Persalinan normal adalah proses kelahiran bayi pada kehamilan aterm, presentasi
belakang kepala dan posisi ubun-ubun kecil di depan, dengan bantuan tenaga di his. Tujuan
pertolongan persalinan normal ialah melahirkan bayi dan ibu yang sehat serta mencegah patologi
persalinan.
Mekanisme Persalinan Normal
Terdapat tiga faktor penting yang memegang peranan pada persalinan ialah: (1) kekuatankekuatan yang ada pada ibu seperti kekuatan his dan kekuatan mengejan; (2) keadaan jalan lahir;
dan (3) janinnya sendiri. His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks
membuka dan mendorong janin ke bawah. Pada presentasi kepala, bila his sudah cukup kuat,
kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam rongga panggul.
Penatalaksanaan Kala Satu Persalinan
Denyut Jantung Janin
Denyut jantung janin dapat diketahui dengan stetoskop yang sesuai atau dengan alat
ultrasonik Doppler serta secara langsung dengan menggunakan elektrode kulit kepala. Untuk
menghindari kebingungan dalam membedakan kecepatan jantung ibu dan janin, nadi ibu harus
dihitung selagi denyut jantung janin dihitung.
American Academy of Paediatrics dan American College of Obstetricians and
Gynecologists (1997) menganjurkan bahwa selama kala satu persalinan tanpa adanya kelainan
apa pun, denyut jantung janin harus diperiksa segera setelah sebuah kontraksi paling tidak setiap
30 menit dan setiap 15 menit selama kala dua. Jika digunakan pemantauan elektronik kontinu,
rekaman diperiksa paling tidak setiap 30 menit selama kala satu dan paling tidak setiap 15 menit
selama kala dua. Untuk wanita dengan kehamilan beresiko, auskultasi dilakukan paling tidak
setiap 15 menit selama kala satu dan setiap 5 menit setiap kala dua. Pemantauan elektronik
kontinu dapat dilakukan denga evaluasi rekaman setiap 15 menit selama kala satu persalinan dan
setiap 5 menit selama kala dua.
Tanda-Tanda Vital Ibu
Suhu, nadi, dan tekanan darah ibu diperiksa paling tidak setiap 4 jam. Jika selaput
ketuban telah pecah beberapa jam sebelum awitan persalinan, atau jika terjadi peningkatan suhu
ringan maka suhu diperiksa setiap jam. Selain itu, pada ketuban pecah lama (yang diketahui
terjadi lebih dari 18 jam) dianjurkan pemberian antimikroba untuk mencegah infeksi
streptokokus grup B.
Pemeriksaan Vagina Selanjutnya
Selama kala satu persalinan, perlu tidaknya pemeriksaan vagina selanjutnya untuk
mengetahui status serviks serta station dan posisi bagian presentasi janin akan sangat berbedabeda. Jika selaput ketuban telah pecah, pemeriksaan harus diulang dan denyut jantung janin
harus segera diperiksa dan selama kontraksi uterus berikutnya untuk mendeteksi penekanan
(prolaps) tali pusat yang samar.
Asupan Oral
Untuk memperkecil risiko aspirasi, makanan harus ditunda selama persalinan dan
pelahiran aktif. Pasien diizinkan mendapat batu es dalam jumlah terbatas. Waktu pengosongan
lambung sangat memanjang setelah persalinan dimulai dan diberikan analgesik.
Cairan Intravena
Biasanya sejak permulaan persalinan, dilakukan pemasangan infus intravena. Suatu jalur
intravena juga menguntungkan selama periode pascapartum dini untuk memberikan oksitosin
secara profilaksis, dan kadang-kadang secara terapeutik jika terjadi atonia uterus. Pada
persalinan lama, pemberian glukosa, natrium, dan air kepada wanita yang berpuasa ini dengan
kecepatan 60 hingga 120ml/jam juga bermanfaat untuk mencegah dehidrasi dan asidosis.
Posisi Ibu Selama Persalinan
Wanita yang akan melahirkan secara normal tidak perlu terus berbaring di tempat tidur
pada awal persalinan. Saat berada di tempat tidur, wanita tersebut seyogyanya diperbolehkan
mengambil posisi yang nyaman bagi dirinya dan sebaiknya meminimalkan tidur terlentang.
