Anda di halaman 1dari 32

Tugas Kelompok

Mata Kuliah : Asuhan Kebidanan pada Perempuan Kondisi Rentan


Dosen : Rahayu Eryanti K, S.ST.,M.Keb.

KEBUTUHAN KHUSUS PADA PERMASALAHAN EKONOMI


(KEMISKINAN DAN ANAK BANYAK)

DISUSUN OLEH

KELOMPOK III

1. NURYANA A1A222075
2. FARIATY A1A222063
3. HARIATI A1A222074
4. AULIA NIANTA A1A222065

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya
sehingga Kelompok III dapat menyelesaikan penyusunan makalah Kebutuhan
Khusus pada Permasalahan Ekonomi (Kemiskinan dan Anak Banyak). Penulisan
makalah ini adalah salah satu tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan pada
Perempuan Kondisi Rentan.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi.
Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak
lain berkat bantuan dari rekan-rekan semua, sehingga kendala-kendala yang kami
hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada
Ibu dosen mata kuliah Asuhan Kebidanan pada Perempuan Kondisi Rentan yang
telah memberikan tugas, petunjuk, kepada kami sehingga termotivasi dalam
menyelesaikan tugas ini.
Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan.
Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan menjadi sumbang pikiran bagi pihak yang membutuhkan,
khususnya bagi kami yaitu Kelompok III sehingga tujuan yang diharapkan dapat
tercapai.

Makassar, 20 Maret 2023

Kelompok III

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................2
C. Tujuan .......................................................................................................2
D. Manfaat .....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................3
A. Pengertian Kelompok Rentan ...................................................................3
B. Jenis-Jenis Perempuan dengan Kelompok Rentan ...................................5
C. Kebutuhan Khusus Permasalahan Ekonomi pada Perempuan dengan
Kelompok Rentan (Kemiskinan dan Anak Banyak). ...............................7
D. Peran dan Tanggung Jawab Bidan terhadap perempuan dengan
Kelompok Rentan (Kemiskinan dan Anak Banyak) ..............................24
BAB III PENUTUP ..............................................................................................26
A. KESIMPULAN ......................................................................................26
B. SARAN ...................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................28

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu contoh masalah sosial yang disebabkan oleh faktor
ekonomi adalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan masalah sosial serius
yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia. Meskipun telah berjuang
puluhan tahun untuk membebaskan diri dari kemiskinan, kenyataan
memperlihatkan bahwa sampai saat ini Indonesia belum bisa melepaskan
diri dari belenggu masalah kemiskinan.
Bank Dunia menetapkan Indonesia sebagai negara berpendapatan
menengah ke bawah (Lower Middle Income) per 1 juli 2019.Status
Indonesia turun dari sebelumnya yang masuk kategori negara
berpendapatan menengah ke atas (upper Middle Income).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penduduk miskin pada
September 2022 sebesar 26,36 juta orang, meningkat 0,20 juta orang
terhadap Maret 2022. Hal ini dipicu oleh kenaikan harga barang kebutuhan
pokok sebagai akibat dari kenaikan harga bahan bakar minyak serta
pembatasan mobilitas penduduk saat pandemi Covid-19 yang melanda
Indonesia. (Badan Pusat Statistik Indonesia 2023)
Kemiskinan adalah fenomena multidimensial. Oleh sebab itu,
masalah kemiskinan harus didekati dari berbagai aspek, termasuk di
antaranya aspek gender. Hal ini perlu dilakukan karena laki-laki dan
perempuan mengalami kemiskinan secara berbeda dan memiliki kapasitas
berbeda untuk melepaskan diri dari belenggu kemiskinan. Perbedaan
tersebut lahir dari ketimpangan gender yang berpadu dengan ketimpangan-
ketimpangan lain yang dialami kelompok miskin.
Semua ini melahirkan situasi yang membuat perempuan adalah
kelompok termiskin di antara orang miskin,. Pendekatan non-ekonomi
terhadap kemiskinan lahir sebagai kritik terhadap dominannya pendekatan
ekonomi dalam wacana kemiskinan. Oleh karena itu, strategi nasional dan
lokal yang diimplementasikan bagi penurunan angka kemiskinan harus

1
bisa mendorong peningkatan partisipasi dan kesejahteraan perempuan.
Apabila perempuan tidak dijadikan target sasaran pengentasan kemiskinan
dan analisis gender tidak digunakan untuk melihat akar penyebab
kemiskinan, maka program-program pengentasan kemiskinan tidak akan
bisa menjangkau kebanyakan perempuan yang memiliki keterbatan akses
terhadap ruang publik. (Dr. Drs. Yanuarius You 2019)
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud kelompok rentan ?
2. Apa saja jenis-jenis perempuan dengan kelompok rentan ?
3. Bagaimana kebutuhan khusus permasalahan ekonomi pada perempuan
dengan kelompok rentan (Kemiskinan dan Anak Banyak) ?
4. Apa saja peran dan tanggung jawab bidan terhadap perempuan dengan
kelompok rentan ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari kelompok rentan.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis perempuan dengan kelompok rentan.
3. Untuk mengetahui kebutuhan khusus permasalahan ekonomi pada
perempuan dengan kelompok rentan (Kemiskinan dan Anak Banyak).
4. Untuk mengetahui peran dan tanggung jawab bidan terhadap
perempuan dengan kelompok rentan.
D. Manfaat
1. Bagi Pembaca
Penulis berharap makalah yang disusun ini dapat bermanfaat bagi
pembaca sebagai pembelajaran, referensi, dan informasi tentang
Kebutuhan Khusus pada Permasalahan Ekonomi (Kemiskinan dan
Anak Banyak).
2. Bagi Penulis
Menjadi masukan pembelajaran mata kuliah Asihan Kebidanan pada
Perempuan Kondisi Rentan Kebidanan dengan Kebutuhan Khusus
pada Permasalahan Ekonomi (Kemiskinan dan Anak Banyak).

