan kebiasaan lama
perlu diubah atau ditambah dengan yang baru. Ibu dan ayah, orang tua harus mengenali
hubungan mereka dengan bayinya. Bayi perlu perlindungan, perawatan dan sosialisasi. Periode
ini ditandai oleh masa pembelajaran yang intensif dan tuntutan untuk mengasuh. Lama periode
ini bervariasi, tetapi biasanya berlangsung selama kira-kira empat minggu. Periode berikutnya
mencerminkan satu waktu untuk bersama-sama membangun kesatuan keluarga. Periode waktu
meliputi peran negosiasi (suami-istri, ibu-ayah, saudara-saudara) orang tua mendemonstrasikan
kompetensi yang semakin tinggi dalam menjalankan aktivitas merawat bayi dan menjadi lebih
sensitif terhadap makna perilaku bayi. Periode berlangsung kira-kira selama 2 bulan.
3. Tugas dan Tanggung Jawab Orangtua
Tugas pertama orang tua adalah mencoba menerima keadaan bila anak yang dilahirkan
tidak sesuai dengan yang diharapkan. Karena dampak dari kekecewaan ini dapat mempengaruhi
proses pengasuhan anak. Walaupun kebutuhan fisik terpenuhi, tetapi kekecewaan tersebut akan
menyebabkan orang tua kurang melibatkan diri secara penuh dan utuh. Bila perasaan kecewa
tersebut tidak segera diatasi, akan membutuhkan waktu yang lama untuk dapat menerima
kehadiran anak yang tidak sesuai dengan harapan tersebut. Orang tua perlu memiliki
keterampilan dalam merawat bayi mereka, yang meliputi kegiatan-kegiatan pengasuhan,
mengamati tanda-tanda komunikasi yang diberikan bayi untuk memenuhi kebutuhannya serta
bereaksi secara cepat dan tepat terhadap tanda-tanda tersebut.
Berikut ini adalah tugas dan tanggung jawab orang tua terhadap bayinya, antara lain:
1. Orang tua harus menerima keadaan anak yang sebenarnya dan tidak terus terbawa dengan
khayalan dan impian yang dimilikinya tentang figur anak idealnya. Hal ini berarti orang tua
harus menerima penampilan fisik, jenis kelamin, temperamen dan status fisik anaknya.
2. Orang tua harus yakin bahwa bayinya yang baru lahir adalah seorang pdibadi yang terpisah
dari diri mereka, artinya seseorang yang memiliki banyak kebutuhan dan memerlukan
perawatan.
3. Orang tua harus bisa menguasai cara merawat bayinya. Hal ini termasuk aktivitas merawat
bayi, memperhatikan gerakan komunikasi yang dilakukan bayi dalam mengatakan apa yang
diperlukan dan member respon yang cepat
4. Orang tua harus menetapkan criteria evaluasi yang baik dan dapat dipakai untuk menilai
kesuksesan atau kegagalan hal-hal yang dilakukan pada bayi.
5. Orang tua harus menetapkan suatu tempat bagi bayi baru lahir di dalam keluarga. Baik bayi ini
merupakan yang pertama atau yang terakhir, semua anggota keluarga harus menyesuaikan peran
mereka dalam menerima kedatangan bayi.
Dalam menunaikan tugas dan tanggung jawabnya, harga diri orang tua akan tumbuh bersama
dengan meningkatnya kemampuan merawat/mengasuh bayi. Oleh sebab itu bidan perlu
memberikan bimbingan kepada si ibu, bagaimana cara merawat bayinya, untuk membantu
mengangkat harga dirinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi ke masa menjadi orang tua pada masa
post partum adalah :
4) Pengaruh budaya
2) Baby Blues
Hampir 50-70% dari seluruh wanita pasca melahirkan akan mengalami baby blues atau post-
natal syndrome yang terjadi pada hari ke 4-10 hari pasca persalinan. Penyebab terjadinya baby
blue ialah hormon progesteron yang meningkat sejak masa hamil, dan pada pasca-persalinan
hormone ini mengalami penurunan secara tiba-tiba sehingga mempengaruhi keadaan fisik dan
emosi. Perubahan hormonal tubuh yang drastis bukan sebagai faktor utama penyebab baby blues,
namun dampak kehidupan psikologis ibu, seperti kurangnya dukungan suami atas kehadiran
anak, kurangnya dukungan suami, keluarga, atau anggota masyarakat, kelelahan luar biasa pasca
melahirkan, kekhawatiran keadaan ekonomi dan masalah-masalah social lainnya. Gejala-gejala
baby blues, di antarannya :
a. Memiliki suasana hati yang berubah-ubah
b. Merasa sedih atas kehidupan dirinya dan bayinya
c. Merasa cemas atas kemampuannya merawat bayinya
d. Sering menangis dan hilangnya nafsu makan
e. Sulit tidur( insomnia).
c) Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung selama
10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah bisa menyesuaikan diri dari ketergantungannya. Kini
keinginan merawat diri sendiri dan bayi sudah semakin meningkat, merasa lebih nyaman, secara
bertahap ibu mulai menjalankan tugas dan tanggung jawab perawatan bayi dan memahami
kebutuhan bayinya.
Tugas bidan menghadapi ibu pada fase Letting go adalah :
1. Mengajarkan ibu untuk tetap cukup istirahat
2. Memperhatikan asupan gisi
3. Mengajarkan tentang pentingnya kebersihan ibu
4. Mengajarkan tentang pentingnya dukungan keluarga
5. Memberikan perhatian dan kasih sayang
6 Menghibur ibu saat sedih atau menemani saat kesepian
d). Bounding Attachment
Bounding attachment adalah suatu ikatan yang terjadi di antara orang tua dan bayi baru lahir,
yang meliputi pemberian kasih sayang dan pencurahan perhatian yang saling tarik menarik.
Selain itu,pengertian bounding attachment adalah suatu proses sebagai hasil dari suatu interaksi
terus-menerus antara bayi dan orang tua yang bersifat saling mencintai serta memberi keduanya
pementuan emosional dan saling membutuhkan. Proses ikatan batin antara ibu dan bayinya ini
diawali dengan kasih sayang terhadap bayi yang dikandung, dan dapat dimulai sejak kehamilan.
Ikatan batin antara bayi dan orang tuanya berkaitan erat dengan pertumbuhan psikologi sehat dan
tumbuh kembang bayi.
G. Tahap-tahap adaptasi
a. Adaptif
manusia hendaknya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, akan tetapi manusia tidak
selalu harus berubah tetapi justru harus membuat perubahan manusia sebagai mahkluk hidup
mempunyai daya upaya untuk dapat menyesuaikan diri aktif maupun pasif. pada dasarnya
seseorang aktif melakukan penyesuaian diri bila keseimbangannya terganggu. manusia akan
merespon dan tidak seimbang menjadi seimbang. Ketidak seimbangan ditimbulkan karena
frustasi dan konflik.
b. Frustasi
Dalam rangka mencapai tujuannya, seseorang terkadang atau justru sering menghadapi berbagai
kendala. Hingga ada kemungkinan tujuan tersebut tidak dapat dicapai. Apabila individu tidak
dapat mencapai tujuan dan tidak dapat mengerti secara baik mengapa tujuan itu tidak dapat
dicapai, maka individu akan mengalami frustasi atau kecewa ini berarti bahwa frustasi timbul
karena adanya blocking dari perilaku yang disebabkan adanya kendala yang menghadapi depresi,
merasa bersalah, ketakutan, dan sebagainya. penyebab frustasi pada individu adalah sebagai
berikut.
1) Tertundanya pencapaian tujuan seseorang, bisa bersifat sementara atau tidak menentu.
2) Sesuatu yang menghambat apa yang sedang dilakukan, kendalanya bersumber dari
a diri sendiri, baik fisik maupun psikis (perasaan tidak mampu, kecemasan, konsep diri)
b lingkungan dengan norma social/aturan-aturan tertantu
c konfik antara motof-motif yang ada motif atau lebih yang muncul berbarengan dan
membutuhkan pemenuhan.
c. Konflik
Salah satu sumber frustasi adalah adanya konflik antara beberapa motif dalam diri individu yang
bersangkutan. Memang dalam kehidupan sehati-hari individu terkadang atau sering menghadapi
keadaan dengan bermacam-macam motif yang timbul secara bersamaan dan motif-motif itu tidak
dapat dikompromikan satu dengan yang lainnya, melainkan harus mengambil pilihan dari
bermacam-macam motif tersebut. keadaan ini dapat menimbulkan konflik dalam diri individu
yang bersangkutan.
macam-macam situasi konflik yaitu.
