Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH

ASUHAN KEGAWATDARURATAN

PADA PERSALINAN KALA I DAN II

OLEH

NAMA : MARIA .D. BOSA

NIM : 149302620

KELAS :A

SEMESTER : VII

PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA

KUPANG

2021

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha
Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat mengerjakan tugas
kegawatdaruratan, yang diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah tersebut.
            Dalam pengumpulan dan penyusunan makalah ini, tim penulis
memulainya dari metode studi kepustakaan yaitu metode pengumpulan data
dengan cara mencari, mengumpulkan, dan mempelajari materi-materi dari buku
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, tim penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
guna perbaikan dimasa mendatang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi tim
penulis agar dapat menambah wawasan dan umumnya bagi para pembaca.
                                                           

Kupang 02 Juni 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………. 1
DAFTAR ISI................................................................................................. 2
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................ 3
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 3
1.2 Masalah.................................................................................................... 4
1.3 Tujuan...................................................................................................... 4
1.5 Manfaat.................................................................................................... 4

BAB 2 PEMBAHASAN............................................................................... 7
2.1 Defenisi kegawatdaruratan....................................................................... 9
2.2 Jenis kegawatdaruratan kala 1 dan kala 2................................................ 10
2.2.1 Preeklamsia.................................................................................. 23
2.2.2 Eklamsia...................................................................................... 25
2.2.3 Plasenta Previa............................................................................. 28
2.2.4 Solusio Plasenta........................................................................... 20
2.2.5 Distosia Bahu............................................................................... 31
2.2.6 RupturUteri.................................................................................. 33
2.2.7 Partus Lama................................................................................. 34
2.2.8 Emboli Air Ketuban.................................................................... 30
2.2.9 Letak Sungsang........................................................................... 42
2.2.10 Ketuban Pecah Dini................................................................... 45

BAB III PENUTUP...................................................................................... 46


3.1 Kesimpulan.............................................................................................. 46
3.2 Saran ....................................................................................................... 46

DAFTAR PUSTAK

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semua wanita hamil beresiko komplikasi obstetri. Komplikasi
yang mengancam jiwa kebanyakan terjadi selama persalinan, dan ini
semua tidak dapat diprediksi. Prenatal screening tidak mengidentifikasi
semua wanita yang akan mengembangkan komplikasi (Rooks, Winikoff,
dan Bruce 1990).
Perempuan tidak diidentifikasi sebagai "berisiko tinggi" dapat
danmelakukan mengembangkan komplikasi obstetrik. Kebanyakan
komplikasi obstetrik terjadi pada wanita tanpa faktor risiko.Penyebab
kematian yang paling cepat pada neonatus adalah asfiksia dan perdarahan.
Asfiksia perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang
penting. Akibat jangka panjang, asfiksia perinatal dapat diperbaiki secara
bermakna jika gangguan ini diketahui sebelum kelahiran (misal pada
keadaan gawat janin) sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi/
oksigenasi janin intrauterine atau segera melahirkan janin untuk
mempersingkat masa hipoksemia janin yang terjadi.Pada saat ini angka
kematian ibu dan angka kematian perinatal diIndonesia masih sangat
tinggi.
Menusut survei demografi dan kesehatan indonesia (SDKI) tahun
2011 Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi, yaitu 228 per
100.000 kelahiran hidup, dan Angka Kematian Balita di Indonesia tahun
2007 sebesar 44/10.000 Kelahiran Hidup. Jika dibandingkan dengan
negara-negara lain, maka angka kematian ibu di Indonesia adalah 15 kali
angka kematian ibu di Malaysia, 10 kali lebih tinggi dari pada thailan atau
5 kali lebih tinggi dari pada Filipina. Dari berbagai faktor yang berperan
pada kematian ibu dan bayi, kemampuan kinerja petugas kesehatan
berdampak langsung pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan

4
maternal dan neonatal terutama kemampuan dalam mengatasi masalah
yang bersifat kegawatdaruratan. Semua penyulit kehamilan atau
komplikasi yang terjadi dapat dihindari apabila kehamilan dan persalinan
direncanakan, diasuh dan dikelola secara benar. Untuk dapat memberikan
asuhan kehamilan dan persalinan yang cepat tepat dan benar diperlukan
tenaga kesehatan yang terampil dan profesional dalam menanganan
kondisi kegawatdaruratan.
1.2 Masalah
Masalah yang dibahas dalam penulisan makalah ini adalah bagaimana
tentang konsep dasar Asuhan Kegawatdaruratan persalinan kala I dan
II ?
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dlam penulisan makalah ini adalah
untuk mendeskripsikan tentang konsep dasar Asuhan
Kegawatdaruratan persalinan kala I dan II.
1.4 Manfaat
Manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Penulis dapat memperoleh  pengetahuan dan pemahaman tentang
Asuhan Kebidanan dalam Kegawatdaruratan persalinan kala I dan
II.
2. Pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang
Asuhan Kebidanan dalan Kegawatdaruratan persalinan kala I dan
II

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kegawatdaruratan


Kegawatdaruratan adalah mencakup diagnosis dan tindakan terhadap
semua pasien yang memerlukan perawatan yang tidak direncenakan dan
mendadak atau terhadap pasien dengan penyakit atau cidera akut untuk
menekan angka kesakitan dan kematian pasien.   Obstetri adalah cabang
ilmu kedokteran yang berhubungan dengan persalinan, hal-hal yang
mendahuluinya dan gejala-gejala sisanya . membahas tentang fenomena
dan penatalaksanaan kehamilian, persalinan, peurperium baik dalam
keadaan normal maupun abnormal.
2.2 Jenis Kegawatdaruratan Kehamilan Lanjut dan Persalinan kala I
1. Pre-eklamsia
Pengertian Pre-Eklamsia
Pre-eklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai dengan proteinuria (Prawirohardjo, 2008).
Pre-eklamsia dan eklamsia, merupakan kesatuan penyakit,
yakni yang langsung disebabkan oleh kehamilan, walaupun
belum jelas bagaimana hal itu terjadi. Pre eklamasi diikuti
dengan timbulnya hipertensi disertai protein urin dan oedema
akibat kehamilan set(elah usia kehamilan 20 minggu atau
segera setelah persalinan
Diagnosis pre-eklamsia ditegakkan berdasarkan adanya dua
dari tiga gejala, yaitu penambahan berat badan yang berlebihan,
oedema, hipertensi dan proteinuria. Penambahan berat badan
yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 Kg seminggu berapa
kali. Oedema terlihat sebagai peningkatan berat badan,
pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Tekanan darah >
140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat >30 mmHg atau

6
tekanan diastolik >15 mmHg yang diukur setelah pasien
beristirahat selama 30 menit.
Penyebab pre-eklamsia
Penyebab pre-eklamsi belum diketahui secara pasti, banyak
teori yang coba dikemukakan para ahli untuk menerangkan
penyebab, namun belum ada jawaban yang memuaskan. Teori
yang sekarang dipakai adalah teori Iskhemik plasenta. Namun
teori ini juga belum mampu menerangkan semua hal yang
berhubungan dengan penyakit ini.
Klasifikasi dan diagnosis Pre-Eklamsia
Pada umumnya diagnosis diferensial antara pre-eklamsia
dengan hipertensi manahun atau penyakit ginjal tidak jarang
menimbulkan kesukaran. Pada hipertensi menahun adanya
tekanan darah yang meninggi sebelum hamil pada keadaan
muda atau bulan postpartum akan sangat berguna untuk
membuat diagnosis. Untuk diagnosis penyakit ginjal saat
timbulnya proteinuria banyak menolong. Proteinuria pada pre-
eklamsia jarang timbul sebelum TM ke 3, sedangkan pada
penyakit ginjal timbul lebih dulu.
Pre-eklamsia digolongkan menjadi 2 golongan :
1) Pre-eklamsia ringan :
 Kenaikan tekanan darah diastolik 15 mmHg atau >90
mmHg dengan 2 kali pengukuran berjarak 1jam atau
tekanan diastolik sampai 110mmHg.
 Kenaikan tekanan darah sistolik 30 mmHg atau > atau
mencapai 140 mmHg.
 Protein urin positif
 edema umum, kaki, jari tangan dan muka. Kenaikan
BB > 1Kg/mgg.
2) Pre-eklampsia berat
 Tekanan diastolik >110 mmhg,

7
 Protein urin positif 3, oliguria (urine, 5gr/L).
 Hiperlefleksia,
 gangguan penglihatan,
 nyeri epigastrik,
 terdapat edema dan sianosis, nyeri kepala, gangguan
kesadaran
Gangguan klinis pre-eklamsia
a) Sakit kepala terutama daerah frontal
b) Rasa nyeri daerah epigastrium
c) Gangguan penglihatan
d) Terdapat mual samapi muntah
e) Gangguan pernafasan sampai sianosis
f) Gangguan kesadaran
Pencegahan pre-eklamsia
Belum ada kesepakatan dalam strategi pencegahan pre-
eklamsia. Beberapa penelitian menunjukkan pendekatan nutrisi
(diet rendah garam, diit tinggi protein, suplemen kalsium,
magnesium dan lain-lain). Atau medikamentosa (teofilin,
antihipertensi, diuretic, aspirin, dll) dapat mengurangi
timbulnya pre-eklamsia
Penanganan pre-eklamsia
a) Jika setelah penanganan diastolik tetap lebih dari 110 mmHg,
beri obat anti hipertensi sampai tekanan diastolik di antara
90-100mmHg.
b) Pasang infus dengan jarum besar (16G atau lebih besar).
c) Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload
cairan.
d) Kateterisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan
proteinuria.

