Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

“ PERAWATAN KESEHATAN IBU MASA BERSALIN “

Dosen Pembimbing :

Dr. Lumastari Ajeng Wijayanti, S.Kp, M.Kep.Sp.Mat

Disusun oleh :

1. Annisa Arum Shinta Dewi P17321181002


2. Sinta Effelia Agatra P17321181007
3. Dian Lutfi Rahmawati P17321181008
4. Arina Himatul Ulya P17321183025
5. Faizatul Azimah P17321183026
6. Natasya Farhana Niam P17321183033

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN KEDIRI
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah yang
berjudul “Perawatan Kesehatan Ibu Masa Bersalin” dapat tersusun hingga selesai.

Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah
Ilmu Kesehatan Masyarakat. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya.

Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
untuk para pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktikkan dalam kehidupan sehari-hari

Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Kediri, 26 Maret 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pelayanan Persalinan 3


2.2 Tahap Persalinan 7
2.3 Kondisi Pelayanan Persalinan di Indonesia 10
2.4 Program Pemeliharaan Kesehatan Masa Persalinan 13

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan 17

3.2 Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Millenium Development Goals (MDGs) merupakan komitmen nasional dan
global dalam upaya lebih menyejahterakan masyarakat melalui pengurangan kemiskinan
dan kelaparan, pendidikan, pemberdayaan perempuan, kesehatan dan kelestarian
lingkungan. Sebagian besar pencapaian MDGs Indonesia sudah sesuai dengan rencana
target yang ditetapkan, namun demikian, masih ada beberapa target MDGs yang
memerlukan upaya keras untuk mencapainya, salah satunya adalah menurunkan Angka
Kematian Ibu (AKI) (Kemenkes, 2013).
Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia masih memprihatinkan: Angka Kematian
Ibu sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup adalah salah satu yang tertinggi di kawasan
ini dan jauh di atas target MDG sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun
2015 (Birdsall & Hill, 2011).
Sebanyak 20.000 perempuan Indonesia meninggal setiap tahun karena
komplikasi persalinan. Kebanyakan kematian ini diakibatkan ‘Tiga Terlambat’ yaitu
terlambat mengambil keputusan merujuk ke fasilitas kesehatan, terlambat mendapatkan
transportasi, dan terlambat mendapatkan perawatan medis atau transfusi darah pasca
kedatangan ke fasilitas kesehatan (Birdsall & Hill, 2011).
Buruknya kualitas pelayanan kesehatan antenatal, persalinan, dan pascapersalinan
merupakan hambatan utama untuk menurunkan kematian ibu dan anak. Studi 2002
menunjukkan bahwa buruknya kualitas pelayanan merupakan faktor penyebab 60 persen
dari 130 kematian ibu yang dikaji (Unicef, 2012). Pelayanan yang didapat ibu mencakup
tiga pelayanan yaitu pelayanan pemeriksaan kehamilan (prapersalinan), persalinan dan
pasca persalinan (BPJS Kesehatan, tanpa tahun)
Faktor nonmedis yang mempengaruhi kematian ibu secara tidak langsung adalah
kondisi ekonomi, sosial, dan budaya di lingkungan tempat tinggal ibu hamil. Kemiskinan
merupakan salah satu faktor social ekonomi yang menyebabkan angka kematian ibu
tinggi (Aeni, 2013).
Masyarakat miskin jarang menyadari masalah yang muncul selama kehamilan
atau persalinan. Sistem perawatan kesehatan ternyata belum berhasil membuat

1
masyarakat miskin menjadi lebih waspada terhadap tanda-tanda kehamilan atau
persalinan yang berisiko dan tindakan apa yang harus diambil (Mukherjee, 2006).
Guna mengatasi masalah Angka Kematian Ibu Sebagai dibutuhkan upaya inovatif
untuk mengatasi penyebab utama kematian ibu dan bayi, serta adanya kebijakan dan
sistem yang efektif dalam mengatasi berbagai kendala yang timbul selama ini
(Kemenkes, 2013).

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana pelayanan persalinan dilakukan?
2. Apa saja tahapan persalinan?
3. Bagaimana kondisi pelayanan persalinan di Indonesia?
4. Bagaimana program pemeliharaan kesehatan masa persalinan?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pelayanan persalinan dilakukan
2. Untuk mengetahui tahapan persalinan
3. Untuk mengetahui kondisi pelayanan persalinan di Indonesia
4. Untuk mengetahui program pemeliharaan kesehatan masa persalinan

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pelayanan Persalinan


Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke
dalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang
terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan persentasi
belakang kepala, tanpa komplikasi baik ibu maupun janin. (Hidayat, 2010).
Persalinan normal adalah pengeluaran hasil konsepsi yang dikandung selama 37 –
42 minggu, presentasi belakang kepala / ubun-ubun kecil di bawah sympisis melalui jalan
lahir biasa, keluar dengan tenaga ibu sendiri, disusul dengan pengeluaran plasenta dan
berlangsung kurang dari 24 jam. Setelah persalinan ibu maupun bayi dalam kondisi baik.