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pegertian Kelompok Rentan


Kelompok rentan secara harfiah terdiri dari dua kata yaitu
kelompok dan rentan. Menurut UU RI No.13 Tahun 2003, kelompok
rentan adalah orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, perempuan hamil,
dan Disabilitas. Kelompok rentan adalah orang yang terdampak karena
adanya sistem sosial. Kelompok keterbatasan rentan dalam adalah
masyarakat yang memiliki menikmati kehidupan yang layak. Kelompok
rentan yang dijelaskan pada UU No. 39 tahun 1999, yaitu orang lanjut
usia, anak-anak, fakir miskin, wanita hamil. dan penyandang cacat.
Undang-undang tersebut menyatakan bahwa setiap orang yang termasuk
dalam kelompok masyarakat yangrentan berhak memperoleh perlakuan
dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya (UU No. 39
tahun 1999).
Sedangkan menurut Human Rights Reference yang dikutip oleh
Iskandar Husein disebutkan bahwa yang tergolong ke dalam Kelompok
Rentan adalah:
1) Refugees (pengungsi)
2) Internally Displaced Persons (IDPs) adalah orang-orang
yang terlantar/pengungsi
3) National Minorities (kelompokminoritas)
4) Migrant Workers (pekerjamigrant)
5) Indigenous Peoples (orang pribumi/ penduduk asli dari
tempat pemukimannya)
6) Childreen (anak)
7) Women (Perempuan)
Menurut Departeman Hukum dan Hak Asasi Manusia, kelompok
rentan adalah semua orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan
dalam menikmati standar kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan
berlaku umum bagi suatu masyarakat yang berperadaban. Jadi kelompok

3
rentan dapat didefinisikan sebagai kelompok yang harus mendapatkan
perlindungan dari pemerintah karena kondisi sosial yang sedang
merekahadapi.
Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kerentanan dalam
suatu kelompok. Faktor-faktor tersebut adalah faktor ekonomi, budaya,
biologis dan psikologis. Hal tersebut mengakibatkan adanya kelompok
rentan yang dapat menimbulkan dampak-dampak negatif di wilayah
tertentu seperti tingkat kriminal yang tinggi, adanya perpecahan kelompok,
pengangguran. penyimpangan perilaku dan banyaknya pengangguran.
Kerentanan merupakan perasaan tidak aman di kehidupan individu,
keluarga dan komunitas ketika menghadapi perubahan diluar
lingkungannya. Kerentanan dapat dikatakan sebagai kondisi yang
ditentukan oleh faktor fisik, sosial ekonomi dan lingkungan atau suatu
proses yang meningkatkan kerentanan masyarakat terhadap dampak
bahaya. Kerentanan biasa dirasakan oleh individu atau kelompok yang
tinggal di wilayah tertentu yang dapat membahayakan jiwa dan aset yang
dimilikinya. Faktor pendorong kerentanan tersendiri adalah kondisi
wilayah yang rawan bencana, monopoli perdagangan dan premanisme
yang tidak jarang membuat kerugian pada individu ataupun kelompok
sehingga mengakibatkan rasa tidak aman dan kurang nyaman dalam
beraktivitas.
Kerentanan dapat digambarkan sebagai situasi perubahan yang
membingkai kehidupan manusia baik individu, keluarga maupun
masyarakat. Konteks kerentanan merujuk pada situasi yang rentan yang
dapat mempengaruhi atau dapat membuat suatu perubahan besar dalam
kehidupan masyarakat. Pengaruh dari adanya kerentanan biasanya dapat
merugikan kehidupan baik individu maupun masyarakat walaupun tidak
menutup kemungkinan bahwa situasi rentan tersebut dapat memberikan
dampak yang positif bagi masyarakat. (Ariani et al. 2022)

4
B. Jenis-Jenis Perempuan dengan Kelompok Rentan
Perempuan kerap mengalami tindak kekerasan namun lemahnya
meningkatnya Pemenuhan penegakan kasus hukum kekerasan
menyebabkan terhadap semakin perempuan. hak kaum perempuan yang
rentan tidak hanya terbatas kepada perlindungan dalam rumah tangga,
tetapi juga berhubungan dengan reproduksi perempuan. Berdasarkan
peninjauan sosiologis sebagian besar kaum perempuan masih sangat
dibatasi oleh budaya masyarakat, dimana peran perempuan secara
tradisional masih melekat kuat, yang mengindikasikan bahwa perempuan
tidak lebih sebagai istri atau ibu rumah tangga semata-mata. Perempuan di
Indonesia telah lama hidup dalam situasi dan sistem sosial patriarki, di
mana mereka yang berjenis kelamin laki-laki dianggap super dan
memperoleh perlakuan istimewa dan mengesampingkan kaum perempuan.
Berbagai sumber menunjukkan bahwa sampai saat ini perempuan
sering mengalami ketidakadilan dalam berbagai bidang. Ketidakadilan
tersebut seringkali tidak terlihat namun sangat dirasakan dalam situasi
masyarakat yang sangat bercorak patriarki. Dalam hak atas kesehatan,
selama ini hak perempuan hanya dikaitkan pada persoalan reproduktif
semata, padahal hak atas kesehatan perempuan harus dilihat secara
menyeluruh. Perempuan berhak untuk mendapatkan kesempatan bebas
dari kematian pada saat melahirkan, dan hak tersebut harus diupayakan
oleh negara. Negara juga berkewajiban menjamin diperolehnya pelayanan
kesehatan, khususnya pelayanan Keluarga Berencana (KB), kehamilan,
persalinan, dan pascapersalinan.
Dalam jangka panjang, kaun perempuan telah mengalami
marjinalisasi, bukan hanya oleh tradisi tertentu di setiap masyarakat, tetapi
juga kebijakan-kebijakan politik. Secara lebih khusus di kalangan
perempuan, ibu hamil dan ibu menyusui, memiliki risiko lebih besar lagi,
karena dia bukan hanya hidup sendiri, tetapi juga membawa janin yang
dikandung dan bayi yang disusui. Peningkatan asupan gizi yang seimbang
diperlukan untuk menjamin kelayakan hidup keduanya, baik ibu dan anak.

5
Fenomena yang terjadi sekarang, semakin meningkatnya kasus
aborsi/illegal di kalangan masyarakat berbagai bukti empiris menunjukan
bahwa masih dijumpai keadaan dari kelompok rentan yang belum sesuai
dengan kondisi yang diharapkan. Upaya perlindungan hukum untuk
mencapai pemenuhan hak kelompok rentan telah banyak dilakukan
pemerintah bersama masyarakat, namun masih dihadapkan pada beberapa
kendala yang antara lain berupa: kurangnya koordinasi antar instansi
pemerintah, belum terlaksananya sosialisasi dengan baik, dan kemiskinan
yang masih dialami masyarakat
Pada dasarnya perempuan merupakan kelompok rentan, namun ada
kelompok perempuan yang cenderung lebih rentan mengalami tindak
kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi yang disebut dengan perempuan
rentan. Perempuan rentan adalah perempuan yang hidup dalam kondisi
berisiko mengalami kekerasan, eksploitasi diskriminasi karena usia,
disabilitas, kemiskinan, geografi, kebencanaan, pendidikan, kesenjangan
dan kondisi lainnya sehingga membutuhkan perlindungan dan dukungan
khusus. Perempuan kelompok rentan antara lain:
1) Perempuan dengan permasalahan Fisik
a) Masalah disabilitas
b) Kelainan genetik
c) Perbedaan ras
d) Usia anak (<21 tahun)
2) Perempuan pada permasalahan Sosial
a) Kehamilan dalam penjara
b) Single Parent
c) LGBT
d) Ibu Pengganti (surrogate mother)
e) Pekerja seks komersial
3) Perempuan pada permasalahan psikologis
a) Kehamilan akibat pemerkosaan
b) KDRT