a) Konflik angguk-angguk (approach-approach conflict)
Konflik ini timbul apabila individu menghadapi dua motif atau lebih yang kesemuanya
mempunyai nilai positif bagi individu yang bersangkutan, dan individu harus memilih diantara
motif-motif yang ada, keadaan ini dapat digambarkan sebagai berikut.
b). Konflik geleng-geleng (avoidance avoidanse conflict)
Konflik ini timbul apabila individu menghadapi dua atau lebih motif yang kesemuanya
mempunyai nilai negatif bagi individu yang bersangkutasan.
c). Konflik geleng-angguk (approach-avoidance conflict)
Konflik ini timbul apabila organisme atau individu menghadapi objek yang mengandung nilai
yang positif, tetapi juga mengandung nilai yang negatif.
d).doubleapproach-avoidance confliet/multiple approach-avoidance
Konflik ini timbul apabila individu menghadapi dua objek atau lebih yang mengandung baik,
nilai yang positif maupun negative dan individu harus memilih. Dalam kehidupan ini banyak
sekali situasi yang dapat menimbulkan multiple approach avoidance conflict, sehingga
dibutuhkan suatu kecakapan untuk menganalisis masing-masing stimulus yang menimbulkan
situasi tersebut.
d. Maladaptik
Beberapa petunjuk yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya respon maladaptik pada
individu adalah sebagai berikut.
1). sensitif terhadap kritik, individu tidak bisa merespon secara positif terhadap koreksi dan juga
tidak dapat mengkritisi diri sendiri.
2). tidak mampu berkompetisi, individu hanya mau berkompetisi dengan kawan yang jelas dapat
dikalahkan.
Menurut maramis, frustasi dan konflik yang terjadi pada individu merupakan sumber atau
penyebab stres, maka individu harus melakukan adaptasi dengan menggunakan mekanisme
pertahanan ego. Adaptasi merupakan pertahanan yang didapat sejak lahir atau diperoleh karena
belajar dari pengalaman sebelumnya dalam mengatasi stres.
H. Masalah psikologis
Wanita pada masa pasca partus akan mengalami peningkatan ketentanan terhadap gangguan
efektif, misalnya post partum blue (kesedihan pascapartus), depresi, dan psikosis. Diperkirakan
lebih dari separuh wanita pada masa nifas mengalami ganggun emosional transien pada sekitar
hari ke-3 yang disebut sebagai “the blue” sepuluh persen lainnya benar-benar mengalami
depresi, yang awitan dan pemulihannya lebih lambat. Sebagian kecil wanita (0,2%) mengalami
penyakit spikotik berat berkepanjangan setelah melahirkan.
Walaupun banyak dari kasus ini mungkin dapat dikenali pada masa.pascanatal dini, sebagian
baru muncul belakangan. Gejala tertantu diketahui penting dalam diagnosis depresi pascanatal.
J. Peritas
1. Pengertian
Paritas adalah keadaan melahirkan anak baik hidup maupun mati, tetapi bukan aborsi, tanpa
melihat jumlah anaknya. Dengan demikian, kelahiran kembar hanya dihitung sebagai satu kali
paritas ( Stedmen, 2013). Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang
perempuan ( BKKBN, 2016).Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang
mampu hidup diluar rahim ( 28 minggu) (JHPIEGO,2014).
Jumlah paritas merupakan salah satu komponen dari status paritas yang sering dituliskan dengan
notasi G-P-A dimana G menyatakan jumlah kehamilan (gestasi). P menyatakan jumlah paritas,
dan Ab menyatakan jumlah abortus, Sebagai contoh, seorang perempuan dengan status paritas
G3P1AB1, berarti perempuan tersebut telah pernah mengandung sebanyak dua kali, dengan satu
kali paritas dan satu kali abortus, dan saat ini tengah mengandung untuk ketiga kalinya
( Stedman,2013).
2. Klasifikasi Jumlah Paritas
Berdasarkan Jumlah, maka paritas seorang perempuan dapat dibedakan menjadi :
a. Nullipara
Nullipara adalah perempuan yang belum pernah melahirkan anak sama sekali ( Manuaba,2016).
b. Primipara
Primipara adalah perempuan yang telah melakukan seorang anak, yang cukup besar untuk hidup
didunia luar ( Varney,2016) primipara adalah perempuan yang telah pernah melakukan sebanyak
satu kali ( Manuaba, 2016)
c. Multipara
Multipara adalah perempuan yang telah melahirkan anak lebih dari satu ( Prawirohardjo, 2015).