Analgesia
Analgesia harus dimulai berdasarkan rasa tidak nyaman yang terjadi pada ibu. Jenis,
jumlah, dan frekuensi pemberian analgesia harus didasarkan pada kebutuhan untuk mengatasi
nyeri di satu pihak dan kemungkinan lahirnya bayi yang mengalami depresi di pihak lain.
Lengkapi Partograf
Pemberian obat-obatan
Amniotomi
Amniotomi dapat dilakukan untuk merangsag persalinan, mendeteksi erwarnainya cairan
amnion dengan mekonium, dan memasang elektrode ke janin atau memasukkan kateter tekana
ke dalam rongga amnion. Manfaat potensial amniotomi harus ditimbang terhadap risiko prolaps
tali pusat dan peningkatan risiko infeksi.
Fungsi Kandung Kemih
Peregangan kandung kemih harus dihindari karena hal ini dapat menyebabkan obstruksi
persalinan serta hipotonia dan infeksi kandung kemih di masa mendatang. Kandung kemih
teregang dan pasien tidak dapat buang air kecil sendiri mengindikasikan pemasangan kateter.
Enema
Pada awal persalinan, pasien dapat diberi enema pembersih untuk memperkecil
pencemaran oleh fese selama kala dua persalinan. Larutan enema siap pakai berupa natrium
fosfat dalam suatu wadah sekali pakai (enema Fleets) terbukti memuaskan.
Gerakan Utama Pada Persalinan
Gerakan utama saat janin melewati jalan lahir selama proses persalinan adalah masuknya
bagian presentasi ke pintu atas panggul (engagement), turun (descent), fleksi, rotasi internal
(putaran paksi dalam), ekstensi, rotasi eksternal (putaran paksi luar) dan (ekspulsi). Secara
bersamaan, his menimbulkan modifikasi penting dalam sikap atau habitus janin, terutama setelah
kepala turun ke dalam panggul. Akibatnya, janin yang ovoid berubah menjadi silinder dengan
potongan melintang terkecil biasanya melewati jalan lahir (Gambar).
Gambar
Rangkaian persalinan kepala
Gambar
Mekanisme Turunnya Kepala
Asinklitismus
Meskipun kepala janin cenderung mengakomodasi sumbu transversal pintu atas panggul,
namun sutura sagitalis, sementara tetap sejajar dengan sumbu tersebut, mungkin tidak terletak
tepat di pertengahan antara simfisis dan promontorium sakrum. Sutura sagitalis sering terdefleksi
ke posterior ke arah promontorium atau ke anterior ke arah simfisis. Defleksi lateral kepala
tersebut ke posisi lebih anterior atau posterior di panggul disebut asinklitismus.
Turun
Gerakan pertama yang harus terjadi sebelum lahirnya bayi. Pada nulipara, masuknya
bagian presentasi terjadi sebelum awitan persalinan, dan penurunan lebih lanjut mungkin belum
terjadi sampai awitan kala dua. Pada wanita multipara, penurunan biasanya dimulai bersama
masuknya bagian presentasi janin ke panggul. Penurunan ini terjadi akibat satu atau lebih empat
gaya berikut; (1) tekanan cairan amnion, (2) tekanan langsung fundus pada bokong saat
kontraksi, (3) upaya mengejan dengan otot abdomen, dan (4) ekstensi dan melurusnya tubuh
janin.
Fleksi
Segera setelah kepala yang turun menemui tahanan, baik dari serviks, dinding panggul,
atau dasar panggul, biasanya terjadi fleksi kepala. Dalam gerakan ini, dagu menjadi semakin
dekat bersentuham dengan toraks janin, dan garis tengah suboksipitobregmatika yang cukup
pendek menggantikan garis tengah oksipitofrontal yang lebih panjang.
Rotasi Internal
Gerakan berputarnya kepala sehingga oksiput secara bertahap bergerak dari posisi semula
ke arah anterior menuju simfisis pubis atau, yang lebih jarang, ke arah posterior menuju
cekungan sakrum. Putaran paksi dalam ini merupakan gerakan esensial untuk menyelesaikan
persalinan, kecuali jika janin terlalu kecil.
