Anda di halaman 1dari 15

FILSAFAT ILMU DAN FILOSOFI KEBIDANAN

BAB I

PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG

Bukankah Allah SWT. Sangat menganjurkan ummatnya untuk senantiasa berfikir. Banyak ayat
tentang berfikir ini dengan kata-kata ‘apal ta’qilun, ‘apala tatafakkarun’ , la ya’lamun’, ‘Ulil
Albab’ dan lain-lain yang kesemuanya mengajak manusia untuk berfikir. Secara kodrati
mansusia dianugrahi akal, daya fikir, yang tidak diperoleh makhluk lain. Akal ini seyogyanya
dapat dipergunakan semaksimal mungkdin untuk kemampuan berfikir tersebut. Menurut M.
Ngalim Purwanto (1990: 43) berfikir adalah daya yang paling utama dan merupakan cirri khas
yang membedakan antara manusia dengan hewan.

Secara umum mempelajari filsafat bertujuan untuk mengendalikan manusia yang susila,
bermoral, bermartabat, dan mempunyai etika- bahkan estetika yang baik. Seacara khusus filsafat
mengajarkan bagaimana cara berfikir. Berfikir seacar sungguh-sungguh untuk mencari
kebenaran. Filsafat menekankan aspek akal (rasio) dalam menemukan kebenaran ini.

Filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang berusaha mencari kebenaran telah memberiakan banyak
pelajaran, misalnya tentang kesadaran, kemauan dan kemampuan manusia sesuai dengan
posisinya sebagai makhluk Tuhan untuk diaplikasikan dalam kehidupan.

Filsafat akan terus menjawab atas segala pertanyaan yang diajukan oleh akal budi kita. Batas
ketidakmampuan akal budi kita untuk menjawab pertanyaan segala yang ada, segala yang
berhubungan dengan ilmu, itulah batas kerja filsafat.

Pada setiap aktivitas kehidupan manusia penerapan berfikir sangat diperlukan sekali dan pada
akhirnya akan menentukan hasil yang dicapai, sama halnya dengan pentingnya perencanaan
sebelum melakukan sesuatu.

Pada dasarnya filsafat ilmu merupakan kajian filosofis terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
ilmu, dengan kata lain filsafat ilmu merupakan upaya pengkajian dan pendalaman mengenai ilmu
(Ilmu Pengetahuan/Sains), baik itu ciri substansinya, pemerolehannya, ataupun manfaat ilmu
bagi kehidupan manusia. Pengkajian tersebut tidak terlepas dari acuan pokok filsafat yang
tercakup dalam bidang ontologi, epistemologi, dan axiologi dengan berbagai pengembangan dan
pendalaman yang dilakukan oleh para ahli.
B.  RUMUSAN MASALAH

1.        Apakah yang dimaksud dengan konsep dasar filsafat ilmu?

2.        Apa sajakan ruang lingkup filsafat ilmu?

3.        Apa sajakah landasan filosofis pengetahuan (ontologism, epistemology dan aksiologis)?

C.  TUJUAN

1.           Tujuan Umum           

         Mampu mengetahui konsep dasar filsafat ilmu

2.           Tujuan Khusus

a.    Mampu memahami konsep dasar filsafat ilmu.

D.  TUJUAN

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah

1.      Mampu mengetahui konsep dasar filsafat, ilmu, dan filsafat ilmu

2.      Mampu mememahami ruang lingkup filsafat antara lain: Ontology, Epistemologi,


Aksiologi
BAB II

PEMBAHASAN

A.  KOSEP DASAR FILSAFAT ILMU

1.    Konsep Tentang Filsafat

Kata filsafat berasal dari kata ‘philosophia’ (bahasa Yunani), diartikan dengan ‘mencintai
kebijaksanaan’. Sedangkan dalam bahasa Inggris filsafat disebut dengan istilah ‘philoshopy’ dan
dalam bahasa Arab disebut dengan istilah ‘falsafah’ yang biasa diterjemahkan dengan ‘cinta
kearifan’ (Susanto, 2016).

Sumber dari filsafat adalah manusia, dalam hal ini akal dan kalbu manusia yang sehat yang
berusaha keras dengan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran dan akhirnya memperoleh
kebenaran.

