Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persalinan adalah terjadi pada kehamilan aterm (bukan prematur atau post matur) mempunyai
onset yang spontan (tidak diinduksi) selesai setelah 4 jam dan sebelum 24 jam sejak saat
awitannya (bukan partus presipitatus atau partus lama) mempunyai janin (tunggal) dengan
presentasi verteks (puncak kepala) dan oksiput pada bagian anterior pelvis terlaksana tanpa
bantuan atificial (seperti forceps) tidak mencakup komplikasi (seperti pendarahan hebat)
mencakup pelahiran plasenta yang normal.
Persalinan normal disebut juga partus spontan adalah proses lahirnya bayi pada letak
belakang kepala dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan
bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam.
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan
(37-42 minggu) lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam,
tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Prawirahardjo, 2001).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari definisi Persalinan?
2. Bagaimana Tahapan Fisiologi Persalinan ?
3. Bagaimana tanda dan gejala Persalinan ?
4. Bagaimana Etiologi Fisiologi Persalinan ?
5. Bagaimana Mekanisme fisiologi Persalinan ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui penjelasan tentang fisiologi persalinan
2. Untuk mengetahui Tahapan fisiologi persalinan
3. Untuk mengetahui tanda-tanda dan gejala persalinan
4. Untuk mengetahui Etiologi fisiologi Persalinan
5. Untuk mengetahui mekanisme dalam fisiologi persalinan

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Persalinan

Persalinan adalah suatu proses fisiologik yang memungkinkan serangkaian perubahan yang besar
pada ibu untuk dapat melahirkan janinnya melalui jalan lahir. Ini didefinisikan sebagai pembukaan
serviks yang progresif, dilatasi atau keduanya, aki- bat kontraksi rahim teratur yang terjadi sekurang-
kurangnya setiap 5 menit dan berlangsung 30 sampai 60 detik. Peran dari penolong persalinan adalah
meng- antisipasi dan menangani komplikasi yang mung- kin terjadi pada ibu atau janin. Bila diambil
keputusan untuk melakukan campur tangan, ini harus dipertimbangkan dengan hati-hati; tiap campur
tangan bukan saja membawa keuntungan potensial, tetapi juga risiko potensial. Pada sebagian besar
kasus, penanganan yang terbaik dapat berupa "observasi yang cermat".

2.2 Tahap Persalinan

Terdapat empat tahap persalinan, yang masing- masing dianggap terpisah. Tahap-tahap ini sebe-
narnya adalah definisi kemajuan selama persalin- an, kelahiran, dan masa nifas. Tahap yang pertama
(Kala I) dimulai dari per- mulaan persalinan yang sebenarnya sampai dila- tasi serviks secara lengkap.
Tahap kedua (Kala II) adalah dari dilatasi serviks lengkap sampai kela- hiran bayi. Tahap ketiga (Kala
III) adalah dari kelahiran bayi sampai kelahiran plasenta. Tahap keempat (Kala IV) adalah dari
kelahiran plasenta sampai stabilisasi keadaan pasien, biasanya pada sekitar 6 jam masa nifas.

A. Tahap Pertama Persalinan

Fase Kala I persalinan terdiri atas dua fase: fase laten di mana selama itu terjadi pembukaan serviks
dan dilatasi dini dan fase aktif di mana terjadi dilatasi serviks yang lebih cepat. Meskipun pelunakan
serviks dan pembukaan dini dapat terjadi sebelum persalinan, selama Kala I persalinan ini seluruh
panjang serviks tertarik kembali ke dalam segmen bawah uterus sebagai akibat ke- kuatan dan
tekanan kontraktilitas miometrium yang ditimbulkan oleh bagian yang berpresentasi atau membran
janin.

Lamanya

Lamanya Kala I dapat bervariasi bila dihubungkan dengan paritas; pasien primipara biasanya
mengalami Kala I yang lebih lama dari pasien multipara. Karena fase laten dapat bertumpang- tindih
dengan fase persiapan persalinan, lama berlangsungnya sangat bervariasi. Ini juga dapat dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain, misalnya sedasi dan stress. Lamanya fase laten tak banyak bersangkut-paut
dengan jalannya persalinan selanjutnya. Fase aktif dimulai saat serviks berdila- tasi 3 sampai 4 cm

2
disertai dengan kontraksi rahim yang terjadi secara teratur. Dilatasi minimal sela- ma fase aktif pada
Kala I hampir sama baik untuk wanita primipara dan multipara: masing-masing 1 dan 1,2 cm per jam.
Kemajuan yang lebih lambat dari ini harus diperiksa untuk mencari ada tidak- nya gangguan fungsi
rahim, malposisi janin, atau disproporsi sefalopelvik. Penilaian Kemajuan

Selama Kala I, kemajuan persalinan dapat diukur dari segi pembukaan serviks, dilatasi serviks, dan
turunnya kepala janin. Gambaran klinik dari kontraksi rahim saja bukan merupakan indikasi

kemajuan yang memadai. Setelah dilatası serviks lengkap, mulailah Kala I. Sesudah itu, hanya
penurunan, fleksi, dan rotasi darı bagian yang berpre- sentasi-lah yang dapat digunakan untuk menilai
kemajuan persalinan.