Rotasi Eksternal
Kepala yang lahir kemudian mengalami resititusi. Jika semula mengarah ke kiri, oksiput
berputar ke arah tuberositas iskiadika; jika semula mengarah ke kanan, oksiput berputar ke
kanan. Resititusi kepala ke posisi oblik diikuti oleh tuntasnya putaran paksi luar ke posisi
transversal, yaitu suatu gerakan yang sesuai dengan rotasi tubuh janin, berfungsi membawa garis
tengah biakromion menjadi berhubungan dengan garis tengah anteroposterior pintu bawah
panggul. Oleh karena itu, satu bahu terletak anterior di belakang simfisis dan bahu lainnya
posterior.
Ekspulsi
Hampir segera setelah putaran paksi luar, bahu anterior muncul di bawah simfisis pubis,
dan perineum segera mengalami peregangan oleh bahu posterior. Setelah bahu keluar, bagian
tubuh janin lainnya dengan cepat lahir.
Penatalaksanaan Kala Dua Persalinan
Dengan membukanya serviks secara lengkap yang menandakan awitan kala dua
persalinan, wanita yang bersangkutan biasanya mulai mengejan, dan dengan turunnya bagian
presentasi, ia mengalami keinginan kuat untuk buang air besar. His dan gaya ekspulsi yang
menyertainya dapat berlangsung 1,5 menit dan kembali setelah fase istirahat miometrium dalam
waktu tidak lebih dari satu menit.
Durasi
Durasi median (separuh kasus lebih besar, separuh kasus lebih kecil) kala dua adalah 50
menit pada nulipara dan 20 menit pada multipara. Lama kala ini dapat sangat bervariasi
bergantung pada ukuran janin, adanya kontraksi panggul, atau gangguan upaya ekspulsif akibat
analgesia.
ini akan menimbulkan gaya tarikan pada perineum yang dapat menyebabkan meluasnya robekan
spontan atau episiotomi menjadi robekan derajat empat.
Pelahiran Spontan
Setelah setiap his, perineum tampak semakin menonjol dan lubang vulvovagina menjadi
semakin lebar oleh kepala janin. Saat kontraksi berhenti, lubang menjadi lebih kecil karena
kepala kembali masuk. Seiring dengan semakin tampaknya kepala, pintu keluar vagina dan vulva
semakin teregang sampai keduanya akhirnya mengelilingi garis tengah terlebar kepala janin.
Terlingkarinya garis tengah kepala terbesar oleh cincin vulva ini dikenal sebagai crowning
(Gambar).
Gambar 2.3
Persalinan kepala. Mulut terlihat di depan perineum
Perasat Ritgen
Pada saat kepala meregangkan vulva dan perineum (sewaktu kontraksi uterus) cukup
besar sehingga introitus vagina memiliki garis tengah 5 cm atau lebih maka dapat digunakan satu
tangan dengan sarung tangan dan handuk untuk memberi tekanan ke arah depan di dagu janin
melalui perineum tepat di depan koksigs. Pada saat yang sama, tangan yang lain memberi
tekanan di sebelah superior terhadap oskiput. Hal ini memungkinkan kita mengendalikan
pelahiran kepala dan juga mempermudah ekstensi sehingga kepala lahir dengan diameter
terkecilnya yang melewati introitus dan perineum (Gambar 2.4). Kepala dilahirkan secara
perlahan dengan pangkal oksiput berputar mengitasi batas bawah simfisis pubis sebagai titik
tumpu, sementara bregma (fontanel anterior), alis, dan wajah secara berturut-turut melewati
perineum.
Gambar
Pengeluaran kepala janin yang hampir tuntas oleh perasat Ritgen modifikasi.
Melahirkan Bahu
Umumnya, bahu tampak di vulva tepat setelah rotasi eksternal dan lahir secara spontan.
Kadang-kadang terjadi keterlambatan dan mungkin perlu dilakukan ekstraksi segera. Dalam hal
ini, kedua sisi kepala janin dipegang dengan dua tangan dan dilakukan tarikan lembut ke arah
bawah sampai bahu anterior muncul di bawah lengkung pubis. Kemudian, dengan gerakan ke
arah atas bahu posterior dilahirkan. Bagian tubuh sisanya hampir selalu mengikuti bahu tanpa
kesulitan, tetapi pada kasus keterlambatan yang berkepanjangan, pelahiran dapat dipercepat
dengan tarikan sedang pada kepala dan tekanan sedang pada fundus uterus.