8
e) Jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam, hentikan magnesium
sulfat dan berikan cairan IV NaCl 0,9% atau Ringer laktat 1
L/ 8 jam dan pantau kemungkinan oedema paru.
f) Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi
muntah dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin.
g) Observasi tanda-tanda vital, refleks, dan denyut jantung tiap
jam.
h) Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda oedema paru.
i) Hentikan pemberian cairan IV dan beri diuretic (mis:
furosemid 40 mg IV sekali saja jika ada edema paru).
j) Nilai pembekuan darah jika pembekuan tidak terjadi sesudah
7 menit (kemungkinan terdapat koagulopati).

2. Eklampsi
pengertian eklampsi
Istilah eklampsi berasal dari bahas yunani berarti halilintar,
karena seolah–olah gejala eklampsi timbul dengan tiba-tiba
tanpa didahului oleh tanda–tanda lain.
Eklampsi umumnya timbul pada pada wanita hamil atau dalam
nifas dengan tanda–tanda pre-eklampsi, timbul serangan kejang
yang diikuti oleh koma. Eklampsi adalah kelainan akut pada
wanita hamil, dalam persalinan atau nifas yang ditandai dengan
timbulnya kejang atau koma, kejang timbul bukan akibat
kelainan neurologic Eklampsi adalah kelainan akut pada wanita
hamil, dalam masa persalinan atau nifas yang ditandai dengan
timbulnya kejang atau demam
Epidimiologi
Frekuensi eklampsi bervariasi. Frekuensi rendah pada
umumnya merupakan petunjuk tentangadanya pengawasan
antenatal yang baik dan penanganan preeklampsi yang
sempurna. Di negara yang sedang berkembang, frekuensi

9
dilaporkan berkisar antara 0,3 -0,7%. Sedangkan di negara
maju angka nya lebih kecil, yaitu 0,05–0,1%.
Pengkajian awal
Pada umumnya kejang di dahului oleh makin memburuknya
preeklampsi dan terjadinya gejala–gejala nyeri kepala di daerah
frontal, gangguan penglihatan, mual yang hebat, nyeri di
epigastrium dan hiper-refleksi. Bila keadaan ini tidak segera
diobati akan timbul kejang. Terutama pada persalinan, bahaya
ini besar. Konvulsi eklampsi dibagi dalam 4 tingkat.
 Tingkat Awal .
Keadaaan ini berlangsung kira–kira 30 detik, mata
penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar.
Demikian pula tangannya dan kepala berputar ke kiri
atau kekanan
 Tingkat kejang tonik.
Berlangsung 15-30 detik atau kurang dari 30 detik,
dalam tingkat ini semua otot menjadi kaku, wajahnya
keliatan kaku (distorsi), bola mata menonjol, tangan
menggenggam, kaki membengkok ke dalam,
pernapasan berhenti, muka menjadi sianotik, lidah dapat
tergigit.
 Tingkat Kejang Klonik.
Berlangsung antara 1-2 menit, semua otot berkontraksi
dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat,
terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali
dengan kuat disertai pula dengan terbuka dan
tertutupnya kelopak mata. Kemudian disusul dengan
kontraksi intermitten pada otot-oto muka dan otot
seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini,
sehingga seringkali penderita terlempar dari tempat
tidur. Seringpula lidah tergigit, dan mulut keluar liur

10
yang berbusa kadan disertai bercak-bercak darah, wajah
tampak membengkak karena kongesti dan sianosis,
pada konjungtiva mata dijumpai bintik-bintik
pendarahan, klien menjadi tidak sadar.
 Tingkat Koma.
Lama kesadaran tidak selalu sama, secar perlahan-lahan
penderita mulai sadar lagi, akan tetapi dapat terjadi pula
bahwa sebelum itu timbul serangan baru dan berulang
sehingga ia tetap dalam koma. Selama serangan tekanan
darah meninggi, nadi cepat dan suhu meningkat sampai
40 derajat celcius, mungkin karena gangguan serebral.
Penderita mengalami inkontinensia disertai dengan
oliguria atauanuria dan kadang-kadang terjadi aspirasi
bahkan muntah. Penderita yang sadar kembali dari
koma, umumnya mengalami disorientasi dan sedikit
gelisah.
Komplikasi
1. Solusio plasenta.
2. Hipofibrinogenia.
3. Hemolisis
4. Perdarahan otak.
5. Kelainan mata, kehilangan penglihatan untuk sementara
yang berlangsung sampai 1 minggu, perdarahan
kadang-kadang terjadi pada retina. Hal ini merupakan
tanda gawat akan terjadinya apofleksia serebri.
6. Edema paru.
7. Nekrosis hati.
8. Sindroma help.
9. Kelainan ginjal.
10. Komplikasi lain (lidah tergigit, trama dan fraktur karena
jtuh dan DIC)

11
11. Prematuritas, dismaturitas dan IUFD.
Prognosis
Kematian ibu berkisar antara 9,8%-25%, sedangkan kematian
bayi berkisar antara 42,2%-48,9%. Bila penderita tidak
terlambat dalam pemberian pengobatan , maka gejala perbaikan
akan tampak jelas stelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah
persalinan berakhhir perubahan patofisiologik akan segera pula
mengalami perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam kemudian setelah
persalinan. Keadaan ini merupakan tanda prognosis yang baik,
karena hal ini merupakan gejala pertama penyembuhan.
Tekanan darah kembali normal dalam beberapa jam kemudian.
Eklampsi tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali
pada janin dari ibu yang sudah mempunyai hipertensi kronik.
Prognosis janin pada penderita eklampsi juga tergolong buruk.
Seringkali janin mati intrauterin atau mati pada fase neonatal
karena memang kondisi bayi sudah sangat inferior.
Faktor Predisposisi
1. Primigravida
2. Kehamilan ganda
3. Diabetes melitus
4. Hipertensi essensial kronik
5. Molahida tidosa
6. Hidrops fetalis
7. Bayi besar, obesitas
8. riwayat pernah menderita preeklampsia atau eklamsia
9. riwayat keluarga pernah menderita preeklampsia atau
eklamsia
10) Lebih sering dijumpai pada penderita preeklampsia
dan eklampsia.
Penatalaksanaan
Tujuan:

12
 Menghentikan atau mencegah kejang.  
 Mempertahankan fungsi organvital Koreksi hipoksia atau asidosis
  Mengendalikan tekanan darah dalam batas aman Pengakhiran
 Kehamikan mencegah atau mengatasi penyulit, khususnya krisis
hipertensi, untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal
mungkin Penatalaksanaan yang dilakukan pada ibu eklampsi
 Sikap dasar:
]Semua kehamilan dengan eklampsi harus diakhiri tanpa
memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Pertimbangannya
adalah keselamatan ibu. Kehamilan diakhiri bila sudah terjadi
stabilisasi hemodinamika dan metabolisme ibu, cara terminasi
dengan prinsip trauma ibu seminimal mungkin (dr. Handaya, dkk).
 Pengobatan medikamentosa
a. Obat AntiKejang
yang menjadi pilihan pertama ialahmangnesium sulfat.bila denga
jenis obat ini kejang masih sukar di atasi,dapat dipakai jenis obat
lain misalnya tiopental.diazepam dapat dipakai sebagai altenatif
pilihan, namun mengingat dosis yang diperlukan sangat
tinggi,pemberian diazepam hanya dilakukan oleh mereka yang
telah berpengalaman.
 Magnesium sulfat (MgSO4)
Pemberian mangnesium sulfat ada dasar nya sama seperti
pemberian mangnesium sulfat pada pre eklampsi
berat.pengobatan suportif terutama ditujukan untuk
gangguan fungsi organ – organ penting,misalnya tindakan
tindakan untuk memperbaiki asidosis,mempertahankan
pentilasi paru paru,mengatur tekanan darah, mencegah
dekompensasi kordis.
 Perawatan pada waktu kejang Pada penderita yang
mengalami kejang tujuan pertama pertolongan ialah
mencegah penderita mengalami penderita akibat kejang –