Penanganan KIlinik pada Kala I

Langkah-langkah tertentu harus diambil dalam pe- nanganan klinik pasien selama Kala I persalinan.
Posisi Ibu Ibu dapat berjalan-jalan selama Kala I asalkan pemantauan berkala dapat men- Jamin
kesehatan janin dan bagian yang berpresen- tasi mengalami engagement pada pasien dengan selaput
ketuban yang telah robek. Ibu dapat me- milih duduk atau bersandar. Kalau dia berbaring di tempat
tidur, posisi berbaring lateral harus dian- jurkan untuk memastikan perfusi unit uteroplasen- ta. Posisi
telentang harus dihindari. Pemberian Cairan. Karena terjadi penurunan pengosongan lambung selama
persalınan, cairan oral sebaiknya dihindari. Penempatan jarum infus ukuran 16 sampai 18 dianjurkan
selama fase aktif persalinan. Jalur intravena ini digunakan untuk memberi cairan pasien dengan
kristaloid selama persalinan, untuk memberikan oksitosin setelah kelahiran plasenta, dan untuk terapi
pada setiap keadaan darurat yang tak terantisipasi. Mempersiapkan Pasien Meskipun dipertimbangkan
prosedur rutin untuk kelahiran, penggunaan enema, pencukuran rambut pubis dan vulva dan persiapan
kulit dapat dilakukan secara n dividu oleh dokter dan pasien. Suatu klisma harus dipertimbangkan
pada pasien yang mengalam konstipasi dan pada mereka yang mempunyai jumlah besar tinja yang
teraba dalam rektum sel ma pemeriksaan pelvis. Penyelidikan Setiap wanita yang dimasukka dalam
ruang persalinan harus difakukan penguku an hematokrit atau hemoglobin dan diperlukan sediaan
bekuan darah seandainya diperlukan suatu pencocokan-silang Golongan darah, jenis Rhe sus, dan
penyaringan antibodi harus dilakukan kalau ini tidak diketahui. Di samping itu, spesimen urine yang
dikeluarkan harus diperiksa dalam hal protein dan glukosa. Pemantauan pada Ibu Kecepatan denyut
nadi ibu, tekanan darah, kecepatan pernapasan, dan suhu harus dicatat setiap 1 sampai 2 jam dalam
persalinan yang normal dan lebih sering kalau diindikasikan Keseimbangan cairan, terutama keluaran
urine dan masukan intravena, harus dipantau dengan cermat.

Anelgesia yang memadai

Pemantanan pada Janin Auskultasi dari frekuensi denyut jantung janin harus terjadi setiap 15
menit, segera setelah kontraksi. Frekuensi denyut jantung janin juga dapat dipantsu terus-

3
menerus dengan perlengkapan Doppler (pemantauan luar atau elektrode kulit kepala janin
(pemantauan de lam). Pemantauan frekuensi denyut jantung janin yang terus-menerus tidak
diperlukan pada kehmilan tanpa komplikasi Aktivitas Rahim. Kontraksi rahim harus de
pantau setiap 30 menit dengan palpasi dalam frekuensi, lama berlangsungnya. dan intensitas
nya. Untuk kehamilan yang berisiko tinggi. kontraksi rahim harus dipantau terus-menerus ber.
sama frekuensi denyut jantung janin. Ini dapat dilakukan secara elektronik dengan
menggunakan tokodinamometer luar atau kateter tekanan dalam pada kantung amnion. Yang
belakangan ini dianjurkan bila persalinan pasien dikuatkan dengan oksitosin (Pitocin).

Pemeriksaan Vagina Selama fase laten, terutama bila elsput ketuhan telah robek, peme ksaan vagina
harus dilakukan sesedikit mungkin antak mengurangi risiko infeksi dalam rahim Da- m fase aktif,
serviks harus dınilai kira-kira setiap 2 jam untuk menentukan kemajuan persalinan. Pembukaan dan
dilatasi serviks, station dan posisi dars bagian yang berpresentasi, dan adanya meulage atau kaput
pada presentasi puncak harus dicatat. Pemeriksaan tambahan dapat dilakukan kalau pasien
melaporkan suatu keinginan untuk mengejan (untuk menentukan apakah pembukaan lengkap telah
terjadi) atau kalau terjadi perlam- batan frekuensi denyut jantung janin yang bermakna (untuk
memeriksa prolaps tali pusar). Amniotomi. Robekan buatan pada selaput ketuban janin dapat
memberi informasi mengenai volume cairan amnion dan ada tidaknya mekonium. Selain itu, robekan
selaput ketuban dapat menychabkan peningkatan kontraktilitas rahim. Tetapi, amniotomi
mendatangkan risiko korioam- nionitis kalau persalinan mengalami pemanjangan dan kompresi tali
pusat atau prolaps tali pusat kalau bagian yang berpresentasi tidak mengalami engagement. Ini tidak
boleh dilakukan secara rutin kecuali kalau pemantauan internal diindikasikan.

B. Kala II Persalinan

Pada permulaan Kala II, ibu biasanya berkeinginan untuk mengejan pada tiap kontraksi. Gabungan
(tekanan abdomen ini bersama-sama dengan kekuatan kontraksi rahim akan mengeluarkan janin.
Selama Kala II persalinan, turunnya janin harus dipantau dengan cermat untuk mengevaluasi ke-
majuan persalinan. Penurunan diukur dari segi kemajuan pada bagian yang berpresentasi melalui jalan
lahir. Pada presentasi kepala, bentuk kepala janin dapat berubah selama persalinan, menjadikan
penilaian pada penurunan lebih sukar. Moulage adalah perubahan hubungan tulang kranial janin
dengan sesama lainnya sebagai akibat kekuatan tekanan yang ditimbulkan oleh tulang pelvis ibu.
Beberapa moulage diperlukan untuk kelahiran dalam keadaan normal. Bila terdapat disproporsi
sefalopelvik, jumlah moulage akan lebih besar. Kaput adalah pembengkakan edematosa lokal pa- da
kulit kepala yang disebabkan oleh tekanan serviks pada bagian yang berpresentasi pada kepala janin.
Terjadinya moulage dan kaput dapat menimbulkan kesan palsu mengenai turunnya janin. Kala II
biasanya memakan waktu dari 30 menit sampai 3 jam pada primigravida dan dari 5 sampai 30 menit

4
pada multigravida. Waktu rerata adalah 50 menit pada primipara dan sedikit di bawah 20 menit pada
multipara. Saat ini mungkin berubah, tergantung pada jenis analgesia.