Dengan demikian filsafat adalah sebuah ilmu yang mempelajari hakikat ketuhanan, alam
semesta, dan manusia sebagai objeknya, filsafat mengkaji hakikat objeknya dengan kebenaran
dan sesungguhnya, dan hakikat objek didekati sejauh dapat dicapai manusia. Dengan demikian
maka filsafat adalah pengetahuan tentang metafisika, logika estetika, etika, retorika, politik,
ekonomi, social, budaya, antropologi, dan agama.

2.         Konsep Tentang Ilmu

Ilmu merupakan kegiatan yang dengannya kita memperoleh sejumlah pengetahuan yang mampu
mengandalikan fakta-fakta ilmiah (Huxley, 1960)

3.         Konsep Tentang Filsafat Ilmu

Filsafat ilmu menurut Benyamin (Wibisono, 1984) merupakan cabang pengetahuan filsafati yang
menelaah sistematis mengenai sifat dasar ilmu, metode-metodenya, konsep-konsepnya, dan
praangapan-prangapannya, serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang pengetahuan
intelektual. Untuk memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian
filsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat ilmu

1.           Robert Ackermann: Filsafat ilmu adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat
ilmiah dewasa ini yang dibandingkan dengan pendapat-pendapat terdahulu yang telah
dibuktikan.

2.           Lewis White Beck: Filsafat ilmu itu mempertanyakan dan menilai metode-metode
pemikiran ilmiah serta mencoba menetapkan nilai  dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu
keseluruhan.
3.           Cornelius Benjamin: filsafat ilmu merupakan cabang pengetahuan filsafat ilmui yang
menelaah sistematis mengenai sifat dasar ilmu, metode-metodenya, konsep-konsepnya dan
praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan
intelektual.

4.           May Brodbeck: filsafat ilmu itu sebagai analisis yang netral secara etis dan filsafat
ilmui, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu.

Berdasarkan pendapat di atas didapatkan gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan telaah
filosofis dalam rangka  menjawab pertanyaan pokok mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari
segi ontologis, epistemelogis, dan aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan
bagian dari epistemologi (filsafat ilmu pengetahuan) yang secara lebih khusus mengakaji hakikat
ilmu, seperti :

1.           Apa sesungguhnya objek yang ditelaah ilmu itu? Bagaimana wujud yang hakiki dari
objek tersebut? Bagaimana hubungan antara objek tersebut dengan kemampuan daya tangkap
atau persepsi  manusia yang membuahkan pengetahuan? Inilah kemudian secara rinci
dikaji  sebagai landasan atau dimensi  ontologis pengetahuan

2.           Bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnya pengetahuan yang berupa ilmu?


Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendapatkan pengetahuan
yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara,
teknik, sarana apa diperlukan untuk membantu seseorang dalam mendapatkan pengetahuan yang
berupa ilmu? Jawaban atas pertanyaan seperti ini merujuk pada landasan atau dimensi
epistemologis pengatahuan manusia.

3.           Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara
cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang
ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang
merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional? Pertanyaan
serupa ini merujuk pada persoalan nilai dan kegunaan atau manfaat pengathuan itu bagi manusia.
Menjawab pertanyaan seperti ini berkaitan dengan landasan atau dimensi aksiologis pengetahuan
manusia.

Adapun tujuan mempelajari filsafat ilmu menurut Amsal Bakhtiar (2008:20) adalah:

1.           Mendalami unsur-unsur pokok ilmu sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami
sumber, hakekat dan tujuan ilmu.

2.           Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan ilmudi berbagai bidang


sehingga kita dapat gambaran tentang proses ilmu kontemporermsecara historis.

3.           Menjadi pedoman untuk membedakan studi ilmiah dan non ilmiah.


4.           Mempertegas bahwa persoalan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.

5.           Bagi mahasiswa dan peneliti, tujuan mempelajari filsafat ilmu adalah

a.         seseorang (peneliti, mahasiswa) dapat memahami persoalan ilmiah dengan melihat ciri
dan cara kerja setiap ilmu atau penelitian ilmiah dengan cermat dan kritis.

b.        seseorang (peneliti, mahasiswa) dapat melakukan pencarian kebenaran ilmiah dengan


tepat dan benar dalam persoalan yang berkaitan dengan ilmunya (ilmu budaya, ilmu kedokteran,
ilmu teknik, ilmu keperawatan, ilmu hukum, ilmu sosial, ilmu ekonomi dan sebagainya) tetapi
juga persoalan yang menyangkut seluruh kehidupan manusia, seperti: lingkungan hidup,
peristiwa sejarah, kehidupan sosial politik dan sebagainya.