A
Gambar
A.Tarikan lembut ke arah bawah agar bahu anterior turun. B. Lahirnya bahu anterior secara
lengkap; tarikan lembut ke arah atas untuk melahirkan bahu posterior
Membersihkan Nasofaring
Dalam upaya memperkecil kemungkinan aspirasi cairan amnion (terutama yang
mengandung mekonium), debris, atau darah, maka wajah bayi segera diusap dan hidung dan
mulut diisap dengan pipet karet (Gambar 2.6).
Gambar
Segera setelah dilahirkan, hidung dan mulut dibersihkan
kepala janin (Gambar 2.7). Jika tali pusat terlalu kencang menekan leher untuk dapat diselipkan
di atas kepala maka tali pusat perlu dipotong di antara dua klem dan bayi segera dilahirkan.
Gambar
Tali pusat ditemukan mengelilingi leher. Tali pusat ini mudah diselipkan di atas kepala janin
paling dini muncul. (2) Sering terjadi pengeluaran mendadak darah. (3) Uterus meninggi do
abdomen akrena plasenta, setelah terlepas, turun melalui segmen bawah uterus dan vagina
sehingga massa plasenta mendorong uterus ke atas. (4) Tali pusat semakin menonjol ke dalam
vagina, yang menandakan bahwa plasenta telah turun.Tanda-tanda ini kadang-kadang muncul
sekitar 1 menit setelah keluarnya bayi dan biasanya dalam 5 menit. Jika plasenta telah terlepas
maka perlu dipastikan bahwa uterus berkontraksi dengan kuat. Ibu dapat diminta untuk
mengejan, dan tekanan intra-abdomen yang timbul mungkin cukup untuk mendorong keluar
plasenta. Jika semua ipaya ini gagal, atau jika ekspulsi spontan tidak mungkin terjadi karena
anastesi maka setelah dipastikan uterus berkontraksi dengan kuat, dilakukan tekanan dengan
tangan pada fundus untuk mendorong plasenta yang telah terlepas dalam vagina.
Melahirkan Plasenta
Plasenta jangan dipaksa keluar sebelum terlepas dari perlekatannya agar uterus tidak
terbalik keluar. Tali pusat jangan ditarik untuk mengeluarkan plasenta dari uterus. Inversi uterus
merupakan salah satu komplikasi berbahaya yang berkaitan dengan pelahiran janin. Sewaktu
dilakukan tekanan pada korpus uterus, tali pusat dijaga sedikit kencang (Gambar). Uterus
diangkat ke arah kepala dengan tangan diletakkan di atas abdomen. Perasat ini diulang sampai
plasenta mencapai introitus.
Setelah plasenta melewati introitus, tekanan pada uterus dihentikan. Plasenta kemudian
dengan lembut diangkat menjauhi inteoitus. Tindakan perlu dilakukan dengan hati-hati agar
membran tidak robek dan tertinggal. Jika mulai robek, selaput ketuban dijepit dengan klem dan
dikeluarkan dengan tarikan lembut.
Gambar
Pengeluaran Plasenta
dalam penatalaksanaan persalinan kala tiga. Pemakaian obat-obat ini terbatas pada penanganan
pascapartum akibat atonia uterus.
Penatalaksanaan Kala Empat Persalinan
Plasenta, selaput ketuban, dan tali pusat harus diperiksa untuk melihat lengkap-tidaknya
atau ada tidaknya anomali. Satu jam setelah pengeluaran bayi merupakan waktu yang sangat
penting, dan oleh sebagian orang disebut kala empat persalinan. Meskipun pasien
mendapatkan obat-obatan oksitosik, namun perdarahan pascapartum akibat atonia uterus paling
besar kemungkinannya terjadi pada waktu ini. Selama periode ini uterus perlu sering diperiksa.
Perineum juga sering diperiksa untuk mendeteksi perdarahan yang berlebihan. Tekanan darah
dan nadi ibu harus dicatat segera setelah pelahiran bayi dan setiap 15 menit selama satu jam
pertama.
DAFTAR PUSTAKA
Sarwono Prawirohardjo/ editor ketua, Abdul Bari Saifuddin, editor, Triatmojo Rachimhadhi,
Guladri H. Wiknojosassro, 2008, Asuhan Persalinan Normal, Ilmu Kebidanan, Ed 4, Cet
1, Jakarta; PT Bina Pustaka, pp: 334-347
Cunningham, F.G, 2009. Obstetri Williams. Jakarta: EGC, pp: 147-25