13
kejang tersebut.dirawat dikamar isolasi cukup terang agar
bila terjadi sinosis segera dapat diatasi segera dapat
diketahui. Hendaknya dijaga agar kepala dan ekstermitas
penderita yang kejang tidak terlalu kuat menghentak hentak
benda kuat disekitarnya selanjutnya masukkan sudap lidah
kedalam mulut si penderita dan jangan mencoba melepas
sudap lidah yang sedang tergigit karena dapat mematah kan
gigi.
Pengobatan obstetrik
Sikap terhadap kehamilan ialah semua kehamilan dengan eklampsia harus
diakhiri,tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.persalinan
diakhiri bila sudah mencapai stabilitas (pemulihan)hemodinamika dan
metabolism ibu. Pada perawatan pasca persalinan, bila persalinan terjadi
pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan sebagaimana
lazimnya.
Asuhan Ibu Dengan  Eklampsi
Penatalaksanaan asuhan pada ibu dengan eklampsi adalah:
 Segera istirahat baring selama  ½-1 jam. Nilai kembali tekanan darah,
nadi, pernafasan, reflek patella, bunyi jantung bayi, dan dieresis
 Berikan infus terapi anti kejang ( misalnya MgSO4 ) dengan catatan
reflek patella harus (+), pernafasan lebih dari 16 kali per menit serta
diuresis baik (harus sesuai instruksi dokter)  Ambil contoh darah untuk
pemeriksaan laboratorium, seperti : Hb, Ht, leukosit, LED, ureum,
kreatinin, gula darah, elektolit dan urin lengkap.  Bila dalam 2 jam setelah
pemberian obat anti kejang (MgSO4), tekanan darah tidak turun
biasanyadiberikan antihipertensi parenteral atau oral sesuai instruksi
dokter. Bila pasien sudah tenang, bisa dinilai keadaan kehamilan pasien
dan monitor DJJ.  Siapkan alat-alat pertolongan persalinan
 Postpartum boleh diberikan uterotonika dan perinfus.

 3. Plasenta Previa

14
Definisi
Plasenta Previa adalah Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir
Etiologi
Mengapa Plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu dapat
diterangkan, bahwasanya vaskularisasi yang berkurang atau perubahan
atrofi pada dosidua akibat persalinan yang lampau dan dapat menyebabkan
plasenta previa tidak selalu benar, karena tidak nyata dengan jelas bahwa
plasenta previa didapati untuk sebagian besar pada penderita dengan
paritas fungsi, memang dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke
plasenta tidak cukup atau diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan
kembar. Plasenta yang letaknya normal sekalipun akan meluaskan
permukaannya, sehingga mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan
jalan lahir.
Gambaran klinis plasenta previa
a. Perdarahan tanpa nyeri
b. Perdarahan berulang
c. Warna perdarahan merah segar
d. Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
e. Timbulnya perlahan-lahan
f. Waktu terjadinya saat hamil
g. His biasanya tidak ada
h. Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
i. Denyut jantung janin ada
j. Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
k. Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
l. Presentasi mungkin abnormal.
Diagnosis
 Anamnesis. Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22
minggu berlangsung tanpa nyeri terutama pada multigravida,

15
banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis,
melainkan dari pada pemeriksaan hematokrit.
 Pemeriksaan Luar. Bagian bawah janin biasanya belum masuk
pintu atas panggul presentasi kepala, biasanya kepala masih
terapung di atas pintu atas panggul mengelak ke samping dan
sukar didorong ke dalam pintu atas panggul.
 Pemeriksaan In Spekulo. Pemeriksaan bertujuan untuk
mengetahui apakah perdarahan berasal dari osteum uteri
eksternum atau dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta
previa harus dicurigai.
 Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung. Penentuan letak
plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan radiografi,
radioisotope, dan ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi penentuan letak
plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat, tidak
menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya dan tidak
menimbulkan rasa nyeri.
 Pemeriksaan Ultrasonografi. Dengan pemeriksaan ini dapat
ditentukan implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap
ostium bila jarak tepi 5 cm disebut plasenta letak rendah.
 Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif.. Dilakukan dengan
PDMO yaitu melakukan perabaan secara langsung melalui
pembukaan serviks pada perdarahan yang sangat banyak dan
pada ibu dengan anemia berat, tidak dianjurkan melakukan
PDMO sebagai upaya menetukan diagnosis.
Klasifikasi
1. Plasenta Previa otalis, apabila seluruh pembukaan tertutup oleh
jaringan Plasenta
2. Plasenta Previa Parsialis, apabila sebahagian pembukaan tertutup oleh
jaringan Plasenta
3. Plasenta Previa Marginalis, apabila pinggir Plasenta berada tepat pada
pinggir pembukaan.

16
4. Plasenta Letak Rendah, Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen
bawah uterus tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir
Terapi
Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat praktik.
Pada kasus perdarahan yang banyak, pengobatan syok adalah dengan
infuse Macrodex, Periston, Haemaccel, Plasmagel, Plasmafudin. Pada
kasus pasien gelisah, diberikan 10 mg valium (diazepam) IM atau IV
secara perlahan.

4.    Solusio Plasenta
Definisi
Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta
yang berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan sebelum
anak lahir .
Etiologi
Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui pasti.
Meskipun demikian ada beberapa factor yang diduga mempengaruhi nya,
antara lain :
1) Penyakit hipertensi menahun
2)  Pre-eklampsia
3) Tali pusat yang pendek
4) Trauma
5) Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior uterus
yang sangat mengecil ( hidramnion pada waktu ketuban pecah,
kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir
Di samping hal-hal di atas, ada juga pengaruh dari :
1) Umur lanjut
2) Multiparitas
3) ketuban pecah sebelum waktunya
4) defisiensi asam folat
5) merokok, alcohol, kokain

17
6) mioma uteri
Klasifikasi
Secara klinis solusio plasenta dibagi dalam :
1) Solusio placenta ringan
2) Solusio placenta sedang
3) Solusio placenta berat
Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tanda-tanda klinisnya, sesuai derajat
terlepasnya placenta. Pada solusio placenta, darah dari tempat pelepasan
mencari jalan keluar antara selaput janin dan dinding rahim dan
akhirnya keluar dari serviks dan terjadilah solusio placenta dengan
perdarahan keluar / tampak. Kadang-kadang darah tidak keluar tapi
berkumpul di belakang placenta membentuk hematom retroplasenta.
Perdarahan ini disebut perdarahan ke dalam/ tersembunyi. Kadang-
kadang darah masuk ke dalam ruang amnion sehingga perdarahan tetap
tersembunyi.
Gejala klinis
1) Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his.
2) Anemi dan syok, beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai
dengan banyaknya darah yang keluar.
3) Uterus keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi uterus
bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang placenta
sehingga uterus teregang (uterus en bois).
4) Palpasi sukar karena rahim keras.
5) Fundus uteri makin lama makin naik
6) Bunyi jantung biasanya tidak ada
7) Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi
uterus bertambah
8) Sering ada proteinuri karena disertai preeclampsia
Diagnosis
Diagnosis solusio plasenta didasarkan adanya perdarahan antepartum yang
bersifat nyeri, uterus yang tegang dan nyeri. Setelah plasenta lahir,

18
ditemukan adanya impresi (cekungan) pada permukaan maternal plasenta
akibat tekanan dari hematom retroplasenta.
Penanganan solusio plasenta
1) Solusio plasenta ringan
Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu, perdarahannya
kemudian berhenti, perutnya tidak menjadi sakit, uterusnya tidak
menjadi tegang maka penderita dapat dirawat secara konservatif di
rumah sakit dengan observasi ketat.
2) Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio
plasenta bertambah jelas, atau dalam pemantauan USG daerah
solusio plasenta bertambah luas, maka pengakhiran kehamilan
tidak dapat dihindarkan lagi. Apabila janin hidup, dilakukan sectio
caesaria. Sectio caesaria dilakukan bila serviks panjang dan
tertutup, setelah pemecahan ketuban dan pemberian oksitosin
dalam 2 jam belum juga ada his. Apabila janin mati, ketuban
segera dipecahkan untuk mengurangi regangan dinding uterus
disusul dengan pemberian infuse oksitosin 5 iu dalam 500cc
glukosa 5% untuk mempercepat persalinan.