A. 5 Aspek Dasar dalam Persalinan


Persalinan harus dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan
PermenKes RI No 97 tahun 2014. Pelayanan persalinan diberikan kepada ibu
bersalin dalam bentuk 5 (lima) aspek dasar. Lima aspek dasar yang penting dan
saling terkait dalam persalinan yang bersih dan aman meliputi :
1) Membuat keputusan klinik
Membuat keputusan klinik dilakukan dengan melalui proses
pemecahan masalah yang sistematik yaitu mengumpulkan dan analisa
informasi, membuat diagnosa kerja (menentukan kondisi yang dikanji normal
atau bermasalah), membuat rencana tindakan yang sesuai diagnose,
melaksanakan rencana tindakan dan mengevaluasi hasil asuhan/tindakan yang
telah diberikan kepada ibu dan bayi yang baru lahir.
Proses tersebut bisa disimpulkan menjadi 4 langkah pengambilan
keputusan klinik, yaitu :
a. Pengumpulan Data
Data yang terkumpul diklasifikasi dalam data subyektif dan data
obyektif. Data subyektif adalah data yang dikeluhkan oleh pasien
didapatkan dengan metode pengumpulan data wawancara. Data
obyektif adalah data yang bisa diperoleh pemeriksa dengan
pemerikasaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan observasi.
b. Diagnosa

3
Data yang terkumpul kemudian dilakukan analisis data untuk
selanjutnya dirumuskan diagnosa. Perhatikan bahwa mungkin terdapat
sejumlah diagnose banding atau ganda. Pengumpulan data untuk
merumuskan diagnose bukan proses linear melainkan proses sirkuler
(melingkar) yang berlangsung terus menerus.selanjutnyan dilakukan
antisipasi masalah/penyulit yang mungkin terjadi setelah diagnosa
dibuat.
c. Penatalaksanaan Asuhan
Penatalaksanaan asuhan diawali dengan membuat rencana yang
selanjutnya pelaksanaan rencana asuhan. Dalam penatalaksanaan
asuhan yang perlu diperhatikan adalah :
 Susun rencana panatalaksanaan yang memadai bagi ibu dan BBL.
 Terdapat beberapa pilihan intervensi efektif, diskusikan dengan
ibu/ keluarga.
 Laksanakan rencana secara tepat waktu dan mengacu
keselamatan klien.
d. Evaluasi
Penatalaksanaan yang telah dilaksankan dievaluasi untuk menilai
tingkat efektifitasnya.
Membuat keputusan klinik adalah komponen esensial dalam
asuhan bersih dan aman pada ibu selama persalinan atau kelahiran,
nifas dan BBL. Proses membuat suatu keputusan klinik
memungkinkan dihasilkannhya keputusan yang benar dan tepat waktu
bagi asuhan spesifik yang diperlukan seorang ibu dan BBL(mencegah
terjadinya komplikasi dan memungkinkan pengenalan dini tanda dan
gejala adanya penyulit.
2) Asuhan Sayang Ibu
Asuhan sayang ibu dan bayi adalah asuhan dengan prinsip saling
menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan ibu. Membayangkan asuhan
sayang ibu/ASI adalah dengan menyakan pada diri kita sendiri”apakah asuhan
seperti ini yang saya inginkan untuk keluarga saya yang sedang hamil”. Salah
satu prinsip asuhan sayang ibu adalah dengan mengikut sertakan suami dan

4
keluarga selama persalinan. Beberapa contoh penerapan asuhan sayang ibu
saat persalinan adalah :
a) Panggil ibu sesuai nama, hargai dan perlakukan ibu sesuai martabatnya.
b) Jelaskan asuhan yang akan diberikan sebelum memulai asuhan.
c) Jelaskan proses persalinan pada ibu dan keluarga.
d) Anjurkan ibu bertanya, membicarakan rasa takut/khawatirnya dan
dengarkan.
e) Anjurkan ibu ditemani keluarga/suaminya.
f) Ajarkan suami dan keluarga bagaimana cara memperhatikan dan
mendukung ibu.
g) Hargai privasi ibu.
3) Pencegahan infeksi/ PI
Tujuan PI adalah melindungi ibu, BBL, keluarga, penolong persalinan
dan tenaga kesehatan lain sehingga mengurangi infeksi karena bakteri, virus,
dan jamur. Pencegahan Infeksi juga bertujuan untuk menurunkan resiko
penularan penyakit berbahaya (hepatitis, HIV/AIDS).
Ada beberapa tindakan yang akan sering kita temui dalam PI, yang
perlu diketahui pengertiannya. Tindakan tersebut antara lain adalah asepsis,
tehnik aseptic, antiseptic, dekontaminasi, desinfeksi, cuci bilas, desinfeksi
tingkat tinggi dan sterilisasi.
Definisi dari tindakan-tindakan tersebut antara lain :
a) Asepsis adalah suatu tindakan untuk mencegah masuknya
mikroorganisme kedalam tubuh.
b) Tehnik aseptic adalah suatu tindakan membuat prosedur lebih aman
dengan menurunkan jumlah atau menghilangkan seluruh
mikroorganisme pada kulit, jaringan dan istrumen hingga tingkat yang
aman.
c) Antisepsis adalah suatu tindakan PI dengan cara
membunuh/menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit/
jaringan tubuh.
d) Dekontaminasi adalah suatu tindakan yang dilakukakn untuk
memastikan bahwa petugas kesehatan dapat menangani secara aman
berbagai benda yang terkontaminasi dengan darah, dan cairan tubuh.

