Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ASTROCYTOMA (TUMOR OTAK)

Di Ruang 7A RS Saiful Anwar Malang

Oleh :

SYAFRIANTY FERDHITA ALFIRIZA

NIM. 1930048

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN
MALANG
2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

Askep pada pasien An. B R.7A di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang Yang Dilakukan
Oleh:
Nama : Syafrianty Ferdhita A.
NIM : 1930048
Prodi : Pendidikan Profesi Ners Program Profesi STIKes Kepanjen Malang
Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Profesi Ners Stase Maternitas
yang dilaksanakan pada tanggal 13 Januari 2020 - 18 Januari 2020, yang telah disetujui
dan disahkan pada:

Hari :
Tanggal :

Malang, Januari 2020

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

(................................) (................................)
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tumor ialah Istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan benigna (jinak)
dalam setiap bagian tubuh. Pertmbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit dan
berkembang dengan mengorbankan manusia yang menjadi hospesnya. (Sue Hinchliff,
kamus Keperawatan, 1997).
Tumor otak adalah tumor jinak pada selaput otak atau salah satu otak (Rosa
Mariono, MA, Standart asuhan Keperawatan St. Carolus, 2000).
Tumor susunan saraf pusat ditemukan sebanyak ± 10% dari neoplasma seluruh
tubuh, dengan frekwensi 80% terletak pada intrakranial dan 20% di dalam kanalis
spinalis. Di Amerika di dapat 35.000 kasus baru dari tumor otak setiap tahun, sedang
menurut Bertelone, tumor primer susunan saraf pusat dijumpai 10% dari seluruh
penyakit neurologi yang ditemukan di Rumah Sakit Umum. Di Indonesia data tentang
tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan.Insiden tumor otak pada anak-anak
terbanyak dekade 1, sedang pada dewasa pada usia 30-70 dengan puncak usia 40-65
tahun.
Penderita tumor otak lebih banyak pada laki-laki (60,74 persen) dibanding
perempuan (39,26 persen) dengan kelompok usia terbanyak 51 sampai ≥60 tahun (31,85
persen); selebihnya terdiri dari berbagai kelompok usia yang bervariasi dari 3 bulan
sampai usia 50 tahun. Dari 135 penderita tumor otak, hanya 100 penderita (74,1 persen)
yang dioperasi penulis dan lainnya (26,9 persen) tidak dilakukan operasi karena
berbagai alasan, seperti; inoperable atau tumor metastase (sekunder). Lokasi tumor
terbanyak berada di lobus parietalis (18,2 persen), sedangkan tumor-tumor lainnya
tersebar di beberapa lobus otak, suprasellar, medulla spinalis, cerebellum, brainstem,
cerebellopontine angle dan multiple. Dari hasil pemeriksaan Patologi Anatomi (PA),
jenis tumor terbanyak yang dijumpai adalah; Meningioma (39,26 persen), sisanya terdiri
dari berbagai jenis tumor dan lain-lain yang tak dapat ditentukan.
Tumor disebabkan oleh mutasi DNA di dalam sel. Akumulasi dari mutasi-mutasi
tersebut menyebabkan munculnya tumor. Sebenarnya sel kita memiliki mekanisme
perbaikan DNA (DNA repair) dan mekanisme lainnya yang menyebabkan sel merusak
dirinya dengan apoptosis jika kerusakan DNA sudah terlalu berat. Apoptosis adalah
proses aktif kematian sel yang ditandai dengan pembelahan DNA kromosom,
kondensasi kromatin, serta fragmentasi nukleus dan sel itu sendiri. Mutasi yang
menekan gen untuk mekanisme tersebut biasanya dapat memicu terjadinya kanker.
Komplikasi tumor otak yang paling ditakuti selain kematian adalah gangguan
fungsi luhur. Gangguan ini sering diistilahkan dengan gangguan kognitif dan
neurobehavior sehubungan dengan kerusakan fungsi pada area otak yang ditumbuhi
tumor atau terkena pembedahan maupun radioterapi. Neurobehavior adalah keterkaitan
perilaku dengan fungsi kognitif dan lokasi / lesi tertentu di otak. Pengaruh negatif tumor
otak adalah gangguan fisik neurologist, gangguan kognitif, gangguan tidur dan mood,
disfungsi seksual serta fatique.
Tumor otak termasuk penyakit yang sulit terdiagnosa secara dini. Secara klinis
sukar membedakan antara tumor otak yang benigna atau yang maligna, karena gejala
yang timbul ditentukan pula oleh lokasi tumor, kecepatan tumbuhnya, kecepatan terjadi
tekanan tinggi intrakranial dan efek masa tumor ke jaringan otak. Dipikirkan menderita
tumor otak bila didapat adanya gangguan cerebral umum yang bersifat progresif, adanya
gejala tekanan tinggi intrakranial dan adanya gejala sindrom otak yang spesifik
Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini CT Scan berperan dalam diagnosa tumor otak,
sedang diagnosa pasti tumor otak benigna atau maligna dengan pemeriksaan patologi-
anatomi.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana terapi dan penatalaksanaan pasien dengan tumor otak ?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan umum
Menjelaskan terapi dan penatalaksanaan pasien dengan tumor otak.
Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi definisi dari tumor otak.
2. Mengidentifikasi etiologi dari tumor otak.
3. Mengidentifikasi patofisiologi dari tumor otak.
4. Mengidentifikasi manifestasi klinis dari tumor otak.
5. Mengidentifikasi komplikasi dari tumor otak.
6. Mengidentifikasi pemeriksaan penunjang dari tumor otak.
7. Mengidentifikasi penatalaksanaan dari tumor otak.
8. Mengidentifikasi prognosa dari tumor otak.