5. Distosia Bahu
pengertian Distosia Bahu
Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan
setelah kepala janin dilahirkan. Selain itu distosia bahu juga dapat di
defenisikan sebagai ketidakmampuan melahirkan bahu dengan mekanisme
atau cara biasa.
Faktor Resiko Terjadinya Distosia Bahu Kelainan bentuk panggul,
diabetes gestasional, kehamilan postmature, riwayat persalinan dengan
distosia bahu dan ibu yang pendek.
1. Maternal Kelainan anatomi panggul Diabetes Gestational
Kehamilan postmatur Riwayat distosia bahu Tubuh ibu pendek

19
2. Fetal Dugaan macrosomia
3. Masalah persalinan Assisted vaginal delivery (forceps atau vacum)
Protracted active phase pada kala I persalinan Protracted pada kala
II persalinan Distosia bahu sering terjadi pada persalinan dengan
tindakan cunam tengah atau pada gangguan persalinan kala I dan
atau kala II yang memanjang.
Tanda Dan Gejala Terjadinya Distosia Bahu
Pada proses persalinan normal kepala lahir melalui gerakan
ekstensi. Pada distosia bahu kepala akan tertarik kedalam dan tidak
dapat mengalami putar paksi luar yang normal.
Ukuran kepala dan bentuk pipi menunjukkan bahwa bayi gemuk
dan besar. Begitu pula dengan postur tubuh parturien yang
biasanya juga obesitas.
Usaha untuk melakukan putar paksi luar, fleksi lateral dan traksi
tidak berhasil melahirkan bahu.
Diagnosa Distosia Bahu Kepala janin dapat dilahirkan tetapi tettap berada
dekat vulva. Dagu tertarik dan menekan perineum. Tarikan pada kepala
gagal melahirkan bahu yang terperangkap di belakang simfisis pubis.
Komplikasi Distosia Bahu
1. Komplikasi Maternal Perdarahan pasca persalinan Fistula
Rectovaginal Simfisiolisis atau diathesis, dengan atau tanpa
transient femoral neuropathy Robekan perineum derajat III atau IV
Rupture Uteri
2. Komplikasi Fetal Brachial plexus palsy Fraktura Clavicle
Kematian janin Hipoksia janin, dengan atau tanpa kerusakan
neurololgis permanen Fraktura humerus
Penatalaksanaan Distosia Bahu Rekomendasi dari American College of
Obstetricians and Gynecologist (2002) untuk penatalaksanaan pasien
dengan riwayat distosia bahu pada persalinan yang lalu:

20
1. Perlu dilakukan evaluasi cermat terhadap perkiraan berat janin,
usia kehamilan, intoleransi glukosa maternal dan tingkatan cedera
janin pada kehamilan sebelumnya.
2. Keuntungan dan kerugian untuk dilakukannya tindakan SC harus
dibahas secara baik dengan pasien dan keluarganya. American
College Of Obstetricians and Gynecologist (2002), Penelitian yang
dilakukan dengan metode evidence based menyimpulkan bahwa :
a. Sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diramalkan
atau dicegah.
b. Tindakan SC yang dilakukan pada semua pasien yang
diduga mengandung janin makrosomia adalah sikap yang
berlebihan, kecuali bila sudah diduga adanya kehamilan
yang melebihi 5000 gram atau dugaan berat badan janin
yang dikandung oleh penderita diabetes lebih dari 4500
gram.
penatalaksanaannya:
1. Beritahu ibu bahwa terjadi komplikasi yang gawat dan diperlukan
kerja sama lebih lanjut.
2. Geser posisi ibu sehingga bokong berada dipinggir tempat
persalinan agar memudahkan traksi curam bawah kepala anak.
3. Pakai sarung tangan DTT atau steril.
4. Lakukan episotomi secukupnya
5. Lakukan manuver Mc Robert
 Posisi ibu berbaring pada punggungya, minta ibu untuk
menarik lututnya sejauh mungkin ke arah dadanya. Minta
suami atau anggota keluarga untuk membantu ibu
Maneuver Mc Robert.
 Tehnik ini ditemukan pertama kali oleh Gonik dkk tahun
1983 dan selanjutnya William A Mc Robert
mempopulerkannya di University of Texas di Houston.

21
 Maneuver ini terdiri dari melepaskan kaki dari penyangga
dan melakukan fleksi sehingga paha menempel pada
abdomen ibu.
 Tindakan ini dapat menyebabkan sacrum mendatar, rotasi
simfisis pubis kearah kepala maternal dan mengurangi
sudut inklinasi. Meskipun ukuran panggul tak berubah,
rotasi cephalad panggul cenderung untuk membebaskan
bahu depan yang terhimpit. Fleksi sendi lutut dan paha serta
mendekatkan paha ibu pada abdomen sebagaimana terlihat
pada (panah horisontal). Asisten melakukan tekanan
suprapubic secara bersamaan (panah vertikal)
6. Lakukan fleksi maksimal pada sendi paha dan sendi lutut kedua
tungkai ibu sedemikian rupa sehingga lutut hampir menempel pada
bahu. Penolong persalinan menahan kepala anak dan pada saat
yang sama seorang asisten memberikan tekanan diatas simfisis.
7. Tekan kepala bayi secara mantap dan terus menerus kearah
bawah(kearah anus ibu) untuk menggerakkan bahu anterior di
bawah simfisis pubis.
8. Tekanan suprapubik ini dimaksudkan untuk membebaskan bahu
depan dari tepi bawah simfsis pubis. Ibu diminta untuk meneran
sekuat tenaga saat penolong persalinan berusaha untuk melahirkan
bahu. - Meminta seorang asisten untuk melakukan tekanan secara
simultan kearah bawah pada daerah suprapubis untuk membantu
persalinan bahu. Catatan :
 Jangan lakukan dorongan pada fundus, karena akan
mempengaruhi bahu lebih jauh dan bisa menyebabkan
rupture uteri.
 Tekanan ringan pada suprapubic
 Dilakukan tekanan ringan pada daerah suprapubik dan
secara bersamaan dilakukan traksi curam bawah pada
kepala janin.

22
9. Tekanan ringan dilakukan oleh asisten pada daerah suprapubic saat
traksi curam bawah pada kepala janin. Bila prosedur diatas tidak
membawa hasil maka lahirkan bahu belakang: Masukkan telapak
tangan kanan kejalan lahir diantara bahu belakang dan dinding
belakang vagina. Ruangan sacrum cukup luas untuk meneuver ini
Telusuri bahu sampai mencapai siku. Lakukan gerakan fleksi pada
sendi siku dan lahirkan lengan belakang melalui bagian depan
dada. Dengan lahirnya lengan belakang ini maka bahu belakang
anak juga lahir. Bahu depan dilahirkan lebih lanjut dengan
melakukan traksi cunam bawah kepala (traksi ke posterior) Bila
bahu depan masih belum dapat dilahirkan maka tubuh anak harus
dirotasi Saat melakukan gerakan rotasi tersebut, tubuh anak
dicekap. Arah putaran sesuai dengan bahu yang sudah dilahirkan
(putar tubuh anak mengikuti bagian bahu yang sudah dilahirkan).
Bahu yang terperangkap dapat dibebaskan dengan memasukkan
tangan ke bagian posterior seperti 3 hal yang sudah dijelaskan
diatas.
 Maneuver Woods ( Wood crock screw maneuver ) Dengan
melakukan rotasi bahu posterior 1800 secara crock screw
maka bahu anterior yang terjepit pada simfisis pubis akan
terbebas. Tangan kanan penolong dibelakang bahu
posterior janin. Bahu kemudian diputar 180 derajat
sehingga bahu anterior terbebas dari tepi bawah simfisis
pubis melahirkan bahu belakang. Usaha melahirkan bahu
jangan dilakukan dengan kepanikan. Bila prosedur ini dapat
diselesaikan dalam waktu kurang dari 5 menit maka
diperkirakan tidak akan terjadi cedera pada otak anak.
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah fraktura klavikula
fraktura humerus Erb s paralysa (paralisa pleksus
brachialis. Jangan buang-buang waktu dengan melakukan
menuver yang tidak efektif. Operator memasukkan tangan