5
e) Mencuci dan membilas adalah suatu tindakan untuk menghilangkan
darah , cairan tubuh atau benda asing dari kulit/instrument.
f) Desinfeksi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan hampir semua
mikroorganisme pada benda mati/instrument.
g) Desinfeksi tingkat tinggi/DTT adalah suatu tindakan untuk
menghilangkan semua mikroorganisme kecuali endospora bakteri.
h) Sterilisasi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan semua
mikroorganisme termasuk endospora pada benda mati/instrument.
Prinsip Pencegahan Infeksi yang perlu kita pegang adalah :
a) Setiap orang harus dianggap menularkan penyakit.
b) setiap orang harus dianggap beresiko terkena infeksi.
c) Permukaan benda yang akan dan telah bersentuhan dengan permukaan
kulit yang tidak utuh harus dianggap terkontaminasi dan harus segera
diproses secara benar.
d) Jika ragu alat/benda telah diproses maka alat/benda tersebut dianggap
terkontaminasi.
e) Resiko infeksi tidak bisa dihilangkan total, tetapi dapat dikurangi hingga
sekecil mungkin dengan menerapkan PI secara benar dan konsisten.
4) Pencatatan (Dokumentasi)
Catat semua asuhan yang telah diberikan kepada ibu dan/atau bayinya.
Jika asuhan tidak dicatat, dapat dianggap bahwa hal tersebut tidak dilakukan.
Pencatatan adalah bagian penting dari proses membuat keputusan klinik
karena memungkinkan penolong persalinan untuk terus memperhatikan
asuhan yang diberikan selama proses persalinan dan kelahiran bayi.
Mengkaji ulang catatan memungkinkan untuk menganalisa data yang
telah dikumpulkan dan dapat lebih efektif dalam merumuskan suatu diagnosis
dan membuat rencana asuhan atau perawatan bagi ibu atau bayinya. Partograf
adalah bagian terpenting dari proses pencatatan selama persalinan.
5) Rujukan
Rujukan dalam kondisi tepat waktu dan optimal ke fasilitas rujukan
atau fasilitas yang memiliki sarana lebih lengkap, diharapkan mampu
menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi baru lahir. Meskipun sebagian besar
ibu akan mengalami persalinan normal, namun sekitar 10-15% diantaranya