C. Kala III Pada Persalinan

Segera sesudah kelahiran bayi, serviks dan vagina harus diperiksa secara menyeluruh untuk mencari
ada tidaknya laserasi dan dilakukan perbaikan lewat pembedahan kalau perlu. Serviks, vagina, dan
perineum dapat diperiksa lebih mudah sebelum pelepasa plasenta, karena tidak ada perdarahan rahim
yang mengaburkan pandangan ketika itu.

Kelahiran Plasenta Pelepasan plasenta

biasanya terjadi dalam 5 sampai 10 menit pada akhir Kala II. Memijat fundus seperti memeras untuk
mempercepat pelepasan plasenta tidak dianjurkan karena dapat mening- katkan kemungkinan
masuknya sel janin ke dalam sırkulasi ibu. Tanda-tanda pelepasan plasenta adalah seba- gai berikut:
(1) munculnya darah segar dari vagina, (2) tali pusat di luar vagina bertambah panjang, (3) fundus
rahim naik, dan (4) rahim menjadi keras dan berbentuk bola. Hanya bila telah muncul tanda-tanda ini
asisten harus mencoba traksi pada tali pusat. Dengan traksi yang pelan-pelan dan tekanan berlawanan
di antara simfisis dan fundus, pla- senta dilahirkan. Setelah kelahiran plasenta, perhatian harus
ditujukan pada setiap perdarahan rahim yang dapat berasal dari tempat implantasi plasenta. Kontraksi
rahim, yang mengurangi perdarahan ini dapat di percepat dengan pijat rahim dan penggunaan ok-
sitosin. 20 unit oksitosin rutin ditambahkan pada infus intravena setelah bayi dilahirkan. Plasenta
harus diperiksa untuk memastikan kelengkapannya. Kalau pasien menghadapi risiko perdarahan masa
nifas (misalnya, karena anemia, pemanjangan augmentasi oksitoksin pada persalinan, kehamilan
kemhar, atau hidramnion), dapat diperlukan pembuangan plasenta secara manual, eksplorasi rahim
secara manual, atau keduanya.

Robekan Perineum

Robekan perineum, dengan atau tanpa episiotomi, dapat digolongkan sebagai berikut: Tingkat satu:
suatu robekan yang melibatkan mukosa vagina atau kulit perineum. Tingkat dua: suatu robekan yang
berekstensi ke dalam jaringan submukosa pada vagina atau perineum dengan atau tanpa keterlibatan
otot pada tubuh perineum. Tingkat tiga: suatu robekan yang sfinkter ani. melibatkan Tingkat keempat:
suatu robekan yang melibatkan mukosa rektum. Penolong persalinan harus melakukan peme riksaan
rektum digital setelah kelahiran untuk memastikan tiadanya robekan rektum yang tidak terdiagnosis
dan jahitan dari perbaikan episiotomi tidak menembus mukosa rektum.

D. Kala IV pada Persalinan

Satu jam segera setelah kelahiran membutuhkan observasi yang cermat pada pasien. Tekanan darah,
kecepatan denyut nadi, dan kehilangan darah pada rahim harus dipantau dengan cermat. Selama

5
waktu inilah biasanya terjadi perdarahan masa nifas, biasanya karena relaksasi rahim, bertahannya
fragmen plasenta, atau laserasi yang tidak terdiagnosis. Perdarahan yang samar (misalnya
pembentukan hematoma vagina) dapat muncul sebagai keluhan nyeri pelvis. Mungkin terdapat
peningkatan kecepatan denyut nadi, sering tidak sesual dengan setiap pengurangan tekanan darah.

2.3 Tanda dan gejala Fisiologi Persalinan

Sebab- sebab yang menimbulkan persalinan

apa yang menyebabkan terjadinya persalinan belum diketahui benar, yang ada hanyalah teori-teori
yang dikemukakan antara lain faktor-faktor humoral, struktur rahim, pengaruh tekanan pada saraf dan
nutrisi.

1. Teori penurunan hormon, 1-2 minggu sebelum partus, mulai terjadi penurunan kadar hormon
estrogen dan progesteron. Progesteron bekerja sebagai penenang otot-otot polos rahim.
Karena itu, akan terjadi kejangan pembuluh darah yang menimbulkan his jika kadar
progesteron turun.
2. Teori plasenta menjadi tua: penuaan plasenta akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan
progestaron sehingga terjadi kekejangan pembuluh darah. Hal tersebut akan menimbulkan
kontraksi rahim.
3. Teori distensi rahim: rahim yang menjadi besar dan meregang menyebabkan iskemia otot-otot
rahim sehingga mengganggu sirkulasi uteroplasenta.
4. Teori iritasi mekanik: di belakang serviks, terletak ganglion servikale (pleksus
frankenhauser). Apabila ganglion tersebut digeser dan ditekan, misalnya oleh kepala janin,
akan timbul kontraksi uterus.
5. Induksi partus (induction of labour). Partus dapat pula ditimbulkan dengan:
 Gagang laminaria: beberapa laminaria di masukkan dalam kanalis servisis denga
tujuan merangsang pleksus frankenhauser.
 Amniotomi: pemecahan ketuban.
 Tetesan oksitosin: pemberian oksitosin melalui tetesan per infus.