23
kedalam vagina menyusuri humerus posterior janin dan
kemudian melakukan fleksi lengan posterior atas didepan
dada dengan mempertahankan posisi fleksi siku. Tangan
janin dicekap dan lengan diluruskan melalui wajah janin
Lengan posterior dilahirkan
 Maneuver Rubin Terdiri dari 2 langkah :
1) Mengguncang bahu anak dari satu sisi ke sisi lain
dengan melakukan tekanan pada abdomen ibu, bila
tidak berhasil maka dilakukan langkah berikutnya
yaitu :
2) Tangan mencari bahu anak yang paling mudah
untuk dijangkau dan kemudian ditekan kedepan
kearah dada anak. Tindakan ini untuk melakukan
abduksi kedua bahu anak sehingga diameter bahu
mengecil dan melepaskan bahu depan dari simfisis
pubis c
 Maneuver Rubin II
1) Diameter bahu terlihat antara kedua tanda panah
2) Bahu anak yang paling mudah dijangkau didorong
kearah dada anak sehingga diameter bahu mengecil
dan membebaskan bahu anterior yang terjepit 10.
Pematahan klavikula dilakukan dengan menekan
klavikula anterior kearah SP.
 Maneuver Zavanelli Mengembalikan kepala kedalam jalan
lahir dan anak dilahirkan melalui SC. Memutar kepala anak
menjadi occiput anterior atau posterior sesuai dengan PPL
yang sudah terjadi.membuat kepala anak menjadi fleksi dan
secara perlahan mendorong kepala kedalam vagina.
 Kleidotomi dilakukan pada janin mati yaitu dengan cara
menggunting klavikula.

24
 Simfisiotomi. Hernandez dan Wendell (1990) menyarankan
untuk melakukan serangkaian tindakan emergensi berikut
ini pada kasus distosia bahu
a. Minta bantuan asisten, ahli anaesthesi dan ahli
anaesthesi.
b. Kosongkan vesica urinaria bila penuh.
c. Lakukan episiotomi mediolateral luas.
d. Lakukan tekanan suprapubic bersamaan dengan
traksi curam bawah untuk melahirkan kepala.
e. Lakukan maneuver Mc Robert dengan bantuan 2
asisten.

6. Ruptur Uteri
Pengertian
1) Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim
akibat dilampauinya daya regang miomentrium. ( buku acuan
nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal )\
2) Rupture uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan
atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum
visceral. ( Obstetri dan Ginekologi )
Etiologi
1) Riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uterus
2)  Induksi dengan oksitosin yang sembarangan atau persalinan yang
lam
3) presentasi abnormal ( terutama terjadi penipisan pada segmen
bawah uterus ) ( Helen, 2001 )
Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala ruptur uteri dapat terjadi secara dramatis atau tenang.

1) Dramatis

25
 Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi
hebat memuncak
 Penghentian kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri
 Perdarahan vagina ( dalam jumlah sedikit atau hemoragi )
 Terdapat tanda dan gejala syok, denyut nadi meningkat, tekanan
darah menurun dan nafas pendek ( sesak )
 Temuan pada palpasi abdomen tidak sama dengan temuan
terdahulu
 Bagian  presentasi dapat digerakkan diatas rongga panggul
 Janin dapat tereposisi atau terelokasi  secara dramatis dalam
abdomen ibu
 Bagian janin lebih mudah dipalpasi
 Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun menjadi
tidak ada gerakan dan DJJ sama sekali atau DJJ masih didengar
 Lingkar uterus dan kepadatannya ( kontraksi ) dapat dirasakan
disamping janin ( janin seperti berada diluar uterus ).
2) Tenang                           
 Kemungkinan terjadi muntah
 Nyeri tekan meningkat diseluruh abdomen
 Nyeri berat pada suprapubis
 Kontraksi uterus hipotonik
 Perkembangan persalinan menurun
 Perasaan ingin pingsan
 Hematuri ( kadang-kadang kencing darah )
 Perdarahan vagina ( kadang-kadang )
 Tanda-tanda syok progresif
 Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik atau
kontraksi mungkin tidak dirasakan
 DJJ mungkin akan hilang
Klasifikasi
Ruptur uteri dapat dibagi menurut beberapa cara :

26
1) Menurut waktu terjadinya
a. R. u.  Gravidarum Waktu sedang hamil Sering lokasinya pada
korpus
b. R. u. Durante PartumWaktu melahirkan ana Ini yang terbanyak
2) Menurut lokasinya
a. Korpus uteri, ini biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah
mengalami operasi  seperti seksio sesarea klasik (korporal),
miemoktomi
b. Segmen bawah rahim (SBR), ini biasanya terjadi pada partus yang
sulit dan lama tidak maju, SBR tambah lama tambah regang dan
tipis dan akhirnya  terjadilah ruptur uteri yang sebenarnya
Serviks uteri ini biasanya terjadi pada waktu melakukan  ekstraksi
forsipal atau versi dan ekstraksi sedang pembukaan belum lengkap
Kolpoporeksis, robekan-robekan di antara serviks dan vagina
3) Menurut robeknya peritoneum
a. R. u. Kompleta: robekan pada dinding uterus berikut
peritoneumnya ( perimetrium ) ; dalam hal ini  terjadi hubungan
langsung antara rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya
peritonitis
b. R. u. Inkompleta: robekan otot rahim tanpa ikut robek
peritoneumnya. Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas
ke lig.latum
4) Menurut etiologinya
a) Ruptur uteri spontanea
Menurut etiologinya dibagi 2
 Karena dinding rahim yang lemah dan cacat
 Bekas seksio sesarea
 Bekas miomectomia
 Bekas perforasi waktu keratase
  Bekas histerorafia
 Bekas pelepasan plasenta secara manual

27
 Pada gravida dikornu yang rudimenter dan graviditas
interstitialis
 Kelainan kongenital dari uterus
 Penyakit pada rahim
 Dinding rahim tipis dan regang ( gemelli & hidramnion )
b) Karena peregangan yang luarbiasa dari rahim
 Pada panggul sempit atau kelainan bentuk dari panggul
 janin yang besar
 kelainan kongenital dari janin
 Kelainan letak janin
 Malposisi dari kepala
 Adanya tumor pada jalan lahir
  Rigid cervik
 Retrofleksia uteri gravida dengan sakulasi
 Grandemultipara dengan perut gantung ( pendulum )
 Pimpinan partus salah
 Ruptur uteri violenta
c) Karena tindakan dan trauma lain :
 Ekstraksi forsipal
 Versi dan ekstraksi
 Embriotomi
 Braxton hicks version
  Sindroma tolakan
 Manual plasenta
 Kuretase
 Ekspresi kristeller atau crede
 Trauma tumpul dan tajam dari luar
 Pemberian piton tanpa indikasi dan pengawasan
d) Menurut simtoma klinik
 R. u. Imminens ( membakat = mengancam )
 Ruptur Uteri ( sebenarnya )

28
7. Partus Lama
Partus lama merupakan fase laten lebih dari 8 jam. Persalinan telah
berlangsung 12 jam atau lebih, bayi belum lahir. Dilatasi servisk di
kanan garis waspada persalinan aktif. Partus lama adalah persalinan
yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primigravisa dan lebih dari
18 jam pada multigravida.
 Etiologi
a. His inadekuat
b. Faktor janin (mal presentasi, mak posisi, janin
besar)
c. Factor jalan lahir (panggul sempit, kelainan seviks,
vagina, tumor) Factor lain (predisposisi) : paritas
dan interval kelahiran dan ketuban pecah dini
 Diagnosa
a. Distocia pada kala I fase aktif: grafik pembukaan
servik pada partograf berada diantara garis waspada
dan garis bertindak atau sudah memotong garis
bertindak
b. Fase ekspulsi (kala II) memanjang: tidak ada
kemajuan penurunan bagian terendah janin pada
persalinan kala II dengan batasan waktu maksimal 2
jam pada nulipara dan 1 jam pada multipara.
 Penatalaksanaan partus lama
a. Tata laksana umum: segera rujuk ibu ke Ruamh
sakit yang memiliki palayanan sc
b. Tata laksana khusus
Tentukan penyebab persalinan lama
Power: His tidak adekuat (his <3x/10 menit
dan durasi < 40 detik)

29
Passenger: Malpresentasi, malposisi, janin
besar
Passege: Panggul sempit, kelainan servik
atau vagina, kelainan jalan lahir
Sesuaikan tata laksana dengan penyebab
Lakukan agmentasi perslainan dengan
oksitosin atau amniotomi bila terdapat
gangguan power dan pastikan tidak ada
gangguan passage atau passenger
Lakukan tindakan operatif (VE, forcep, Sc)
untuk gangguan passenger dana tau passage
dan gangguan paower yang tidak dapat
diatasi dengan augmentasi.
Berikan antibiotic
Pantau tanda gawat janiN