6
akan mengalami masalah selama proses persalinan dan kelahiran bayi
sehingga perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan.
2.2 Tahap Persalinan
Persalinan dibagi menjadi 4 tahap. Pada kala I serviks membuka dari 0 sampai 10
cm. Kala I dinamakan juga kala pembukaan. Kala II disebut juga dengan kala
pengeluaran, oleh karena kekuatan his dan kekuatan mengedan, janin di dorong keluar
sampai lahir. Dalam kala III atau disebut juga kala uri, plasenta terlepas dari dinding
uterus dan dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya plasenta sampai 2 jam kemudian.
Dalam kala tersebut diobservasi apakah terjadi perdarahan post partum. (Rohani; dkk,
2011)
1) Asuhan Persalinan Kala I (Pembukaan)
Menurut Rohani dkk (2011) inpartu ditandai dengan keluarnya lendir
bercampur darah karena serviks mulai membuka dan mendatar. Darah berasal dari
pembuluh darah kapiler sekitar kanalis servikalis karena pergeseran-pergeseran
ketika serviks mendatar dan membuka. Kala I adalah kala pembukaan yang
berlangsung antara pembukaan 0-10 cm (pembukaan lengkap). Proses ini terbagi
menjadi 2 fase, yaitu fase laten (8 jam) dimana serviks membuka sampai 3 cm dan
aktif (7 jam) dimana serviks membuka antara 3-10 cm. Kontraksi lebih kuat dan
sering terjadi selama fase aktif. Pada pemulaan his, kala pembukaan berlangsung
tidak begitu kuat sehingga parturient (ibu yang sedang bersalin) masih dapat
berjalan-jalan. Lama kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkan pada
multigravida sekitar 8 jam.
Berdasarkan Kunve Friedman, diperhitungkan pembukaan multigravida 2 cm
per jam. Dengan perhitungan tersebut maka waktu pembukaan lengkap dapat
diperkirakan (Sulasetyawati dan Nugraheny, 2010, hlm. 7).
Menurut Friedmen, fase percepatan memulai fase persalinan dan mengarah ke
fase lengkung maksimal adalah waktu ketika pembukaan serviks terjadi paling cepat
dan meningkat dari tiga sampai empat sentimeter sampai sekitar 8 sentimeter. Pada
kondisi normal kecepatan pembukaan konstanta, rata-rata tiga sentimeter per jam,
dengan kecepatan maksimal tidak lebih dari 1,2 sentimeter per jam pada nulipara.
Pada multipara, kecepatan rata-rata pembukaan selama fase lengkung maksimal 5,7
sentimeter per jam. Fase perlambatan adalah fase aktif. Selama waktu ini, kecepatan
pembukaan melambat dan serviks mencapai pembukaan 8 sampai 10 sentimeter
sementara penurunan mencapai kecepatan maksimum penurunan rata-rata nulipara
7
adalah 1,6 sentimeter per jam dan normalnya paling sedikit 1,0 sentimeter per jam.
Pada multipara, kecepatan penurunan rata-rata 5,4 sentimeter per jam, dengan
kecepatan minimal 2,1 sentimeter per jam (Varney, 2004, hlm. 679).
Menurut Sulistyawati dan Nugraheny (2010, hal. 75) asuhan-asuhan
kebidanan pada kala I yaitu :
1) Pemantauan terus menerus kemajuan persalinan menggunakan partograf; 
2) Pemantauan terus-menerus vital sign; 
3) Pemantauan terus menerus terhadap keadaan bayi; 
4) Pemberian hidrasi bagi pasien; 
5) Menganjurkan dan membantu pasien dalam upaya perubahan posisi dan
ambulansi; 
6) Mengupayakan tindakan yang membuat pasien nyaman; 
7) Memfasilitasi dukungan keluarga.
2) Asuhan Persalinan Kala II (Pengeluaran Janin)
Kala II mulai bila pembukaan serviks lengkap. Umumnya pada akhir kala I
atau pembukaan kala II dengan kepala janin sudah masuk dalam ruang panggul,
ketuban pecah sendiri.Bila ketuban belum pecah, ketuban harus dipecahkan.
Kadang-kadang pada permulaan kala II wanita tersebut mau muntah atau muntah
disertai rasa ingin mengedan kuat. His akan lebih timbul sering dan merupakan
tenaga pendorong janin pula. Di samping itu his, wanita tersebut harus dipimpin
meneran pada waktu ada his. Di luar ada his denyut jantung janin harus diawasi
(Wiknjosastro, 1999, hlm.194).
Menurut Wiknjosastro (2008, hlm.77) gejala dan tanda kala II persalinan
adalah:
1) Ibu merasa ingin meneran bersamaan adanya kontraksi; 
2) Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan/atau vaginanya; 
3) Vulva-vagina dan sfingter ani membuka; 
4) Meningkatnya pengeluaran lender bercampur darah.
Menurut Rohani dkk (2011, hlm. 150) asuhan kala II persalinan merupakan
kelanjutan tanggung jawab bidan pada waktu pelaksanaan asuhan kala I persalinan,
yaitu sebagai berikut:
1) Evaluasi kontinu kesejahteraan ibu; 
2) Evaluasi kontinu kesejahteraan janin; 
3) Evaluasi kontinu kemajuan persalinan; 
8
4) Perawatan tubuh wanita; 
5) Asuhan pendukung wanita dan orang terdekatnya beserta keluarga; 
6) Persiapan persalinan; 
7) Penatalaksanaan kelahiran; 