Multipara adalah perempuan yang telah melahirkan dua minggu hingga empat kali ( Manuaba,
2016).
d. Grandemultipara
Grandemultipara adalah perempuan yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih dan biasanya
mengalami penyulit dalam kehamilan dan persalinan (Manuaba, 2016). Grandemultipara adalah
perempuan yang telah melahirkan lebih dari lima kali ( Verney, 2016).
2. RESPON AYAH DAN KELUARGA TERHADAP IBU DAN BAYI BARU LAHIR.
Reaksi orangtua dan keluarga terhadap bayi yang baru lahir, berbeda-beda. Hal ini dapat
disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya reaksi emosi maupun pengalaman. Masalah lain juga
dapat berpengaruh, misalnya masalah pada jumlah anak, keadaan ekonomi, dan lain-lain. Respon
yang mereka perlihatkan pada bayi baru lahir, ada yang positif dan ada juga yang negatif.
a. Respon Positif
Respon positif dapat ditunjukkan dengan:
1) Ayah dan keluarga menyambut kelahiran bayinya dengan bahagia.
2) Ayah bertambah giat bekerja untuk memenuhi kebutuhan bayi dengan baik.
3) Ayah dan keluarga melibatkan diri dalam perawatan bayi.
4) Perasaan sayang terhadap ibu yang telah melahirkan bayi.
b.Respon Negatif
Respon negatif dapat ditunjukkan dengan:
1) Kelahiran bayi tidak dinginkan keluarga karena jenis kelamin yang tidak sesuai keinginan.
2) Kurang berbahagia karena kegagalan KB.
3) Perhatian ibu pada bayi yang berlebihan yang menyebabkan ayah merasa kurang mendapat
perhatian.
4) Faktor ekonomi mempengaruhi perasaan kurang senang atau kekhawatiran dalam membina
keluarga karena kecemasan dalam biaya hidupnya.
5) Rasa malu baik bagi ibu dan keluarga karena anak lahir cacat.
6) Anak yang dilahirkan merupakan hasil hubungan zina, sehingga menimbulkan rasa malu dan
aib bagi keluarga.
1. Perilaku Memfasilitasi
1) Menatap, mencari ciri khas anak.
2) Kontak mata.
3) Memberikan perhatian.
4) Menganggap anak sebagai individu yang unik.
5) Menganggap anak sebagai anggota keluarga.
6) Memberikan senyuman.
7) Berbicara/bernyanyi.
8) Menunjukkan kebanggaan pada anak.
9) Mengajak anak pada acara keluarga.
10) Memahami perilaku anak dan memenuhi kebutuhan anak.
11) Bereaksi positif terhadap perilaku anak.
2. Perilaku Penghambat
1) Menjauh dari anak, tidak memperdulikan kehadirannya, menghindar, menolak untuk
menyentuh anak.
3) Tidak menempatkan anak sebagai anggota keluarga yang lain, tidak memberikan nama pada
anak.
4) Menganggap anak sebagai sesuatu yang tidak disukai.
5) Tidak menggenggam jarinya.
6) Terburu-buru dalam menyusui.
7) Menunjukkan kekecewaan pada anak dan tidak memenuhi kebutuhannya.
1. Faktor Internal
Yang termasuk faktor internal antara lain genetika, kebudayaan yang mereka praktekkan dan
menginternalisasikan dalam diri mereka, moral dan nilai, kehamilan sebelumnya, pengalaman
yang terkait, pengidentifikasian yang telah mereka lakukan selama kehamilan
( mengidentifikasikan diri mereka sendiri sebagai orang tua, keinginan menjadi orang tua yang
telah diimpikan dan efek pelatihan selama kehamila ).
2. Faktor Eksternal
Yang termasuk faktor eksternal antara lain perhatian yang diterima selama kehamilan,
melahirkan dan postpartum, sikap dan perilaku pengunjung dan apakah bayinya terpisah dari
orang tua selama satu jam pertama dan hari-hari dalam kehidupannya.
1) Touch (Sentuhan).
Ibu memulai dengan sebuah ujung jarinya untuk memeriksa bagian kepala dan ekstremitas
bayinya. Perabaan digunakan sebagai usapan lembut untuk menenangkan bayi.