8. Emboli Air Ketuban


Pengertian
Emboli air ketuban adalah masuknya cairan ketuban beserta
komponennya ke dalam sirkulasi darah ibu. Yang dimaksud
komponen disini ialah unsur-unsur yang terdapat di air ketuban,
seperti lapisan kulit janin yang terlepas, rambut janin, lapisan
lemak janin, dan musin/cairan kental.Secara keseluruhan, insiden
berkisar antara 1 dalam 8000 sampai 1 dalam 80000 kehamilan. Di
Amerika, emboli air ketuban menempati 10 persen dari penyebab
kematian ibu, sedangkan di Inggris, persentasenya berkisar 16
persen. Sebagian besar penderita emboli air ketuban yang selamat,
menderita gangguan neurologis.Emboli air ketuban dapat terjadi
saat persalinan, baik normal maupun melalui operasi Caesar. Pada
saat persalinan, terdapat risiko untuk terjadinya emboli air ketuban
karena banyak pembuluh darah balik yang terbuka, yang

30
memungkinkan air ketuban masuk ke dalam sirkulasi darah dan
menyumbat pembuluh darah balik. Emboli cairan ketuban
merupakan sindrom dimana setelah sejumlah cairan ketuban
memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi gangguan
pernafasan yang akut dan shock. Dua 25%  wanita yang menderita
keadaan ini meninggal dalam waktu 1 jam. Emboli cairan ketuban
jarang dijumpai. Kemungkinan banyak kasus tidak terdiagnosis
yang dibuat adalah shock obstetrik, perdarahan post partum atau
edema pulmoner akut. Cara masuknya cairan ketuban Dua tempat
utama masuknya cairan ketuban kedalam sirkulasi darah maternal
adalalah vena endocervical ( yang dapat terobek sekalipun pada
persalinan normal ) dan daerah utero plasenta.Ruputra uteri
meningkat kemungkinan masuknya cairan ketuban. Abruption
plasenta merupakan peristiwa yang sering di jumpai, kejadian ini
mendahului atau bersamaan dengan episode emboli.  Menurut dr.
Irsjad Bustaman, SpOG  Emboli air ketuban (EAK) adalah
masuknya cairan ketuban beserta komponennya ke dalam sirkulasi
darah ibu. Yang dimaksud komponen di sini ialah unsur-unsur
yang terdapat di air ketuban  seperti lapisan kulit janin yang
terlepas, rambut janin, lapisan lemak janin, dan musin/cairan
kental. Emboli air ketuban atau EAK (Amniotic fluid embolism)
merupakan kasus yang sangat jarang terjadi. Kasusnya antara 1 :
8.000 sampai 1 : 80.000 kelahiran. Bahkan hingga tahun 1950,
hanya ada 17 kasus yang pernah dilaporkan. Sesudah tahun 1950,
jumlah kasus yang dilaporkan sedikit meningkat. EAK umumnya
terjadi pada kasus aborsi, terutama jika dilakukan setelah usia
kehamilan 12 minggu. Bisa juga saat amniosentesis (tindakan
diagnostik dengan cara mengambil sampel air ketuban melalui
dinding perut). Ibu hamil yang mengalami trauma / benturan berat
juga berpeluang terancam EAK. Namun, kasus EAK yang paling
sering terjadi justru saat persalinan atau beberapa saat setelah ibu

31
melahirkan (postpartum). Baik persalinan normal atau sesar tidak
ada yang dijamin 100% aman dari risiko EAK, karena pada saat
proses persalinan, banyak vena-vena yg terbuka, yang
memungkinkan air ketuban masuk ke sirkulasi darah ibu. Emboli
air ketuban merupakan kasus yang berbahaya yang dapat
membawa pada kematian. Bagi yang selamat, dapat terjadi efek
samping seperti gangguan saraf.
Etiologi
Patofisiologi belum jelas diketahui secara pasti. Diduga bahwa terjadi
kerusakan penghalang fisiologi antara ibu dan janin sehingga bolus cairan
amnion memasuki sirkulasi maternal yang selanjutnya masuk kedalam
sirkulasi paru dan menyebabkan :
1) Kegagalan perfusi secara masif
2)  Bronchospasme
3) Renjatan
 Multiparitas dan  Usia lebih dari 30 tahun
Shock yang dalam yang terjadi secara tiba – tiba tanpa
diduga pada wanita yang proses persalinanya sulit atau baru
saja menyelesaikan persalinan yang sulit . Khususnya kalau
wanita itu multipara berusia lanjut dengan janin yang amat
besar , mungkin sudah meningal dengan meconium dalam
cairan ketuban, harus menimbulkan kecurigaan, pada
kemungkinan ini ( emboli cairan ketuban ) .
 Janin besar intrauteri
Menyebabkan rupture uteri saat persalinan, sehingga cairan
ketubanpun dapat masuk melalui pembuluh darah
 Kematian janin intrauteri
Juga akan menyebabkan perdarahan didalam, sehingga
kemungkinan besar akan ketuban pecah dan memasuki
pembuluh darah ibu, dan akan menyubat aliran darah ibu,
sehingga lama kelamaan ibu akan mengalami gangguan

32
pernapasan karena cairan ketuban menyubat aliran ke paru,
yang lama kelamaan akan menyumbat aliran darah ke
jantung, dengan ini bila tidak tangani dengan segera dapat
menyebabkan iskemik bahkan kematian mendadak
 Menconium dalam cairan ketuban
 Kontraksi uterus yang kuat
Kontraksi uterus yang sangat kuat dapat memungkinkan
terjadinya laserasi atau rupture uteri, hal ini juga
menggambarkan pembukaan vena, dengan pembukaan
vena, maka cairan ketuban dengan mudah masuk ke
pembuluh darah ibu, yang nantinya akan menyumbat aliran
darah, yang mengakibatkan hipoksia, dispue dan akan
terjadi gangguan pola pernapasan pada ibu.
  Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi
Dengan prosedur operasi tidak jauh dari adanya pembukaan
pembuluh darah, dan hal ini dapat terjadi ketuban pecah
dan masuk ke pembuluh darah ibu.
Fisiologi
Ketuban (Amnion) manusia pertama kali dapat diidentifikasi pada sekitar
hari ke-7 atau ke-8 perkembangan mudigah. Pada awalnya sebuah vesikel
kecil yaitu amnion, berkembang menjadi sebuah kantung kecil yang
menutupi permukaan dorsal mudigah. Karena semakin membesar, amnion
secara bertahap menekan mudigah yang sedang tumbuh, yang mengalami
prolaps ke dalam rongga amnion. Cairan ketuban (amnion) pada keadaan
normal berwarna putih agak keruh karena adanya campuran partikel solid
yang terkandung di dalamnya yang berasal dari lanugo, sel epitel, dan
material sebasea. Volume cairan amnion pada keadaan aterm adalah
sekitar 800 ml, atau antara 400 ml -1500 ml dalam keadaan normal. Pada
kehamilan 10 minggu rata-rata volume adalah 30 ml, dan kehamilan 20
minggu 300 ml, 30 minggu 600 ml. Pada kehamilan 30 minggu, cairan
amnion lebih mendominasi dibandingkan dengan janin sendiri. Cairan

33
amnion diproduksi oleh janin maupun ibu, dan keduanya memiliki peran
tersendiri pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan awal, cairan amnion
sebagian besar diproduksi oleh sekresi epitel selaput amnion. Dengan
bertambahnya usia kehamilan, produksi cairan amnion didominasi oleh
kulit janin dengan cara difusi membran. Pada kehamilan 20 minggu, saat
kulit janin mulai kehilangan permeabilitas, ginjal janin mengambil alih
peran tersebut dalam memproduksi cairan amnion. Pada kehamilan aterm,
sekitar 500 ml per hari cairan amnion di sekresikan dari urin janin dan 200
ml berasal dari cairan trakea. Pada penelitian dengan menggunakan
radioisotop, terjadi pertukaran sekitar 500 ml per jam antara plasma ibu
dan cairan amnion.Pada kondisi dimana terdapat gangguan pada ginjal
janin, seperti agenesis ginjal, akan menyebabkan oligohidramnion dan jika
terdapat gangguan menelan pada janin, seperti atresia esophagus, atau
anensefali, akan menyebabkan polihidramnion
Patofisiologi
Studi-studi pada primate dengan menggunakan injeksi cairan amnion
homolog, serta study yang dilakukan secara cermat terhadap model
kambing, menghasilkan penanaman yang penting tentang kelainan
hemodinamik sentral (Adamsons dkk, 1971, Hankins dkk,1993, Stolte
dkk, 1976). Setelah suatu fase awal hipertensi paru dan sistemik yang
singkat, terjadi penurunan resistensi vaskuler sistemik dan indeks kerja
pulsasi ventrikel kiri ( Clark dkk, 1988). Pada fase awal sering dijumpai
desaturasi oksigen transient tetapi mencolok sehingga sebagian besar
pasien yang selamat mengalami cedera neurologist (Harvey dkk, 1996).
Pada wanita yang bertahan hidup melewati fase kolaps kardiovaskuler
awal, sering terjadi fase sekunder berupa cedera paru dan koagulopati.
Keterkaitan hipertonisitas uterus dengan kolaps kardiovaskuler tampaknya
lebih berupa efek daripada kausa emboli cairan amnion (Clark dkk, 1995).
Memang aliran darah uterus berhenti total apabila tekanan intrauterine
melebihi 35 sampai 40 mmHg (Towell, 1976). Dengan demikian .
kontraksi hipertonik merupakan waktu yang paling kecil kemungkinannya