6
c) Trauma persalinan sebelumnya
d) Kelainana mental / jiwa
e) Riwayat kehilangan dan kematian (Grief and
bereavement)
f) Kehamilan yang tidak diinginkan (Unwanted pregnancy,
gagal KB)
4) Perempuan pada permasalahan geografi
a) Lingkungan berpolusi
b) Lingkungan dataran tinggi dan rendah
c) Lingkungan radiasi
d) Tenaga kesehatan (rontgen, lab dll)
e) Lingkungan rawan bencana
5) Perempuan pada permasalahan budaya
a) Pemilihan jenis kelamin anak
b) Vaginal birth after caesarean
c) Persiapan persalinan dan kelahiran pada kebutuhan
khusus
d) Perawatan anak pada ibu berkebutuhan khusus
e) Promosi kenormalan pada ibu dengan berkebutuhan
khusus
6) Perempuan pada permasalahan ekonomi
a) Kemiskinan
b) Anak banyak
(Ester Ratnaningsih and Hapsan 2022)
C. Kebutuhan Khusus Permasalahan Ekonomi pada Perempuan Kondisi
Rentan
1. Kemiskinan
a. Pengertian dan Jenis-Jenis Kemiskinan
Menurut Bada Pusat Statistik (BPS), kemiskinan
merupakan ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari

7
sisi pengeluaran. Menurut para ahli ada beberapa pembagian
kemiskinan. Dengan melihat penyebab, pola, proses kemiskinan
yang terjadi pada masyarakat. Berikut ini adalah jenis-jenis dan
contoh kemiskinan tersebut:
1. Kemiskinan Absolut
Kemiskinan absolut adalah bentuk kemiskinan yang
dialami oleh seseorang atau keluarga yang memiliki
penghasilan di bawah garis kemiskinan. Garis
kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang
perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang
mencukupi. Pendapatannya tersebut tidak dapat
memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan,
pendidikan, dan kesehatan. Contoh kemiskinan absolut:
keluarga yang kurang mampu.
2. Kemiskinan Subjektif
Kemiskinan subjektif adalah jenis kemiskian ini terjadi
karena seseorang memiliki dasar pemikiran sendiri
dengan beranggapan bahwa kebutuhannya belum
terpenuhi secara cukup, walaupun orang tersebut tidak
terlalu miskin. Kemiskinan seperti ini berkaitan dengan
mental dari penduduk atau masyarakat. Meskipun
kebutuhannya sudah tercukupnya terpenuhi masih tetap
ia merasa miskin dan masih kekurangan. Contohnya
nyata yang terjadi adalah pengemis musiman yang
muncul di kota-kota besar pada saat menjelang hari-hari
besar keagamaan seperti bulan puasa, hari raya dan
lain-lain. Kemiskinan ini jenis yang paling sulit
diberantas, dan mental yang berperan, maka pentingnya
menanamkan kepada masyarakat bahwa meminta-minta
adalah pekerjaan hina dan perlu dihindari. Untuk
mengatasi hal ini beberapa pemerintah daerah

8
mengeluarkan larangan untuk memberikan sesuai
kepada para pengemis di lampu merah, atau ditempat-
tempat umum, karena dapat menyebabkan munculnya
pengemis-pengemis yang lain.
3. Kemiskinan Relatif
Jenis kemiskinan ini adalah bentuk kemiskinan yang
terjadi karena pengaruh kebijakan pembangunan yang
belum menyentuh semua lapisan masyarakat. Kebijakan
tersebut menimbulkan ketimpangan penghasilan dan
standar kesejahteraan. Contohnya: banyaknya
pengangguran karena lapangan pekerjaan sedikit.
4. Kemiskinan Alamiah
Kemiskinan alamiah merupakan kemiskinan yang
terjadi karena alam sekitarnya langka akan sumber daya
alam. Hal ini menyebabkan masyarakat setempat
memiliki produktivitas yang rendah. Beberapa daerah
seperti Nusa Tenggara Timur, kondisi alamnya tandus
dan kering, sehingga kadang masyarakatnya ada yang
miskin karena kondisi alam, mereka sudah berusaha dan
bekerja keras untuk memenuhi kehidupannya, tetapi
tetap saja mengalami kemiskinan. Meskipun keadaan
ini hampir tidak dapat ditemui di Banyuasin, tetapi di
tempat-tempat tertentu lahan sudah dikuasai oleh
perusahaan perkebungan sehingga tidak dapat untuk
mengusahakan tanah tersebut, atau karena faktor alam
seperti seringnya terendam banjir.
5. Kemiskinan Kultural
Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang terjadi
sebagai akibat kebiasaan atau sikap masyarakat dengan
budaya santai. Masyarakat seperti ini tidak mau bekerja
keras untuk memperbaiki taraf hidupnya seperti

9
masyarakat modern. Mereka hanya berharap kepada
atau rejeki yang mendatanginya. Di Sumatera ada
masyarakat suku Kubu sebagian besar hidup dari alam
dan hutan. Ketika kondisi hutan semakin terbatas,
mereka tidak juga mengubah cara hidup, misalkan
dengan bercocok tanam, maka mereka akan mengalami
kemiskinan secara terus menerus.
6. Kemiskinan Struktural
Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang terjadi
karena struktur sosial tidak mampu menghubungkan
masyarakat dengan sumber daya yang ada. Masyarakat
tidak dapat menggunakan sumber daya yang ada
sehingga tidak dapat menikmati sumber daya untuk
kesejahteraannya. Suku Kubu (Suku Anak Dalam)
merupakan contoh kategori miskin struktural, karena
perubahan dari hutan menjadi kebun tidak mampu
menyejahterakan hidup mereka. Demikian juga dengan
masyarakat Papua yang tidak mendapatkan manfaat dari
kehadiran perusahaan multinasional Freeport di Bumi
Cendrawasih. (SAMSUDIN, SADIMAN, and
BANGSAWAN 2020)
b. Perempuan dan Masalah Kemiskinan
Latar belakang perempuan rentan terhadap kemiskinan
adalah, adanya bahasan,mengenai isu perempuan, yang dimulai
dari:
1) Gender, yaitu atribut dan tingkah laku yang dilekatkan
pada perempuan dan laki-laki, serta dibentuk oleh
budaya. Dari sini muncul gagasan mengenai apa yang
pantas dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan.
Budaya yang beranggapan perempuan merupakan
makhluk lemah sehingga dipandang terbatas dalam