Sebelum terjadi persalinan yang sebenarnya, beberapa minggu sebelumnya, wanita memasuki “bulan-
nya” atau “minggu-nya” atau “hari-nya” yang disebut kala pendahuluan (preparatory stage of labor).
Kala pendahuluan memberikan tanda-tanda sebagai berikut.

1. Lightening aatau setting atau dropping, yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul,
terutama pada primigravida. Pada multipara hal tersebut tidak begitu jelas.
2. Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun.
3. Sering buang air kecil atau sulit berkemih (polakisuria) karena kandung kemih tertekan oleh
bagian oleh bagian terbawah janin.

6
4. Perasaan nyeri di perut dan di pinggang
5. Serviks menjadi lembek.
Tanda tanda inpartu
1. Rasa nyeri adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur
2. Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena robekan-robekan kecil
pada serviks.
3. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya
4. Pada pemeriksaa dalam, serviks mendatar dan telah ada pembukaan.

2. 4 Fisiologi Persalinan

Fisiologi kala satu persalinan

Durasi

Lama persalinan sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh paritas, interval kelahiran, status psikologis,
presentasi dan posisi janin, bentuk dan ukuran pelvik maternal, serta karakteristik kontraksi uterus.
Jelas sekali bahwa bagian terbesar persalinan adalah kala satu; fase aktif (lihat Kala satu, di atas)
biasanya akan selesai dalam 6-12 jam (Tortora & Grabowski 2000). Albers (1999) me- nemukan
bahwa rata-rata lamanya fase aktif (dilatasi 4-10 cm) adalah 7,7 jam pada ibu primipara (tetapi dapat
terjadi sampai 17,5 jam) dan 5,6 jam pada ibu multipara (sekali lagi dapat terjadi hingga 13,8 jam).
Rata-rata ibu nulipara membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan ibu multipara, yang
diperkirakan dapat mencapai kala dua dengan lebih cepat. Namun demikian, pada kasus tertentu, nilai
rata-rata tersebut dapat sangat menyesatkan.

Kerja uterus

1. Dominansi fundus

Setiap kontraksi uterus bermula di fundus dekat salak salu komua dan menyebar ke samping dan ke
bawah Kontraksi tersebut berlangsung paling lama dan paline kuat di fundus, tetapi puncaknya terjadi
secara ber samaan di seluruh uterun dan kontraksi tersebut aken menghilang dan semua bagian uterus
juga secara ber samaan. Pola ini memungkinkan serviks untuk ber dilatasi dan fundus berkontraksi
secara kuat untuk mengeluarkan janin

2. Polaritas

Polarilas merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keselarasan neuromuskular yang
ter- dapat di antara dua kutub atau bagian uterus selama persalinan. Selama setiap kontraksi uterus
kedua kutub ini bekerja secara selaras. Kutub bagian atas berkontraksi secara kuat dan melakukan

7
retraksi untuk mengeluarkan janin; kutub bagian bawah agak ber kontraksi dan berdilatasi agar
pengeluaran janin dapat terjadi. Jika polaritas tidak teratur, kemajuan persalinan akan terhambat.

3. Kontraksi dan retraksi

Otot uterus memiliki sifat yang unik. Selama persalinan, kontraksi tidak menghilang secara
keseluruhan, tetapi serat otot mempertahankan sebagian kontraksi yang semakin singkat tersebut, dan
tidak benar-bemar relaks. Hal ini disebut retraksi. Retraksi membantu kemajuan pengeluaran janin;
segmen atas uterus secara bertahap menjadi lebih pendek dan lebih tebal dan kavumnya menghilang.

Setiap persalinan bersifat individual dan tidak selalu sesuai harapan, tetapi pada umumnya, sebelum
persalinan dimulai kontraksi uterus akan terjadi setiap 15-20 menit dan dapat berlangsung selama
sekitar 30 detik. Kontrakai ini sering kali agak lemah dan bahkan tidak diranakan oleh ibu. Kontraksi
ini biasanya berjadi dengan irama yang teratur dan jarak antar-kontraks secara bertahap semakin
berkutang, sementara itu, lama dan kekuatan kontraksi secara bertahap meningkal melewati fase laten
dan masuk ke dalam kala satu aktil Pada akhir kala satu, kontraiksi terjadi pada interval 2-3 menit,
berlangsung selama 50-60 menit dan sangat kuat.

4. Pembentukan segmen atas uterus dan bawah

Di akhir kehamilan, badan uterus digambarkan seperti terbagi menjadi dua bagian yang berbeda
secara ana- tomi. Segmen atas uterus, terbentuk dari badan fundus, berkaitan terutama dengan
kontraksi dan retraksi; bagian ini tebal dan berotot. Uterus bagian bawah terbentuk dari ismus dan
serviks, danpanjangnya sekitar 8-10 cm. Bagian bawah ini dipersiapkan untuk distensi dan dilatasi.
Meskipun tidak terdapat batasan yang jelas dan tegas di antara kedua bagian ini, kandungan otot
berkurang dari fundus ke serviks yang memang lebih tipis. Ketika persalinan dimulai, serat
longitudinal yang teretraksi di bagian atas menarik bagian bawah sehingga menyebabkan teregangnya
bagian ini; hal ini dibantu oleh kekuatan yang berasal dari bagian presentasi janin yang sedang
mengalami penurunan.

Cincin retraksi

Sebuah bukit terbentuk di antara segmen atas uterus dan bawah; hal ini disebut sebagai 'retraksi', atau
'cincin Bandl' (Gbr.24.7). Biasanya, digunakan istilah yang terbaru untuk menggambarkan cincin
retraksi fisiologis dan istilah 'cincin Bandl' digunakan untuk derajat fenomena yang berlebihan yang
dapat dilihat di atas simfisis pada obstruksi mekanis persalinan jika bagian bawah menipis secara
abnormal.