34
terjadi pertukaran janin-ibu. Demikian juga, tidak terjadi hubungan sebab
akibat antara pemakaian oksitosin dengan emboli cairan amnion dan
frekuensi pemakaian oksitosin tidak meningkat pada para wanita ini
(American College Of Obstetricians and Gynecologists, 1993).
Pathophysiology dari EAK yang kurang dipahami. Berdasarkan deskripsi
awal, ia berteori bahwa cairan ketuban dan sel-sel janin memasuki
sirkulasi ibu, mungkin memicu reaksi anafilaksis terhadap antigen janin.
Namun, bahan janin tidak selalu ditemukan dalam sirkulasi ibu pada
pasien dengan EAK, dan materi berasal dari janin yang sering ditemukan
pada wanita yang tidak mengembangkan EAK. Perjalanan cairan amnion
memasuki sirkulasi ibu tidak jelas, mungkin melalui laserasi pada vena
endoservikalis selama diatasi serviks, sinus vena subplasenta, dan laserasi
pada segmen uterus bagian bawah. Kemungkinan saat persalinan, selaput
ketuban pecah dan pembuluh darah ibu (terutama vena) terbuka. Akibat
tekanan yang tinggi, antara lain karena rasa mulas yang luar biasa, air
ketuban beserta komponennya berkemungkinan masuk ke dalam sirkulasi
darah. Walaupun cairan amnion dapat masuk sirkulasi darah tanpa
mengakibatkan masalah tapi pada beberapa ibu dapat terjadi respon
inflamasi yang mengakibatkan kolaps cepat yang sama dengan syok
anafilaksi atau syok sepsis. Selain itu, jika air ketuban tadi dapat
menyumbat pembuluh darah di paru-paru ibu dan sumbatan di paru-paru
meluas, lama kelamaan bisa menyumbat aliran darah ke jantung.
Akibatnya, timbul dua gangguan sekaligus, yaitu pada jantung dan paru-
paru. Pada fase I, akibat dari menumpuknya air ketuban di paru-paru
terjadi vasospasme arteri koroner dan arteri pulmonalis. Sehingga
menyebabkan aliran darah ke jantung kiri berkurang dan curah jantung
menurun akibat iskemia myocardium. Mengakibatkan gagal jantung kiri
dan gangguan pernafasan. Perempuan yang selamat dari peristiwa ini
mungkin memasuki fase II. Ini adalah fase perdarahan yang ditandai
dengan pendarahan besar dengan rahim atony dan Coagulation
Intaravakuler Diseminata ( DIC ). Masalah koagulasi sekunder

35
mempengaruhi sekitar 40% ibu yang bertahan hidup dalam kejadian awal.
Dalam hal ini masih belum jelas cara cairan amnion mencetuskan
pembekuan. Kemungkinan terjadi akibat dari embolisme air ketuban atau
kontaminasi dengan mekonium atau sel-sel gepeng menginduksi koagulasi
intravaskuler.
Peyebab
Emboli air ketuban disebabkan sumbatan mendadak pada aliran darah ibu
hamil.  Sumbatan terjadi akibat material yang ada di dalam air ketuban.
Kejadian emboli air ketuban sangat cepat dan tidak bisa diprediksi
sebelumnya. Berikut ini adalah beberapa factor risiko penyebabnya.
Meningkatnya usia si ibu. Multiparitas (banyak anak). Ada mekonium
(kotoran bayi di dalam air ketuban). Laserasi serviks (lecet pada leher
rahim). Kematian janin dalam kandungan. Kontraksi yang terlalu kuat.
Persalinan singkat (ari-ari melekat sangat erat di dinding rahim). Air
ketuban banyak. Rahim sobek. Riwayat alergi atau atopi pada si ibu.
Infeksi pada selaput ketuban. Ukuran bayi besar.    
Tanda gejala
Tanda dan gejala embolisme cairan amnion ( Fahy , 2001 ) antara lain :
1) Hipotensi ( syok ), terutama disebabkan reaksi anapilactis terhadap
adanya bahan- bahan air ketuban dalam darah terutama emboli
meconium bersifat lethal.
2) Gawat janin ( bila janin belum dilahirkan )
3) Edema paru atau sindrom distress pernafasan dewasa.
4) Henti kardiopulmoner
5) Sianosis
6) Koagulopati
7) Dispnea / sesak nafas yang sekonyong – konyongnya
8) Kejang , kadang perdarahan akibat KID merupakan tanda awal.
 Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko dalam emboli air ketuban dalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya usia ibu

36
2. Multiparitas (banyak anak)
3.  Adanya mekoneum
4. Laserasi serviks
5. Kematian janin dalam kandungan
6. Kontraksi yang terlalu kuat
7. Persalinan singkat
8. Plasenta akreta
9. Air ketuban yang banyak
10. Robeknya rahim
11. Adanya riwayat alergi atau atopi pada ibu
12. Adanya infeksi pada selaput ketuban
13. Bayi besar

9. Letak Sungsang
Pengertian
Persalinan letak sungsang merupakan perslinan pada bayi dengan
presentasi bokong dimana bayi letaknya sesuai dengan sumbu badan
ibu, kepala berada pada fundus uteri sedag bokong merupakan bagian
terbawah di daerahpintu atas panggul atau simfisis.
Pada leatk kepala, kepala yang merupakan bagian terbesar lahir
terlebih dahulu, sedangkan persalinan letak sungsang justru kepala
yang merupakan bagian terbesar bayi akan lahir teakhir. Persalinan
kepala pada letak sungsang tidak mempunyai mekanisme meulage
karenan susunan tulang dasar kepala yang rapat dan padat, sehingga
hanya mempunyai 8 mneit, setelah badan bayi lahir. Keterbatasan
waktu persalinan kepala dan tidak mempunyai mekanisme maulage
dapat menimbulkan kematian bayi yang besar.
Etiologi

1) Factor ibu

 Keadaan janin

37
 Rahim arkuatis

 Septum pada Rahim

 Uterus dupleks

 Mioma bersama kehamilan


a) Keadaan plasenta
(a) Plasenta letak rendah
(b) Pelasenta previa
b) Keadaan jalan lahir
(a) Kesempitan panggul
(b) Deformitas tulang panggul
(c) Terdapat tumor menghalangi jalan lahir dan perputaran ke
posisi kepala
2) Factor janin
(a) Tali pusat pendek atau lilitan tali pusat
(b) Hidrosefalus atau anensefalus
(c) Kehamilan kembar
(d) Hidramnion atau oligohidramnion
(e) Prematuritas
Tanda dan gejala
1) Pemeriksaan abdominal
Letakanya memanjang, diatas panggul terasa massa lunak dan tidak
terasa seperti kepala, pada fundus uteri teraba kepala. Kepala lebih
keras dan kebih bulat dari bokong dan kadang-kadang dapat
dipantulkan (ballotement)

2) Auskultasi
Denyut jantung janin pada umumnya ditemukan sedikit lebih tinggi
dari umbilicus. Auskultasi denyut jantung janin daoat terdengar di
atas umbilicus jika bokong janin belum masuk pintu atas panggul.
Apabila bokong sudah masuk pintu atas panggu, DJJ biasanya

38
terdengar di lokasi yang lebih rendah.

