Anda di halaman 1dari 20

Presentasi Kasus

SEORANG WANITA USIA 60 TAHUN DENGAN ANTERIOR


DISLOCATION SHOULDER DEKSTRA

Periode : 24 Februari-3 Maret 2019

Oleh:
Yo Tendy Pratama G99171050

Pembimbing:

dr. Rieva Ermawan, Sp.OT (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH SMF ILMU BEDAH


FK UNS/ RS ORTOPEDI PROF DR. R. SOEHARSO
SURAKARTA
2019
I. LAPORAN KASUS

A. LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN:
Nama : Ny. P
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir: Sragen, 20 Mei 1959
Umur : 60 tahun
Alamat : Masaran, Sragen
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Masuk Tanggal : 24 Februari 2019

Anamnesis:
KU:
Datang dari IGD dengan keluhan utama nyeri pada bahu kanan dan sebagian
lengan atas
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS):
Nyeri pada bahu kanan dan sebagian lengan atas dirasa setelah mengalami kecelakaan
lalu lintas motor vs motor pada tanggal 24 februari 2019 pukul 6.35 WIB dengan posisi
jatuh tengkurap dan lengan kanan menopang badan. Nyeri dirasakan terus-menerus,
Nyeri disertai pembengkakan (+), nyeri tekan (+), gerakan terbatas (+), Nyeri
bertambah saat ekstremitas kanan digerakkan. Saat dan setelah kejadian kecelakaan
lalu lintas keadaan sadar (+), amnesia (-), helm (+), Pusing (-), Mual (-), muntah (-),
Luka pada bibir bagian atas (-), Makan (+), minum (+), BAK dan, BAB tidak ada
keluhan.

2
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD):

 Riwayat trauma : (+) kecelakaan lalu lintas 1 tahum yang lalu


 Riwayat hipertensi : (-) disangkal
 Riwayat diabetes mellitus : (-) disangkal
 Riwayat penyakit jantung : (-) disangkal
 Riwayat stroke : (-) disangkal
 Riwayat alergi obat, makanan: (-) disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) :

 Riwayat hipertensi : (-) disangkal


 Riwayat diabetes mellitus : (-) disangkal
 Riwayat penyakit jantung : (-) disangkal
 Riwayat stroke : (-) disangkal
 Riwayat alergi obat, makanan: (-) disangkal

Pemeriksaan fisik:

1. Status Generalis

Keadaan umum : sakit sedang

GCS : E4V5M6

Vital sign :

 Tekanan darah: 110/70 mmHg


 Nadi : 78 x/menit
 Suhu : 36.3˚C
 Pernafasan : 22 x/menit

3
Kepala dan Leher :

 Konjungtiva anemis : (-/-)


 Sklera ikterik : (-/-)
 Pupil isokor : (± 2mm/± 2mm)
 Sianosis : (-)
 Dyspneu : (-)
 Pembesaran KGB : (-)
 Jejas : vulnus ekskoriasi diatas bibir (-)
 Thorax :
 Paru :
- I : simetris kanan dan kiri, retraksi (-)
- P : gerakan nafas hemithorax kanan dan kiri simetris
- P : perkusi paru sonor kanan dan kiri
- A : suara nafas dasar vesikuler, wheezing -/-, rhonki -/-
 Jantung :
- I : iktus kordis tidak terlihat
- P : iktus kordis teraba dan kuat angkat
- P : batas jantung dalam batas normal
- A : bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen :
 I : soefl
 A : bising usus (+) normal
 P : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
 P : timpani
 Ekstremitas :
 Motorik sde-5/5-5
 Akral hangat ++/++

4
 Edema +-/--

2. Status Lokalis

Ekstremitas superior bagian proksimal :

Look

 Luka : (-)
 Eritema : (+)
 Edema : (+)
 False movement : (+)
 Deformitas / asimetri : (+)

Feel

 Tenderness : (+)
 Edema : (+)
 Krepitasi : (+)
 False movement : (+)
 Evaluasi status neurovascular :
- Pulsasi : (+) dbn
- Pain : (+)
- Pallor : (-)
- Paralyze : (-)
- Parestesia : (-)
- Functio laesa : (+)

Move

 Gerakan aktif :
- Limitation (+) dan pain (+) pada abduksi, adduksi, fleksi, ekstensi,

5
 endorotasi, eksorotasi ekstremitas atas.
- Clear (+) dan pain (-) pada supinasi, pronasi sendi pergelangan tangan.
- Clear (+) dan pain (-) pada fleksi, ekstensi, abduksi, ekstensi jari-jari
 tangan.
 Gerakan pasif :
- Limitation (+) dan pain (+) pada abduksi, adduksi, fleksi, ekstensi,
 endorotasi, eksorotasi ekstremitas atas.
- Clear (+) dan pain (-) pada supinasi, pronasi sendi pergelangan tangan.
- Clear (+) dan pain (-) pada fleksi, ekstensi, abduksi, ekstensi jari-jari
tangan.

3. Hasil Pemeriksaan Radiologi (24/02/2019)

6
4. Hasil Pemeriksaan Laboratorium (24/02/2019)

WBC : 10.3 x 10³ /mm3 %LYM : 13.4 %


RBC : 4.73 x 106 /mm3 %MON : 3.1 %
HGB : 13.5 g/dl %GRA : 83.5 %
HCT : 39.4 % #LYM : 1.3 x 10³ /mm3
PLT : 170 x 10³/mm3 #MON : 0.3 x 10³ /mm3

PCT : 0.110 % #GRA : 8.7 x 10³ /mm3


MCV : 83 μm3 GLUCOSE : 144 mg/dl
MCH : 28.6 pg UREADIASYS : 14 mg/dl
MCHC : 34.3 g/dl CREATININE : 1.2 mg/dl

RDW : 14.3 % SGOT : 31 U/I


MPV : 6.4 μm3 SGPT : 29 U/I
PDW : 14.5 % CT/BT : 4’/1’-30”

ASSESSMENT:
Dislokasi anterior bahu dekstra
PLANNING:
Planning diagnostik:
 Darah lengkap
 Rontgen shoulder joint dextra AP
 Rontgen thorax
Planning monitoring:

 Observasi keadaan umum


 Observasi vital sign
 Observasi gejala yang muncul
 Observasi efek samping obat

7
Planning terapi (IGD):

 Terapi kausatif
- Perawatan luka
- Injeksi cefotaxim IV 2x1gr
 Terapi simtomatis
- Injeksi ketorolac IV 1x30mg
 Terapi suportif
- Infus ringer laktat 20 tpm
- Pasang elastic verband dan arm sling

Planning edukasi :

Edukasi meliputi penjelasan penyakit yang dialami hingga prognosisnya, tindakan


imobilisasi untuk waktu ± 6 minggu, makan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
untuk membantu proses penyembuhan dan rutin control kesehatan.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN
A. ANATOMI BAHU DAN LENGAN ATAS
Extremitas superior terdiri dari 5 bagian:
1. Bahu
Penyambung lengan dengan batang tubuh, dengan clavicula dan scapula sebagai
intinya.
2. Lengan atas
Dengan humerus sebagai intinya dan menghubungkan bahu pada siku.
3. Lengan bawah
Dengan ulna dan radius sebagai intinya, dan menghubungkan siku pada pergelangan
tangan.
4. Pergelangan tangan
Dengan carpus sebagai intinya, menghubungkan lengan bawah pada tangan.
5. Tangan
Dengan metacarpus dan phalanx sebagai intinya.

CLAVICULA

Clavicula menghubungkan lengan atas pada batang tubuh. Ujung medial clavicula
bersendi pada manubrium sterni melalui articulatio sternoclavicularis. Ujung lateralnya
bersendi pada acromion melalui articulatio acromioclavicularis. Bagian dua pertiga
medial corpus claviculae berbentuk cembung ke ventral, sedangkan bagian sepertiga
lateral menggepeng dan cekung ke ventral. Karena lengkunglengkung ini, clavicula
tampak sebagai huruf S besar yang memanjang.

9
SCAPULA

Scapula terletak pada aspek posterolateral thorax, menutupi costa II sampai costa IV.
Badan scapula berbentuk segitiga. Facies costalis scapula yang cekung membentuk
fossa subscapularis yang luas dan permukaannya di sebelah dorsal (facies posterior)
yang cembung, terbagi oleh spina scapulae menjadi fossa supraspinata yang lebih kecil
dan fossa infraspinata yang lebih besar. Ke arah lateral spina scapulae melanjutkan diri
sebagai acromion yang membentuk ujung bahu dan bersendi pada clavicula. Di sebelah
kraniolateral permukaan lateral scapulae membentuk cavitas gleinodalis yang bersendi
dengan caput humeri pada articulatio humeri. Processus coracoideus yang menyerupai
paruh, terletak cranial dari cavitas gleinodalis dan menganjur ke ventrolaterale.

HUMERUS

Humerus bersendi dengan scapula pada articulatio humeri dan dengan radius pada
articulatio cubiti. Caput femoris yang menyerupai bola, bersendi pada cavitas
gleinodalis scapulae. Sulcus intertubercularis membatasi tuberculum minus terhadap
tuberculum majus. Tepat distal dari caput femoris, collum anatomicum membatasi
caput femoris terdapat dua ciri yang mencolok yakni tuberositas deltoidea di sebelah
lateral dan sulcus nervi radialis di sebelah posterior. Crista supracondylaris medialis
dan crista suoracondylaris lateralis yang menonjol. Ujung distal humerus memiliki dua
permukaan artikular, sebuah capitulum humeri disebelah lateral untuk bersendi dengan
caput radii dan sebuah trochlea di sebelah medial untuk bersendi dengan ulna.

Di sebelah depan dan proksimal dari trochlea, terdapat fossa coronoidea untuk
processus coronoideus dan di sebelah belakang fossa olecrani untuk olecranon ulnae.

Di sebelah depan proksimal terdapat capitulum humeri terlihat fossa radialis untuk tepi
caput radii sewaktu lengan bawah terfleksi.

10
B. DISLOKASI ANTERIOR BAHU

Stabilitas sendi bahu tergantung dari otot-otot dan kapsul tendon yang mengitari sendi
bahu. Sedang hubungan antara kepala humerus dengan cekungan glenoid terlalu
dangkal. Karena susunan anatomi tersebut di atas mudah dimengerti bahwa sendi bahu
merupakan sendi yang mudah mengalami dislokasi. Pada waktu terjadinya dislokasi
yang pertama terjadi kerusakan atau avulsi dari fibrokartilage antara kapsul sendi
dengan gleinodalis di bagian anterior dan inferior. Dengan adanya robekan tadi, maka
sendi bahu akan mudah mengalami dislokasi ulang bila mengalami cedera lagi. Hal ini
disebut sebagai recurrent dislokasi.

11
Ada beberapa macam bentuk dislokasi sendi bahu, yaitu bentuk anterior, posterior,
superior dan inferior (luxatio erecta).

EPIDEMIOLOGI
Dislokasi anterior sering terjadi pada penderita usia muda, kecelakaan lalu lintas
maupun cedera olahraga.

TEORI TEMUAN KASUS


Usia muda
Kecelakaan lalu lintas
Cedera olahraga

MEKANISME TRAUMA

Pada dislokasi anterior, kaput humerus berada di bawah glenoid, subkorakoid dan
subklavikuler. Dislokasi anterior merupakan kelainan yang terjadi karena :

1. Gerakan puntiran keluar (external rotational), tekanan ke arah ekstensi dari sendi
bahu, posisi lengan atas dalam posisi abduksi. Dalam posisi tersebut akan terjadi
regangan yang berat pada kapsul yang melekat pada glenoid bagian depan bawah.
Pertemuan kapsul dengan glenoid ini berupa fibrokartilage. Kalau daya dorongnya
terlalu kuat terjadi avulsi fibrokartilage di bagian bawah dan depan glenoid. Lesi ini
disebut sebagai bankart laesi. Karena terjadinya robekan kapsul, kepala humerus akan
keluar dari cekungan glenoid kea rah depan dan medial kebanyakan tertahan di bawah
coracoid.

2. Trauma langsung di mana penderita jatuh, pundak bagian belakang humerus


terbentur lantai atau tanah. Gaya akan mendorong permukaan belakang humerus
bagian proksimal ke depan.

12
TEORI TEMUAN KASUS
Gerakan puntiran keluar (external rotational)
Trauma langsung pundak bagian belakang humerus terbentur lantai atau tanah

GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis dislokasi anterior meliputi :

 Pundak terasa sakit sekali, bentuk pundak asimetris, di mana bentuk deltoid pada
sisi yang cedera tampak mendatar. Hal ini disebabkan karena kepala humerus
sudah keluar dari cekungan glenoid ke depan.
 Gangguan pergerakan sendi bahu.
 Pada palpasi, di daerah subakromius jelas teraba cekung.
 Posisi lengan bawah dalam kedudukan abduksi ringan (bila terjadi bentuk
dislokasi subcoracoid).
 Kadang-kadang terjadi lesi pada n. aksilaris di mana sensibilitas kulit bagian
lateral humerus hilang atau lesi n. muskulokutaneus di mana sensibilitas kulit
bagian belakang lengan bawah hilang.
 Kadang-kadang juga terjadi gangguan pada plexus brakialis karena tertekannya
oleh kepala humerus.

TEORI TEMUAN KASUS


Pundak terasa sakit sekali √
Bentuk pundak asimetris, deltoid
tampak mendatar√
Gangguan pergerakan sendi bahu √
Daerah subakromius jelas teraba cekung Sde
Posisi lengan bawah dalam kedudukan abduksi ringan Sde
Lesi n. aksilaris di mana sensibilitas kulit bagian lateral humerus hilang (-)

13
Lesi n. muskulokutaneus di mana sensibilitas kulit bagian belakang lengan bawah
hilang (-)
Gangguan pada plexus brakialis (-)

KOMPLIKASI

Komplikasi dislokasi anterior berdasarkan waktu dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Dini

 Cedera saraf aksila sehingga pasien tidak dapat mengerutkan otot deltoid
 Cedera korda posterior pleksus brakialis
 Cedera pembuluh darah yaitu arteri aksila
 Fraktur-dislokasi terutama fraktur pada bagian proksimal humerus
 Tuberositas mayor dapat terlepas selama dislokasi

2. Belakangan

 Kekakuan bahu akibat imobilisasi yang lama, dapat terjadi kehilangan rotasi
lateral dan membatasi abduksi
 Dislokasi yang tak direduksi, karena tidak terdiagnosis biasanya pada tidak
sadar atau sangat tua
 Dislokasi berulang

TEORI TEMUAN KASUS

Dini
Cedera saraf aksila -
Cedera korda posterior pleksus brakialis -
Cedera pembuluh darah yaitu arteri aksila -
Fraktur-dislokasi terutama fraktur pada bagian proksimal humerus√

14
Tuberositas mayor dapat terlepas selama dislokasi-
Belakangan
Kekakuan bahu -
Dislokasi yang tak direduksi -
Dislokasi berulang -
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan sinar-X pada bagian anteroposterior akan memperlihatkan bayangan yang


tumpang tindih antara kaput humerus dan fossa glenoid, kaput biasanya terletak di
bawah dan medial terhadap mangkuk sendi. Foto lateral yang diarahkan pada daun
scapula akan memperlihatkan kaput humerus keluar dari mangkuk sendi.

Kalau sendi pernah dislokasi, sinar-X dapat memperlihatkan perataan atau cekungan
kontur posterolateral kaput humerus, tempat ini pernah dibuat melesak oleh tepi
anterior mangkuk glenoid.

Sinar-X :

Bagian anteroposterior akan memperlihatkan bayangan yang tumpang tindih antara


kaput humerus dan fossa glenoid. Foto lateral yang diarahkan pada daun scapula akan
memperlihatkan kaput humerus keluar dari mangkuk sendi.

PENATALAKSANAAN
Dilakukan tindakan reposisi tertutup. Ada tiga macam cara untuk mereposisi yaitu :
1. Cara Hippocrates
Penderita tidur terlentang di atas meja, lengan penderita pada sisi yang sakit ditarik ke
distal, posisi lengan sedikit abduksi. Sementara itu kaki penolong ditekankan ke aksila.
2. Cara Kocher
Penderita ditidurkan di atas meja. Penolong melakukan gerakan yang dapat dibagi
menjadi empat tahap yakni :

15
- Tahap pertama, dalam posisi siku fleksi penolong menarik lengan atas ke arah distal.
- Tahap kedua, dilakukan gerakan eksorotasi dari sendi bahu.
- Tahap ketiga, melakukan gerakan adduksi dan fleksi pada sendi bahu.
- Tahap keempat, melakukakan gerakan endorotasi sendi bahu.

3. Cara Stimson
Penderita tidur tengkurap di atas meja, lengan yang cedera dibiarkan tergelantung
ke bawah, lengan diberi beban seberat 5-7½ kg. dibiarkan selama 20-25 menit.
PEMBAHASAN
TEORI TEMUAN KASUS
Cara Hippocrates -
Cara Kocher √
Cara Stimson -
C. FRAKTUR LEHER HUMERUS
Fraktur pada humerus dapat terjadi mulai dari proksimal (kaput) sampai bagian distal
(kondilus) humerus, berikut pembagian berdasarkan lokasi frakturnya :
1. Fraktur tuberkulum mayus
2. Fraktur leher
3. Fraktur diafisis
4. Fraktur suprakondiler
5. Fraktur kondiler
6. Fraktur epikondilus medialis
EPIDEMIOLOGI
Sering terjadi pada penderita wanita yang sudah tua, karena tulangnya sudah
osteoporosis sehingga terjadi kelemahan pada tulang. Dapat pula pada usia muda yang
mengalami trauma biasanya trauma langsung.

16
TEORI TEMUAN KASUS
Wanita tua dan osteoporosis -
Usia muda √
Mengalami trauma √
MEKANISME TRAUMA
Pada penderita wanita yang sudah tua dan osteoporosis sehingga terjadi kelemahan
pada tulang. Trauma biasanya ringan, trauma tidak langsung, dimana pada waktu jatuh
lengan penderita menahan badan dalam posisi ekstensi. Garis patah biasanya
transversal. Fragmen distal akan mendorong kuat masuk ke fragmen proksimal.
Keadaan ini disebut impacted fraktur.

Pada penderita yang masih muda belum ada tanda-tanda osteoporosis. Trauma
biasanya lebih berat berupa trauma langsung. Terjadi dislokasi antara fragmen distal
dan proksimal. Bagian proksimal dislokasi kearah abduksi. Hal ini disebabkan karena
tarikan otot-otot rotator.

PEMBAHASAN
TEORI TEMUAN KASUS
Trauma tidak langsung -
Trauma langsung √
GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis fraktur leher humerus meliputi :

1. Impacted fraktur / fraktur impaksi biasanya ditemukan pada wanita tua.


Gejalanya ringan, berupa sakit di daerah bahu, fungsi lengannya masih baik.
Hal ini mudah dimengerti karena impacted fraktur merupakan fraktur yang
stabil.
2. Pada penderita yang masih muda, gejala-gejala fraktur lebih jelas berupa
function laesa, bengkak, nyeri tekan, nyeri sumbu.

17
TEORI TEMUAN KASUS
Tanda impacted fraktur : sakit di daerah bahu, fungsi lengannya masih baik(-)
Nyeri sumbu √
Nyeri tekan √
Bengkak √
Functio laesa √
KOMPLIKASI
- Kekakuan sendi bahu (ankilosis).
- Lesi pada n. sirkumfleksi aksilaris menyebabkan paralisis m. deltoid.
- Dislokasi sendi bahu.
PEMBAHASAN
TEORI TEMUAN KASUS
Kekakuan sendi bahu (ankilosis) (-)
Lesi pada n. sirkumfleksi aksilaris menyebabkan paralisis m. deltoid (-)
Dislokasi sendi bahu √

PEMERIKSAAN PENUNJANG

X-ray pada impacted fraktur ditemukan garis patah transversal, namun kadangkadang
susah dikenali. Pada pasien muda, fragmen biasanya terpisah secara lebih jelas. Pada
remaja, terjadi fraktur pemisahan pada epifisis humerus bagian atas, batang bergeser
ke atas dan ke depan, meninggalkan kaput dalam mangkuk sendi.(braddy,1995)

Foto aksila harus selalu diambil untuk menyingkirkan dislokasi bahu.

TEORI TEMUAN KASUS

Sinar-X
Pada impacted fraktur ditemukan garis patah transversal.
Pada pasien muda, fragmen biasanya terpisah secara lebih jelas.
PENATALAKSANAAN

18
Pada impacted fraktur tidak diperlukan tindakan reposisi. Lengan yang cedera cukup
diistirahatkan dengan memakai gendongan (sling) selama 6 minggu. Selama waktu itu
penderita dilatih untuk menggerakkan sendi bahu berputar sambal membongkokkan
badan meniru gerakan bandul (pendulum exercise). Hal ini dimaksudkan untuk
mencegah kekakuan sendi bahu(Bishop J, 2004)

Pada penderita dewasa bila terjadi dislokasi abduksi dilakukan reposisi dan
diimobilisasi dengan gips spica, posisi lengan dalam abduksi (shoulder spica)

Impacted fraktur

1. Imobilisasi dengan memakai gendongan (sling) selama 6 minggu -


2. Latihan meniru gerakan bandul (pendulum exercise)

Non impacted fraktur

1. Tindakan reposisi
2. Imobilisasi dengan gips spica atau memakai gendongan (sling)

19
DAFTAR PUSTAKA

Apley, A Graham & Solomon, Louis. 2010. Ortopedi dan Fraktur sistem Apley, Ninth
edition ISE. Jakarta: CRC Press.

Bishop J, Flatow EL. 2004. Orthopedic Surgery: The Shoulder. In Principles of


Surgery, 7th edition. Edited by Schwartz, Seymour. New York: McGraw
Hill.

Brady WJ, Knuth CJ, Pirrallo RG. Bilateral inferior glenohumeral dislocation: luxatio
erecta, an unusual presentation of a rare disorder. J Emerg Med 1995; 13:37.

Brett Owens, MD, study co-author. 2010. High rates of shoulder dislocation in young
men and elderly women. New York: Uniformed Services University of
Health Sciences

Clifford R. Wheeless. 2012. Anterior Instabillity of the Shoulder from


http://www.wheelessonline.com/ortho/anterior_instability_of_the_shoulder

Mansjoer,A., et al. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

Moore,K.L., Agur,A.M.R., 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta :Hipokrates

Nugroho,E., 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta : Widya
Medika

Putz,R., Pabst,R., 2003. Atlas Anatomi Manusia. Jakarta : EGC

Rasjad,C., 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : Yarsif Watampone

Reksoprodjo,S., et al. 2012. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara

Sjamsuhidajat,R., DeJong,W., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

20

Anda mungkin juga menyukai