8) Pembuatan keputusan untuk penatalaksanaan kala II persalinan.
3) Asuhan Persalinan Kala III (Pengeluaran Plasenta)
Partus kala III disebut pula kala uri. Kala III ini, seperti dijelaskan tidak
kalah pentingnya dengan kala I dan II. Kelainan dalam memimpin kala III dapat
mengakibatkan kematian karena perdarahan. Kala uri dimulai sejak dimulai sejak
bayi lahir lengkap sampai plasenta lahir lengkap. Terdapat dua tingkat pada
kelahiran plasenta yaitu :
1) Melepasnya plasenta dari implantasi pada dinding uterus;
2) Pengeluaran plasenta dari kavum uteri (Wiknjosastro, 1999, hlm. 198).
Menurut Sulistyawati dan Nugraheny (2010, hlm. 8) lepasnya plasenta sudah
dapat diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda sebagai berikut: 
1) Uterus mulai membentuk bundar; 
2) Uterus terdorong ke atas, karena plasenta dilepas ke segmen bawah Rahim; 
3) Tali pusat bertambah panjang; 
4) Terjadi perdarahan. 
Asuhan kala III persalinan adalah sebagai berikut: 
a) Memberikan pujian kepada pasien atas keberhasilannya;
b) Lakukan manajemen aktif kala III; 
c) Pantau kontraksi uterus; 
d) Berikan dukungan mental pada pasien; 
e) Berikan informasi mengenai apa yang harus dilakukan oleh pasien dan
pendamping agar proses pelahiran plasenta lancar; 
f) Jaga kenyamanan pasien dengan menjaga kebersihan tubuh bagian bawah
(perineum).
4) Asuhan Persalinan Kala IV (Observasi)
Setelah plasenta lahir lakukan rangsangan taktil (masase uterus) yang
bertujuan untuk merangsang uterus berkontraksi baik dan kuat.Lakukan evaluasi
tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara melintang dengan pusat sebagai
patokan. Umumnya, fundus uteri setinggi atau beberapa jari di bawah pusat.
Kemudian perkirakan kehilangan darah secara keseluruhan periksa kemungkinan
9
perdarahan dari robekan perineum. Lakukan evaluasi keadaan umum ibu dan
dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama persalinan kala IV (Wiknjosastro,
2008, hlm. 110). 
Menurut Sulisetyawati dan Nugraheny (2010) kala IV mulai dari lahirnya
plasenta selama 1-2 jam. Kala IV dilakukan observasi terhadap perdarahan
pascapersalinan, paling sering terjadi 2 jam pertama. 
Observasi yang dilakukan adalah sebagai berikut: 
1) Tingkat kesadaran pasien
2) Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan. 
3) Kontraksi uterus 
4) Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal bila jumlahnya
tidak melebihi 400-500 cc.  
Menurut Rohani dkk (2011, hlm. 234) secara umum asuhan kala IV persalinan
adalah: 
a) Pemeriksaan fundus setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit jam
ke 2. Jika kontraksi uterus tidak kuat, masase uterus sampai menjadi keras. 
b) Periksa tekanan darah, nadi, kandung kemih, dan perdarahan tiap 15 menit
pada jam pertama dan 30 menit pada jam ke 2. 
c) Anjurkan ibu untuk minum untuk mencegah dehidrasi. 
d) Bersihkan perineum dan kenakan pakaian yang bersih dan kering. 
e) Biarkan ibu beristirahat karena telah bekerja keras melahirkan bayinya, bantu
ibu posisi yang nyaman. 
f) Biarkan bayi didekat ibu untuk meningkatkan hubungan ibu dan bayi. 
g) Bayi sangat bersiap segera setelah melahirkan. Hal ini sangat tepat untuk
memberikan ASI. 
h) Pastikan ibu sudah buang air kecil tiga jam pascapersalinan. 
i) Anjurkan ibu dan keluarga mengenal bagaimana memeriksa fundus dan
menimbulkan kontraksi serta tanda-tanda bahaya ibu dan bayi. 
2.3 Kondisi Pelayanan Persalinan di Indonesia
2.3.1 Layanan Kesehatan Persalinan
Tersedianya berbagai jenis layanan publik serta persepsi tentang nilai dan
mutu layanan tersebut merupakan faktor penentu apakah rakyat akan memilih
terhadap kesehatan atau tidak. Biasanya, perempuan memilih berdasarkan penyedia
layanan tersebut, sementara pilihan laki-laki menentukan pilihan mereka
10
berdasarkan besarnya-kecilnya biaya (rata-rata Rp.10.000,-) (Mukherjee, 2006).
Setiap pilihan sangat rasional, berdasarkan pertimbangan keuntungan dan biaya
sejauh dijangkau oleh masyarakat miskin. Kebijakan untuk meningkatkan layanan
kesehatan kepada rakyat hanya dapat efektif jika pembuat kebijakan semacam itu
mampu memahami cara berpikir dan hal-hal yang melandasi pengambilan
keputusan mereka.
Selama tahun 1990-an, bidan di desa yang sudah terlatih diperkenalkan di
seluruh Indonesia sebagai upaya untuk menurunkan tingkat kematian ibu yang
tinggi. Satu dekade kemudian, bidan di desa tampaknya tidak mengubah
kecenderungan masyarakat miskin untuk memilih menggunakan jasa dukun
beranak yang juga memberikan layanan pra-persalinan dan persalinan (Mukherjee,
2006).