3) Pemeriksaan dalam
Teraba 3 tonjolan tulang yaitu tuber ossis ischia dan ujung os
sacrum, pada bagian diantara 3 tonjolan tulang tersebut dapat diraba
anus, kadang-kadang pada presentasi bokong murni sacrum tertarik
ke bawah dan teraba oleh jari-jari pemeriksa, sehingga dapat
dikelirukan dengdan kepala oleh karena tulang yang keras.

Penatalaksanaan Persalinan letak sungsang


a. Pada saat masuk kamar bersalin perlu dilakukan penilaian secara
cepat dan cermat mengenai : keadaan selaput ketuban, fase
persalinan, kondisi janin serta keadaan umum ibu.
b. Dilakukan pengamatan cermat pada DJJ dan kualitas his dan
kemajuan persalinan.
c. Persiapan tenaga penolong persalinan dan asisten penolong
Pertolongan persalinan pervagina (spontan bracht) terdiri dari 3 tahapan:
1. Fase Lambat pertama
 Mulai dari lahirnya bokong sampai umbilicus
 Disebut fase lambat oleh karena tahapan ini tidak perlu
ditangani secara tergesa- gesa mengingat tidak ada bahaya pada
ibu dan anak yang mungkin terjadi.
2. Fase cepat
 Mulai lahirnya umbilikus sampai mulut.
 Pada fase ini, kepala janin masuk panggul sehingga terjadi
oklusi pembuluh darah talipusat antara kepala dengan tulang
panggul sehingga sirkulasi uteroplasenta terganggu.
 Disebut fase cepat oleh karena tahapan ini harus terselesaikan
dalam 1-2 kali kontraksi uterus (sekitar 8 menit).
3. Fase lambat kedua
 Mulai lahirnya mulut sampai seluruh kepala.
 Fase ini disebut fase lambat oleh karena tahapan ini tidak boleh

39
dilakukan secara tergesa-gesa untuk menghidari dekompresi
kepala yang terlampau cepat yang dapat menyebabkan
perdarahan intrakranial.

10. KPD
Pengertian
Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum ada tanda-
tanda persalinan. Ketuban pecah dini merupakan penyebab terbesar
persalinan prematur dengan bagai akibatnya. Ketuban pecah dini adalah
pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu
jam sebelum dimulainya tanda persalinan. Waktu sejak ketuban sampai
terjadi kontraksi rahim disebut “kejadian ketuban pecah dini” (periode
laten). Kejadian ketuban pecah dini mendekati 10% dari semua persalinan.
Pada umur kehamilan kurang dari 34 minggu, kejadiannya sekitar 40%.
Sebagian dari ketuban pecah dini mempunyai periode laten melebihi satu
minggu. Early ruptura of membran adalah ketuban pecah pada fase laten
persalinan. (Ana Ratnawati, 2017) Sebagian besar ketuban pecah dini
adalah hamil aterm diatas 37 minggu, sedangkan dibawah 36 minggu tidak
terlalu banyak.(ida bagus Gde Manuaba, 2001)
Etiologi
Penyebab ketuban pecah dini mempunyai dimensi multifaktorial yang
dapat dijabarkan sebagai berikut : (ida bagus Gde Manuaba, 2001)
 Serviks inkompeten
 Overdistansi uterus
 Faktor keturunan
 Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban
 Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut
phase latent
 Sebab umum ketuban pecah dini
 Mekanisme ketuban pecah dini

40
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis untuk KPD, yaitu : (Ana Ratnawati, 2017)
 Keluar air ketuban warna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau
kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus
 Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi
 Janin mudah diraba
 Para periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah
kering.
 Inspekulo, tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak
ada dan air ketuban sudah kering.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada KPD, yaitu : (Ana Ratnawati, 2017)
 Pemeriksaan leukosit darah > 15.000/ml bila terjadi infeksi
 Tes lakmus merah berubah menjadi biru
  Amniosentris
 USG, menentukan usia kehamilan, indeks cairan amnion berkurang
Diagnosis ketuban pecah dini tidak sulit ditegakkan dengan
keterangan terjadi pengeluaran cairan mendadak disertai bau yang
khas. Selain keterangan yang disampaikan dapat dilakukan
beberapa pemeriksaan yang menetapkan bahwa cairan yang keluar
adalah air ketuban, diantaranya tes ferning dan nitrazine tes.
Langkah pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis ketuban pecah
dini dilakukan :
1. Pemeriksaan spekulum, untuk mengambil sampel cairan
ketuban di forniks posterior dan mengambil sampel cairan
untuk kultur dan pemeriksaan bakteriologis.
2. Melakukan pemeriksaan dalam dengan hati-hati, sehingga
tidak banyak manipulasi daerah pelvis untuk mengurangi
kemungkinan infeksi asenden dan persalinan prematuritas.
3. Bahaya keuban pecah dini adalah kemungkinan infeksi
dalam rahim dan persalinan prematuritas yang dapat

41
meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi. Oleh
karena itu, pemeriksaan dalam perlu dibatasi sehingga
penyulit makin diturunkan sebagai upaya menurunkan
angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi.
Penatalaksanaan
KPD, yaitu : (Ana Ratnawati, 2017)
1. Ketuban pecah dini pada kehamilan atern atau preterm dengan atau
tanpa komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit.
2. Bila janin hidup dan terdapat prolaps di tali pusat, ibu dirujuk
dengan posisi panggul lebih tinggi dari badannya, bila mungkin
dengan posisi bersujud.
3.  Jika perlu kepala janin didorong ke atas dengan dua jari agar tali
pusat tidak tertekan kepala janin
4. Jika Tali pusat di vulva maka di bungkus kain hangat yang diapisi
plastik
5.  Jika ada demam atau di khawatirkan terjadi infeksi saat rujukan
atau KPD lebih dari 6 jam, berikan antibiotik.
6.  Bila keluarga ibu menolak dirujuk, ibu diharuskan beristirahat
dengan posisi berbaring miring, berikan antibiotik.
7. Pada kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan
konservatif, yaitu tirah baring dan berikan sedatif, antibiotik dan
tokolisis.
8. Pada kehamilan 33-35 minggu dilakukan terapi konservatif selama
24 jam lalu induksi persalinan.
9.  Bila terjadi infeksi, akhiri kehamilan.
10. Pada kehamilan lebih 36 minggu, bila ada his, pimpin meneran dan
akselerasi bila ada inersia uteri.
11.  Bila tidak ada his, lakukan tindakan induksi persalinan bila
ketuban pecah kurang dari 6 jam dan skor pelvik kurang dari 5 atau
ketuban pecah dini lebih dari 6 jam dan skor pelvik lebih dari 5,

42
seksio ssaria bila ketuban pecah dini lebih dari 5 jam dan skor
pelvik lebih dari 5.

43
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kegawatdaruratan adalah mencakup diagnosis dan tindakan terhadap
semua pasien yang memerlukan perawatan yang tidak direncenakan
dan mendadak atau terhadap pasien dengan penyakit atau cidera akut
untuk menekan angka kesakitan dan kematian pasien.   Obstetri adalah
cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan persalinan, hal-hal
yang mendahuluinya dan gejala-gejala sisanya. membahas tentang
fenomena dan penatalaksanaan kehamilian, persalinan, peurperium
baik dalam keadaan normal maupun abnormal.

3.2 Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga bermanfaat bagi pembaca
dan kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
maka dari itu kami meminta saran dan kritik yang membangun dari
pembaca untuk memaksimalkan pembuatan makalah selanjutnya.

44
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arief dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta : Media Ascula


Plus

Prof. Dr.dr.Gulardi, Hanifa.Winkjosastro, SPOG.2002. Buku Panduan Paktis


Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta :Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo.

Bambang Widjanarko, 2009.Emboli-air-


ketuban http://reproduksiumj.blogspot.com

Midwiferyeducator,2010.Emboli-Cairan-Amnion-Eca http://Midwiferyeducator.
Wordpress.Com

http://fkunhas.com/emboli-air-ketuban-eak-20100619156.html

Aini, 2011. emboli-cairan-ketuban. http://ainicahayamata.wordpress.com

EmirFakhrudin,2009.fisiologi-dan-patologi-cairan-
amnionhttp://www.emirfakhrudin.com

Rukiyah  ai yeyeh dan Lia Yulianti.Asuhan Kebidanan IV (patologi


kebidanan). 2011. Jakarta.

Prof. Dr. ida bagus Gde Manuaba, SpOG. 1998. Ilmu kebidanan, Penyakit
Kandungan & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.

Ana Ratnawati, A.Per.Pend.,S.Kep.,Ns, M.Kep. 2017. Asuhan Keperawatan


Maternitas. Yogyakarta : Pustaka Baru Press..

45
46
47

Anda mungkin juga menyukai