7) (Irama Kehidupan).
Janin dalam rahim dapat dikatakan menyesuaikan diri dengan irama alamiah ibunya seperti
halnya denyut jantung. Salah satu tugas bayi setelah lahir adalah menyesuaikan irama dirinya
sendiri. Orang tua dapat membantu proses ini dengan memberikan perawatan penuh kasih
sayang secara konsisten dan dengan menggunakan tanda keadaan bahaya bayi untuk
mengembangkan respon bayi dan interaksi sosial serta kesempatan untuk belajar.
A. SIBLING RIVALRY
Sibling rivalry adalah kecemburuan, persaingan dan pertengkaran antara saudara laki-laki dan
saudara perempuan, hal ini terjadi pada semua orang tua yang mempunyai dua anak atau lebih
(Lusa, 2010). Sibling rivalry terjadi jika anak merasa mulai kehilangan kasih sayang dari orang
tua dan merasa bahwa saudara kandung adalah saingan dalam mendapatkan perhatian dan kasih
sayang dari orang tua (Setiawati, 2008).
Setiawati (2008) menjelaskan bahwa hal ini terjadi karena orang tua memberikan perlakuan yang
berbeda pada anak-anak mereka (adanya anak emas). Persaingan antar saudara tidak mungkin
dihindari dengan adanya saudara kandung (Borden, 2003). Persaingan antar saudara yang
dimaksud disini adalah kompetisi antara saudara kandung untuk mendapatkan cinta kasih dan
perhatian dari satu atau kedua orang tuanya, atau untuk mendapatkan pengakuan atau suatu yang
lebih (Lusa, 2010). Sibling rivalry biasanya muncul ketika selisih usia saudara kandung terlalu
dekat, karena kehadiran adik dianggap menyita waktu dan perhatian terlalu banyak orang tua
(Setiawati, 2008). Jarak usia yang lazim memicu munculnya sibling rivalry adalah jarak usia
antara 1-3 tahun dan muncul pada usia 3-5 tahun kemudian muncul kembali pada usia 8–12
tahun, dan pada umumnya, sibling rivalry lebih sering terjadi pada anak yang berjenis kelamin
sama dan khususnya perempuan (Millman & Schaefer, 1981) dalam Setiawati dan Zulkaida
(2007). Namun persaingan antar saudara cenderung memuncak ketika anak bungsu berusia 3
atau 4 tahun (Woolfson, 2004).
Ciri khas yang sering muncul pada sibling rivalry, yaitu: egois, suka berkelahi, memiliki
kedekatan yang khusus dengan salah satu orangtua, mengalami gangguan tidur, kebiasaan
menggigit kuku, hiperaktif, suka merusak, dan menuntut perhatian lebih banyak (Sains, 2009).
Terdapat dua macam reaksi sibling rivalry, secara langsung yaitu biasanya berupa perilaku
agresif seperti memukul, mencubit, atau bahkan menendang (Setiawati, 2008). Reaksi yang
lainnya adalah reaksi tidak langsung seperti, munculnya kenakalan, rewel, mengompol atau pura-
pura sakit (Setiawati, 2008).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sibling rivalry dapat diartikan sebagai
kecemburuan, persaingan dan pertengkaran antara saudara laki-laki dan saudara perempuan
dalam mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua, hal ini terjadi pada semua orang
tua yang mempunyai dua anak atau lebih.
a. Faktor internal:
Faktor internal adalah faktor yang tumbuh dan berkembang dalam diri anak itu sendiri seperti
temperamen, sikap masing-masing anak mencari perhatian orang tua, perbedaan usia atau jenis
kelamin, dan ambisi anak untuk mengalahkan anak yang lain (Sains, 2009).
b. Faktor eksternal:
Faktor yang disebabkan karena orang tua yang salah dalam mendidik anaknya, seperti sikap
membanding-bandingkan, dan adanya anak emas diantara anak yang lain (Sains, 2009).