2.3.2 Layanan Bantuan Persalinan Oleh Dukun beranak Tetap Terpenting


Proses persalinan diharapkan berjalan normal, dan untuk melakukan hal ini
dukun beranak hampir selalu merupakan pilihan pertama. Kecuali daerah
perkotaan yang berpenduduk pada seperti Simokerto, di seluruh lokasi dukun
beranak merupakan pilihan pertama di antara para perempuan (76%) dan laki-laki
(64%) (Mukherjee, 2006).
Diagram 2. Proporsi Jumlah Suara Mengenai Pilihan Penyediaan Layanan
Bantuan Persalinan

Walaupun biaya merupakan alasan yang menentukan pilihan masyarakat


miskin, ada sejumlah faktor yang membuat mereka lebih memilih layanan yang
diberikan oleh dukun beranak.

11
Biaya layanan yang diberikan oleh bidan di desa untuk membantu persalinan
lebih besar daripada penghasilan rata-rata rumah tangga miskin dalam satu bulan. Di
samping itu, biaya tersebut pun harus dibayar tunai. Sebaliknya, pembayaran terhadap
dukun beranak lebih murah – secara uang tunai dan ditambah barang. Besarnya tarif
dukun hanya sepersepuluh atau seperlima dari tarif bidan desa. Dukun beranak juga
bersedia pembayaran mereka ditunda atau dicicil – tergantung kapan keluarga
memiliki uang untuk membayarnya
Biaya per Kelahiran yang dibantu (Mukherjee, 2006) :
Paraji (Dukun beranak): Rp.50.000 – Rp.100.000 atau Rp.50.000 + 5 kg beras
Bidan desa: Rp.300.000 – Rp.400.000
Menurut masyarakat miskin, dukun beranak lebih perhatian dan sabar daripada
bidan, baik selama persalinan maupun sesudahnya. Perempuan miskin mengatakan
bahwa dukun beranak dapat melanjutkan layanan untuk 10-14 hari pasca melahirkan,
dengan sabar memanjakan ibu baru dan bayinya. Dukun beranak membantu kegiatan
mencuci dan membersihkan, menemani anggota keluarga agar ibu bisa beristirahat
dan memulihkan diri. Sebaliknya, bidan seringkali tidak tersedia saat dibutuhkan atau
bahkan tidak mau datang saat dipanggil (Bajo Pulau, Paminggir, Alas Kokon,
Jatibaru) (Mukherjee, 2006). Saat akhirnya dia datang, dia hanya membantu sampai
melahirkan bayi dan plasentanya.
Masyarakat miskin menyadari bahwa bidan lebih terlatih dalam menangani
persalinan yang sulit. Namun enam dari delapan lokasi menyatakan bahwa mereka
baru memanggil bidan bila dukun beranak tidak bisa membantu persalinan, terjadi
komplikasi saat persalinan atau keterlambatan dalam penanganan yang berakibat fatal
(Mukherjee, 2006).
Masyarakat miskin jarang menyadari masalah yang muncul selama kehamilan
atau persalinan. Mereka bergantung pada penyedia layanan kesehatan pilihan mereka
(kebanyakan memilih dukun beranak) untuk mengambil tindakan atau merujuk
perempuan hamil ke fasilitas kesehatan yang lebih baik (Mukherjee, 2006). Sistem
perawatan kesehatan belum berhasil membuat masyarakat miskin menjadi lebih
waspada terhadap tanda-tanda kehamilan atau persalinan yang berisiko dan tindakan
apa yang harus diambil. Rumah sakit umum di Jawa dan Puskesmas dianggap
menyediakan layanan yang paling memuaskan namun biaya yang tinggi membuat
orang menjauh. Puskesmas dan rumah sakit umum digunakan hanya bila terjadi
keadaan darurat yang mengancam jiwa.
12
2.4 Program Pemeliharaan Kesehatan Masa Persalinan
Program pemeliharaan kesehatan masa persalinan meliputi :
2.4.1 Jaminan Kesehatan Nasional
Jaminan Kesehatan Nasional diselenggarakan oleh Badan Penyelnggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Tujuan diberlakukannya program Jaminan
Kesehatan Nasional ini adalah untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat
yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau
iurannya dibayar oleh Pemerintah (BPJS Kesehatan, 2014).
Badan Penyelenggaa Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak hanya
membiayai peserta jaminan kesehatan nasinonal (JKN) yang sakit saja, tetapi juga
peserta hamil sampai persalinan hingga masa nifas (BPJS Kesehatan, 2016).
Persalinan yang ditanggung Jaminan Kesehatan Nasional di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama maupun Tingkat Lanjutan adalah persalinan sampai
dengan anak ketiga, tanpa melihat anak hidup/meninggal (BPJS Kesehatan,
2013).
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
71 Tahun 2013, Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama pda JKN salah satunya
mencakup pelayanan medis yaitu pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui,
bayi dan anak balita oleh bidan atau dokter. Pelayanan Rawat Inap Tingkat
Pertama sesuai dengan indikasi medis yaitu pertolongan persalinan pervaginam
bukan risiko tinggi; pertolongan persalinan dengan komplikasi dan/atau penyulit
pervaginam bagi Puskesmas pelayanan obstetrik neonatal emergensi dasar
(PONED) dan pertolongan neonatal dengan komplikasi.
Di sejumlah daerah masih terdapat Puskesmas yang tidak memiliki sarana
dan prasarana untuk persalinan normal dan tidak memiliki jejaring bidan. Dalam
kondisi seperti ini, bumil peserta JKN-KIS bisa dirujuk ke rumah sakit tanpa
melihat ada kelainan atau pun tidak pada kehamilannya (BPJS Kesehatan, 2016).
2.4.2 Jaminan Persalinan
Saat ini kurang lebih 20% ibu bersalin belum terlayani di fasilitas
pelayanan kesehatan, sehingga persalinan dirasakan menjadi tidak aman dan
memiliki risiko kematian ibu dan bayi yang tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh
kendala akses menuju fasilitas pelayanan kesehatan (kondisi geografis yang
sulit) maupun kondisi ekonomi sosial dan pendidikan masyarakat, termasuk