10
melakukan sesuatu. Begitupun dalam hal pendidikan,
budaya dimana laki-laki dianggap lebih pantas
mengenyam pendidikan setinggi-tingginya
dibandingkan perempuan yang sering dikaitkan
pekerjaannya hanya akan mengurus rumah tangga.
2) Budaya patriarki, dimana setiap kekuasaan dalam
masyarakat yang menganut sistem patriarki dikontrol
oleh laki-laki. Perempuan hanya memiliki sedikit
pengaruh dalam masyarakat atau bisa dikatakan tidak
memiliki hak pada wilayah-wilayah umum dalam
masyarakat. Mereka secara ekonomi, sosial, politik, dan
psikologi tergantung pada laki-laki, khususnya dalam
institusi pernikahan. Sehingga dalam keluarga maupun
masyarakat perempuan diletakkan pada posisi
subordinat atau inferior.
3) Perbedaan cara pandang dimana sebagai perempuan
memang berbeda, namun juga sama dengan laki-laki.
Ada kondisi umum yang membuat perempuan sama
dengan laki-laki, namun ada juga kondisi khusus yang
dimiliki perempuan yang membuat berbeda, tapi bukan
berarti untuk dibedakan. Perbedaan dengan cara menilai
positif adalah perbedaan yang melihat perempuan
dengan nilai dan cara beradanya yang berbeda dengan
laki-laki. Nilai dan cara berada perempuan
dikonstruksikan dan dikondisikan oleh pengalaman-
pengalaman perempuan yang melahirkan, menyusui,
merawat dan mempunyai tingkat kesensitifitasan serta
kepedulian yang besar. Nilai-nilai perempuan
didasarkan pada etika kepedulian yang kental melekat
dalam sistem cara pandang dunia perempuan.
Sedangkan perbedaan cara menilai negatif adalah

11
melihat nilai-nilai perempuan sebagai yang lain (other).
Sehingga dengan mudah terjadi pengobyekan dan
penindasan. (Utaminingsih, Ulfah, and Lestari 2020)
c. Aspek-Aspek Penyebab Kemiskinan pada Perempuan
1) Aspek Politik Perempuan
Tingkat keterwakilan perempuan dalam lembaga politik
formal, baik ditingkat nasional maupun lokal, besar
pengaruhnya terhadap kualitas hidup perempuan. Hal ini terjadi
karena kualitas hidup perempuan tidak dapat dipisahkan dari
kebijakan publik yang dibuat oleh lembaga-lembaga politik,
apalagi mengingat kebijakan tersebut juga diikuti oleh alokasi
anggaran untuk implementasinya. Dengan kurangnya kepekaan
pemerintah terhadap persoalan gender, maka apabila
perempuan tidak ikut serta menentukan kebijakan yang
mengatur kebutuhan yang harus dipenuhi pemerintah dalam
meningkatkan kesejahteraannya, sangat mungkin kebutuhan
perempuan akan ditempatkan pada skala prioritas yang rendah.
2) Aspek Perempuan Terhadap Pekerjaan
Dalam hal akses perempuan terhadap pasar tenaga kerja, ada
kecendrungan bahwa perempuan yang memasuki pasar tenaga
kerja jauh lebih kecil jumlahnya daripada laki-laki. Sementara
itu bagai perempuan yang mencoba memasuki pasar tenaga
kerja, ternyata juga memiliki kemungkinan yang lebih kecil
untuk memperoleh pekerjaan dibanding dengan laki-laki.
Tingginya kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam
hal akses ke pasar tenaga kerja, disebabkan oleh beberapa hal:
a) Ketika ingin bekerja diluar rumah, perempuan yang
belum menikah pada umumnya harus mendapatkan izin
dari orang tua, dan yang sudah menikah harus
mendapatkan izin dari suami

12
b) Perempuan mempunyai beban ganda karena bekerja
diluar rumah dan tetap harus bertanggungjawab
melakukan pekerjaan rumah tangga sampai mengasuh
anak.
c) Perempuan mempunyai beban ganda karena bekerja
diluar rumah dan tetap harus bertanggungjawab
melakukan pekerjaan rumah tangga sampai mengasuh
anak.
3) Aspek Perempuan Terhadap Upah yang Sama
Selain menghadapi keterbatasan akses terhadap pasar tenaga
kerja dan pekerjaan, perempuan juga menghadapi diskriminasi
upah. Angka perbedaan upah yang diterima laki-laki dan
perempuan dapat dijumpai dalam data Susenas, Sakernas,
maupun dari laporan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
yang dikeluarkan oleh BAPPENAS, BPS, maupun UNDP.
Kebijakan pengupahan yang diskriminatif terhadap perempuan,
juga merupakan akibat dari UU perkawinan tahun 1974, yang
dalam pasal 1 secara eksplist menyatakan bahwa laki-laki
adalah kepala keluarga dan istri adalah ibu rumah tangga.
Pernyataan tersebut sangat berdampak pada kehidupan
perempuan, karena UU tersebut dijadikan rujukan bagi setiap
kebijakan publik yang timbul kemudian hari. Contohnya, lai-
laki yang dinyatakan sebagai kepala keluarga mendapatkan
tunjangan untuk anak dan istri dari tempat kerjanya, sedangkan
perempuan yang dianggap sebagai pekerja pencari nafkah
tambahan selalu dianggapa sebagai pekerja lajang yang tdak
mendapatkan tunjangan keluarga.
4) Aspek Perempuan terhadap Aset Produktif
Aset produktif berupa tanah, rumah dan aset produktif lainnya
sebagian besar dikuasi oleh laki-laki. Keterbatasan akses
perempuan terhadap sumber produksi atau aset produktif