Cincin fisiologis secara bertahap meninggi saat segmen atas uterus berkontraksi dan beretraksi dan
uterus bagian bawah menipis untuk mengakomodasi penurunan janin. Setelah serviks mengalami
dilatasi lengkap dan janin dapat keluar dari uterus, cincin retraksi tidak lagi meninggi.

8
Penipisan serviks

Penipisan' yang dimaksud adalah masuknya kanal serviks ke dalam uterus bagian bawah. Menurut
pan- dangan obstetrik konvensional, proses ini terjadi dari atas ke bawah, sehingga serat otot yang
mengelilingi os internal tertarik ke atas oleh segmen atas uterus vang mengalami retraksi dan serviks
menyatu ke dalam uterus bagian bawah. Kanal serviks melebar sejajar dengan os internal, sedangkan
kondisi os eksternal tetap tidak berubah (Cunningham et al 1989, O'Driscoll & Meagher 1993).
Namun demikian, mekanisme lain penipisan ser- viks juga dikemukakan, yaitu jaringan dalam regio
os eksternal tertarik lebih dulu. Dengan gerakan ke arah luar dan tidak berputar, serviks menipis dari
os eksternal ke arah atas, sehingga yang tertarik paling akhir adalah os internal (Beazley 1995, Olah et
al 1993). Penipisan dapat terjadi di akhir kehamilan atau dapat juga tidak terjadi hingga persalinan
dimulai. Pada wanita nulipara, serviks biasanya tidak akan berdilatasi hingga penipisan sempurna,
sedangkan pada wanita multipara, penipisan dan dilatasi dapat terjadi secara bersamaan dan kanal
kecil dapat teraba di awal persalinan. Hal ini sering kali disebut oleh bidan sebagai 'os multips'.

Dilatasi serviks

Dilatasi serviks adalah proses melebarnya os uterus dari celah yang tertutup rapat menjadi lubang
yang cukup besar untuk memungkinkan keluarnya kepala janin.

Fisiologi kala dua persalinan

Kala dua persalinan dulu dipandang sebagai fase di antara dilatasi lengkap serviks os dan kelahiran
bayi. Namun demikian, sebagian besar bidan dan ibu bersalin mengetahui adanya periode transisi an-
tara dilatasi atau kala satu persalinan, dengan saat pouad Memb kala upaya mengejan maternal aktif
dimulai. Periode ini secara khas dikarakteristikkan dengan adanya ke- gelisahan ibu,
ketidaknyamanan, keinginan untuk menghilangkan nyeri, perasaan bahwa proses ini tanpa akhir, dan
membutuhkan penolong untuk membantu perlahiran sesegera mungkin. Pengetahuan tentang proses
fisiologis normal pada fase ini dan mekanisme kelahiran, membentuk dasar pertimbangan asuhan ke-
bidanan yang tepat sesuai konteks individu ibu.

Perubahan fisiologis terjadi akibat kontinuasi ke- kuatan serupa yang telah bekerja sejak jam-jam awal
persalinan, tetapi aktivitas ini mengalami akselerasi setelah serviks berdilatasi lengkap. Namun
demikian, akselerasi ini tidak terjadi secara tiba-tiba. Beberapa wanita merasakan dorongan mengejan
sebelum serviks berdilatasi lengkap, dan sebagian lagi tidak merasakan aktivitas ini sebelum sifat
ekspulsif penuh kontraksi kala dua menjadi nyata. Fenomena terakhir ini di- sebut fase istirahat kala
dua persalinan. Awitan kala dua persalinan secara tradisional dipastikan dengan pemeriksaan vagina
untuk mengetahu adanya dilatasiserviks lengkap. Pemeriksaan ini sering kali dilakukan sebagai
respons terhadap perilaku transisi maternal. Dengan demikian, hasil resmi dilatasi serviks lengkap
dapat terjadi beberapa saat setelah kala ini tercapai. mencantumkan.

9
Kerja uterus

Kontraksi menjadi semakin kuat dan lama, tetapi juga semakin jarang, sehingga menjadi periode
pemulihan yang teratur bagi ibu dan janin. Membran sering kali ruptur secara spontan di akhir kala
satu atau selama transisi ke kala dua. Mengalimya cairan keluar menyebabkan kepala janin yang bulat
dan keras bersentuhan langsung dengan jaringan vagina. Tekanan ini membantu terjadinya distensi.
Tekanan aksis janin menambah fleksi kepala yang menyebabkan diameter presentasi menjadi lebih
kecil, kemajuan persalinan menjadi lebih cepat, dan trauma lebih sedikit pada ibu dan janin. Jika ibu
berdiri tegak pada masa ini, proses tersebut akan optimal. Kontraksi menjadi ekspulsif pada saat janin
turun lebih jauh ke dalam vagina. Tekanan dan bagian janin yang berpresentasi menstimulasi reseptor
saraf di dasar pelvik (hal ini disebut 'refleks Ferguson') dan ibu mengalami dorongan untuk mengejan.
Refleks ini pada awalnya dapat dikendalikan hingga batas tertentu, tetapi menjadi semakin kompulsif,
kuat, dan involunter pada setiap kontraksi. Respons ibu adalah menggunakan kekuatan ekspulsi
sekundernya dengan mengontraksikan otot abdomen dan diafragma.