c.         Seseorang (peneliti, mahasiswa) dapat memahami bahwa terdapat dampak kegiatan


ilmiah (penelitian) yang berupa teknologi ilmu (misalnya alat yang digunakan oleh bidang
medis, teknik, komputer) dengan masyarakat yaitu berupa tanggung jawab dan implikasi etis.
Contoh dampak tersebut misalnya masalaheuthanasia dalam dunia kedokteran masih sangat
dilematis dan problematik, penjebolan terhadap sistem sekuriti komputer, pemalsuan terhadap
hak atas kekayaaan intelektual (HAKI) , plagiarisme dalam karya ilmiah.

B.  RUANG LINGKUP DIMENSI KAJIAN FALSAFAT ILMU

1.    DIMENSI ONTOLOGI (HAKEKAT APA YANG DIKAJI/ILMU TENTANG ADA)

a.         Definisi Ontologi

Objek telaah ontology adalah ‘yang ada’ pada tataran study filsafat pada umumnya dilakukan
oleh filsafat metafisika. Istilah ontologi banyak digunakan ketikan kita membahas ‘yang ada’
dalam konteks filsafat ilmu. Ontologi membahas ‘yang ada’ yang universal, menampilkan
pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap
kenyataan. Lorens Bagus (Muhajir, 1997:57) menegaskan bahwa ontology menjelaskan ‘yang
ada’ yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.

Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Istilah
ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘onta’ berarti ‘ yang bearada’ dan logos berarti ilmu
pengetahuan atau ajaran yang berada.

Dengan demikian, metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan
prinsip paling dasar  atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada.

b.        Objek Kajian Ontologi


Objek telaah ontology adalah yang ada, yaitu ada individu dan ada yang umum, ada yang
terbatas dan ada yang tidak terbatas, ada yang universal dan ada yang mutlak, temasuk
kosmologi dan metafisika, dan ada sebuah kematian maupun sumber segala yang ada, yaitu
Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta dan Pengatur serta penentu alam semesta. Studi tentang yang
ada pada tataran studi filsafat pada umumnya dilakukna oleh filsafat metafisika. Istilah ontology
banyak digunakan ketika kita membahas yang ada dalam konteks filsafat ilmu.

1)        Metode dalam ontology

Lorens Bagus memperkenalkan tiga tingkat abstraksi dalam ontology yaitu abstraksi fisik,
abstraksi bentuk, dan abstraksi metafisik. Abstraksi fisik menampilkan keseluruhan sifat khas
sesuatu objek, abstraksi bentuk mendeskripsikan metafisik mengenai prinsip umum yang
menjadi dasar dari semua realitas. Abstraksi yang dijangkau oleh ontology adalah abstraksi
metafisik. Metode membuktikan dalam ontology dibedakan menjadi dua yaitu
pembuktian Apriori adalah pengetahuan yang ada sebelum bertemu dengan pengalaman atau
dengan kata lain, sebuah istilah yang dipakai untuk menjelaskan bahwa seseorang dapat berpikir
dan memiliki asumsi tentang segala sesuatu, sebelum bertemu dengan pengalaman dan akhirnya
mengambil kesimpulan. Hal ini dipakai untuk mengkritik filsafat empiris yang hanya
menekankan yang logis, yang dialami, yaitu selalu bergantung pada pengalaman, hal itu disebut
sebagai A posteriori. Jadi dapat disimpulkan bahwa Pengetahuan apriori : pengetahuan yang
tidak tergantung pada adanya pengalaman atau yang ada sebelum pengalaman. Pengetahuan
aposteriori : terjadi sebagai akibat pengalaman.

2)        Metafisika

Metafisika merupakan cabang filsafat yang membicarakan tentang hal-hal yang sangat mendasar
yang berada diluar pengalaman manusia.

Ditinjau dari segi filsafat secara menyeluruh metafisika dalah ilmu yang memikirkan hakikat
dibalik alam nyata. Matafisika membicarakan hakikat dari segala sesuatu dari alam nyata tanpa
dibatasi pada sesuatu yang dapat diserap oleh panca indra.

