DISUSUN OLEH :
PEMBIMBING :
dr. FERRY WIJANARKO, Sp.BS.
Oleh:
1
BAB I
PENDAHULUAN
Tumor otak metastasis merupakan lesi otak yang cukup sering dijumpai.1-
3 Metastasis ke otak merupakan komplikasi sistemik kanker yang paling ditakuti
dan merupakan tumor intrakranial yang paling umum pada orang dewasa.4
Sekitar 15-20% pasien kanker akan didiagnosis dengan tumor otak
metastasis. Insiden dari tumor ini diperkirakan 4.1-11.1 per 100.000
populasi/tahun. Insiden tumor otak metastasis meningkat sejalan dengan semakin
majunya terapi sistemik yang memperpanjang angka harapan hidup, semakin
banyaknya populasi lanjut usia, meningkatnya insiden kanker paru dan melanoma
dan kemampuan MRI dalam mendeteksi metastasis berukuran kecil.1,5,6 Pada
orang dewasa, sumber metastasis utama adalah kanker paru, payudara dan
melanoma.Metastasis ke parenkim otak merupakan bentuk keterlibatan SSP yang
tersering dari kanker sistemik. Penyebaran terutama secara hematogen. Selain itu
penyebaran ke parenkim bisa juga terjadi sebagai akibat perluasan dari metastasis
tulang yang berdekatan. Metastasis cenderung berada di gray-white matter
junction karena pada daerah ini pembuluh darah berubah ukuran sehingga emboli
metastatik dapat terperangkap.1,3 Penatalaksanaan tumor otak metastasis hingga
saat ini masih terus menjadi tantangan karena asal metastasis otak yang sangat
beragam dan waktu survival yang relatif singkat. 5
2
BAB II
ANATOMI OTAK
Susunan saraf terdiri dari: Susunan Saraf Pusat (SSP) dan Susunan Saraf
Tepi (Nn. Craniales + Nn. Spinales). Susunan Saraf Pusat terdiri Encephalon dan
Medulla Spinalis. Otak, atau ensefalon secara konvensional dibagi dalam 5 bagian
utama : telensefalon atau otak besar, diensefalon atau otak antara, mesensefalon
atau otak tengah, metensefalon atau otak belakang, dan mielensefalon atau
medulla oblongata (sambungan sumsum tulang). Telensefalon dan diensefalon
membentuk prosensefalon atau otak depan. Metensefalon dan mielensefalon
membentuk rombensefalon atau otak belah ketupat. Metttensefalon terdiri dari
pons danserebelum. Serebrum mencakup telensefalon, diensefalon dan otak
tengah bagian atas.
Serebrum sebagiannya terbagi dalam dua belahan – hemisfer oleh suatu
fisura longitudinal vertical yang dalam. Sebuah hemisfer serebrum adalah
setengah bagian otak depan. Hemisfer serebrum meliputi struktur telensefalon
seperti korteks serebrum, zat putih yang dalam terhadap korteks, ganglia basal,
dan korpus kalosum. Sistem ventrikulus ialah rongga-rongga di dalam otak yang
berisi cairan serebrospinal. Sistem itu dibagi sebagai berikut : ventrikel lateral
ialah rongga di dalam hemisfer serebrum, ventrikel ketiga ialah rongga di dalam
diensefalon, akuaduktus serebrum (akuaduktus sylvii) ialah rongga di dalam
mesensefalon dan ventrikel keempat ialah rongga rombensefalon. Serebelum (otak
kecil) ialah bagiandorsal metensefalon yang mengembang.
Batang otak ialah istilah kolektif untuk diensefalon, mesensefalon dan
rombensefalon tanpa serebelum. (Diensefalon kadang-kadang tidak dimasukkan
ke dalam batang otak). Batang otak dibagi menurut hubungan topografiknya
dengan tentorium dalam bagian supratentorium dan infratentorium.
Diensefalon ialah bagian bagian supratentorium dan otak tengah, pons dan
sambungan sumsum tulang belakang merupakan bagian infratentorium. Semua
saraf otak kecuali saraf penghidu dan saraf optik, muncul dari batang otak bagian
infratentorium.
3
FISIOLOGI SUSUNAN SARAF PUSAT
Sistem saraf terdiri dari:
1.Reseptor sensoris reaksi segera memori pada otak
2.Informasi ( medulla spinalis, substansia retikularis)
3.Efektor ke otot & kelenjar
4
3. Tingkat otak bagian atas atau tingkat kortikal, daerah tempat penyimpanan
informasi dan proses berpikir.
Patokan anatomis yag digunakan dlm pemetaan korteks serebri terdiri dari 4 lobus
yaitu :
1. Lobus oksipitalis, untuk pengelolaan awal masukan penglihatan
2. Lobus Temporalis, untuk sensasi suara (Pendengaran).
3. Lobus parietalis, untuk menerima & mengolah masukan sensorik seperti
sentuhan, panas, tekanan, dingin dan nyeri dari permukaan tubuh.
4. Lobus Frontalis, berfungsi :
a. aktifitas motorik volunter
b. Kemampuan berbicara
c. Elaborasi pikiran.
1. Persepsi sensorik
2. Kontrol gerakan volunter
3. Bahasa
4. Sifat pribadi
Medulla Spinalis
Berjalan melalui kanalis vertebralis dan dihubungkan dengan saraf spinalis.
Terdiri dari :
1. Substansia Grisea berbentuk seperti kupu-kupu(H) terdiri dari badan sel saraf dan
dendritnya, antarneuron pendek dan sel-sel glia
2. Substansia Alba tersusun menjadi traktus (jaras) yaitu :
a. Traktus Asendens (dari Medulla Spinalis ke Otak), menyalurkan sinyal dari
aferen ke otak.
5
b. Traktus Desendens (dari Otak ke Medulla Spinalis), menyampaikan pesan -
pesan dari otak ke neuron eferen.
Medulla Spinalis bertanggung jawab untuk integrasi banyak refleks dasar,
mempunyai 2 fungsi utama :
1. Sebagai penghubung untuk menyalurkan informasi antara otak dan bagian tubuh
lainnya.
2. Mengintegrasikan aktifitas refleks antara masukan aferen dan keluaran eferen
tanpa melibatkan otak, jenis aktifitas refleks ini dikenal sbg refleks spinal.
Serebelum
Serebelum penting dalam keseimbangan serta merencanakan dan
melaksanakan gerakan volunter. Terdiri dari :
1. Vestibuloserebellum, mempertahankan keseimbangan dan mengontrol gerakan.
2. Spinoserebellum, mengatur tonus otot dan gerakan volunter yang terampil dan
terkoordinasi.
3. Serebroserebellum, dalam perencanaan dan inisiasi gerakan volunter dengan
memberikan masukan ke daerah motorik korteks
6
BAB III
BRAIN METASTATIC TUMOR
III.1. DEFINISI
Tumor otak metastasis merupakan neoplasma yang berasal pada jaringan diluar
sistem saraf pusat dan menyebar secara sekunder ke otak.6
III.2. EPIDEMIOLOGI
Tumor otak metastasis merupakan tumor intraserebral yang paling sering
dijumpai walaupun insidensi pastinya tidak diketahui. Studi dari Percy et al
menemukan insidensi metastasis otak sebesar 11.1 per 100.000. Studi lain
menemukan insidensi metastasis otak sebesar 3.4 per 100.000.4 Metastasis otak
dijumpai pada 20-40% pasien kanker dan memiliki perbandingan 10:1 dengan
tumor otak primer. Diperkirakan 98.000 hingga 170.000 pasien didiagnosis
dengan tumor otak metastasis setiap tahunnya di Amerika Serikat. Jenis kanker
yang paling sering bermetastasis ke otak adalah kanker paru, yaitu 30-60% dari
seluruh metastasis otak. 1,6
7
III.3. PATOFISIOLOGI
Metastasis merupakan proses dinamis yang melibatkan berbagai proses.1-4
Mekanisme spesifik dan urutan kejadian yang menyebabkan metastasis otak
belum sepenuhnya dimengerti. Baik sel kanker yang bermetastasis ke otak
maupun lingkungan pada otak itu sendiri memainkan peranan yang penting. Agar
sel metastatik dapat meninggalkan tumor primer, sel-sel ini harus memiliki
kemampuan untuk melepaskan diri, bersirkulasi dan menginvasi. Penyebaran sel
tumor terjadi melalui sistem vaskular atau limfatik. Sebagian besar sel tumor
menyebar melalui pembuluh darah atau limfatik (hipotesis hemodinamik) dan
tertahan secara mekanik pada kapiler atau nodus limfarik yang pertama kali
dijumpai. Sel-sel ini kemudian menjadi lokasi perkembangan tumor. Walaupun
begitu, mekanisme ini tidak berlaku untuk seluruh fenomena metastasis.
Walaupun otot, ginjal dan kulit merupakan struktur dengan vaskularisasi yang
banyak, organ ini jarang menjadi tempat metastasis. Pada tahun 1889, Stephen
Paget menganalisa hasil autopsi dari 735 kasus kanker payudara dan menemukan
bahwa walaupun aliran darah ke ginjal dan limpa lebih banyak, namun organ
8
hepar merupakan tempat metastasis yang lebih sering. Ia menunjukkan bahwa
tampaknya ada karakteristik organ host itu sendiri yang mempengaruhi dimana
sel-sel tumor ini akan berkembang. Ini menghasilkan hipotesis “seed and soil”. Ia
menyatakan bahwa sel-sel tumor (seed) hanya dapat berkembang jika berada pada
organ yang tepat (soil). Banyak bukti yang mendukung hipotesis seed and soil
atau molecular recognition. Sel-sel tumor mencapai organ melalui jalur vaskular
dan limfatik. Setelah mencapai organ tertentu, sukses tidaknya sel-sel ini
berkembang menjadi tumor bergantung pada kesesuaian ‘soil’. Satu studi otopsi
memprediksi bahwa hipotesis hemodinamik berperan pada 66% metastase,
sedagkan 20% mungkin disebabkan hipotesis molecular recognition. Metastasis
lokal tampaknya disebabkan oleh proses hemodinamik, sedangkan penyebaran
yang lebih jauh tampaknya disebabkan oleh molecular recognition antara sel-sel
tumor dan host organ.2,3,4
Kaskade Metastatik
Kaskade metastatik adalah rangkaian proses yang terjadi pada proses penyebaran
kanker. Tidak semua mekanisme dan faktor yang berperan telah teridentifikasi,
namun sejumlah growth factors, sitokin, mediator imunologis dan jalur molekular
tampaknya memainkan peran. Urutan kejadiannya meliputi: detachment,
intravasation, transpor embolisasi, ekstravasasi, kolonisasi dan angiogenesis.
(tabel 2)4
9
Detachment
Setelah sel normal mengalami perubahan genetik yang mengubahnya
menjadi sel tumor, agar dapat bermetastasis, sel tersebut pertama kali harus
melepaskan diri sendiri dari massa tumor. Seperti pada sel normal, perlekatan
antar sel sebagian besar dimediasi oleh cadherins. Cadherins merupakan bagian
dari kelompok protein permukaan sel yang disebut cellular adhesion molecules
(CAMS). CAMS adalah protein permukaan sel yang
memungkinkan perlekatan sel satu sama lain, atau ke extracelluler matrix (ECM).
Dari berbagai jenis cadherins, epitel cadherin (E-chaderin) adalah protein penting
yang terlibat
dalam interaksi antar sel; pada dasarnya molekul ini merupakan ‘lem’ yang
merekatkan selsel ini bersama-sama. Sel-sel tumor menonaktifkan E-chaderin,
fase penting pada detachment. Selain hilangnya E-chaderin, sel-sel tumor
mengaktifkan N-cadherin, yang meningkatkan motilitas dan invasi dengan
memungkinkan sel tumor untuk melekat dan menginvasi stroma di bawahnya.
Kehilangan adhesi adalah langkah penting pada epithelial mesenchymal transition
(EMT). Down-regulation E-chaderin dan up-regulation N-chaderin merupakan
dua peristiwa kunci yang terjadi selama EMT. Dengan demikian, sel dengan
penurunan ekspresi E-chaderin memiliki potensi metastasis yang lebih tinggi.
10
Beberapa bukti terakhir menunjukkan bahwa up-regulation dari N-cadherin
dengan sendirinya dapat menyebabkan detachment dan motilitas.4
Intravasasi
Setelah memisahkan diri dari tumor primer, sel-sel tumor yang
bermetastasis akan bergerak menuju pembuluh darah kemudian menembus
membran endotel dan ECM. ECM berfungsi tidak hanya sebagai penopang untuk
sel atasnya, namun juga terlibat dalam signaling, proliferasi dan mengkoordinasi
migrasi. Sel-sel ini memulai proses dengan melepaskan beberapa faktor untuk
menghancurkan membran basal. Matrix metalloproteins(MMPs) adalah salah satu
enzim proteolitik kunci yang terlibat dan dirancang untuk menghancurkan
sejumlah protein seperti kolagen, laminin dan fibronektin. Dalam sel
nonneoplastik yang secara aktif bermitosis, ini memungkinkan remodelling dari
ECM untuk mengakomodasi sel progeni. MMPs telah diklasifikasikan sesuai
dengan kemampuan mereka untuk mendegradasi protein tertentu. 4 MMP-2 dan
MMP-9 dianggap yang paling menonjol dalam perkembangan metastasis. Enzim-
enzim ini diklasifikasikan sebagai gelatinases karena kemampuan khusus mereka
untuk menghancurkan denaturated kolagen. Peningkatan ekspresi MMP-9 telah
ditemukan pada metastasis otak dan tumor otak primer. MMPs menunjukkan
keragaman fungsi dan dapat bekerja pada banyak tepat di sepanjang kaskade
metastatik termasuk proliferasi , migrasi, diferensiasi, angiogenesis, dan apoptosis
sel. Misalnya, MMPs adalah salah satu kekuatan pendorong EMT dan merekajuga
dapat bertindak untuk menghancurkan E-chaderin. Urokinase plasminogen
activator (UPA) merupakan protease aktif lainnya. Jika terikat ke molekul
permukaan sel, urokinase aktivator plasminogen reseptor (uPAR), UPA yang
aktif mengkonversi zymogens lainnya menjadi protease aktif. Yang paling
penting dari ini adalah plasminogen, yang dipecah menjadi plasmin. Plasmin
kemudian dapat mengaktifkan MMPs lainnya, terutama jenis 1,2,3,9 dan 14, atau
bisa langsung mencerna fibrin. Seperti MMP-2, kadar uPAR yang timggi dapat
menunjukkan perjalanan yang lebih agresif dan prognosis yang buruk. Selain
meningkatkan degradasi membran basal, kedua protease juga dianggap dapat
mengaktifkan faktor pertumbuhan dan kemokin yang pada akhirnya mendorong
11
4
tumorigenesis. Studi dari Rojiani et al (2010) pada 28 kasus tumor otak
metastasis menemukan bahwa 57.14% tumor metastatik menunjukkan
immunoreaktivitas untuk MMP-2, sedangkan 42.86% negatif.16
12
Metastase otak yang paling ditemukan di perbatasan grey-white matter, di
mana pembuluh darah menyempit hingga ke titik kritis untuk menjebak emboli
tumor. Selain itu, distribusi aliran darah serebral sebagian besar adalah ke
hemisfer otak (80%), kemudian ke serebelum dan batang otak. Dengan demikian,
85% dari metastase otak ditemukan dalam cerebrum, 10-15% di serebelum dan
3% di batang otak.Temuan ini mendukung penyebaran hemodinamik sebagai
mekanisme primer yang terlibat. Namun, untuk alasan yang tidak diketahui, tumor
gastrointestinal dan pelvis memiliki kecenderungan yang tidak biasa untuk
bermetastasis ke fosa posterior; sekitar 50% dari metastase tunggal dari tumor ini
dijumpai pada serebelum. Hal ini tampaknya disebabkan oleh karena afinitas
molekul antara sel-sel tumor dan lingkungan. Jadi, di otak, pola metastasis dapat
dijelaskan dengan hipotesis hemodinamik dan molecular recognition.4
Adhesi
Mikroemboli tumor yang bersirkulasi akhirnya berhenti di suatu vascular
bed, proses tertahannya ini berhubungan dengan untuk ukuran tumor, tetapi juga
dengan pengikatan sel tumor ke molekul permukaan pada endotel yang disebut
addressins endotel. Molekul-molekul ini unik untuk kapiler organ tertentu. Protein
ini bertindak sebagai berth untuk sel-sel tumor yeng bersirkulasi yang
mengekspresikan protein pelengkap, seperti integrin. Integrin, subset lain dari
CAMS, adalah protein integral tertanam dalam membran plasma sel. Peran
utamanya terkait dengan perlekatan sitoskeleton selular ke ECM serta transduksi
sinyal dari ECM ke sel. Beberapa bukti menunjukkan mereka terlibat dalam
adhesisel tumor ke trombosit selama embolisasi, serta induksi protease seperti
MMPs selama intravasasi. CD44 adalah protein membran integral yang
memediasi adhesi sel tumor ke endotel di lokasi sekunder. Ekspresinya meningkat
pada hampir 50% dari metastase otak, terutama pada payudara, tiroid dan
melanoma. E-selektin yang diekspresikan pada sel endotel juga dapat membantu
dalam adhesi sel tumor.
Ekstravasasi
13
Proses ini, seperti halnya intravasasi, membutuhkan degradasi ECM.
Dengan demikian, beberapa faktor yang sama yang terlibat dalam intravasasi,
termasuk MMPs dan UPA, juga terlibat di sini. Salah satu langkah yang lebih
penting dalam ekstravasasi melibatkan degradasi proteoglikan heparan sulfat
(HSPG) dalam membran basal dan ECM oleh endoglycosidase heparinase yang
mencerna rantai HSPG. Normalnya diekspresikan oleh trombosit dan leukosit,
heparinase juga dapat dihasilkan oleh sel termasuk astrosit dan kanker tertentu
seperti prostat. Kompleks UPA-uPAR juga aktif dalam restrukturisasi basement
membran dan mengaktifkan protease lainnya. Sel tumor dapat memperoleh akses
ke jaringan sekitarnya dengan gaya geser (shear force). Sebuah fokus tumor yang
kecil, sekali tertahan di pembuluh darah, dapat mulai berproliferasi dan tumbuh
menjadi massa yang memungkinkannya mendorong melalui lapisan sel endotel
pembuluh darah untuk berkontak dengan membran basal.
Kolonisasi
Setelah berhasil menyerang jaringan parenkim, sel-sel kanker sekarang
dapat tumbuh untuk membentuk massa. Ini adalah titik krusial yang menentukan
nasib sel ini. Jika mereka tidak mampu tumbuh, mereka akan tetap berada dalam
keadaan dorman sebagai suatu micrometastasis. Micrometastases didefinisikan
sebagai fokus tumor kurang dari atau sama dengan 2 mm dalam dimensi terbesar.
Dapat dijumpai jumlah yang tak terhitung dari sel ini yang tersebar di seluruh
tubuh, tetap dorman sampai mereka mencapai kemampuan untuk berproliferasi.
Beberapa bukti menunjukkan bahwa langkah awal dari metastasis relatif mudah,
dan langkah terakhir dari kolonisasi ini yang tidak mudah; oleh karena itu, hal ini
dianggap sebagai rate-limiting step dari kaskade ini. Satu penelitian menunjukkan
bahwa 80% dari sel melanoma disuntikkan ke tikus bertahan sampai titik di mana
mereka mencapai ekstravasasi. Namun begitu, kurang dari 3% mikrometastases,
dan hanya 1% yang terus membentuk metastase klinis jelas yang jelas.4
Angiogenesis
14
Semua jaringan, baik neoplastik atau tidak, tergantung pada suplai darah
yang cukup. Suatu tumor tidak dapat tumbuh melebihi 1 sampai 2 mm3 jika tidak
memperoleh suplai darah sendiri,biasanya melalui angiogenesis. Sejumlah faktor
yang menyebabkan pembentukan pembuluh darah baru termasuk vascular
endothelial growth factor (VEGF), basic fibroblast growth factor(bFGF), platelet
derived growth factor(PDGF), dan epidermal growth factor (EGF). VEGF
tampaknya adalah yang paling signifikan. VEGF, juga disebut vascular
permeabilitas factor (VPF), memainkan peran penting dalam edema otak yang
berhubungan tumor. VEGF berikatan dengan reseptor pada sel endotel dan
menginduksi eovaskularisasi, meningkatkan permeabilitas dan mengaktifkan
UPA. Hal ini juga ampaknya merupakan penanda untuk pertumbuhan dan
perkembangan tumor dan dapat berfungsi sebagai suatu penanda prognostik.
Angiogenesis adalah proses dengan berbagai langkah. Pertama, sel-sel endotel
berproliferasi dan menembus ECM host. Mereka kemudian berkumpul menjadi
pembuluh darah yang sangat ireguler dibandingkan dengan jaringan normal.
Migrasi dan transformasi sel endotel dapat dimediasi oleh bFGF, yang juga dapat
merangsang produksi protease. Pembuluh darah yang baru ini memiliki bentuk
yang tidak normal, ukuran bervariasi, dan memiliki orientasi yang tidak teratur.
Mereka tidak memiliki barrier endotel yang tipikal. Sel-sel endotel ini tidak
kohesif, dan memiliki tight junctionyang jarang. Faktor-faktor ini menyebabkan
pembuluh darah baru menjadi lebih permeabel. Keuntungan dari neovaskularisasi
dua kali lipat, karena tidak hanya memungkinkan sel tumor untuk berkembang,
tetapi pembuluh darah ini lebih permeabel memungkinkan sel untukmemasuki
sirkulasi dengan mudah dan menyebabkan metastasis. Hypoxic ischemic factor
(HIF) merupakan mediator penting lain pada angiogenesis. HIF-1 terkait erat
dengan oksigenasi jaringan. Dalam kondisi sel hipoksia, seperti yang terlihat pada
sel tumor yang terlalu aktif metabolismenya, HIF-1 meningkat. Hal ini kemudian
memicu up-regulation faktor lain yang penting untuk meningkatkan oksigenasi
termasuk VEGF dan eritropoietin.Pertumbuhan mikrometastasis yang dorman
tampaknya ditekan oleh faktor antiangiogenesis yang dilepaskan dari kanker
primer. Saat tumor primer dibuang,mediator antiangiogenesis mediator
15
dihilangkan dan menyebabkan pertumbuhan metastasis jauh. Sel-sel stroma di
sekitarnya juga dapat berfungsi sebagai faktor pro-angiogenesis. Ini termasuk sel
endotel yang dapat mengeluarkan angiopoietin, yang merangsang diferensiasi sel,
serta makrofag host yang mengekspresikan beberapa faktor pertumbuhan seperti
VEGF, TGF dan interleukin-8.4
16
Prosedur diagnostik utama adalah pemeriksaan neuroimejing. Pada
pemeriksaan CT scan tanpa kontras, metastasis biasanya tampak isodens dan
berbatas tegas. (gambar). Lesi hiperdens menunjukkan adanya perdarahan atau
kalsifikasi. Hipodensitas ekstrim dapat menggambarkan lemak. Pemeriksaan CT
scan tanpa kontras juga bermanfaat untuk mendeteksi efek massa seperti midline
shift atau hidrosefalus. Edema peritumoral akan terlihat sebagai hipodensitas di
sekitar tumor hingga ke white matter.2-4 Pada pemeriksaan CT scan dengan
kontras lesi menjadi hiperdens yang menggambarkan kerusakan sawar darah otak,
neovaskular dan peningkatan permeabilitas kapiler.Penyangatan di sekitarnya juga
dapat dijumpai (gambar) Lesi biasanya bulat, terutama jika berukuran kecil, dan
berbatas tegas. Pada MRI, sebagian besar lesi menunjukkan hipointens pada T1,
2-4,7
dengan hiperintensitas pada T2 dan FLAIR. (gambar) . Pada CT scan atau
MRI, biasanya metastasis otak tampak sebagai lesi enhancement dikelilingi oleh
edema sampai ke substansia alba. Tidak seperti tumor primer otak, metastasis otak
jarang mengenai corpus calosum atau melewati midline.
17
Diagnosis banding tumor otak metastasis cukup luas, mencakup tumor primer
(glioma, meningioma, limfoma), infeksi (abses serebri, ensefalitis), lesi
demielinasi, infark serebral dan perdarahan intraserebral. Sebagian besar tumor
metastasis berupa lesi multipel yang menyangat kontras.2 Beberapa penyebab lesi
multipel pada otak yang menyangat kontras terlihat pada tabel 3.
III.7. PENATALAKSANAAN
III.7.1. TERAPI SIMPTOMATIS DAN SUPORTIF
Penatalaksanaan pasien dengan metastasis otak selalu difokuskan pada
pilihan terapi seperti pembedahan, radioterapi dan kemoterapi. Namun begitu
manajemen gejala dan perawatan suportif juga sama pentingnya, termasuk
pemberian kortikosteroid, penatalaksanaan kejang dan nyeri, penilaian gangguan
menelan, penatalaksanaan kejadian tromboemboli, penggunaan antikoagulan yang
18
tepat dan aman, serta evaluasi masalah psikiatrik. Penatalaksaaan suportif yang
baik akan meningkatkan kualitas hidup dan memungkinkan pasien untuk
berkonsentrasi pada terapinya.4
Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid seringkali dibutuhkan pada pasien tumor otak
metastasis untuk mengendalikan gejala yang disebabkan oleh peningkatan tekanan
intrakranial. Edema peritumoral merupakan penyebab utama peningkatan tekanan
intrakranial dan dimediasi oleh berbagai mekanisme, termasuk peningkatan
permeabilitas yaang dinduksi oleh faktor-faktor yang disekresi oleh tumor dan
jaringan sekitar, seperti radikal bebas, asam arakidonat, glutamat, histamin,
bradikinin, atrial natriuretic peptide, dan VEGF. Dexamethasone merupakan
steroid potensi tinggi yang paling sering digunakan untuk mengatasi edema yang
berhubungan dengan tumor otak. Mekanisme dexamethasone dan glukokortikoid
lain dalam mengurangi edema masih belum jelas.Seperti diketahui bahwa tumor
otak metastasis memiliki konsentrasi reseptor glukokortikoid yang tinggi. Efek
19
obat-obatan ini tampaknya dimediasi melalui pengikatan dengan reseptor ini yang
akhirnya menyebabkan ekspresi gen baru. Inhibisi produksi dan pelepasan faktor
vasoaktif yang disekresi oleh sel-sel tumor dan sel-sel endotel, seperti VEGF dan
prostasiklin, tampaknya terlibat dalam proses ini. Sebagai tambahan,
glukokortikoid tampaknya menghambat reaktivitas sel-sel endotel terhadap
beberapa substansi yang menginduksi permeabilitas kapiler.4
Pada pasien tumor otak metastase dengan gejala ringan akibat efek massa,
direkomendasikan pemberian kortikosteroid dengan dosis 4-8 mg per hari,
sedangkan untuk pasien dengan gejala menengah hingga berat direkomendasikan
dosis 16 mg atau lebih per hari (level 3). Dexamtehasone merupakan
kortikosteroid pilihan dan sebaiknya diturunkan perlahan selama 2 minggu. (level
3). Dexamethasone diturunkan setelah pemberian selama satu minggu dan
dihentikan setelah 2 miggu jika memungkinkan.14
Nyeri Kanker
Nyeri dapat timbul pada tumor otak metastasis. Metastasis pada parenkim
otak menyebabkan nyeri dengan meningkatkan tekanan intra kranial (TIK) dan
menyebabkan traksi dura. Nyeri kepala biasanya tidak terlokalisasi dengan baik
dan sering dirasakan di seluruh kepala. WHO telah menetapkan pendekatan
farmakologis dalam tatalaksana nyeri kanker, yang bergantung pada intensitas
nyeri, apakah ringan, sedang atau berat. Langkah 1 adalah untuk pasien dengan
nyeri ringan atau menengah dan terdiri dari penggunaan analgetik nonopioid,
yaitu asetaminofen, salisilat dan nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID).
Langkah 2 ditujukan pada pasien dengan nyeri ringan hiingga menengah yang
tidak teratasi dengan analgesik onopioid dan untuk pasien dengan nyeri menengah
hingga berat saat onset yang terdiri dari opioid potensi rendah yaitu kodein,
oxycodone, hydrocodone, dan propoxyphene. Langkah 3 merupakan opioid
potensi tinggi, mencakup morfin, oxycodone, hydromorphone, levorphanol,
methadone dan fentanyl. Langkah 3 ditujukan pada pasien dengan nyeri berat
atau yang tidak teratasi dengan opioid potensi rendah. Analgetik ajuvan dapat
diberikan bersamaan dengan obat-obat pada langkah 1,2,3. 1
20
Gambar 5. Langkah Pendekatan Nyeri Kanker
Dikutip dari : Schiff D, Wen PT. Cancer Neurology in Clinical Practice.
New Jersey. 2003.
21
Tabel 7. Opioid Potensi Rendah
Dikutip dari : Schiff D, Wen PT. Cancer Neurology in Clinical Practice. New
Jersey. 2003
22
Tindakan bedah pada metastasis intrakranial memberikan beberapa
keuntungan. Pertama, reseksi total menghilangkan efek massa, iritasi otak, dan
edema. Karena lesi metastatik tumbuh dengan cara ekspansi dan bukannya invasi
ke jaringan otak, maka eksisi dapat memperbaiki disfungsi neurologis
yangdisebabkan oleh kompresi ke jaringan otak. Kedua, tindakan bedah
memungkinkan diagnosis patologis pada kasus dimana kanker primernya belum
diketahui. Keuntungn tindakan bedah harus ditimbang dengan risikonya pada tiap
pasien. Operasi harus dipertimbangkan hanya pada pasien yang akan mendapat
manfaat dari tindakan bedah. Manfaat dari operasi dalam pengobatan fokus
metastasistunggal telah divalidasi oleh data dari berbagai studi. Tindakan bedah
tetap menjadi terapi utama pada pasien dengan metastasis tunggal yang terlalu
besar jika hanya diterapi dengan radiosurgery. Peran tindakan bedah pada pasien
6
dengan metastasis multipel masih belum jelas. Tindakan bedah dilakukan jika
terdapat efek massa yang signifikan dan /atau debulking diiperlukan untuk
menghilangkan gejala dengan segera dan atau meningkatkan kualitas hidup. 9
Tujuan dari gross total resection (GTR) adalah untuk mengangkat seluruh
jaringan tumor dan jaringan normal sekitarnya seminimal mungkin untuk
memperoleh batas yang jelas. Ini biasa dilakukan dengan reseksi mikorsurgikal
agar dapat membedakan jaringan tumor dan jarungan normal dengan jelas. Harus
dilakukan dengan hati-hati agar tidak mencederai pembuluh darah di sekitarnya
yang dapat melalui ata uberdekatan dengan tumor namun memberikan perfusi ke
jaringan otak normal.9
Klasifikasi RPA
The Radiation Therapy Oncology Group mengembangkan metode
stastistik untuk mengkategorikan pasien kanker yang dikenal dengan sistem
klasifikasi Recursive Partitioning Analysis. Sistem klasifiksi ini berdasarkan usia,
skor Karnofsky Performance Scale (KPS) dan luasnya penyakit sistemik. Pasien
dengan RPA kelas 1 memiliki usia kurang dari 65 tahun, memiliki skor KPS 70
atau lebih dan tidak memiliki penyakit sistemik atau memiliki penyakit sistemik
yang terkontrol. Pasien dengan RPA kelas 2 memiliki usia 65 tahun atau lebih dan
23
memiliki penyakit sistemik yang tidak terkontrol, namun nilai KPS yang lebih
dari 70. Pasien dengan KPS kurang dari 70 dikategorikan sebagai RPA kelas 3.
Pasien dengan RPA kelas 1 dianggap sebagai kandidat yang baik untuk tindakan
kraniotomi, sedangkan pasien dengan RPA kelas 3 dianggap sebagai kandidat
yang buruk. Pemilihan pasien dengan RPA kelas 2 kurang begitu jelas, dan
membutuhkan pertimbangan yang lebih hati-hati seperti durasi dan faktor risiko
medis.
24
dengan tindakan bedah.4 Beberapa studi retrospektif menunjukkan bahwa RS dan
tindakan bedah memiliki efektivitas yang sama pada metastasis otak. Tabel
berikut menunjukkan risiko dan manfaat tindakan bedah dan RS. Lokasi dan
ukuran tumor dan adanya edema merupakan perimbangan yang penting dala
memutuskan penggunaan RS atau tindakan bedah. Tumor dengan ukuran besar,
pada lokasi yang mudah dijangkau, dan berkaitan dengan efek massa harus
dilakukan yang tidak diketahui untuk memperoleh diagnosis. Tumor dengan
ukuuran kecil (<3 cm) harus diterapi dengan RS jika tumor ini tidak dapat
direseksi.8
III.7.3. Radiasi
25
Whole brain radiation therapy (WBRT) telah menjadi terapi utama pada
tumor otak metastase selama lebih dari 50 tahun dan merupakan terapi paliatif
yang paling efektif pada sebagian besar pasien. Isu penting pada penggunaan
WBRT adalah mengoptimalkan efikasinya jika digunakan bersamaan dengan
tindakan bedah, radiosurgery, agen radiosensitizing dan agen kemoterapi.
Pendekatan multimodal ini memberikan peningkatan median survival yang
signifikan pada banyak pasien. Tindakan bedah dengan atau tanpa WBRT masih
menjadi pilihan penting pada pasien dengan metastasis otak tunggal. Walaupun
begitu reseksi bedah dikontraindikasikan pada banyak pasien karena kondisi
komorbid atau lokasi yang unresectable.10
III.7.4. Kemoterapi
Tumor otak metastasis umumnya menunjukkan respon yang buruk
terhadap kemoterapi. Hal ini tampaknya disebabkan oleh beberapa faktor
misalnya sifat tumor yang relatif resisten obat, fakta bahwa metastasis otak
biasanya dijumpai pada pasien dimana kemoterapi sebelumnya telah gagal dan
adanya sawar darah otak.Terdapat sejumlah studi tentang penggunaan
temozolamide pada tumor otak metastasis. Agen kemoterapi oral ini telah banyak
dgunakan pada terapi highgrade glioma dan menunjukkan penetrasi yang baik
pada sawar darah otak. Sejauh ini, efek obat ini masih terbatas. Obat ini lebih
efektif jika digunakan dengan kombinasi dengan WBRT atau radiosurgery.6
Metastasis Tunggal
Pasien dengan metastasis tunggal dan penyakit sistemik yang terkontrol
atau stabil harus diterapi secara agresif dengan tindakan bedah atau RS, kecuali
26
jika faktor prognostik lainnya seperti skor KPS atau penyakit sistemik tidak
memungkinkan tindakan yang sangat agresif. Hasil studi menunjukkan bahwa
pada pasien dengan prognosis yang baik, tindakan bedah dan radioterapi lebih
unggul jika dibandngkan dengan radioterapi saja; begitu pula RS ditambah WBRT
lebih unggul dibandingkan WBRT saja.8
Pada pasien dengan lesi tunggal dan skor KPS ≥ 70 terapi dengan single-dose SRS
bersamaan dengan WBRT menunjukkan survival pasien yang lebih lama jika
dibandingkan dengan WBRT saja.(level 1) 15
Metastasis Multipel
Penatalaksanaan pasien dengan empat lesi metastatik atau lebih masih
terbatas. Secara umum, pasien ini harus menerima terapi paliatif dengan WBRT
saja dengan dosis yang
standar.Lebih kurang setengah pasien dengan metastasis multipel akhirya
meninggal karena perkembangan penyakitnya. Tindakan bedah harus dilakukan
pada tumor dengan efek massa dan RS dapat dipertimbangkan pada pasien dengan
tumor yang radioresistan.8
27
III. 8. PROGNOSIS
Jika tidak diterapi, metastasis tumor otak fatal dalam waktu kurang lebih
1,5 bulan dari diagnosis. Pasien tersebut akan meninggal karena masalah
neurologiknya, bukan sistemik. Prognosis yang buruk juga berhubungan dengan
penyakit sistemik yang luas, lesi yang multipel. Menurut penelitian, pasien
dengan kanker payudara berusia kurang dari 40 tahun memiliki prognosis yang
lebih buruk dibanding usia yang lebih lanjut.10
Dengan radioterapi paliatif, angka kematian karena masalah neurologikal
menjadi menurun. Metastasis otak dari kanker payudara memiliki pronogsis yang
lebih baik dibanding dengan metastasis yang berasal dari kanker paru, melanoma,
atau kanker kolorektal.
Untuk kedepannya, sepertinya lebih fokus pada kemoterapi dan
penanganan target kanker, seperti penghambat molekul kecil pada jalur
pertumbuhan tumor, mengembangkan penggunaan radiosurgery untuk lesi yang
lebih besar dan lebih banyak, juga menggunakan terapi oksigen atau
radiosensitizers hipoksik.
28
BAB IV
KESIMPULAN
29
DAFTAR PUSTAKA
30
14. Ryken TC, McDermott, Robinson PD, et al. The Role of Steroids in The
Management of Brain Metastases: A Systematic Review and Evidence-
Based Clinical Practice Guideline. J Neurooncol. 2010; 96 : 103-114.
15. Linskey ME, Andrews DW, Asher AL, et al. The role of stereotactic
radiosurgery in the management of patients with newly diagnosed brain
metastases: a systematic review and evidence-based clinical practice
guideline. J Neurooncol. 2010; 96 : 45-68.
16. Rojiani MV, Aldina J, Espositi N, et al. Expression of MMP-2 correlates
with increased angiogenesiss on CNS metastasis of lung carcinoma. Int J
Clin Exp Pathol. 2010; 3 (8): 775-781.
17. Kalkanis N, et al. The role of surgical resection in the management of
newly diagnosed brain metastases: a systematic review and evidence-
based clinical practice guideline. J Neurooncol. 2010: 96:33–43
18. Linskey ME, et al. The role of stereotactic radiosurgery in the
management of patients with newly diagnosed brain metastases: a
systematic review and evidence-based clinical practice guideline. J
Neurooncol. 2010. 96:45–68
19. Gaspar LE, et al. The role of whole brain radiation therapy in the
management of newly diagnosed brain metastases: a systematic review
and evidence-based clinical practice guideline. J Neurooncol. 2010.96:17–
32
31