Pergeseran jaringan lunak

Saat kepala janin yang keras menurun, jaringan lunak pelvis mengalami per- geseran. Dari anterior,
kandung kemih terdorong ke afas ke dalam abdomen tempat risiko cedera terhadap- nya lebih sedikit
selama penurunan janin. Akibatnya, terjadi peregangan dan penipisan uretra sehingga lumen uretra
mengecil. Dari posterior, rektum menjadi rata dengan kurva sakrum, dan tekanan kepala me-
nyebabkan keluarnya materi fekal residual. Otot leva- tor anus berdilatasi, menipis, dan bergeser ke
arah lateral, dan badan perineal menjadi datar, teregang, dan tipis. Kepala janin menjadi terlihat pada
vulva, maju pada setiap kontraksi, dan mundur di antara kontraksi sampai terjadinya crowning.
Kemudian, kepala lahir. Bahu dan tubuh mengikuti bersamaan dengan kontraksi berikutnya, disertai
keluarmya cairan amniotik dan terkadang darah. Kala dua berpuncak pada kelahiran bayi.

Fisiologi kala tiga persalinan

Proses ini merupakan kelanjutan proses dan kekuatan yang bekerja pada kala persalinan sebelumnya.
Pe- mahaman tentang perubahan inilah yang menjadi panduan praktik bagi bidan. Selamakala tiga,
pemisahan dan keluarnya plasenta serta membran terjadi akibat faktor-faktor mekanis dan hemostatik
yang saling memengaruhi. Waktu pada saat plasenta benar-benar terpisah dari dinding uterus dapat
bervariasi. Plasenta dapat terlepas selama kontraksi ekspulsif akhir yang menyertai kelahiran bayi atau
tetap melekat sampai beberapa waktu. Kala tiga biasanya berlangsung antara 5 sampai 15 menit,
tetapi periode hingga satu jam masih dianggap dalam batas normal.

Fisiologi kala empat persalinan

10
Satu jam segera setelah kelahiran membutuhkan observasi yang cermat pada pasien. Tekanan da- rah,
kecepatan denyut nadi, dan kehilangan darah pada rahim harus dipantau dengan cermat. Selama
waktu inilah biasanya terjadi perdarahan masa ni- fas, biasanya karena relaksasi rahim, bertahannya as
fragmen plasenta, atau laserasi yang tidak terdiag- nosis. Perdarahan yang samar (misalnya pemben-
tukan hematoma vagina) dapat muncul sebagai keluhan nyeri pelvis. Mungkin terdapat pening- katan
kecepatan denyut nadi, sering tidak sesuai dengan setiap pengurangan tekanan darah.

2.5 Mekanisme Persalinan

Mekanisme persalinan normal kala 1

Faktor mekanis Pembentukan forewater

Pada saat uterus bagian bawah terbentuk dan meregang, korion terpisah dari bagian tersebut dan
peningkatan tekanan intrauterus menyebabkan bagian kantong cair- an ini menonjol ke bawah dan
masuk kedalam os internal sampai kedalaman 6-12 mm. Kepala yang mengalami deksi dengan baik
akan masuk dengan tepat ke dalam serviks dan menghentikan cairan di depan kepala dari yang
sebelumnya berada di sekeliling tubuh. Cairan di depan kepala ini disebut sebagai forewater dan yang
mengelilingi tubuh disebut 'hindwater. Di awal persalinan, sering kali teraba forewater yang menonjol
sekalipun hinduater sudah ruptur sehingga ketuban pecah sulit untuk didiagnosis pada saat itu. Efek
pemisahan forewater mencegah tekanan yang terjadi pada hindwater selama kontraksi uterus agar
tidak menekan forewater. Hal ini membantu menjaga membran tetap utuh selama kala satu persalinan
dan merupakan pertahanan alami terhadap infeksi.

Tekanan cairan menyeluruh

Jika membran tetap utuh, tekanan kontraksi uterus akan mengarah pada cairan, dan karena cairan
tidak dapat ditekan, tekanan tersebut akan disebarkan se- cara merata ke seluruh uterus dan tubuh
janin, hal hi disebut 'tekanan cairan menyeluruh. Jika ketuban pecah dan keluar sejumlah cairan,
plasenta dan tali pusat akan tertekan di antara dinding uterus dan janin selama kontraksi dan suplai
oksigen untuk janin akan berkurang. Oleh karena itu, menjaga integritas membran dapat
mengoptimalkan suplai oksigen ke janin, serta membantu mencegah infeksi intrauterus dan infeksi
janin, khususnya pada persalinan yang lama.

Ketuban pecah

Masa fisiologis optimal bagi membran untuk mengalami ruptur spontan adalah pada akhir kala satu
persalinan setelah serviks berdilatasi penuh dan tidak ada lagi yang menopang kantong forewater.
Kontraksi uterus juga menyebabkan meningkatnya kekuatan pada masa ini. Membran tersebut kadang
kala sudah ruptur be- berapa hari sebelum persalinan dimulai atau selama kala satu. Jika terdapat
bagian presentasi yang tidak baik letaknya di dalam serviks dan forewater tidak terpisah secara

11
efektif, membran ini akan ruptur secara dini (ketuban pecah dini). Namun, pada umumnya, tidak ada
alasan yang menyebabkan terjadinya hal tersebut. Kadang-kadang membran ini tidak ruptur sekalipun
sudah berada pada kala dua dan terlihat pada vulva seperti kantong yang menonjol melindungi kepala
janin pada saat lahir; hal ini disebut dengan 'caul'.