3)        Asumsi

Pendapat yang telah oleh beberapa teori dan fakta yang dapat dibuktikan secara rasional.
Berkenaan dengan pengkajian konsep-konsep, penggadaian. Dengan demikian filsafat ilmu erat
kaitannya dengan pengkajian analisis, konseptual dan bahsa yang digunakannya, dan juga
dengan perluasan serta penyususnan cara-cara yang lebih ajeng dan lebih tepat untuk mempeoleh
pengetahuan.
c.         Aliran-Aliran dalam Metafisika Ontologi

Ontology atau bagian metafisika yang umum membahas segala sesuatu yang ada secara
menyeluruh dan mengkaji persoalan persoalan seperti hubungan akal dengan benda, hakikat
perubahan, pengertian tentang kebebasan, dan lainnya.

1)        Aliran Monoisme

Pahan yang menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh pernyataan itu hanyalah satu saja,
tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber asal, baik yang asal berupa materi
maupun berupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat masing masing bebas dan berdiri sendiri.

Menurut Rappar (2005) : 45 ) aliran materialism menolak hal-hal yang tidak terlihat. Bagi
materialisme ada yang sesungguhnya adalah yang keberadaannya semata mata bersifat material
atau sama sekali bergantung pada material. Dengan demikian bagi materialism realitas yang
sesungguhnya adalah alam kebendaan,sesuatu yang riil atau nyata.

Menurut Thals, muncul Anaximandros (540-640 SM) yang berpandangan tentang asa pemula
dari segala sesuatu adalah hanya satu yaitu yang tidak terbatas. Anaximandros tidak mengakui
pandangan Thals yang mengemukakan bahwa asa pertama dalah air. Sebab air tidak mungkin
ada dimana mana,ditempat kering, di tempat basah, tinggi, rendah, temasuk juga api. Air adalah
yang terbatas. Oleh karna itu alas an utama yang menyusun adalah yang tidak terbatas.

2)        Aliran Dualisme

Aliran yang mencoba memadukan dua paham yang saling bertentaangan, yaitu materialism dan
idealisme. Menurut aliran dualisme materi maupun roh sama sama merupakan hakikat. Materi
muncul bukan karna danya roh, begitupun roh muncul bukan karna materi. Akan tetapi dalam
perkembangan selanjutnya aliran ini masih memiliki masalah dalam menghubungkan dan
menyelaraskan aliran tersebut. dengan demikian materi dan bentuk tidak dapat dipisahkan.
Materi tidak dapat terwujud tanpa bentuk, sebalikanya bentuk tidak dapat berada tanpa materi.
Tiap benda yang dapat diamati disusun dari bentuk dan materi.

3)      Aliran Pluralisme

Paham pluralisme berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.


Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semunya
nyata. Pluralisme sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari
banyak unsur,lebih dari satu atau dua entitas. 

4)      Aliran Niklisme

Dalam paham niklisme menyatakan bahwa dunia terbuka untuk kebebasan dan kreatifias
manusia. Aliran ini tidak mengakui validitas alternative positif. Dalam pandangan niklisme
Tuhan sudah mati. Manusia bebas berkehendak dan berkreatifitas.
5)      Aliran Agnotisisme

Menganut paham bahwa manusia tidak mungkin mengetahui hakikat sesuatu dibalik kenyataan.
Manusia tidak mungkin mengetahui hakikat batu, air, api dan sebagainya. Sebab menurut aliran
ini kemampuan manusia sangat terbatas dan tidak mungkin tahu apa hakikat sesuatu yang ada,
baik oleh indranya maupun pikirannya. Paham agnotisisme mengingkari kesanggupan manusia
untuk mengetahui hakikat benda baik hakikat materi maupun hakikat rohani.

d.        Teologi

Teologi adalah bagian dari bidang ontology. Istilah teologi memiliki pengertian yang sangat luas
dan beragam. Dalam kamus teologi dijelaskan bahwa teologi dalam bahasa yunani artinya
pengetahuan mengenai Allah, yaitu usaha methodis untuk memahami serta menafsirkan
kebenaran wahyu (Gerald O’Collins dan Edward G, 2001:314). Dalam bahasa latin teologi di
artikan ‘ilmu yang mencari pemahaman’ maksudnya dengan menggunakan sumber daya rasio
khususnya ilmu sejarah dan filsafat, teologi selalu mencari dan tidak pernah sampai pada
jawaban terakhir dan pemahaman yang selesai.