13
tidak memiliki Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau Kartu Indonesia Sehat
(KIS) (Permenkes No. 71 Tahun 2016).
Pada tahun 2016 terdapat dukungan anggaran untuk Jaminan persalinan.
Anggaran tersebut diutamakan dalam mendukung peningkatan target persalinan
di fasilitas kesehatan meliputi penyediaan sewa rumah tunggu kelahiran dan
biaya rujukan dalam mendekatan akses persalinan di fasilitas pelayanan
kesehatan (Dinkes Jabar, 2016).
Dana Jampersal digunakan untuk mendekatkan akses dan mencegah
terjadinya keterlambatan penanganan pada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan
bayi baru lahir, terutama di daerah yang memiliki akses sulit ke fasilitas
kesehatan dan penduduk yang tidak memiliki biaya untuk bersalin di fasilitas
pelayanan kesehatan. Dana jampersal dipergunakan untuk penyediaan biaya
transportasi rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan, penyediaan Rumah
Tunggu Kelahiran (RTK), dan jasa pertolongan persalinan bagi ibu bersalin
miskin, tidak mampu dan belum memiliki Kartu Jaminan Kesehatan
Nasional/Kartu Indonesia Sehat atau sumber pembiayaan yang lain (Permenkes
No. 71 Tahun 2016).
Ruang Lingkup Kegiatan Jampersal meliputi: rujukan persalinan dari
rumah ke fasilitas pelayanan kesehatan yang kompeten; sewa dan operasional
rumah tunggu kelahiran (RTK); pertolongan persalinan, KB paskapersalinan
dan perawatan bayi baru lahir (Permenkes No. 71 Tahun 2016).
Transportasi rujukan yang ditanggung oleh Jampersal adalah transport
lokal atau perjalanan dinas petugas kesehatan termasuk kader dan sewa
mobilitas/sarana transportasi rujukan. Operasional Rumah Tunggu Kelahiran
(RTK) sebagai tempat transit sementara mendekati hari kelahiran mencakup: 1)
Sewa rumah, 2) Makan dan minum bagi ibu hamil dan pendamping yang ada di
RTK, 3) Langganan air, listrik, kebersihan. Setiap kabupaten/kota diharapkan
menggunakan dana Jampersal untuk sewa Rumah Tunggu Kelahiran (RTK)
minimal 1 (satu) rumah di dekat rumah sakit yang ditetapkan sebagai rujukan
risiko tinggi, untuk mendekatkan akses ibu hamil risiko tinggi dengan rumah
sakit pada hari sebelum dan setelah melahirkan (Permenkes No. 71 Tahun
2016).
Dana Jampersal dapat digunakan untuk membiayai
persalinan/perawatan kehamilan risiko tinggi di fasilitas pelayanan kesehatan
14
bagi ibu hamil/bersalin miskin dan tidak mampu yang belum mempunyai
jaminan pembiayaan oleh JKN/KIS, atau jaminan kesehatan lainnya. Penerima
bantuan hanya berlaku di perawatan/pelayanan kelas III sesuai dengan
pelayanan bagi penerima bantuan iuran (PBI) peserta JKN/KIS dan tidak
diperbolehkan naik kelas berupa biaya jasa pertolongan persalinan, perawatan
kehamilan risiko tinggi, pelayanan KB paska persalinan dengan kontrasepsi
disediakan BKKBN termasuk perawatan bayi baru lahir dan skrining hipotiroid
kongenital Bayi Baru Lahir (BBL). Pembiayaan untuk pelayanan antenatal
(ANC) dan pelayanan nifas (PNC) tidak termasuk dalam paket Jampersal
kecuali ibu hamil risiko tinggi yang atas indikasi medis perlu
pelayanan/perawatan di fasilitas rujukan sekunder/tersier (Permenkes No. 71
Tahun 2016).
2.4.3 Kemitraan Bidan Dan Dukun
Kemitraan bidan dengan dukun adalah suatu bentuk kerjasama bidan
dengan dukun yang saling menguntungkan dengan prinsip keterbukaaan,
kesetaraan, dan kepercayaan dalam upaya untuk menyelamatkan ibu dan bayi,
dengan menempatkan bidan sebagai penolong persalinan dan
mengalihfungsikan dukun dari penolong persalinan menjadi mitra dalam
merawat ibu dan bayi pada masa nifas, dengan berdasarkan kesepakatan yang
telah dibuat antarabidan dengan dukun, serta melibatkan seluruh unsur/elemen
masyarakat yang ada (Kemenkes, 2011).
Peran bidan dengan dukun dalam pelaksanaan kemitraan periode
persalinan (Kemenkes, 2011), antara lain:

Bidan Dukun
1.Mempersiapkan sarana prasara 1. Mengantar calon ibu bersalin
persalinan aman dan alat resusitasi ke Bidan
bayi baru lahir, termasuk pencegahan 2.Mengingatkan keluarga
infeksi menyiapkan alat transport
2. Memantau kemajuan persalinan sesuai untuk pergi ke Bidan /
dengan partogram memanggil Bidan
3. Melakukan asuhan persalinan. 3.Mempersiapkan sarana
4. Melaksanakan inisiasi menyusu dini prasarana persalinan aman
dan pemberian ASI segera kurang seperti

15
dari 1 jam. a. Air bersih
5.Injeksi Vit K1 dan salep mata b. Kain bersih
antibiotik pada bayi baru lahir 4.Mendampingi ibu pada saat
6. Melakukan perawatan bayi baru lahir persalinan
7.Melakukan tindakan PPGDON apabila 5.Membantu Bidan pada saat
mengalami komplikasi proses persalinan
8. Melakukan rujukan bila diperlukan 6.Melakukan ritual
9. Melakukan pencatatan persalinan pada keagamaan/tradisional yang
a. Kartu ibu/partograf sehat sesuai tradisi setempat
b. Kohort Ibu dan Bayi 7.Membantu Bidan dalam
c. Register persalinan perawatan bayi baru lahir
10. Melakukan pelaporan: 11.Membantu ibu dalam inisiasi
a. Cakupan persalinan menyusu dini kurang dari 1
jam
12.Memotivasi rujukan bila
diperlukan
13.Membantu Bidan
membersihkan ibu, tempat dan
alat setelah persalinan

16
BAB III

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pelayanan persalinan diberikan kepada ibu bersalin dalam bentuk 5 (lima)
aspek dasar. Lima aspek dasar yang penting dan saling terkait dalam persalinan yang
bersih dan aman meliputi : membuat keputusan klinik, asuhan saying ibu, pencegahan
infeksi, pencatatan (dokumentasi), rujukan. Tahapan persalinan meliputi : Kala I
dinamakan juga kala pembukaan, Kala II disebut juga dengan kala pengeluaran, Kala
III atau disebut juga kala uri, Kala IV mulai dari lahirnya plasenta sampai 2 jam
kemudian.
Program pelayanan persalinan meliputi : (1) Persalinan yang ditanggung
Jaminan Kesehatan Nasional di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama maupun Tingkat
Lanjutan adalah persalinan sampai dengan anak ketiga, tanpa melihat anak
hidup/meninggal. (2) Pada tahun 2016 terdapat dukungan anggaran untuk Jaminan
persalinan. Anggaran tersebut diutamakan dalam mendukung peningkatan target
persalinan di fasilitas kesehatan meliputi penyediaan sewa rumah tunggu kelahiran
dan biaya rujukan dalam mendekatan akses persalinan di fasilitas pelayanan
kesehatan. (3) Di dalam konsep kemitraan bidan dengan dukun, dukun bayi perlu
diberikan wawasan dalam bidang kesehatan ibu dan bayi baru lahir, terutama tentang
tanda bahaya pada kehamilan, persalinan dan nifas serta persiapan yang harus
dilakukan oleh keluarga dalam menyongsong kelahiran bayi.

4.2 Saran
1. Bagi Pembaca
Diharapkan dengan makalah ini pembaca dapat memahami pelayanan
kesehatan persalinan, kondisi pelayanan persalinan di Indonesia dan program
persalinan
2. Bagi pemerintah
Dengan makalah ini diharapkan pemerintah dapat menganilisis faktor yang
mempengaruhi pemilihan layanan kesehatan persalinan dan memantau dan
mengevaluasi berjalananya program persalinan

17
DAFTAR PUSTAKA

Aeni. 2013. Faktor Risiko Kematian Ibu. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 7 (10).
(Online), (http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=269607&val=7113&title=Faktor%20Risiko%20Kematian%20Ibu), diakses 10
Maret 2017

Hidayat, Asri Sujiyatini. 2010. Asuhan Kebidanan Persalinan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Kemenkes. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan Dasar Dan
Rujukan, (Online), (http://www.searo.who.int/indonesia/documents/976-602-235-265-
5-buku-saku-pelayanan-kesehatan-ibu.pdf?ua=1), diakses 10 Maret 2017

Kemenkes. 2011. Pedoman Pelaksanaan Kemitraan Bidan Dan Dukun. (Online),


(http://www.cgi.fisipol.ugm.ac.id/index.php/id/component/attachments/download/135
), diakses 20 Maret 2017

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014 Tentang


Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, Dan Masa
Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan
Kesehatan Seksual.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan
Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional

Rohani. (2011). Asuhan Kebidanan Pada Masa Persalinan. Jakarta: Salemba Medika.

Saadong, Djuhadiah. 2010. Asuhan Kebidanan Persalinan Normal: Makassar

Sulisetyawati, A. (2010). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Jakarta: Salemba Medika.

Wiknjosastro, G. H. (2008). Buku Acuan Persalinan Normal. Jakarta: JNPK-PR.

18

Anda mungkin juga menyukai