Ketuban pecah dini dapat menyebabkan peningkatan insiden deselerasi variabel pada kardiotokografi
(CTG) yang dapat menyebabkan peningkatan angka seksio sesaria jika sampel darah janin tidak
tersedia (Golfinet et al 1997). Meta-analisis besar (Brissen-Carroll et al 1997) menunjukkan bahwa
artificial rupture of membrane (ARM) dapat mengurangi lamanya persalinan secara keseluruhan
hingga 60-120 menit. Artificial rupture of membrane tidak mengurangi angka seksio sesaria secara
keseluruhan. Disimpulkan dalam studi ini bahwa arti- ficial rupture of membrane rutin harus
dilakukan pada ibu yang kemajuan persalinannya lambat atau mengalami abnormalitas pada CTG.
Semua ibu harus memberikan persetujuan terhadap intervensi ini, dan praktisi harus mempunyai
indikasi positif untuk melakukan artificial rupture of membrane yang harus ditulis dalam catatan.

Tekanan aksis janin

Pada setiap kontraksi, uterus mendorong ke depan dan kekuatan kontraksi fundus dihantarkan ke
kutub atas janin, menurun sepanjang aksis, dan terjadi akibat tekanan bagian presentasi janin terhadap
serviks. Hal ini disebut dengan 'tekanan aksis janin', dan menjadi lebih sangat signifikan setelah
ketuban pecah dan selama kala dua persalinan.

Mekanisme persalinan normal kala 2

Pada saat terjadi penurunan janin, jaringan lunak dan struktur tulang memberi tekanan yang
menyebabkan turunnya janin melalui jalan lahir dengan serangkaiangerakan. Secara kolektif, gerakan
ini disebut mekanisme persalinan. Selama kelahiran per vagina, presentasi janin, posisi, dan ukuran
janin akan menentukan mekanisme yang tepat karena janin berespons terhadap tekanan eksternal.

Pada awitan persalinan, presentasi yang paling umum adalah verteks dan posisi yang umum adalah
oksipitoanterior kiri atau kanan; dengan demikian, mekanisme ini yang dijelaskan. Jika kondisi ini
terjadi, letak janin biasanya dapat digambarkan sebagai berikut:

• letak longitudinal

• presentasi sefalik

posisi oksipitoanterior kanan atau kiri

sikap fleksi yang baik

denominator oksiput
12
Bagian presentasi janin bagian posterior tulang parietal anterior.

Gerakan utama

Penurunan. Penurunan kepala janin ke dalam pelvis biasanya di mulai sebelum awitan persalinan.
Janin ibu nulipara biasanya turun ke dalam pelvis selama minggu terakhir kehamilan. Pada ibu
multigravida, tonus otot biasanya lebih lemah dan dengan demikian, engagement tidak terjadi hingga
persalinan benar-benar dimulai. Selama kala satu persalinan, kontraksi dan retraksi otot uterus
menyebabkan ruang dalam uterus menjadi lebih sempit, memberikan tekanan pada janin untuk
menurun. Setelah ruptur forewater dan pengerahan upaya maternal, kemajuan persalinan dapat terjadi
dengan cepat.

Fleksi. Fleksi meningkat selama persalinan. Tulang belakang janin bersentuhan lebih dekat dengan
bagi- an posterior tengkorak; tekanan ke bawah pada aksis janin akan lebih mendesak oksiput
daripada sinsiput. Efeknya adalah meningkatkan fleksi, menyebabkan diameter presentasi yang lebih
kecil yang akan melewati pelvis dengan lebih mudah. Pada awitan persalinan, terjadi presentasi
suboksipital yang berdiameter rata- rata sekitar 10 cm; dengan fleksi yang lebih besar, terjadi
presentasi suboksitobregmatik dengan diameter rata-rata sekitar 9,5 cm. Oksiput menjadi bagian yang
terdepan.

Rotasi internal kepala. Selama satu kontraksi, bagian yang terdepan terdorong ke bawah ke dasar
pelvik. Tahanan diafragma muskular ini menyebabkan terjadi rotasi. Saat kontraksi menghilang, dasar
pelvik mengecil kembali menyebabkan oksiput meluncur ke depan. Dengan demikian, tahanan
merupakan penentu rotasi yang penting. Hal ini menjelaskan mengapa rotasi sering kali melambat
setelah analgesia epidural, yang menyebabkan relaksasi otot dasar pelvik. Lekuk dasar pelvik
menentukan arah rotasi. Otot ini berbentuk hammock dan melekuk ke bawah ke arah anterior,
sehingga apa pun bagian janin yang pertama kali menyentuh setengah bagian lateral lekuk ini akan
diarahkan ke depan dan ke tengah. Pada presentasi verteks dengan fleksi yang baik, oksiput berada di
depan dan menjadi yang pertanma menyentuh dasar pelvik, kemudian berotasi ke arah anterior
sebesar seperdelapan lingkaran. Hal ini menyebabkan leher janin sedikit terpilin karena kepala tidak
lagi sejajar dengan bahu. Diameter anteroposterior kepala sekarang berada ada didiameter terbesar
(anterioposterior) gelang pelvik. Oksiput masuk ke bawah lengkung subpubik dan crowning terjadi
ketika kepala tidak lagi menyusut di antara kontraksi dan diameter transversal terbesar (biparietal)
lahir. Jika fleksi berhasil bertahan, diameter suboksipitobregmatik yang biasanya sekitar 9,5 cm,
mendistensi orifisium vagina.

Ekstensi kepala. Setelah crowning terjadi, kepala janin dapat mengalami ekstensi, bertumpu pada
regio suboksipital di sekitar tulang pubik. Gerakan melepaskan sinsiput, wajah dan dagu, menyapu
peri- neum dan kemudian lahir dengan gerakan ekstensi.