Menurut Lusa (2010), ada banyak faktor yang menyebabkan sibling rivalry, antara lain:
a. Masing-masing anak bersaing untuk menentukan pribadi mereka, sehingga ingin menunjukkan
pada saudara mereka.
b. Anak merasa kurang mendapatkan perhatian, disiplin dan mau mendengarkan dari orang tua
mereka.
c. Anak-anak merasa hubungan dengan orang tua mereka terancam oleh kedatangan anggota
keluarga baru/bayi.
d. Tahap perkembangan anak baik fisik maupun emosi yang dapat mempengaruhi proses
kedewasaan dan perhatian terhadap satu sama lain.
e. Anak frustasi karena merasa lapar, bosan atau letih sehingga memulai pertengkaran.
f. Kemungkinan, anak tidak tahu cara untuk mendapatkan perhatian atau memulai permainan
dengan saudara mereka.
g. Dinamika keluarga dalam memainkan peran.
h. Pemikiran orang tua tentang agresi dan pertengkaran anak yang berlebihan dalam keluarga
adalah normal.
i. Tidak memiliki waktu untuk berbagi, berkumpul bersama dengan anggota keluarga.
j. Orang tua mengalami stres dalam menjalani kehidupannya.
k. Anak-anak mengalami stres dalam kehidupannya.
l. Cara orang tua memperlakukan anak dan menangani konflik yang terjadi pada mereka.
Menurut Handymom (2009), jika ada kelahiran anak kedua, dan anak pertama (sang kakak)
belum dipersiapkan terlebih dulu dalam kelahiran adik barunya, maka akan menjadi faktor
munculnya sibling rivalry. Hal ini sesuai dengan pendapat Setiorini (2003), bahwa akar
permasalahan berawal saat anak pertama lahir (sang kakak), semua perhatian tercurah
kepadanya, akan tetapi saat adik baru lahir dan membutuhkan sejumlah waktu dan perhatian,
maka sang kakak merasa tersisih.
Menurut Priatna dan Yulia (2006) dalam Setiawati dan Zulkaida (2007), pertengkaran yang terus
menerus dipupuk sejak kecil akan terus meruncing saat anak-anak beranjak dewasa, mereka akan
terus bersaing dan saling mendengki. Bahkan ada kejadian saudara kandung saling membunuh
karena memperebutkan warisan. Menurut Hargianto (2008)dalam Siti Aspuah (2008), dampak
yang paling fatal dari sibling rivalry adalah putusnya tali persaudaraan jika kelak orang tua
meninggal.
B. BABY BLUES
Menurut Pregnancy Birth and Baby, sindrom ini bisa muncul dalam kurun waktu 3-10 hari
setelah melahirkan. Sindrom ini biasanya berlangsung kurang lebih selama 2-3 hari di masa
nifas. Baby blues syndrome adalah kondisi yang berbeda dengan depresi pascamelahirkan
(postpartum depression). Keduanya memang sama-sama menunjukkan gejala kesedihan dan
kecemasan usai melahirkan.
Akan tetapi, postpartum depression bisa dibilang merupakan kondisi yang lebih parah ketimbang
sindrom blues karena sudah menunjukkan gejala depresi. Meski sindrom baby blues adalah
bentuk depresi postpartum yang lebih ringan, pastikan Anda tidak mengabaikan gejala yang
muncul.
C. POSTPARTUM DEPRESION
1. Pengertian
Depresi postpartum atau postpartum depression adalah depresi yang terjadi setelah melahirkan.
Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan zat kimia di otak dan dialami oleh 10% ibu yang
melahirkan. Ada yang menganggap postpartum depression sama dengan baby blues, tapi
anggapan itu tidak benar. Baby blues merupakan perubahan emosi (mood swing) yang umumnya
menyebabkan sang ibu menangis terus-menerus, cemas, hingga sulit tidur selama beberapa hari
hingga 2 minggu setelah bayi lahir.
Sementara itu, postpartum depression merupakan kondisi yang lebih parah dibandingkan dengan
baby blues. Postpartum depression membuat penderita merasa putus harapan, merasa tidak
menjadi ibu yang baik, sampai tidak mau mengurus anak.
Postpartum depression bukan hanya dialami oleh ibu, tetapi juga bisa dialami oleh ayah.
Postpartum depression pada ayah paling sering terjadi 3-6 bulan setelah bayi lahir. Seorang ayah
lebih rentan terkena postpartum depression ketika istrinya juga menderita kondisi tersebut.
2. Gejala
Gejala postpartum depression atau postnatal depression bisa terjadi pada awal kehamilan,
beberapa minggu sesudah melahirkan, atau hingga setahun sesudah bayi lahir. Ketika mengalami
postpartum depression, seseorang akan mengalami gejala-gejala berikut:
1) Merasa cepat lelah atau tidak bertenaga.
2) Mudah tersinggung dan marah.
3) Menangis terus-menerus.
4) Merasa gelisah tanpa alasan yang jelas.
5) Mengalami perubahan suasana hati yang drastis.
6) Kehilangan nafsu makan atau justru makan lebih banyak dari biasanya.
7) Tidak dapat tidur (insomnia) atau tidur terlalu lama.
Sulit berpikiran jernih, berkonsentrasi, atau mengambil keputusan.
8) Tidak ingin bersosialisasi dengan teman dan keluarga.
9) Kehilangan minat terhadap kegiatan yang biasa disukainya.
10) Putus asa.
11) Berpikir untuk melukai dirinya sendiri atau bayinya.
Munculnya pikiran tentang kematian dan ingin bunuh diri.
3. Penyebab
Postpartum depression tidak disebabkan oleh satu faktor penyebab saja. Biasanya kondisi ini
disebabkan oleh kombinasi faktor fisik dan emosional. Setelah melahirkan, kadar hormon
estrogen dan progesteron di dalam tubuh ibu akan turun drastis. Hal ini menyebabkan perubahan
kimia di otak yang memicu terjadinya perubahan suasana hati. Ditambah lagi, kegiatan
mengasuh bayi dapat membuat ibu tidak dapat beristirahat dengan cukup untuk memulihkan
dirinya setelah melahirkan. Kurangnya istirahat dapat menimbulkan kelelahan, baik secara fisik
maupun emosional, hingga akhirnya memicu depresi pascamelahirkan.
Tidak hanya itu, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami
depresi postpartum, di antaranya:
1) Pernah menderita depresi sebelum atau selama
2) Menderita gangguan bipolar.
3) Ada anggota keluarga yang menderita depresi.
4) Menyalahgunakan NAPZA.
5) Kesulitan menyusui anak.
6) Hamil di usia muda dan memiliki banyak anak.
4. Pencegahan
Postpartum depression tidak dapat dicegah, namun dapat dideteksi lebih dini. Dengan kontrol
rutin pascamelahirkan, dokter dapat memonitor kondisi ibu, terutama jika sebelumnya ibu pernah
menderita depresi atau postpartum depression..Jika diperlukan, dokter dapat meminta ibu
menjalani konseling bahkan mengonsumsi obat antidepresan untuk mencegah terjadinya
postpartum depression, baik pada saat hamil maupun setelah melahirkan. Yang tidak kalah
penting, ibu perlu menjalin komunikasi yang baik, menyelesaikan masalah, atau berdamai
dengan pasangan, keluarga, dan teman jika memiliki masalah.
5.Pengobatan
Penderita postpartum depression perlu mendapatkan pengobatan, namun durasi pengobatan pada
tiap penderita bisa berbeda-beda. Secara umum, pengobatan dapat dilakukan dengan psikoterapi
dan obat-obatan, serta dukungan dari keluarga. Psikoterapi dilakukan agar penderita dapat
membicarakan hal yang dirasakan atau dipikirkannya, sekaligus untuk membantu penderita
menyelesaikan masalah yang dihadapi. Terkadang, psikoterapi dilakukan juga dengan
melibatkan pasangan atau anggota keluarga lain untuk membantu menyelesaikan masalah yang
dialami penderita.
Sebagai tambahan, psikolog dan psikiater dapat mengedukasi penderita dan keluarganya
mengenai kondisi emosional, serta meminta penderita untuk berpartisipasi dalam grup dukungan
emosional. Jika diperlukan, dokter juga dapat meresepkan obat antikecemasan dan antidepresan
untuk penderita.
Berduka yang paling besar adalah disebabkan karena kematian bayi meskipun kematian terjadi
saat kehamilan. Bidan harus memahami psikologis ibu dan ayah untuk membantu mereka
melalui pasca berduka dengan cara yang sehat.
Berduka adalah respon psikologis terhadap kehilangan. Proses berduka terdiri dari tahap atau
fase identifikasi respon tersebut. Tugas berduka, istilah ini diciptakan oleh Lidermann,
menunjukkan tugas bergerak melalui tahap proses berduka dalam menentukan hubungan baru
yang signifikan. Berduka adalah proses normal, dan tugas berduka penting agar berduka tetap
normal. Kegagalan untuk melakukan tugas berduka, biasanya disebabkan keinginan untuk
menghindari nyeri yang sangat berat dan stress serta ekspresi yang penuh emosi. Seringkali
menyebabkan reaksi berduka abnormal atau patologis.
Tahap-tahap berduka:
1. Syok
Merupakan respon awal individu terhadap kehilangan. Manifestasi perilaku dan perasaan
meliputi: penyangkalan, ketidakpercayaan, putus asa, ketakutan, ansietas, rasa bersalah,
kekosongan, kesendirian, kesepian, isolasi, mati rasa, intoversi (memikirkan dirinya sendiri)
tidak rasional, bermusuhan, kebencian, kegetiran, kewaspadaan akut, kurang inisiatif, tindakan
mekanis, mengasingkan diri, berkhianat, frustasi, memberontak dan kurang konsentrasi.
Manifestasi klinis:
2. Berduka
Ada penderitaan, fase realitas. Penerimaan terhadap fakta kehilangan dan upaya terhadap realitas
yang harus ia lakukan terjadi selama periode ini. Contohnya orang yang berduka menyesuaikan
diri dengan lingkungan tanpa ada orang yang disayangi atau menerima fakta adanya pembuatan
penyesuaian yang diperlukan dalam kehidupan dan membuat perencanaan karena adanya
deformitas.
Nyeri karena kehilangan dirasakan secara menyeluruh dalam realitas yang memanjang dan
dalam ingatan setiap hari, setiap saat dan peristiwa yang mengingatkan. Ekspresi emosi yang
penuh penting untuk resolusi yang sehat.
Menangis adalah salah satu bentuk pelepasan yang umum. Selain masa ini, kehidupan orang
yang berduka terus berlanjut. Saat individu terus, melanjutkan tugas berduka. Dominasi
kehilangna secara bertahap menjadi ansietas terhadap masa depan.
3. Resolusi
Fase menentukan hubungan baru yang bermakna. Selama periode ini seseorang yang berduka
menerima kehilangan, penyesuaian telah komplet dan individu kembali pada fungsinya secara
penuh. Kemajuan ini berasal dari penanaman kembali emosi seseorang pada hubungan lain yang
bermakna.
Etiologi: perubahan yang terjadi dalam kehamilan, perubahan cara hidup, perubahan hormonal.
Kemurungan dapat menjadi semakin parah akibat ketidaknyamanan jasmani, rasa letih, stress,
maupun kecemasan.
Penatalaksanaan: bicarakan apa yang dialami ibu, temani ibu, beri kesempatan ibu untuk
bertanya, berikan dorongan ibu untuk merawat bayinya, biarkan ibu bersama dengan bayinya,
gunakan obat bila perlu.
Terciptanya Ikatan Ibu Dan Bayi
Menciptakan ikatan ibu dan bayi dilakukan segera setelah kelahiran dengan cara memotivasi
pasangan orang tua untuk memegang dan menyentuh bayinya, memberi komentar positif,
meletakkan bayi di samping ibunya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-lat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6
minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 3 bulan. Masa nifas atau
post partum di sebut juga puerperium yang berasal dari bahasa latin yaitu dari katab “puer” yang
artinya bayi dan “Parous” berarti melahirkan. Nifas yaitu daerah yang keluar dari rahim karena
sebeb melahirkan atau setelah melahirkan.
Tujuan Asuhan Masa Nifas1) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun
psikologis2) Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendekteksi masalah, mengobati atau
merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.3) Memberikan pendidikan kesehatan
tentang perawatan kesehatan dini,nutrisi, KB, menyusui, pemberian imunisasi pada bayi dan
perawatan bayi sehat4) Memberikan pelayanan KB5) Mendapatkan kesehatan emosi
B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini kita sebagai mahasiswi kebidanan mampu mempratekkan
ilmu yang kita perolch berdasarkan materi dalam makalah ini
DAFTAR PUSTAKA
https://stikestulungagung.ac.id/wp-content/uploads/2019/10/Adaptasi-Psikologis-Ibu-Masa-
Nifas.docx
http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/respon-orang-tua-terhadap-bayi-baru.html?m=1
https://lusa.afkar.id/respon-ayah-dan-keluarga-terhadap-bayi-baru-lahir
https://ejr.stikesmuhkudus.ac.id/index.php/jikk/article/download/523/395
http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=5151
https://wellness.journalpress.id/wellness/article/download/22042/pdf