13
seperti tanah atau rumah misalnya, juga menentukan ada
tidaknya akses perempuan ke modal atau kredit. Karena aset
produktif dikuasai oleh laki-laki. Apabila perempuan ingin
melakukan kegiatan ekonomi berkaitan dengan aset tersebut,
harus mendapat izin dari suaminya terlebih dahulu. Hal ini
berkaitan dengan pengambilan keputusan atau kontrol produksi
yang didominasi oleh-laki-laki. Dengan keterbatasan
penguasaaan aset produksi, maka perempuan juga sangat
terbatas aksesnya ke kredit (karena tidak memiliki jaminan)
sehingga ini berakibat pada keterbatasan perempuan dalam
mengembangkan usaha.
5) Aspek Perempuan terhadap Perlindungan Hukum
Banyak perempuan (terutama di pedesaan) yang tidak memiliki
aset produksi dan keterampilan untuk bekerja di sektor formal
akhirnya harus mangadu nasib ke sektor informal, antara lain
dengan menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW). TKW adalah
salah satu contoh bagaimana perempuan miskin bekerja di
sektor yang bersifat informal, seperti Pembantu Rumah Tangga
(PRT), sulit mendapatkan akses terhadap perlindungan hukum
yang memadai. Justru di era otonomi daerah, bukan malah
TKW mendapatkan perlindungan secara hukum, malah
Pemerintah Daerah (Pemda) berlomba menarik retribusi dari
para TKW.
6) Aspek Perempuan terhadap Layanan Kesehatan Reproduksi
Selama lebih dari 30 tahun, Indonesia tidak melakukan upaya
nyata untuk mengatasi terjadinya kematian ibu ketika
melahirkan, yang angkanya jauh diatas negara-negara Asia,
bahkan merupakan rekor tertinggai di Asean, dimana angka
kematian ibu yang melahirkan tetap diatas rasio 300/100.000
kelahiran. Hal tersebut terjadi dikarenakan beberapa faktor
yang saling berkaitan, mulai dari masalah diskriminasi gender

14
yang sangat mengakar pada budaya, interpretasi agama, juga
masalah lemahnya koordinasi antar sektor pemerintah terkait
dalam menanggulangi masalah tersebut. Disamping terdapat
mitos-mitos seputar peran perempuan pada umumnya dan
peran ibu melahirkan pada khususnya, masalah gizi buruk yang
daialami oleh perempuan akibat budaya makan yang
mendahulukan laki-laki menjadi kendala besar dalam upaya
penurunan angka kematian ibu ketika melahirkan. Kendala lain
berupa keterbatsan dana untuk melahirkan di rumah sakit, dan
di daerah-daerah terpencil juga banyak keterbatasan tenaga
bidan untuk membantu masalah kelahiran.
7) Aspek Perempuan terhadap Layanan Pendidikan
Indonesia termasuk negara yang cukup baik dalam
menyediakan akses terhadap pendidikan dasar. Tingkat
partisipasi pendidikan dasar mencapai lebih dari 97% baik
untuk laki-laki maupun perempuan. Tapi sayangnya akses
terhaap pendidikan ini semakin berkurang untuk tingkat
pendidikan lanjutan. Menurut data yang dikeluarkan oleh
Departemen Pendidikan Nasional, ada berbagai alasan
mengapa anak perempuan tidak menamatkan sekolahnya atau
tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Salah satu alasan tersebut adalah adanya hambatan kultural,
yaitu masih kuatnya budaya kawin muda bagi perempuan yang
tinggal di daerah pedesaan. Anggapan yang berlaku adalah
bahwa setinggi-tingginya perempuan sekolah, akhirnya tidak
akan bekerja karena perempuan harus bertanggungjawab
terhadap pekerjaan rumah tangga. Hal yang paling dominan
adalah hambatan ekonomi, yaitu keterbatasan biaya untuk
sekolah sehingga keluarga miskin terpaksa menyekolahkan
anak laki-laki ketimbang anak perempuan.

15
8) Minimnya Alokasi Anggaran Pemberdayaan dan Peningkatan
Kesejahteraan Perempuan
Pada dasarnya, setiap daerah sudah mengalokasikan anggaran
untuk pemberdayaan perempuan dalam APBD, walau ada yang
eksplisit dan ada yang tidak eksplist. Jumlah APBD yang
diperuntukkan bagi pemberdayaan perempuan di setiap daerah
beragam. Pada umumnya alokasi anggaran tersebut adalah
untuk membiayai organisasi PKK.
9) Beban Kerja Perempuan Tinggi
Alokasi atau jam kerja perempuan lebih panjang dibandingkan
laki-laki, tapi secara ekonomi penghasilan laki-laki lebih tinggi
daripada perempuan. Hal ini terjadi karena perempuan
bertanggungjawab pada pekerjaan produktif, reproduktif dan
fungsi-fungsi kontrol sosial di komunitas. Perempuan selalu
melakukan ketiga tanggungjawab tersebut secara bersamaan,
sedangkan laki-laki hanya bertanggungjawab pada pekerjaan
produktif saja. Banyak perempuan yang berpendidikan setara
dengan laki-laki, tapi harus merelakan kehilangan kesempatan
bekerja karena harus bertanggungjawab pada pekerjaan
domestik. (Dr. Drs. Yanuarius You 2019)
d. Bentuk Penindasan Perempuan dalam Keluarga yang
Memperparah Kemiskinan
1) Eksploitasi dimana penindasan terhadap perempuan bukan
terjadi karena distribusi ekonomi yang tidak merata melainkan
lebih pada penindasan yang bersifat sistematis. Sementara itu,
adanyan transfer kekuatan dari perempuan kepada laki-laki. Ibu
rumah tangga yang terekploitir merasakan bagaimana ia secara
sistematis ditempatkan dalam keadaan terbelenggu, tidak
berani berbicara, dan sebagainya. Sebaliknya keseimbangan,
kekuasaan, kebebasan serta realisasi suami banyak dibantu dan
dikuatkan oleh istri.

16
2) Ketidakberdayaan dimana dideskripsikan sebagai perasaan
negatif, tidak memiliki otoritas, status, dan arti diri seperti yang
dimiliki kaum profesional. Kaum profesional memiliki semua
hal tersebut karena memiliki tingkat pendidikan yang memadai
yang mampu mencerna konsep dan simbol. Kaum profesional
bukan saja memiliki keahlian, juga memiliki harga diri yang
dapat melihat atasan sebagai kolega atau paling tidak, ada
mekanisme dimana ia sebagai bawahan dijamin hak-haknya
sebagai pekerja. Dinamika profesionalisme yang bermain
dalam masyarakat seringkali membawa kemuka persoalan
rasisme dan seksisme. Artinya ketika kualifikasi tidak menjadi
masalah, hal kedua yang dinilai dalah ras, etnis manakah dia
berasal, pertanyaan berikutnya adalah termasuk jenis kelamin.
Ketidakberdayaan disini bermain di tingkat semua level.
3) Marjinalisasi merupakan bentuk penindasan yang berbahaya.
Marjinalisasi dapat terjadi dalam hal pekerjaan, misalnya pada
mereka yang sudah tua, single mother, etnis minoritas, mereka
yang tidak diterima karena faktor usia bahkan tinggi badan
serta kerupawanan, kulit, menjadi faktor sesorang diterima
bekerja atau tidak. Marjinalisai ini bisa berhubungan dengan
uang.
4) Imperiaslisme kultural dimana kelompok perempuan sangat jeli
dalam melihat dominasi kultural yang sedang terjadi pada
permasalahan perempuan. Iklan-iklan kulit pemutih misalnya,
memberikan pesan dan definisi cantik yang universal, atau
pemakaian baju-baju tertentu, yang diwajibkan dalam area
tertentu membawa budaya luar masuk pada relung kehidupan
lokal. Mengalami imperaialisme budaya berarti mengalami
bagaimana makna- makna dominan dalam masyarakat
diredupkan dalam perspektif kelompok yang dominan dengan
cara melakukan stereotip.