13
Restitusi. Terpilinnya leher janin yang terjadi akibat rotasi internal, saat ini diperbaiki dengan sedikit
gerakan melepas pilinan tersebut. Oksiput bergerak seperdelapan lingkaran ke arah samping tempat
pilin- an tersebut di mulai.

Rotasi internal bahu. Bahu juga mengalami rotasi yang sama dengan kepala sehingga dapat berada di
dalam diameter terbesar pintu bawah pelvik, yaitu diameter anteroposterior. Bahu anterior mencapai
otot levator ani lebih dulu, kemudian berotasi ke arah anterior sehingga terletak di bawah simfisis
pubis. Gerakan ini dapat dilihat dengan jelas saat kepala berputar pada saat yang bersamaan (rotasi
eksternal kepala). Hal ini terjadi dengan arah sama seperti restitusi, dan oksiput kepala janin saat ini
berada dalam posisi miring.

Fleksi lateral. Bahu biasanya lahir secara berurutan. Hal ini memungkinkan diameter yang lebih kecil
yang mendistensi orifisum vagina dibandingkan jika kedua bahu lahir secara bersamaan. Jika ibu
berada pada posisi duduk yang ditopang, bahu anterior biasanya akan lahir lebih dulu, meskipun bidan
posisi tegak atau berlutut menemukan bahwa yang sering terlihat lebih dulu adalah bahu posterior.
Pada yang biasa menggunakan s terdahulu, bahu anterior tergelincir ke bawah rkus subpubik dan bahu
posterior melewati perineum. Dalam hal yang terakhir ini, mekanismenya telah di- observasi untuk
membuktikan hal tersebut, tetapi sampai saat ini belum ada studi formal yang terbaru tentang
fenomena tersebut. Bagian tubuh lainnya lahir dengan fleksi lateral saat tulang belakang melengkung
Pa ke samping melewati kurva jalan lahir.

Mekanisme persalinan normal kala 3

Faktor mekanis Karakteristik unik otot uterus terletak pada kekuatan retraksinya. Selama kala dua
persalinan, rongga uterus dapat secara cepat menjadi kosong, memungkinkan proses retraksi
mengalami akselerasi. Dengan demikian, di awal kala tiga persalinan, daerah plasenta sudah mulai
mengecil. Pada saat ini terjadi, plasenta sendiri mengalami kompresi, dan darah dalam ruang
intervilus dipaksa kembali ke dalam lapisan berspons desidua. Retraksi serat-serat otot uterus oblik
memberi tekanan pada pembuluh darah sehingga darah tidak mengalir kembali ke dalam sistem
maternal. Pembuluh darah selama proses ini menjadi tegang dan terkongesti. Pada kontraksi
berikutnya, vena yang terdistensi akan pecah dan sejumlah kecil darah akan merembes di antara sekat
tipis lapisan berspons dan permukaan plasenta, dan membuatnya terlepas dari perlekatannya. Pada
saat area permukaan plasenta yang melekat semakin berkurang, plasenta yang relatif non-elastik mulai
terlepas dari dinding uterus.

Pemisahan biasanya mulai dari tengah sehingga terbentuk bekuan retroplasenta. Hal ini se- lanjutnya
dapat membantu pemisahan dengan memberi tekanan pada titik tengah perlekatan plasenta sehingga
peningkatan berat yang terjadi membantu melepas tepi lateral yang melekat. Peningkatan berat ini

14
juga membantu melepas membran dari dinding uterus sehingga bekuan yang terbentuk tertutup
kantong membran pada saat plasenta mengalami penurunan, yang didahului oleh permukaan plasenta
yang me nempel pada janin. Proses pemisahan ini (pertama kali dijelaskan oleh Schultze) berkaitan
dengan pemisahan lengkap plasenta dan membran serta kehilangan darah yang lebih sedikit.
Kemungkinan lainnya adalah plasenta mulai mengalami pemisahan yang tidak merata pada salah satu
tepi lateralnya. Darah keluar sehingga pemisahan tidak dibantu oleh pembentukan bekuan
retroplasenta. Plasenta menurun, tergelincir ke samping, yang didahului oleh permukaan plasenta
yang menempel pada ibu. Proses ini (pertama kali dijelaskan oleh Matthews Duncan pada abad
kesembilan belas) membutuhkan waktu lebih lama dan berkaitan dengan pengeluaran membran yang
tidak sempurna dan ke- hilangan darah yang lebih banyak.

Saat pemisahan terjadi, uterus berkontraksi dengan kuat, mendorong plasenta dan membran untuk
turun ke dalam uterus bagian bawah, dan akhirnya ke dalam vagina.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
15
Persalinan adalah suatu proses fisiologik yang memungkinkan serangkaian perubahan yang
besar pada ibu untuk dapat melahirkan janinnya melalui jalan lahir. Ini didefinisikan sebagai
pembukaan serviks yang progresif, dilatasi atau keduanya, aki- bat kontraksi rahim teratur yang
terjadi sekurang- kurangnya setiap 5 menit dan berlangsung 30 sampai 60 detik.

3.2 Saran
Bagi ibu hamil sebaiknya ibu hamil dalam proses kelahirannya dibantu dengan tenaga medis
agar dalam persalinannya dapat berjalan normal bagi penyusun. Diharapkan penyusun lebih
mendalami proses kelahiran di bidangnya.

DAFTAR PUSTAKA

Sofian amru.2011. Rustam Mochtar synopsis Obstetri edisi Tiga. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

16
Hacker, Neville F, dan Moore, J George. 2001. Essentials Of Obstetric And Gynekology: Jakarta.
Hipokrates.

Frase, Diana M. 2009. Buku Ajar Bidan Myles Edisi revisi 14. Jakarta : Buku kedokteran EGC.

17

Anda mungkin juga menyukai