Sedangkan yang dimaksud dengan teologi dalam ruang lingkup filsafat metafisika, menurut
sudarsono (2001: 129) adalah filsafat ketuhanan yang bertitik tolak semata mata kepada kejadian
alam. Pembahasan filsafat keTuhanan ini mengkaji tentang keteraturan hubungan antara benda
benda alam sehingga orang meyakini adanya pencipta alam atau pengatur alam tersebut.

2.    DIMENSI EPISTEMILOGI (CARA MENDAPATKAN PENGETAHUAN YANG


BENAR)

a.         Pengertian epistemology

Epistemology sering juga disebut dengan teori pengetahuan. Secara etimologi istilah
epistemologi barasal dari kata yunani epiteme yang artinya pengetahuan, dan logos yang artinya
ilmu atau teori. Jadi epistemology adalah cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau
sumber, stuktur, metode, dan syahnya (validitas pengetahuan).

Menurut Conny Semiawan, dkk (2005 : 157) epistemology adalah cabang filsafat yang
menjelaskan tentang masalah masalah filosofis sekitar teori pengetahuan. Epistemologis
memfokuskan pada makna pengetahuan yang dihubungkan dengan konsep,sumber dan kriteria
pengetahuan, jenis pengetahuan, dan sebagainya.

Secara sistematis, Harold Titus (1984 : 187-188) menjelaskan tiga persoalan pokok dalam bidang
epistemology yaitu sebagai berikut.
1)        Apakah sumber pengetahuan itu? Darimanakah pengetahuan yang benar itu? Dan
bagaimana cara mengetahuinya?

2)        Apakah sifat dasar pengetahuan itu? Apa ada duni yang benar-benar diluar pikiran kita?
Dan kalau ada, apakah kita bias mengetahuniya?

3)        Apakah pengetahun itu benar (valid)? Bagaimana kita dapat membedakan yang benar dan
yang salah?

Epistemology mengikuti sumber, sarana, dan tata cara menggunakan sarana tersebut untuk
mencapi pengetahuan ilmiah. Perbedaan mengenai pilihan landasan ontology akan dengan
sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal,
budi,pengalaman, atau kombinasi antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang
dimaksud dengan epistemology, sehingga dikenal dengan adanya model model epistemologis
seperti rasionalisme, empirisme, kritisisme, atau rasionalisme kritis, postitifisme, fenomenologis
dengan berbagai vafiasinya.

Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indra, dan lain lain mempunyai metode
tersendiri dalam teori pengetahuan, diantaranya adalah sebagi berikut :

1)        Metode induktif

Metode yang menyampaikan pernyataan-pernyataan hasil observasi dan disimpulkan dalam


suatu pernyataan yang lebih umum. Yang bertolak dari pernyataan-pernyataan tunggal sampai
pernyataan-pernyataan universal.

Dalam induktif, setelah diperoleh pengetahuan maka akan digunakan hal-hal lai, seperti ilmu
mengajarkan kita bahwa kalau logam dipanaskan dia akan mengembang, bertolak dari teori ini
akan tau bahwa logam lain yang kalu dipanaskan juga akan mengembang. Dari contoh diatas
bias diketahui bahwa induksi tersebut meberikan suatu pengetahun yang disebut sintetik.

2)        Metode deduktif

Deduksi adalah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data mepiris diolah lebih lanjut
dalam suatu system pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif
adalah adanya perbandingan logis antara kesimpulan kesimpulan itu sendiri.

3)         Metode positifisme

Metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang factual, yang positif. Ia
mengesampingkan segala uraian diluar yang ada sebagi fakta. Oleh kara itu ia menolak
metafisika. Apa yang diketahui secara positif adalah segala yang tampak dan segala gejala.
Dengan demikian metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepda bidang-
bidang gejala saja.
4)        Metode komtemplatif

Metode ini menyatakan adanya keterbatasan indra dan akal manusia untuk memperoleh
pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan akan berbeda-beda, harusnya dikembangkan satu
kemampuan akal yang disbeut dengan intuisi (untuk kemampuan memahami sesuatu tanpa
melalui penalaran rasional dan intelektualitas. Sepertinya pemahaman itu tiba-tiba saja
datangnya dari dunia lain dan di luar kesadaran. Misalnya saja, seseorang tiba-tiba saja terdorong
untuk membaca sebuah buku)