1.4 Manfaat Penulisan


Bagi mahasiswa
Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami dan membuat
asuhan keperawatan pada klien dengan tumor otak, serta mampu
mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.
Bagi institusi
Dapat dijadikan sebagai referensi perpustakaan.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Anatomi Fisiologi Otak
Otak terletak di dalam rongga kranium tengkorak. Otak berkembang dari sebuah
tabung yang mulanya memeperlihatkan tiga gejala pembesaran. Otak awal, yang disebut
otak depan, otak tengah, dan otak belakang. Otak depan, menjadi belahan otak
(hemisperium cerebri), korpus striatum dan talami (talamus dan hipotalamus). Otak
tengah (diencepalon). Otak belakang, tersusun atas pons varolii, medulla oblongata,
serebellum. Ketiga bagian dari otak belakang inilah yang disebut dengan batang otak.
Serebrum mengisi bagian depan dan atas rongga tengkorak. Yang masing-masing
disebut fosa kranialis anterior dan fosa kranialis tengah. Serebrum terdiri dari dua
belahan (hemisfer) besar sel saraf (substansi kelabu) dan serabut saraf (substansi putih).
Lapisan luar substansi kelabu disebut korteks. Kedua hemisfer otak itu dipisahkan oleh
celah yang dalam, tapi bersatu kembali pada bagian bawahnya melalui korpus kolosum,
yaitu massa substansia putih yang terdiri dari serabut saraf. Disebelah bawahnya lagi
terdapat kelompok-kelompok substansia kelabu atau ganglia basalis.
Fisura-fisura dan sulkus-sulkus membagi hemisfer otak menjadi beberapa daerah.
Kortex serebri bergulung-gulung dan terlipat secara tidak teratur, sehingga
memungkinkan luas permukaan substansia kelabu bertambah. Lekukan diantara
gulungan-gulungan itu disebut sulkus, dan sulkus yang paling dalam membentuk fisura
longitudinalis dan lateralis. Fisura-fisura dan sulkus-sulkus ini membagi otak dalam
beberapa daerah atau ”lobus” yang letaknya sesuai dengan tulang yang berada di
atasnya, seperti lobus frontalis, temporalis, parietalis, dan oksipitalis.
Kortex serebri terdiri dari banyak lapisan sel saraf yang adalah substansi kelabu
serebrum. Kortex serebri ini tersusun dalam banyak gulungan-gulungan dan lipatan
yang tidak teratur dan dengan demikian menambah daerah permukaan korteks serebri,
persis sama seperti melihat sebuah benda yang justru memperpanjang jarak sampai titik
ujungnya yang sebenarnya. Substansia putih terletak agak lebih dalam dan terdiri atas
serabut saraf milik sel-sel pada kortex.
Sebagaimana telah diuraikan di depan, beberapa kelompok kecil substansi kelabu
yang disebut ganglia atau nuklei basalis, terbenam dalam massa sunstansi putih pada
setiap hemisfer otak. Dua dari antaranya adalah nukleus kaudatus dan nukleus
lentiformis, dan keduanya bersama membentuk korpus striatum. Struktur lain
berhubungan erat dengan massa substansi kelabu yang lain, yaitu talamus yang terletak
di tengah- tengah struktur itu.
Kapsula interna terbentuk oleh berkas-berkas serabut motorik dan sensorik yang
menyambung kortex serebri dengan batang otak dan sumsum tulang belakang. Pada saat
melintasi pulau-pulau substansi kelabu, berkas-berkas saraf ini berpadu sama lain
dengan eratnya. Trombosis arteri yang melayani kapsula interna, dapat menimbulkan
kerusakan pada salah satu sisi tubuh (hemiplegia). Kerusakan serebrovaskuler seperti itu
disebut ”stroke”.
Batang Otak terdiri dari otak tengah (midbrain), pons varolli, dan medulla
oblongata.
Otak Tengah merupakan bagian atas batang otak. Aqueductus serebri yang
menghubungkan ventrikel ketiga dan keempat melintasi melalui otak tengah ini. Otak
tengah mengandung pusat-pusat yang megendalikan keseimbangan dan geraka-gerakan
mata.
Pons varoli merupakan bagian tengah batang otak dan karena itu memiliki jalur
lintas naik dan turun seperti pada otak tengah. Selain itu juga terdapat banyak serabut
yang berjalan menyilang pons untuk menghubungkan kedua lobus serebellum dan
menghubungkan serebellum dengan kortex serebri.
Medulla oblongata membentuk bagian bawah batang otak serta menghubungkan
pons dengan sumsum tulang belakang. Medulla oblongata terletak dalam frosa kranilis
posterior dan bersatu dengan sumsum tulang belakang tepat di bawah foramen magnum
tulang oksipital.
Serebelum adalah bagian terbesar dari otak belakang. Serebelum menempati fosa
kranilis posterior dan diatapi oleh tentorium-serebili, yang merupakan lipatan dura
mater yang memisahkannya dari lobus oksipitalis serebri. Fungsi serebellum adalah
untuk mengatur sikap dan aktivitas sikap badan. Serebelum berperanan sangat penting
dalam koordinasi otot dan menjaga keseimbangan. Bila serabut kortiko spinal yang
melintas dari kortex serebri ke sumsum tulang belakang mengalami penyilangan dan
dengan demikian mengendalikan gerakan sisi yang lain dari tubuh, maka hemisfer
serebeli mengendalikan tonus otot dan sikap pada sisinya sendiri.
Aliran darah yang menuju otak berasal dari dua buah arteri karotis dan sebagian
berasal dari arteri vertebralis. Kedua arteri vertebralis bergabung membentuk arteri
basilaris otak belakang dan arteri ini berhubungan dengan kedua arteri karotis interna
yang juga berhubungan satu dengan lainnya membentuk suatu sirkulus Willisi. Dengan
demikian terjadilah jalinan kolateral yang cukup besar pada arteri- arteri besar yang
mengurus jaringan otak. Adanya kolateral yang besar ini, maka pada orang muda kedua
arteri karotis biasanya dapat disumbat tanpa menimbulkan efek yang merugikan fungsi
serebral. Sedangkan pada orang tua, arteri besar pada dasar otak sering mengalami
sklerosis dan menyumbat arteri karotis, sehingga penyediaan darah ke otak berkurang
sedemikian rupa sampai terjadi gangguan fungsi serebral.
Terdapat beberapa hal yang mengatur aliran darah otak, yakni

1. Pengaturan metabolisme
Bila metabolisme neuronal meningkat, produk CO2 akan meningkat, sedangkan
pH ekstra seluler akan menurun sehingga terjadi vasodilatasi serebral yang
menyebabkan peningkatan aliran darah.

2. Autoregulasi serebral
Pengaturan ini merupakan kapasitas bawaan pembuluh darah untuk
mempertahankan aliran darah otak. Pembuluh darah otak menyesuaikan lumennya pada
ruang lingkupnya sedemikian rupa, sehingga aliran darah menetap, walaupun tekanan
perfusi berubah. Pengaturan diameter lumen ini di sebut autoregulasi. Walaupun teori
ini cukup menarik, tetapi terdapat bukti-bukti yang menunjukkan pengaruh faktor
neurogenik pada autoregulasi ini.

3. Pengaturan neurogenik
Peran faktor neurogenik telah dibuktikan yakni berupa pengawasan susunan saraf
otonom yang terletak di batang otak dan diensefalon, serta inervasi alfa dan beta
adrenergik dan kolinergik. Adrenergik alfa bersifat vasokonstriktif, sedangkan
adrenergik beta dan kolinergik mengakibatkan vasodilatasi. Peningkatan aliran darah
hemisferik dapat disebabkan oleh perangsangan formasio retikularis. Agaknya hal ini
diakibatkan oleh peran faktor neurogenik dan akibat meningkatnya metabolisme otak.
2.1.1 Autoregulasi Serebral
Tekanan intrakranial (TIK) didefiniskan sebagai tekanan dalam rongga kranial
dan biasanya diukur sebagai tekanan dalam ventrikel lateral otak. Tekanan intrakranial
normal adalah 0-15 mmHg. Nilai diatas 15 mmHg dipertimbangkan sebagai hipertensi
intrakranial atau peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial dipengaruhi
oleh tiga faktor, yaitu otak (sekitar 80% dari volume total), cairan serebrospinal (sekitar
10%) dan darah (sekitar 10%). Monro–Kellie doktrin menjelaskan tentang kemampuan
regulasi otak yang berdasarkan volume yang tetap. Selama total volume intrakranial
sama, maka TIK akan konstan. Peningkatan volume salah satu faktor harus diikuti
kompensasi dengan penurunan faktor lainnya supaya volume tetap konstan. Perubahan
salah satu volume tanpa diikuti respon kompensasi dari faktor yang lain akan
menimbulkan perubahan TIK. Beberapa mekanisme kompensasi yang mungkin antara
lain cairan serebrospinal diabsorpsi dengan lebih cepat atau arteri serebral berkonstriksi
menurunkan aliran darah otak.
Salah satu hal yang penting dalam TIK adalah tekanan perfusi serebral/cerebral
perfusion pressure (CPP). CPP adalah jumlah aliran darah dari sirkulasi sistemik yang
diperlukan untuk memberi oksigen dan glukosa yang adekuat untuk metabolisme otak.
CPP dihasilkan dari tekanan arteri sistemik rata-rata dikurangi tekanan intrakranial,
dengan rumus CPP = MAP – ICP. CPP normal berada pada rentang 60-100 mmHg.
MAP adalah rata-rata tekanan selama siklus kardiak. MAP = Tekanan Sistolik + 2X
tekanan diastolik dibagi 3. Jika CPP diatas 100 mmHg, maka potensial terjadi
peningkatan TIK. Jika kurang dari 60 mmHg, aliran darah ke otak tidak adekuat
sehingga hipoksia dan kematian sel otak dapat terjadi. Jika MAP dan ICP sama, berarti
tidak ada CPP dan perfusi serebral berhenti, sehingga penting untuk mempertahankan
kontrol ICP dan MAP.
Otak yang normal memiliki kemampuan autoregulasi, yaitu kemampuan organ
mempertahankan aliran darah meskipun terjadi perubahan sirkulasi arteri dan tekanan
perfusi. Autoregulasi menjamin aliran darah yang konstan melalui pembuluh darah
serebral diatas rentang tekanan perfusi dengan mengubah diameter pembuluh darah
dalam merespon perubahan tekanan arteri. Pada klien dengan gangguan autoregulasi,
beberapa aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan darah seperti batuk, suctioning,
dapat meningkatkan aliran darah otak sehingga juga meningkatkan tekanan TIK.
2.2 Definisi
Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan ruang
baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak. (price, A.
Sylvia, 1995: 1030). Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak
(benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala
(intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada
jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase. Apabila sel-
sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak primer dan bila
berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti kanker paru, payudara, prostate, ginjal,
dan lain-lain disebut tumor otak sekunder. (Mayer. SA,2002).
Tekanan intra kranial ( TIK ) adalah suatu fungsi nonlinier dari fungsi otak, cairan
serebrospinal (CSS) dan volume darah otak sehingga. Sedangkan peningkatan intra
kranial (PTIK) dapat terjadi bila kenaikan yang relatif kecil dari volume otak, keadaan
ini tidak akan cepat menyebabkan tekanan tinggi intrakranial, sebab volume yang
meninggi ini dapat dikompensasi dengan memindahkan cairan serebrospinal dari rongga
tengkorak ke kanalis spinalis dan volume darah intrakranial akan menurun oleh karena
berkurangnya peregangan durameter. Hubungan antara tekanan dan volume ini dikenal
dengan complience. Jadi jika otak, darah dan cairan serebrospinal volumenya terus
menerus meninggi, maka mekanisme penyesuaian ini akan gagal dan terjadi
peningkatan intrakranial yang mengakibatkan herniasi dengan gagal pernapasan dan
gagal jantung serta kematian.
2.3 Klasifikasi
Tumor otak dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Berdasarkan jenis tumor
a. Jinak : acoustic neuroma, meningioma, pituitary adenoma, astrocytoma ( grade I ).
b. Malignant : astrocytoma ( grade 2,3,4 ), oligodendroglioma, apendymoma.
b. Berdasarkan lokasi
a. Tumor intradural
- Ekstramedular : cleurofibroma, meningioma
- Intramedular : apendymoma, astrocytoma, oligodendroglioma, hemangioblastoma
b. Tumor ekstradural
Merupakan metastase dari lesi primer, biasanya pada payudara, prostal, tiroid, paru-
paru, ginjal dan lambung.
2.4 Etiologi
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti, walaupun telah
banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu :
a. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada
meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota
sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai
manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-
jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-buakti yang kuat untuk memikirkan adanya
faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
b. sisa-sisa sel embrional ( Embrionic Cell Rest )
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang
mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada kalanya
sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan merusak
bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada
kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
c. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan
degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma.
Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
d. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan
dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya
neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus
dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
e. Substansi-substansi karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah
diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-
ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan

2.5 Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gangguan neurologik
pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh dua faktor : gangguan fokal
disebebkan oleh tumor dan kenaikan tekanan intracranial.
Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi
atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang bertumbuh
menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya
bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan
dengan gangguan serebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai gejala perunahan kepekaan neuron dihubungkan dengan
kompesi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Bebrapa tumor membentuk
kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat ganggguan
neurologist fokal.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor :
bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan
perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.
Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang
disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume
intracranial dan meningkatkan tekanan intracranial. Obstruksi sirkulasi cairan
serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid menimbulkan hidrosefalus.
Peningkatan tekanan intracranial akan membahayakan jiwa. Mekanisme
kompensasi memerlukan waktu lama untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tak
berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat.
Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah
intracranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi
sel-sel parenkim, kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi unkus
atau serebelum yang timbul bilagirus medialis lobus temporalis bergeser ke inferior
melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan
mesensenfalon, menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak ketiga.
Kompresi medula oblogata dan henti pernafasan terjadi dengan cepat.
Perubahan fisiologi lain terjadi akibat peningkatan intracranial yang cepat adalah
bradikardia progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi), dan gangguan
pernafasan.
2.6 Manifestasi Klinis
Menurut lokasi tumor :
1. Lobus frontalis
Gangguan mental / gangguan kepribadian ringan : depresi, bingung, tingkah laku aneh,
sulit memberi argumentasi / menilai benar atau tidak, hemiparesis, ataksia dan
gangguan bicara.
2. Kortek presentalis posterior
Kelemahan / kelumpuhan pada otot-otot wajah, lidah dan jari.
3. Lobus parasentralis
Kelemahan pada ekstremitas bawah.
4. Lobus oksipital
Kejang, gangguan penglihatan.
5. Lobus temporalis
Tinitus, halusinasi pendengaran, afasia sensorik, kelumpuhan otot wajah.
6. Lobus parietalis
Hilang fungsi sensorik, kortikalis, gangguan lokalisasi sensorik, gangguan penglihatan.
7. Cerebulum
Papil oedema, nyeri kepala, gangguan motorik, hipotonia, hiperekstremitas sendi.
Tanda dan gejala umum :
1. Nyeri kepala berat pada pagi hari, makin tambah bila batuk, dan membungkuk.
2. Kejang
3. Tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial : pandangan kabur, mual, muntah,
penurunan fungsi pendengaran, perubahan tanda-tanda vital, afasia.
4. Perubahan kepribadian
5. Gangguan memori
6. Gangguan alam perasa
Trias klasik :
1. Nyeri kepala
2. Papil oedema
3. Muntah
2.7 Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat kita temukan pada pasien yang menderita tumor
otak ialah :
a. Gangguan fisik neurologist
b. Gangguan kognitif
c. Gangguan tidur dan mood
d. Disfungsi seksual
2.8 Pemeriksaan Penunjang
a. Arterigrafi atau Ventricolugram ; untuk mendeteksi kondisi patologi pada sistem
ventrikel dan cisterna.
b. CT – SCAN ; Dasar dalam menentukan diagnosa.
c. Radiogram ; Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai struktur, penebalan
dan klasifikasi; posisi kelenjar pinelal yang mengapur; dan posisi selatursika.
d. Elektroensefalogram (EEG) ; Memberi informasi mengenai perubahan kepekaan
neuron.
e. Ekoensefalogram ; Memberi informasi mengenai pergeseran kandungan intra serebral.
f. Sidik otak radioaktif ; Memperlihatkan daerah-daerah akumulasi abnormal dari zat
radioaktif. Tumor otak mengakibatkan kerusakan sawar darah otak yang menyebabkan
akumulasi abnormal zat radioaktif.
2.9 Penatalaksanaan
a. Pembedahan.
- Craniotomi
b. Radiotherapi
Biasanya merupakan kombinasi dari terapi lainnya tapi tidak jarang pula
merupakan therapi tunggal. Adapun efek samping : kerusakan kulit di sekitarnya,
kelelahan, nyeri karena inflamasi pada nervus atau otot pectoralis, radang tenggorkan.
c. Chemotherapy
Pemberian obat-obatan anti tumor yang sudah menyebar dalam aliran darah. Efek
samping : lelah, mual, muntah, hilang nafsu makan, kerontokan membuat, mudah
terserang penyakit.
d. Manipulasi hormonal.
Biasanya dengan obat golongan tamoxifen untuk tumor yang sudah bermetastase.
2.10 Prognosis
Prognosis untuk pasien dengan tumor intra cranial tergantung pada diagnosa awal
dan penanganannya, sebab pertumbuhan tumor akan menekan pada pusat vital dan
menyebabkan kerusakan serta kematian otak. Meskipun setengah dari seluruh tumor
adalah jinak, dapat juga menyebabkan kematian bila menekan pusat vital.
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Contoh Kasus
Seorang laki-laki usia 55 tahun datang ke RS karena penurunan kesadaran sejak 1 hari
sebelumnya. Penurunan kesadaran disertai dengan kejang pada seluruh tubuh setelah
mengedan. Sisi tubuh sebelah kiri juga lebih lemah dari kanan dan bicara menjadi pelo.
Sejak 3 bulan sebelumnya pasien sudah sering sakit kepala. Pasien adalah seorang
perokok berat.
Pada pemeriksaan fisik saat masuk didapatkan GCS: E2M5V2=9, pupil bulat isokor,
refleks cahaya langsung dan tak langsung baik. Didapatkan paresis N. fasialis dan
Hipoglosus dextra sentral dan hemiparesis dextra. Reflek fisiologis meningkat untuk
keempat ekstremitas, sedangkan tanda babinski didapatkan pada sisi kanan. Satu hari
perawatan kesadaran pasien mulai membaik.
Pemeriksaan CT Scan kepala didapatkan lesi multipel isodens inhomogen dengan
edema disekitarnya pada lobus frontasli kanan dan kiri disertai dengan herniasi
subfalcin. Kesan suatu lesi metastasis. Hasil pemeriksaan MRI kepala, lesi multipel
lobus parietal kanan dan kiri serta frontal kiri, kesan: lesi metastasis. Pada CT Thoraks
ditemukan massa di paru kanan maligna dengan pembesaran KGB mediastinum.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan sitologi sputum diperoleh hasil sel atipik
mencurigakan keganasan. Sedangkan hasil sitologi cairan bronkus: non small cell
carcinoma condong kepada adenocarcinoma berdeferensiasi buruk.
Selanjutnya dilakukan kemoterapi menggunakan Doxcetaxel 120 mg dan Cisplatin 120
mg sebanyak 5 siklus dikombinasi dengan whole brain radioterapi.
Pasca kemoterapi dilakukan MRI ulang, didapatkan hasil lesi metastasis di frontal
menjadi lebih kecil, di parietal lebih samar dan perifokal edema menghilang.

3.2 Pengkajian
a. Identitas :
b. Riwayat Penyakit Sekarang : pasien tidak sadar selama 1 hari, salah satu
ekstremitas menjadi lemah, bicaranya menjadi pelo.
c. Riwayat Penyakit Dahulu : pasien sering merasa pusing dalam 3 bulan
terakhir, pasien suka merokok.
d. Pemeriksaan Fisik :
1. Breathing :-
2. Bleeding :-
3. Brain : terdapat lesi multiple, terdapat edema disekitar lobus frontalis kanan
dan kiri disertai dengan herniasi subfalcin, penurunan kesadaran.
4. Bowel :-
5. Bladder :-
6. Bone : adanya reflek babinsky pada ekstremitas kanan.

3.3 Diagnosa Keperawatan


a. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intra kranial.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan intake makanan.
c. Deprivasi tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik.
d. Ansietas berhubungan kurangnya pengetahuan.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan suplai nutrisi.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
g. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kesulitan bicara.
h. Harga diri rendah berhubungan dengan kesulitan bicara.
3.4 Intervensi
No.Dx Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
1. Mengurangi nyeri Setelah diberikan Mandiri
intervensi selama
1. Monitoring TTV pasien 1. Nyeri mempengaruhi
....x24 jam maka pasien
2. Minta pasien untuk perubahan TTV
: menilai nyeri/
2. Skala menetukan dosis
1. Menunjukkan tehnik ketidaknyamanan pada pemberian analgesik
relaksasi secara skala 0-10. 3. Penatalaksanaan medis
individual yang efektif
3. Pemberian analgesik dilakukan jika non
untuk mencapai medis gagal.
kenyamanan. Pendidikan
2. Mengenali faktor Pendidikan pasien dan
penyebab dan keluarga 1. Perawat dapat
menggunakan tindakan1. Instruksikan pasien untuk memberikan
untuk mencegah nyeri. menginformasikan kepada penatalaksanaan yang
perawat jika pengurangan lebih tepat atau dengan
nyeri tidak dapat dicapai. modifikasi pengobatan
2. Berikan informasi tentang
2. Pasien lebih rileks dan
nyeri. mengurangi antisietas.
Ajarkan menggunakan
tehnik non farmakologi.
Kolaborasi Kolaborasi
1. laporkan kepada dokter Penatalaksanaan yang
jika tindakan tidak berhasil tepat dibutuhkan untuk
atau jika keluhan saat ini proses penyembuhan
merupakan perubahan pasien.
yaang tidak bermakna dari
pengalaman nyeri pasien
dimasa lalu.

2. Kebutuhan nutrisi Setelah dilakukan Mandiri


pasien terpenuhi intervensi selama
1. Monitoring pemenuhan
1. Nutrisi penting untuk
secara maksimal ....x24 jam pasien akan nutrisi tubuh. proses penyembuhan
: 2. Monitoring porsi makan
2. Jika porsi tidak habis
pasien habis atau tidak cari tahu penyebabnya
dan modifikasi dengan
ahli gizi
Pendidikan

Pendidikan pasien dan


1. Motivasi pasien untuk
keluarga pemulihan
1. Beritahu pasien dan
2. Pasien gastritis sangat
keluarga tentang rentan dengan makanan
pentingnya nutrisi untuk pedas dan asam.
proses penyembuhan.
2. Beritahu pasien dan Kolaborasi
keluarga diet yang baik. 1. Penggunaan metode
Kolaborasi diet tiap pasien
1. Diskusikan dengan ahli berbeda, perlu
gizi tentang diet pada kolaborasi dengan ahli
pasien dengan gastritis gizi
2. Diskusikan dengan dokter
2. Penatalaksanaan yang
tentag penalaksanaan yang tepat memberikan
tepat respon pemulihan yang
cepat
A. Definisi/ Pengertian
Adalah pertumbuhan abnormal dari jaringan yang terjadi di intra cranial. Kejadiannya
adalah 6 kasus dari 100.000 penduduk tiap tahun. Satu dari 12 kasus yang ada terjadi
pada anak-anak di bawah usia 15 tahun.
Kasus pada orang dewasa, jenis yang paling sering dijumpai adalah glioma, metastase
dan meningioma. Pada orang dewasa, 80 – 85 % kasus terjadi pada area supratentorial
(hemisfer otak) dan 15-20 % terjadi pada area infratentorial (batang otak dan
cerebellum).
Pada kasus anak-anak jenis yang dominan adalah medulloblastoma dan cerebellar
astrocytoma. Pada anak-anak, 40 % kasus terjadi pada area supratentorial dan 60 %
kasus terjadi pada area infratentorial.
B. Etiologi
Diantara penyebab terjadinya tumor intracranial adalah sebagai berikut:
1. Faktor genetik
Sejak lama peran dari faktor genetik terhadap timbulnya tumor pada tubuh seseorang
diakui sebagai penyebab utama. Namun demikian terjadiya transformasi pertumbuhan
dari sel normal ke sel maligna saat ini juga diakui menimbulkan resiko tinggi terjadinya
tumor.
2. Faktor Irradiasi Kranial
Terapi irradiasi pada kepala yang berlangsung dalam waktu yang lama seperti untuk
terapi pada kasus Tinea Kapitis menunjukkan peningkatan resiko tejadinya tumor
Benigna dan Maligna semisal Asrocytoma dan Meningioma.
3. Faktor Immunosupresi
Meningkatkan resiko terjadinya tumor Lymphoreticular.
C. Patofisiologi, Manifestasi Klinis dan Komplikasi
Lihat lampiran
D. Penatalaksanaan
1. Terapi Steroid
Terapi ini untuk mengurangi udema intra cranial dan bukan untuk mencegah
pertumbuhan tumor. Obat yang dipakai adalah Deksametason injeksi dan atau tablet.
2. Tindakan operasi
Diantaranya adalah Craniotiomy, Pengeboran lubang pada tulang kepala, Rute
transphenoidal, Rute transoral dan Caraniectomy.
3. Radiotheraphy
4. Chemotheraphy
E. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data fokus yang perlu dikaji :
1).Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama ( adanya keluhan nyeri kepala, vomitus, diikuti kurang penglihatan atau
pendengaran ).
b. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah
sakit).
c. Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang
pernah diderita oleh pasien).
d. Riwayat kesehatan keluarga (adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota
keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetis maupun tidak)
2). Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
b. Pemeriksaan Persistem
b.1. Sistem persepsi dan sensori
(pemeriksaan 5 indera : penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap, perasa.
Adanya gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, kekehilangan sensasi)
b.2. Sistem persarafan
(bagaimana tingkat kesadaran, GCS, reflek bicara, pupil, orientasi waktu dan tempat.
Adanya aphasia, adanya dysphasia.)
b.3. Sistem pernafasan
( Nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan jalan nafas. Adanya perubahan irama
pernafasan/irreguler, adanya Dyspnea, adanya henti nafas )
b.4. Sistem kardiovaskuler
( Nilai tekanan darah, nadi dan irama, kualitas dan frekuensi )
b.5. Sistem gastrointestinal
( Nilai kemampuan menelan, nafsu makan/minum, peristaltik, eliminasi )
b.6.Sistem integumen
( Nilai warna, turgor, tekstur dari kulit pasien )
b.7. Sistem reproduksi
b.8. Sistem perkemihan
( Nilai frekuensi BAK, volume BAK )
3). Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
b. Pola aktifitas dan latihan
( Adanya kelemahan atau kelumpuhan pada ekstrimitas ).
c. Pola nutrisi dan metabolisme
( Pada pasien dengan tumor intrakranial terkadang mengalami mual dan muntah, nafsu
makan menurun ).
d. Pola eliminasi
( Adanya keluhan inkontinensia urine/feses ).
e. Pola tidur dan istirahat.
(Sulit tidur atau kurang tidur karena ketidaknyamanan yang berlangsung lama).
f. Pola kognitif dan perceptual.
(Adanya perubahan kepribadian: Depersonalisasi, Automatisme, Anti social, dll).
g. Persepsi diri / Konsep diri.
h. Pola toleransi dan koping stress
i. Pola seksual reproduksi
j. Pola hubungan dan peran
k. Pola nilai dan keyakinan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
b. Kurang tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan yang lama
c. Nausea berhubungan dengan tumor otak primer atau sekunder
d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan tidak mampu
memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi
e. Gangguan persepsi sensori: visual, auditory berhubungan dengan perubahan sensasi
persepsi
f. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan atau kelumpuhan anggota
gerak
g. Kurang perawatan diri berpakaian berhubungan dengan kelemahan fisik
h. Kurang perawatan diri mandi berhubungan dengan kelemahan fisik
i. Kurang perawatan diri makan-minum berhubungan dengan kelemahan fisik
j. Kurang perawatan diri toileting berhubungan dengan kelemahan fisik
k. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromusuculer
l. Perfusi jaringan tidak efektif : cerebral berhubungan dengan aliran arteri terhambat
m. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan tumor otak
n. Kerusakan memori berhubungan dengan gangguan neurologis
o. Inkontinensia urine total berhubungan dengan disfungsi neurologis
p. Inkontinensia usus berhubungan dengan kehilangan kontrol spincter rectal
q. Resiko aspirasi, faktor resiko: penurunan tingkat kesadaran
r. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh, faktor resiko: tumor yang mempengaruhi
pengaturan suhu tubuh
s. Resiko infeksi, faktor resiko: immunosupresi
t. Resiko kerusakan integritas kulit, faktor resiko: immobilisasi, perubahan sensasi
u. Resiko jatuh, faktor resiko: sulit pendengaran, sulit penglihatan
v. Resiko Resiko cedera, faktor resiko disfungsi sensori
w. Resiko trauma, faktor resiko: penglihatan buruk, sulit dalam keseimbangan
x. Resiko kekerasan terhadap orang lain, faktor resiko: kerusakan neurologis
3. Rencana Keperawatan
DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
NO
KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan NOC label:
dengan agen cedera: fisik Kontrol nyeri (1605)
Batasan karakteristik: Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan
 Melaporkan nyeri keperawatan selama … x 24 Tindakan Keperawatan
secara verbal atau non jam pasien dapat melakukan 1. Programkan analgetik pada
verbal kontrol nyeri pasien (2210)
 Gangguan tidur Indikator: a. Tentukan lokasi,
 Posisi untuk 1. Pasien mengetahui karakteristik, kualitas nyeri
mengurangi nyeri penyebab nyeri (160501) sebelum pemberian obat pada
 Respon otonom (nadi,2. Pasien mengetahui waktu pasien
tensi, napas, dilatasi timbulnya nyeri (160502) b. Cek jenis obat, dosis, dan
pupil) 3. Pasien mengenal gejala frekuensi pemberian
 Tingkah laku ekspresif timbulnya nyeri (160509) c. Cek adanya riwayat alergi
(merintih, memegang 4. Pasien menggunakan pada pasien
kepala, mengeluh) analgetik jika diperlukan
d. Evaluasi kemampuan pasien
(160505) untuk menggunakan rute
analgesic (oral, IM, IV,
suppositoria)
e. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgetik jenis narkotik
f. Evaluasi efektifitas dan efek
samping yang ditimbulkan
akibat pemakaian analgetik.
g. Kolaborasi dengan dokter
jika ada perubahan advis
dalam pemakaian analgetik
2. Ajarkan teknik Distraksi
(5900)
a. Tentukan jenis distraksi
yang sesuai dengan pasien
(musik, televisi, membaca, dll)
b. Ajarkan teknik buka-tutup
mata dengan focus pada satu
obyek, jika memungkinkan
c. Ajarkan teknik irama
(ketukan jari, bernafas teratur)
jika memungkinkan
d. Evaluasi dan catat teknik
yang efektif untuk
menurunkan nyeri pasien
3. Berikan terapi oksigenasi
sesuai kebutuhan
4. Atur posisi yang nyaman
untuk pasien
2. Kerusakan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan
berhubungan dengan keperawatan selama ... x 241. Ajarkan pasien untuk latihan
kelemahan atau kelumpuhan jam diharapkan pasien rentang gerak aktif pada sisi
anggota gerak. Tidak terjadi kontraktur otot ekstrimitas yang sehat
Batasan karakteristik: dan footdrop 2. Ajarkan rentang gerak pasif
Kelumpuhan anggota gerak Pasien berpartisipasi dalam pada sisi ekstrimitas yang
(parese/plegi) sehingga program latihan parese/plegi dalam toleransi
menyebabkan : Pasien mencapai keseimbang- nyeri
- Ketidakmampuan mem an saat duduk 3. Topang ekstrimitas dengan
balikkan badan, bergerak dari Pasien mampu menggunakan bantal untuk mencegah atau
supinasi ke duduk/sebaliknya, sisi tubuh yang tidak sakit mangurangi bengkak
berubah posisi pronasi ke untuk kompensasi hilangnya4. Ajarkan ambulasi sesuai
supinasi/sebaliknya, bergerak fungsi pada sisi yang dengan tahapan dan
dari supinasi ke duduk lama / parese/plegi kemampuan pasien
sebaliknya, berjalan kaki 5. Motivasi klien untuk
diseret, berjalan goyang melakukan latihan sendi
seperti yang disarankan
6. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien latihan sendi
3. Kurang perawatan diri: makan, Setelah dilakukan tindakan
mandi, berpakaian, toileting keperawatan selama ... x 241. Kaji kamampuan pasien
berhubungan dengan jam diharapkan kebutuhan untuk perawatan diri
kelemahan fisik. mandiri pasien terpenuhi 2. Pantau kebutuhan pasien
Batasan karakteristik: Pasien dapat makan dengan untuk alat-alat bantu dalam
Kelumpuhan wajah atau bantuan orang lain/ mandiri makan, mandi, berpakaian dan
anggota badan sehingga Pasien dapat mandi dengan toileting
menyebabkan : bantuan orang lain 3. Berikan bantuan pada pasien
-Ketidakmampuan dalam Paien dapat memakai pakaian hingga pasien sepenuhnya bisa
menelan, menyuap, memegang dengan bantuan orang mandiri
alat makan, mengunyah laian/mandiri 4. Berikan dukungan pada
-Ketidakmampuan dalam Pasien dapat toileting dengan pasien untuk menunjukkan
membasuh badan, bantuan alat aktivitas normal sesuai
mengeringkan, keluar masuk kemampuannya
kamar mandi 5. Libatkan keluarga dalam
-Ketidakmampuan pergi ke pemenuhan kebutuhan
kamar mandi, menggunakan perawatan diri pasien
pispot

4. Perfusi jaringan tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Lakukan monitorang


(spesifik: cerebral) keperawatan selama ..... x 24 neurologis
berhubungan dengan aliran jam diharapkan 1. Monitor ukuran, kesimetrisan,
darah arteri terhambat Tanda-tanda vital stabil reaksi dan bentuk ppupil
Batasan karakteristik: 2. Monitor tingkat kesadaran
Abnormalitas berbicara pasien
perubahan status mental 3. Monitir tanda-tanda vital
perubahan respon motorik 4. Monitor keluhan nyeri kepala,
Afasia atau Disartria mual, muntah
Kelumpuhan wajah atau 5. Monitor respon pasien
anggota badan terhadap pengobatan
Perubahan perilaku 6. Hindari aktivitas jika TIK
meningkat
7. Observasi kondisi fisik pasien

Berikan terapi oksigen


1. Bersihkan jalan nafas dari
sekret
2. Pertahankan jalan nafas tetap
efektif
3. Berikan oksigen sesuai
intruksi
4. Monitor aliran oksigen, canul
oksigen dan sistem humidifier
5. Beri penjelasan kepada pasien
tentang pentingnya pemberian
oksigen
6. Observasi tanda-tanda
hipoventilasi
7. Monitor respon pasien
terhadap pemberian oksigen
8. Anjurkan pasien untuk tetap
memakai oksigen selama
aktifitas dan tidur
5. Kerusakan komunikasi verbal Setelah dilakukan tindakan1. Libatkan keluarga untuk
berhubungan dengan tumor keperawatan selama ... x 24 membantu memahami/
otak jam diharapkan pasien memahamkan informasi dari/
Batasan karakteristik: Mampu untuk berkomunikasi ke pasien
Afasia ( Bicara tidak lancar, secara verbal 2. Dengarkan setiap ucapan
kurangnya ucapan, kesulitan Mampu untuk berkomunikasi pasien dengan penuh perhatian
memahami ucapan,dll) secara aktif (ekspresif) 3. Gunakan kata-kata
Disartria (bicara pelo atau mampu berkomunikasi secara sederhana dan pendek dalam
cadel) pasif (menerima) komunikasi dengan pasien
4. Dorong pasien untuk
mengulang kata-kata
5. Berikan arahan/perintah
yang sederhana setiap interaksi
dengan pasien
6. Programkan speech-
language teraphy
7. Lakukan speech-language
teraphy setiap interaksi dengan
pasien
6. Inkontinensia usus NOC label:
berhubungan dengan Eliminasi usus (0501)
kehilangan control spincter Tujuan:
rectal. Setelah dilakukan tindakan
Batasan Karakteristik: keperawatan selama .. x 24
jam saluran gantrointestinal Tindakan keperawatan:
 Tetesan konstan dari pasien mampu membentuk 1. Manajemen Usus
massa lunak massa feses dan mengevakuasi
 Bau feses secara efektif
 Ketidakmampuan Indikator: a. Catat tanggal terakhir
menunda defekasi 1. Mampu mengontrol b.a.b. pasien b.a.b
 Laporan : (050102) b. Monitor b.a.b pasien
ketidakmampuan 2. Tidak terjadi diare (frekuensi, konsistensi,
merasakan rectal (050111) volume, warna)
penuh c. Monitor suara usus
 Kotoran feses dari d. Catat adanya
celana atau tempat peningkatan frekuensi
tidur bising usus
e. Monitor terhadap
tanda dan gejala diare
f. Evaluasi terhadap
incontinensia
g. Ajarkan pasien tentang
makanan yang
dianjurkan
h. Evaluasi jenis obat
yang menimbulkan
efek samping pada
fungsi gastrointestinal

2. Bowel Training

a. Rencanakan program
latihan dengan pasien
b. Konsul dengan dokter
dalam pemakaian
suppositoria/laksatif
c. Ajarkan pasien dan
keluarga prinsip-
prinsip bowel training
d. Anjurkan pasien
tentang jemis makanan
yang harus
diperbanyak
e. Berikan diit yang
cukup sesuai jenis
yang diperlukan
f. Pertahankan intake
cairan yang adekuat
g. Pertahankan latihan
fisik yang cukup
h. Jaga posisi pasien
i. Evaluasi status bowel
secara teratur
j. Modifikasi program
usus jika diperlukan
7. Resiko kerusakan integritas NOC label:
kulit (faktor resiko: Perfusi jaringan : perifer
immobilisasi, perubahan (0407)
sensasi) Tujuan:
Batasan karakteristik: - Setelah dilakukan tindakan Tindakan Keperawatan:
keperawatan selama … x 24 1. Circulatory Care:
jam perfusi jaringan perifer
pasien adekuat a. Kaji secara
Indikator: komprehensif sirkulasi
1. Pengisian kapiler perifer perifer (cek pulsasi
adekuat (040701) perifer, adanya udema,
2. Pulsasi perifer distal kuat pengisian kapiler,
(040702) warna kulit dan suhu
3. Pulsasi proximal perifer ekstrimitas)
kuat (040703) b. Amati kulit dari
4. Tingkat sensasi normal munculnya perlukaan
(040706) atau memar akibat
5. Warna kulit normal tekanan
(040707) c. Kaji adanya
6. Fungsi otot-otot intack ketidaknyamanan
(040708) datau nyeri local
7. Kulit intack (040709) d. Rendahkan ekstrimitas
8. Suhu ekstrimitas hangat untuk meningkatkan
(040710) sirkulasi arteri, jika
9. Udema perifer tidak terjadi tidak ada kontra
(040712) indikasi
10. Nyeri local ekstrimitas tidak e. Pasang stocking anti
terjadi (040714) emboli, dilakukan
perubahan 15-20 menit
setiap 8 jam
f. Naikkan anggota
badan 20 derajat di
atas level jantung
untuk meningkatkan
aliran balik vena jika
tidak ada kontra
indikasi
g. Rubah posisi pasien
minimal tiap 2 jam
jika tidak ada kontra
indikasi
h. Gunakan matras/bed
terapetik jika tersedia
i. Lakukan aktif/pasif
ROM selama bedrest
j. Lakukan latihan pada
pasien sesuai dengan
kemampuan
k. Anjurkan pasien untuk
pencegahan vena stasis
(tidak menyilangkan
lengan, meninggikan
kaki tanpa menyangga
lutut, dan latihan
l. Pertahankan hidrasi
yang adekuat untuk
membuat naiknya
viskositas darah
m. Monitor status cairan
tubuh (intake-output)

2. Lakukan perawatan kaki


3. Berikan terapi oksigen
4. Atur posisi pasien yang
menguntungkan
5. Lakukan perawatan kulit
dan masase
6. Monitor vital sign

Anda mungkin juga menyukai