17
5) Kekerasa terjadi kepada kelompok yang tertindas dengan
mudah mengalami kekerasan secara sistematis. Kelompok dan
individu yang tertindas hidup dalam ketakutan yang luar biasa
yang sewaktu-waktu menyadari bahwa hidup mereka bisa
dirusak, dipermalukan atau dihancurkan sebagai manusia. Di
Indonesia, perempuan, masyarakat tionghoa, etnis dari
Indonesia Timur, gay dan lesbian, serta yang menganut agama-
agama minoritas mengalami atau merasakan apa yang disebut
dengan kekerasan. (Wijayanti et al. 2022)
e. Indikator Ketimpangan Gender yang Mengakibatkan Kemiskinan
pada Perempuan
1) Perempuan bukan sebagai pengambil keputusan dalam
keluarga, masyarakat maupun negara.
2) Perempuan seringkali terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan
pertanian yang tidak dibayar atau dibayar rendah.
3) Perempuan kurang memiliki akses terhadap pendidikan dan
pelatihan.
4) Perempuan mendapatkan gaji yang berbeda untuk jenis
pekerjaan yang sama.
5) Perempuan kekurangan modal untuk untuk membangun usaha
sendiri.
6) Perempuan tidak punya hak atas tanah yang ditinggalinya,
karena tanah dan aset lainnya atas nama suami, bapak, saudara
laki-laki.
7) Perempuan lebih rendah pendidikanya daripada laki-laki karena
asumsi bahwa perempuan setelah menikah akan menjadi ibu
rumah tangga sehingga investasi untuk sekolah pada
perempuan dianggap tidak menguntungkan.
8) Kesehatan reproduksi perempuan belum dijadikan prioritas
dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Anggaran pemerintah
bagi kesehatan dasar untuk Posyandu dan Puskesmas masih

18
sangat rendah dengan keterbatasan Posyandu dan Puskesmas
maka perempuan miskin yang butuh pelayanan kesehatan
reproduksi akan sulit untuk menjangkaui.
9) Perempuan selalu menjadi objek dari hubungan seksual yang
tidak aman karena kontrol perilaku seksual ada di pihak laki-
laki, sehingga perempuan sangat rentan terhadap penularan
HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya. Hal ini berdampak
pada penurunan kualitas dan produktifitas hidup perempuan.
10) Perempuan lebih banyak melakukan pekerjaan domestik dan
tidak dibayar sehingga jam kerja perempuan lebih tinggi
daripada laki-laki, sementara penghasilan perempuan jauh lebih
rendah dibanding laki-laki.
11) Perempuan selalu dibayangi rasa takut apabila terjadi konflik
dalam rumah tangga karena selalu berada dalam kondisi yang
lemah dan rentan terhadap perlakuan kekerasan dalam rumah
tangga. Hal ini berhubungan dengan rendahnya posisi tawar
perempuan dibandingkan dengan laki-laki dalam keluarga.
12) Perempuan sangat rentan dalam situasi konflik. Perempuan
biasanya menjadi target perlakuan kekerasan dalam situasi
konflik. Bagi perempuan yang bekerja di luar rumah, seperti
pasar, akan kehilangan sumber ekonominya karena mereka
takut akan keluar rumah.
13) Perempuan janda yang dengan terpaksa menjadi kepala
keluaraga tetap tidak dianggap sebagai pencari nafkah utama
keluarga, sehingga upahnya jauh lebih rendah dari laki-laki,
sementara jumlah perempuan te Windows yang menjdi kepala
keluarga setiap tahunnya selalu bertambah. (Utaminingsih et al.
2020)
f. Upaya Menanggulangi Ketidakadilan yang Menyebabkan
Kemiskinan pada Perempuan

19
1) Meningkatkan akses perempuan terhadap kesempatan kerja dan
berusaha, pendidikan yang murah dan bermutu, pelayanan
kesehatan umum dan reproduksi yang murah dan bermutu,
sumber daya modal, bahan baku, pasar kerja, informasi,
pengembangan teknologi bagi pengembangan usaha, pupuk
murah, lahan pertanian, air bersih, serta keterlibatan dalam
pengambilan keputusan dalam kelembagan sosial, politik,
eksekutif dan yudikatif.
2) Keterlibatan perempuan dalam mengontrol proses perencanaan,
pelaksanaan, pengalokasian anggaran dan memantau jalannya
kebijakan dan program pengentasan kemiskinan.
3) Meningkatkan penerimaan manfaat dari program pengentasan
kemikinan pada khususnya dan program–program
pembangunan pada umumnya oleh perempuan. (Utaminingsih
et al. 2020)
2. Anak Banyak
a. Pengertian
Anak menurut bahasa adalah keturunan kedua sebagai hasil antara
hubungan pria dan wanita. Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun
2002 tentang perlindungan anak, dikatakan bahwa anak adalah
amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya
melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.Sedangkan
banyak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), artinya
adalah besar jumlahnya. Jadi, banyak anak adalah bila keluarga
mempunyai lebih dari lima anak dengan jarak kurang dua tahun.
(Kusuma et al. 2022)
b. Faktor yang Mempengaruhi Keluarga Mempunyai Banyak Anak
1) Faktor Agama
Bagi para pemeluk agama merencanakan jumlah anak adalah
menyalahi kehendak Tuhan. Kita tidak boleh mendahului

20
kehendak Tuhan apalagi mencegah kelahiran anak dengan
menggunakan alat kontrasepsi supaya tidak hamil.
2) Faktor Ekonomi
Anak dipandang sebagai tenaga kerja yang dapat membantu
meningkatkan ekonomi keluarga sehingga mempunyai banyak
anak akan banyak tambahan pendapatan yang akan diperoleh.
Hal ini memang suatu kenyataan dan benar, tetapi belum
diperkirakan nasib anak itu sendiri apakah anak itu memang
bisa diharapkan pendidikannya dan masa depannya.
3) Faktor Budaya
Budaya dari suatu masyarakat yang memberikan nilai anak
laki-laki lebih dari anak perempuan atau sebaliknya. Hal ini
akan memungkinkan satu keluarga mempunyai banyak anak.
Bagaimana kalau keinginan untuk mendapatkan anak laki-laki
atau perempuan tidak terpenuhi mungkin akan menceraikan
istrinya dan kawin lagi agar terpenuhi keinginan memiliki anak
laki-laki ataupun anak perempuan. Disini contohnya suku Batak
lebih menginginkan anak Lak-laki sebagai penerus keturunan.
4) Faktor Usia
Tujuan pendewasaan usia perkawinan selain untuk
mengendalikan kelahiran, oleh karena semakin tua usia orang
kawin berarti semakin sedikit waktu masa reproduktif yang
dimiliki oleh Pasangan Usia Subur (PUS), juga bermanfaat
untuk mengurangi resiko kehamilan. Resiko yang mungkin
dapat terjadi pada ibu yang yang terlalu muda untuk hamil
antara lain: keguguran, tekanan darah tinggi, keracunan
kehamilan, timbulnya kesulitan persalinan, bayi berat lahir
rendah, membesarnya air seni ke vagina, keluarnya gas dan
feses ke vagina atau bisa kanker leher rahim.
5) Faktor Pendidikan

21
Pengaruh umur, jumlah anak dan pendidikan terhadap
pengetahuan alat/cara KB modern, pengetahuan sumber KB,
pemakaian alat/cara KB dan pilihan fertilitas. Semakin tua
umur, semakin banyak jumlah anak dan semakin tinggi
pendidikan, semakin besar pemahaman tentang pentingnya kb
sehingga paritas bisa makin ditekan. (Andriana et al. 2022)
c. Dampak Mempunyai Banyak Anak
1) Pada Wanita
a) Resiko kesehatan seperti preeklampsia,perdarahan,prolaps
dll.
b) Pengasuhan dimana terjadi kondisi kesulitan dalam
membesarkan anak sekaligus
c) Efek psikis : Kesehatan mental selalu jadi isu hangat untuk
dibicarakan di berbagai lapisan masyarakat. Kesehatan
mental menjadi fondasi utama untuk menjalankan beragam
kegiatan. Mental yang sehat juga mendukung kebugaran
fisik seseorang. Maka, penting untuk menjaga kesehatan
mental, sekalipun dalam menghadapi penyakit kritis,
perempuan yang kelelahan akan berpengaruh terhadap
psikisnya.
d) Ekonomi: Keterbatasan Ruang gerak wanita untuk bekerja,
karena wanita mempunyai 2 peran ganda dalam keluarga,
pencari nafkah dan ibu rumah tangga. (Evi Zulfiana et al.
2022)
2) Pada Keluarga
a) Orangtua tidak bisa optimal merawat dan mengasuh anak.
Seharusnya keluarga/ orangtua berfungsi untuk memastikan
bahwa anaknya sehat dan aman, memberikan sarana dan
prasarana untuk mengembangkan kemampuan sebagai
bekal di kehidupan sosial, pendidikan, serta sebagai media
dalam menanamkan nilai sosial dan budaya sedini mungkin.

22
Orangtua memberikan kasih sayang, penerimaan,
penghargaan, pengakuan, dan arahan kepada anaknya,
namun jika banyak anak hal itu akan sulit terjadi.
b) Munculnya banyak permasalahan keluarga seperti
permasalahan ekonomi.perceraian.
c) Perbedaan perlakuan orang tua kepada anak-anaknya ketika
perbedaan perlakuan ke masing-masing anak, maka
perbedaan ini akan berpengaruh pada kesehatan anak-anak
dan hubungan di antara mereka apalagi jika mempunyai
banyak anak.
3) Pemerintah
a) Tingkat kelahiran tinggi ini akan menjadi sumber
kemiskinan juga akan menghambat pertumbuhan ekonomi.
b) Konsekuensi dari peningkatan penduduk terhadap
lingkungan adalah terjadinya kerusakan hutan, alih fungsi
lahan, meningkatnya pencemaran, serta minimnya
persediaan air bersih serta persoalan sampah.
c) Peningkatan penduduk menyebabkan berbagai masalah
sosial seperti adanya peningkatan kasus kejahatan, semakin
tingginya angka ketimpangan pendapatan antar warga.
d) Peningkatan angka kematian Ibu dan bayi. (Ester
Ratnaningsih and Hapsan 2022)
d. Upaya Penekanan Anak Banyak
1) Mengedukasi masyarakat bahwa untuk membentuk keluarga
kecil sejahtera, harus disesuaikan dengan kondisi ekonomi
keluarga tersebut.
2) Mencanangkan keluarga kecil dengan cukup dua anak.
3) Mencegah terjadinya pernikahan usia dini.
4) Menekan angka kematian ibu dan bayi akibat hamil di usia
yang terlalu muda atau terlalu tua, atau akibat penyakit sistem
reproduksi.

23
5) Menekan jumlah penduduk serta menyeimbangkan jumlah
kebutuhan dengan jumlah penduduk Indonesia melalui program
Keluarga Berencana.
6) Edukasi ke masyarakat bahwa bentuklah keluarga yang
berkualitas dimana dengan adanya program Keluarga
Berencana dapat membentuk keluarga yang terjamin dalam soal
ekonomi, pendidikan dan polah asuh anak sehingga melahirkan
generasi-generasi yang berkualitas juga dan bisa menjadi
generasi yang dapat membantu mengatasi permasalahan di
negara ini.
7) Mengubah pandangan masyarakat terhadap program Keluarga
Berencana karena masyarakat Indonesia masih banyak yang
belum menyadari betapa pentingnya menekan laju pertumbuhan
penduduk dengan menggunakan program Keluarga Berencana.
Salah satunya dikarenakan masih banyak yang berkeyakinan
dan mempunyai pemikiran lama, yaitu “banyak anak banyak
rezeki”. Pemikiran ini banyak tertanam di masyarakat Indonesia
sehingga mereka menganggap program Keluarga Berencana
penting untuk keberlangsungan dan kemajuan negara
kedepannya.
8) Pentingnya kesadaran masyarakat dimana masyarakat
semestinya saling bahu-membahu untuk ikut serta
menyukseskan program Keluarga Berencana agar negara kita
mampu menghindari masalah-masalah ekonomi, kriminalitas,
angka jumlah pengangguran, dan dapat membentuk generasi
berkualitas untuk membentuk generasi yang berkualitas
kedepannya. (Evi Zulfiana et al. 2022)
D. Peran dan Tanggung Jawab Bidan terhadap Perempuan dengan
Kondisi Rentans
1. Bidan sebagai Pelaksana

24
Bidan memberikan pelayanan pada siklus kehidupan wanita, seperti
asuhan ibu hamil, bersalin, bayi baru lahir, nifas, neonatus, balita, KB,
lansia, maupun kelompok rentan.
2. Bidan sebagai Pengelola
Bidan sebagai pengelola mempunyai tugas, yaitu pengembangan dasar
kesehatan, mengembangkan pelayanan dasar di tempatnya,
berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program sektor lain
seperti pembinaan dukun bayi, kader kesehatan, dll.
3. Bidan sebagai Pendidik
Memberikan pendidikan dan penyuluhan kepada wanita/pasien.
4. Bidan sebagai Peneliti
Bidan membrikan sumbangsih kepada pemerintah untuk
meningkatkan kesehatan ibu dan bayi dalam bentuk penelitian,
dimana penelitian tersebut dapat dipertanggung jawabkan
sistematikanya. (Ariani et al. 2022)

25
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan materi dalam makalah ini dapat
disimpulkan bahwa dalam isu gender dan kemiskinan, rumah tangga
merupakan salah satu sumber diskriminasi dan subordinasi terhadap
perempuan. Ketidaksetaraan di dalam alokasi sumber daya dalam
rumah tangga memperlihatkan laki-laki dan perempuan mengalami
bentuk kemiskinan yang berbeda. Di ruang publik, kemiskinan
perempuan selalu dikaitkan dengan tertutupnya ruang-ruang partisipasi
perempuan dalam pengambilan keputusan yang sifatnya formal bagi
perempuan. Bagi perempuan seringkali konsep ruang publik ini
diartikan sebagai tempat kerja atau tempat berusaha daripada forum-
forum di dalam komunitas. Keterlibatan dalam forum publik di dalam
komunitas pun biasanya terbatas dan masih tidak terlepas dari peran
domestiknya, seperti arisan, pengajian atau perkumpulan keagamaan,
dan PKK.
Uraian di atas ini memperlihatkan beberapa gambaran dari
situasi kemiskinan yang dihadapi perempuan yang secara cukup rinci
coba untuk dipaparkan. Oleh Karena itu, pemerintah diharapkan
nantinya dapat mengupayakan pengembangan konsep tata
pemerintahan yang adil gender, dapat mengkontribusikan pemikiran
guna menggugah kesadaran semua pihak, termasuk para pengambil
keputusan dan pembuat kebijakan. Sehingga, perspektif keadilan
gender tercermin dalam kebijakan publik baik dalam bentuk Undang-
Undang, Peraturan Daerah maupun Anggaran Daerah yang pada
gilirannya dapat bermanfaat untuk mengurangi kemiskinan yang
dihadapi perempuan di Indonesia.

26
B. SARAN
1. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan makalah ini sebagai bahan masukan, bagi penulis
selanjutnya dalam membuat makalah tentang Kebutuhan Khusus
pada Permasalahan Ekonomi (Kemiskinan dan Anak Banyak) teori
maupun praktik kepada tenaga kesehatan dalam melakukan peran
dan tanggung jawabnya..
2. Bagi Penulis
Diharapkan mampu menambah wawasan dalam materi Kebutuhan
Khusus pada Permasalahan Ekonomi (Kemiskinan dan Anak)
Banyak serta diharapkan makalah ini akan lebih bagus lagi dalam
penyampaian materi.

27
DAFTAR PUSTAKA

Andriana, S. S. T. M. K., S. S. T. M. K. Silfina Indriani, S. S. M. B. Defi Yulita,


S. S. T. B. NiraKirana, S. S. T. M. K. Syaflindawati, S. S. T. M. K. Kristiova
Masnita Saragih, S. S. T. M. K. Afrida Yelni, S. S. T. M. K. Adevia
Maulidya Chikmah, S. K. M. M. K. Dr. Yusriani, S. K. N. M. K. Lilis
Maghfuroh, and others. 2022. KESEHATAN IBU DAN ANAK: Konsep Dasar
Teori Persfektif Akademisi Dan Praktisi. Bandung: INDIE PRESS.
Ariani, H. P., T. Rihardini, E. Kristiana, R. S. Dewi, M. B. Bakoil, S. Q. A’yun, E.
D. Widyawaty, M. B. Karo, and Y. D. Lestari. 2022. ASUHAN KEBIDANAN
PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN UNTUK
MAHASISWA KEBIDANAN. Malang: Rena Cipta Mandiri.
Badan Pusat Statistik Indonesia. 2023. “Profil Kemiskinan Di Indonesia
September 2023.” Berita Resmi Statistik 01(05):1–16.
Dr. Drs. Yanuarius You, M. A. 2019. Model Laki-Laki Baru Masyarakat Hubula
Suku Dani: Profeminis Dan Egalitarian. Bandung: Nusa Media.
Ester Ratnaningsih, S. S. T. M. K. T. A. S. S. T. M. K. H. R. S. S. T. M. K. D. M.
S. S. T. M. P., and A. Hapsan. 2022. BUKU AJAR ASUHAN KEBIDANAN
PADA PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONDISI RENTAN. Gowa: CV.
Ruang Tentor.
Evi Zulfiana, S. S. T. M. H., S. S. T. M. K. Nora Rahmanindar, S. S. T. S. K. B.
M. K. Diyan Indrayani, S. S. T. M. K. Dian Nurafifah, S. S. T. M. P. H.
Ratih Sakti Prastiwi, S. S. T. M. B. Desri Nova H, S. S. T. K. M. P. H. Dr.
Retno Heru Setyorini, S. S. T. M. K. Lilin Turlina, M. K. Afrida Yelni S.
ST., S. S. T. B. M. K. Imtihanul Munjiah, and others. 2022. Konsep
Kebidanan: Tinjauan Dalam Perspektif Praktisi Dan Dosen. Bandung:
Kaizen Media Publishing.
Kusuma, D. C. R., M. T. P. Apriyani, R. Sulistiawati, I. Wijayanti, A. R.
Mallorong, D. N. S. Arum, and others. 2022. Asuhan Kebidanan Pada
Kesehatan Reproduksi Dan Keluarga Berencana. Padang: Global Eksekutif
Teknologi.

28
SAMSUDIN, H., D. SADIMAN, and I. P. R. BANGSAWAN. 2020. KAJIAN
SOSIAL: MENUJU KEMISKINAN SATU DIGIT. Banyuasin: Bappeda
Litbang Kabupaten Banyuasin.
Utaminingsih, A., I. F. Ulfah, and S. Lestari. 2020. Feminisasi Kemiskinan Dan
Pemberdayaan Perempuan Berperspektif Psikologis. Malang: Universitas
Brawijaya Press.
Wijayanti, I., K. E. L. Wardana, I. Farahdiba, Y. P. P. Susanto, M. F. Pondaang, I.
Malahayati, and others. 2022. Konsep Kebidanan. Padang: Get Press.

29

Anda mungkin juga menyukai