5)        Metode dialektif

Dalam filsafat dialetika mula-mula berarti metode Tanya jawab untuk mencapai kejernihan
filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates. Namun Plato mengartikannya diskusi logika. Kini
dialetika berate tahap logika., yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan,
juga analisis sistematis tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.

b.      Persyaratan epistemology (Conny R. Semiawan 2005:99)

1)      Dasar pembenaran menuntut pengaturan kerja ilmiah yang diarahkan pada perolehan
derajat kepastian sebesar mungkin. Pernyataan harus dirasakan atas pemahaman apriori yang
juga didasarkan atas hasil kajian empiris.

2)      Semantik dan sistematis masing-masing menunjuk pada susunan pengetahuan yang


didasarkan pada penyelidikan ilmiah yang terhubungnya merupakan suatu kebulatan melalui
komparasi dan generalisasi sacara teratur.

3)      Sifat intersubjektif ilmu atau pengetahuan tidak dirasakan atas intuisi dan sifat subjektif
orang-seorang, namun harus ada kesepakatan dan pengakuan akan kadar kebenaran dari ilmu itu
di dalam setiap bagian dan di dalam hubungan menyeluruh ilmu tersebut, sehingga tercapai
intersubjektif.

c.       Aliran aliran dalam epistemology

Secara garis besar terdapat dua aliran pokok dalam epistemologi


yaitu Rasionalisme dan Empirisme, yang pada gilirannya muncul beberapa isme lainnya
misalnya Rasionalisme kritis (kritisme), fenomenalisme, istisionisme, positivisme, dan
seterusnya.

Rasionalisme adalah suatu aliran pemikiran yang menekankan pentingnya peran akal atau ide
sebagai bagian yang sangat menentukan hasil keputusan atau pemikiran. Hasil pemikiran para
filosof pada zaman klasik hingga kini pada dasarnya tidak lepas dari orientasi ini, rasio, dan
indra. Dari rasio kemudian melahirkan rasionalisme yang berpijak pada dasar ontologism
idealism atau spiritualisme, dan indra lalu melahirkan empirisme yang berpijak pada dasar
ontologism materialism. Rasionalisme adalah paham yang mengatakan bahwa akal itulah alat
pencari dan pengukur pengetahuan. Pengetahuan dicari dengan akal, temuannya diukur dengan
akal pula. Dicari dengan akal ialah dicari dengan berfikir logis. Diukur dengan akal artinya diuji
apakah temuan itu logis atau tidak. Bila logis, benar; bila tidak, salah. Dengan akal itulah aturan
untuk mengatur manusia dan alam itu dibuat. Ini juga berarti bahwa kebenaran itu bersumber
pada akal. Rasionalisme itu berpendirian, sumber pengetahuan terletak pada akal. Bukan karena
Rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling dipandang
sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan
bahwa akal (reason) adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes
pengetahuan.

Empirisme adalah paham filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar ialah yang logis dan ada
bukti empiris. Dengan empirisme aturan (untuk mengatur manusia dan alam) itu dibuat.
Empirisme juga memiliki kekurangan yaitu ia belum terukur. Empirisme hanya sampai pada
konsep-konsep yang umum. Seorang empirisme biasanya berpendirian, kita dapat memperoleh
pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan diperoleh dengan perantaraan indera.

Positivisme     adalah mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis, ada bukti empirisnya,
yang terukur. “Terukur” inilah sumbangan penting positivisme.Positivisme sudah dapat disetujui
untuk memulai upaya membuat aturan untuk mengatur manusia dan mengatur alam. Positivisme
adalah bahwa ilmu adalah satu-satunya pengetahuan yang valid, dan fakta-fakta sajalah yang
dapat menjadi obyek pengetahuan. Dengan demikian, positivisme menolak keberadaan segala
kekuatan atau subyek dibelakang fakta, menolak segala penggunaan metoda diluar yang
digunakan untuk menelaah fakta.  

Kritisisme adalah menolak paham salinan yang menyangkut penerapan dan pengetahuan


berdasarkan alasan-alasan.

3.    DIMENSI AKSIOLOGI (UNTUK APA ILMU DIGUNAKAN)

a.       Pengertian Aksiologis

Istilah aksiologis berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai, dan logos yang berarti
ilmu atau teori. Jadi aksiologis adalah ‘teori tentang nilai’ nilai yang dimaksud adalah sesuatu
yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori
tentang nilai yang dalam filsafat mengacu kepada permasalahan etika dan estetika.

Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyalidiki hakikat nilai, yang umumnya ditinjau dari
sudut pandang kefilsafatan. Aksiologi adalah juga menunjukkan kaidah-kaidah apa yang harus
kita perhatikan di dalam menerapkan ilmu kedalam praktis.

Berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi manusia dapat lebih cepat dan praktis dalam
mengerjakan sesuatu. Tetapi apakah benar demikian? Apakah manusia merasa bahagia dengan
kemajuan teknologi. Apakah justru timbul dampak yang menyensarakan atau menimbulkan
malapetaka bagi masyarakat. Bagaimanakah halnya dengan moral manusia dalam menghadapi
akses ilmu dan teknologi.

Aksiologi memberikan jawaban atas beberapa pertanyaan berikut. Untuk apa pengetahuan yang
berupa ilmu itu diperguankan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan
kaidah-kaidah moral?

b.      Objek Aksilogis

Dilihat dari jenisnya, paling tidak terdapat dua bagian umum dari aksiologis dalam membangun
falasafat ilmu yaitu etika dan estetika

1)      Etika

Makna etika dipakai dalam dua bentuk arti. Pertama, etika merupakan suatu kumpulan
pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia. Kedua, meruapakan suatu predikat
yang dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia lain.
Objek formal etika meliputi norma-norma kesusilaan manusia, dan mempelajari tingkah laku
manusia baik buruknya.   

2)      Estetika

Estetika mempelajari tentang hakikat keindahan didalam seni. Estetika merupakan cabang
filsafat yang mengkaji tentang hakikat indah dan buruk. Estetika membantu memgarahkan dalam
membentuk suatu persepsi yang baik dari suatu pengetahuan ilmiah agar ia dapat dengan mudah
dipahami khalayak luas. Estetika juga berkaitan  dengan kualitas dan pembemtukan mode-mode
yang estetis dari suatu pengetahuan ilmiah itu. Estetika berkaitan dengan nilai tentang
pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di
sekelilingnya.

c.       Bagian Aksiologis

Menarik pengertian menurut Bamel bahwa aksiologi terdiri dari tiga bagian:

1)      Moral Cobduct, merupakan tindakan moral, bidang yang melahirkan disiplin etika

2)      Esthetic expression, merupakan ekspresi Keindahan, melahirkan disiplin Estetika

3)      Socio-political life, meruapakan kehidupan sosoal-politik, yang melahirkan filsafat sosoal


politik
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A.      KESIMPULAN

Seperti yang telah diuraikan dimuka bahwa untuk dapat membedakan pengetahuan ilmiah
(pengetahuan yang didapatkan secara sains) dengan pengetahuan-pengetahuan yang didapatkan
dengan cara lain, maka pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan adalah:

1.         Apa (what) yang dikaji oleh pengetahuan itu, yaitu objeknya (ontology)

2.         Bagaiman (how) cara mendapatkan pengetahuan tersebut, proses dan prosedurnya


(epistemology)

3.         Untuk apa pengetahuan termaksud dipergunakan, kaitannya dengan penggunaannya


dalam kaidah-kaidah moral (aksiology).

Dalam ontology termasuk:

1.         Penginderaan

2.         Proses berfikir

Dalam estimology termasuk:

1.         Prosedur ilmiah

2.         Penalaran

3.         Pembenaran

4.         Cara/teknik/sarana dalam mendapatkan pengetahuan

Dalam aksiology termasuk:

1.         Kegunaan ilmu

2.         Kaitan ilmu dengan kaidah-kaidah moral


DAFTAR PUSTAKA

Atmadja, Dewa Gede dkk. 2014. Filsafat Ilmu dari Pohon Pengetahuan Sampai Karakter
Keilmuan Ilmu Hukum. Malang: Madani.

Banasuru, Aripin. 2014. Filsafat dan Filsafat Ilmu dari Hakekat ke Tanggung Jawab. Bandung:
Alfabeta.

Putra, Suhartono dan Harjanto. 2010. Filsafat Ilmu Kedokteran. Surabaya: Airlangga University
Pres.

Susanto. 2016. Filsafat Ilmu Suatu Kajian Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis.
Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai