Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Tumor otak dalam pengertian umum berarti benjolan, dalam istilah radiologisnya
disebut lesi desak ruang/ Space Occupying Lesion (SOL). Neoplasma sistem saraf pusat
umumnya menyebabkan suatu evaluasi progresif disfungsi neurologis. Gejala yang
disebabkan tumor yang pertumbuhannya lambat akan memberikan gejala yang perlahan
munculnya, sedangkan tumor yang terletak pada posisi yang vital akan memberikan
gejala yang muncul dengan cepat (Harsono, 1999).
Tumor atau neoplasma susunan saraf pusat dibedakan menjadi tumor primer dan
tumor sekunder atau metastatik. Tumor primer bisa timbul dari jaringan otak, meningen,
hipofisis dan selaput myelin. Tumor sekunder adalah suatu metastasis yang tumor
primernya berada di luar susunan saraf pusat, bisa berasal dari paru-paru, mamma,
prostat, ginjal, tiroid atau digestivus. Tumor ganas itu dapat pula masuk ke ruang
tengkorak secara perkontinuitatum, yaitu dengan melalui foramina basis kranii, seperti
misalnya pada infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring (Stephen, 2012).
Keperawatan paliatif adalah adalah setiap bentuk perawatan medis atau perawatan
yang berkonsentrasi pada pengurangan keparahan gejala penyakit, daripada berusaha
untuk menghentikan, menunda, atau sebaliknya perkembangan dari penyakit itu sendiri
atau memberikan menyembuhkan. Tujuan utama perawatan paliatif bukan untuk
menyembuhkan penyakit. Dan yang ditangani bukan hanya penderita, tetapi juga
keluarganya (WHO, 2010).
Keperawatan keluarga adalah suatu tindakan keperawatan yang diberikan pada
kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan darah yang sama atau tidak,
yang terlibat dalam kehidupan yang terus menerus, yang tinggal dalam satu atap,
mempunyai ikatan emosional dan mempunyai kewajiban antara satu orang dengan
lainnya. Johnson’s (1992)
Berdasarkan data statistik, angka insidens tahunan tumor intrakranial di Amerika
adalah 16,5 per 100.000 populasi per tahun, dimana separuhnya (17.030) adalah kasus
tumor primer yang baru dan separuh sisanya (17.380) merupakan lesi-lesi metastasis. Di
Indonesia masih belum ada data terperinci yang berkaitan dengan hal ini, namun dari data

1
RSPP dijumpai frekuensi tumor otak sebanyak 200-220 kasus/tahun dimana 10% darinya
adalah lesi metastasis. Insidens tumor otak primer bervariasi sehubungan dengan
kelompok umur penderita. Angka insidens ini mulai cenderung meningkat sejak
kelompok usia dekade pertama yaitu dari 2/100.000 populasi /tahun pada kelompok umur
10 tahun menjadi 8/100.000 populasi/tahun pada kelompok usia 40 tahun dan kemudian
meningkat tajam menjadi 20/100.000 populasi/tahun pada kelompok usia 70 tahun untuk
selanjutnya menurun lagi (Mardjono, 2008).
Tumor otak terjadi karena adanya proliferasi atau pertumbuhan sel abnormal secara
sangat cepat pada daerah central nervous system (CNS). Sel ini akan terus berkembang
mendesak jaringan otak yang sehat di sekitarnya, mengakibatkan terjadi gangguan
neurologis (gangguan fokal akibat tumor dan peningkatan tekanan intrakranial) (Prince &
Wilson, 2005). Oleh karena tumor otak secara histologik dapat menduduki tempat yang
vital sehingga menimbulkan kematian dalam waktu singkat.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
1. Mengetahui definisi kanker otak.
2. Mengetahui penyebab dari kanker otak.
3. Mengetahui tanda gejala kanker otak.
4. Mengetahui patofisiologi kanker otak.
5. Mengetahui penatalaksanaan kanker otak.
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang kanker otak.
7. Mengetahui pathway kanker otak.
8. Membuat asuhan keperawatan dengan pasien kanker otak.

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui definisi kanker otak.
2. Mahasiswa mampu mengetahui penyebab dari kanker otak.
3. Mahasiswa mampu mengetahui tanda gejala kanker otak.
4. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi kanker otak.
5. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan kanker otak.
6. Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunjang kanker otak.

2
7. Mahasiswa mampu mengetahui pathway kanker otak.
8. Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan dengan pasien kanker otak.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sistem Saraf Pusat


Otak terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak yang dibentuk oleh mesensefalon,
pons, dan medulla oblongata. Bila kalvaria dan dura mater disingkirkan, di bawah lapisan
arachnoid mater kranialis dan pia mater kranialis terlihat gyrus, sulkus, dan fisura korteks
serebri. Sulkus dan fisura korteks serebri membagi hemisfer serebri menjadi daerah lebih
kecil yang disebut lobus (Moore & Argur, 2007).

Gambar 1. Bagian-bagian Otak (Sumber: Centers for Disease Control and


Prevention (CDC), 2004.)

Seperti terlihat pada gambar di atas, otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1. Serebrum (Otak Besar)
Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua hemisfer. Hemisfer
kanan berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer kiri
berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kanan. Masing-masing hemisfer
terdiri dari empat lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian
lekukan yang menyerupai parit disebut sulkus. Keempat lobus tersebut masing-masing
adalah lobus frontal, lobus parietal, lobus oksipital dan lobus temporal (CDC, 2004).

4
a. Lobus parietal merupakan lobus yang berada di bagian tengah serebrum. Lobus
parietal bagian depan dibatasi oleh sulkus sentralis dan bagian belakang oleh garis
yang ditarik dari sulkus parieto-oksipital ke ujung posterior sulkus lateralis
(Sylvian). Daerah ini berfungsi untuk menerima impuls dari serabut saraf sensorik
thalamus yang berkaitan dengan segala bentuk sensasi dan mengenali segala jenis
rangsangan somatik (Ellis, 2006).
b. Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada di bagian paling depan dari
serebrum. Lobus ini mencakup semua korteks anterior sulkus sentral dari Rolando.
Pada daerah ini terdapat area motorik untuk mengontrol gerakan otot-otot, gerakan
bola mata; area broca sebagai pusat bicara; dan area prefrontal (area asosiasi) yang
mengontrol aktivitas intelektual (Ellis, 2006).
c. Lobus temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus oksipital oleh
garis yang ditarik secara vertikal ke bawah dari ujung atas sulkus lateral. Lobus
temporal berperan penting dalam kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi
dan bahasa dalam bentuk suara (Ellis, 2006).
d. Lobus oksipital berada di belakang lobus parietal dan lobus temporal. Lobus ini
berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu
melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata (Ellis,
2006).
Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi menjadi beberapa area yang
punya fungsi masing-masing, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

5
Gambar 2. Area Otak (http://apbrwww5.apsu.edu)
2. Serebelum (Otak Kecil)
Serebelum atau otak kecil adalah komponen terbesar kedua otak. Serebelum terletak di
bagian bawah belakang kepala, berada di belakang batang otak dan di bawah lobus
oksipital, dekat dengan ujung leher bagian atas. Serebelum adalah pusat tubuh dalam
mengontrol kualitas gerakan. Serebelum juga mengontrol banyak fungsi otomatis otak,
diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengontrol keseimbangan, koordinasi
otot dan gerakan tubuh. Selain itu, serebelum berfungsi menyimpan dan melaksanakan
serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil,
gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya (Clark, 2005).
3. Batang Otak
Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan
memanjang sampai medulla spinalis. Batang otak bertugas untuk mengontrol tekanan
darah, denyut jantung, pernafasan, kesadaran, serta pola makan dan tidur. Bila terdapat
massa pada batang otak maka gejala yang sering timbul berupa muntah, kelemahan
otat wajah baik satu maupun dua sisi, kesulitan menelan, diplopia, dan sakit kepala
ketika bangun (CDC, 2004).
Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Mesensefalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah bagian teratas dari
batang otak yang menghubungkan serebrum dan serebelum. Saraf kranial III dan IV
diasosiasikan dengan otak tengah. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol
respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh
dan pendengaran (Moore & Argur, 2007).
b. Pons merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara midbrain dan
medulla oblongata. Pons terletak di fossa kranial posterior. Saraf Kranial (CN) V
diasosiasikan dengan pons (Moore & Argur, 2007).
c. Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari batang otak yang
akan berlanjut menjadi medulla spinalis. Medulla oblongata terletak juga di fossa
kranial posterior. CN IX, X, dan XII disosiasikan dengan medulla, sedangkan CN

6
VI dan VIII berada pada perhubungan dari pons dan medulla (Moore & Argur,
2007).

2.2 Definisi Tumor Otak


Neoplasma sistem saraf pusat (SSP) mencakup neoplasma yang berasal dari dalam
otak, medulla spinalis, atau meningen, serta tumor metastatik yang berasal dari tempat
lain. Neoplasma SSP primer sedikit berbeda dengan neoplasma yang timbul di tempat
lain, dalam artian bahwa bahkan lesi yang secara hitologis jinak, dapat menyebabkan
kematian karena penekanan terhadap struktur vital. Selain itu, berbeda dengan neoplasma
yang timbul di luar SSP, bahkan tumor otak primer yang secara histologis ganas jarang
menyebar kebagian tubuh lain (Kumar et al., 2007).
Pada kasus kanker, terdapat sekumpulan sel normal atau abnormal yang tumbuh tak
terkontrol membentuk massa atau tumor. Pada saat tumor otak terjadi, pertumbuhan sel
yang tidak diperlukan secara berlebihan menimbulkan penekanan dan kerusakan pada sel-
sel lain di otak dan mengganggu fungsi otak bagian tersebut. Tumor tersebut akan
menekan jaringan otak sekitar dan menimbulkan tekanan oleh karena tekanan berlawanan
oleh tulang tengkorak, dan jaringan otak yang sehat, serta area sekitar saraf. Sebagai
hasilnya, tumor akan merusak jaringan otak (Cook & Freedman, 2012).
Tumor otak intrakranial dapat diklasifikasikan menjadi tumor otak benigna dan
maligna. Tumor otak benigna umumnya ektra-aksial, yaitu tumbuh dari meningen, saraf
kranialis, atau struktur lain dan menyebabkan kompresi ekstrinsik pada substansi otak.
Meskipun dinyatakan benigna secara histologis, tumor ini dapat mengancam nyawa
karena efek yang ditimbulkan. Tumor maligna sendiri umumnya terjadi intra-aksial yaitu
berasal dari parenkim otak. Tumor maligna dibagi menjadi tumor maligna primer yang
umumnya berasal dari sel glia dan tumor otak maligna sekunder yang merupakan
metastasis dari tumor maligna di bagian tubuh lain (Ginsberg, 2011).
Pada pasien tumor otak yang berusia tua dengan atrofi otak, kejadian edema otak
jarang menimbulkan peningkatan tekanan intra kranial, mungkin dikarenakan ruang
intrakranial yang berlebihan. Hal ini dapat menjelaskan tidak adanya papiledema pada
pasien berusia tua. Muntah lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan dengan
dewasa dan biasanya berhubungan dengan lesi di daerah infratentorial (Kaal & Vecht,
2004).

7
2.3 Klasifikasi Tumor Otak Primer Menurut WHO

Tumor otak bervariasi dalam tingkat pertumbuhan dan kemampuannya untuk


menyebabkan gejala. Sel yang tumbuh cepat dan agresif biasanya tampak abnormal
secara mikroskopis. National Cancer Institute (NCI) menggunakan sistem penilaian
untuk mengklasifikasikan tumor. NCI mencantumkan tingkatan berikut berdasarkan
gambaran mikroskopisnya:

1. Grade I: Jaringan penyusunnya jinak. Sel terlihat hampir seperti sel otak normal, dan
pertumbuhan sel lambat.
2. Grade II: Jaringan penyusunnya ganas. Sel terlihat kurang seperti sel normal daripada
sel-sel pada tumor kelas I.
3. Grade III: Jaringan penyusunnya ganas dan memiliki sel yang terlihat sangat berbeda
dari sel normal. Sel abnormal tumbuh secara aktif. Sel-sel yang tampak abnormal ini
disebut sel anaplastik.
4. Grade IV: Jaringan penyusunnya ganas dan memiliki sel yang terlihat paling
abnormal dan cenderung tumbuh sangat cepat (agresif).

Menurut stadium kanker otak :

1. Stadium 0: Ini adalah tahap di mana kanker hanya berkembang dalam lapisan sel
tertentu. Ini adalah tahap awal kanker otak.
2. Stadium I: Meskipun sel-sel yang sudah terinfeksi, mereka tampak normal. Sulit
untuk melihat sel-sel kanker pada tahap ini. Pada tahap ini, kanker dapat
disembuhkan. Operasi adalah metode yang paling sering digunakan untuk mengobati
kanker otak stadium 1.
3. Stadium II: Meskipun sel-sel kanker tumbuh pada sangat cepat dalam tahap ini,
kanker masih dapat disembuhkan atau bisa diobati. Rupanya, pada tahap ini ada
kemungkinan bahwa kanker pasti akan muncul kembali bahkan setelah pengobatan.
Hal ini karena sel-sel kanker sudah menyebar ke sebagian besar jaringan dalam tubuh
sehingga sulit untuk dibersihkan.
4. Stadium III: Pada tahap ini, sel-sel yang sudah rusak semakin berkembang pesat.
Selain menyebar di otak, sel-sel ini mulai menyebar ke jaringan lain dalam tubuh
8
5. Stadium IV (metastasis): Ini adalah tahap kanker yang paling menakutkan. Hal ini
karena kanker telah menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh dan kemungkinan
untuk sembuh sangat kecil. Dengan kata lain, sulit untuk mengobati kanker otak
stadium 4

Berdasarkan perkiraan Central Brain Tumor Registry Amerika Serikat pada tahun
2016, sekitar 77.000 tumor otak akan didiagnosis di Ameriksa Serikat. Sekitar 25.000
orang pasti ganas, dan sekitar 52.800 jinak (dengan sekitar 22.000 kasus didiagnosis
sebagai meningioma, bentuk yang paling sering dari tumor otak, dan biasanya merupakan
tipe jinak). Glioma adalah tipe yang paling umum dari tumor otak ganas, dengan
setidaknya setengahnya adalah grade IV atau glioblastomas, jenis tumor ganas atau tumor
otak ganas yang paling agresif. Data ini sedang diperbarui, jadi hanya perkiraan data
tahun 2012 yang tersedia saat ini.

2.4 Epidemiologi Tumor Otak


Berdasarkan data statistik, angka insidens tahunan tumor intrakranial di Amerika
adalah 16,5 per 100.000 populasi per tahun, dimana separuhnya (17.030) adalah kasus
tumor primer yang baru dan separuh sisanya (17.380) merupakan lesi-lesi metastasis. Di
Indonesia masih belum ada data terperinci yang berkaitan dengan hal ini, namun dari data
RSPP dijumpai frekuensi tumor otak sebanyak 200-220 kasus/tahun dimana 10% darinya
adalah lesi metastasis. Insidens tumor otak primer bervariasi sehubungan dengan
kelompok umur penderita. Angka insidens ini mulai cenderung meningkat sejak
kelompok usia dekade pertama yaitu dari 2/100.000 populasi /tahun pada kelompok umur
10 tahun menjadi 8/100.000 populasi/tahun pada kelompok usia 40 tahun dan kemudian
meningkat tajam menjadi 20/100.000 populasi/tahun pada kelompok usia 70 tahun untuk
selanjutnya menurun lagi (Mardjono, 2008).
Tumor sistem saraf pusat merupakan 2 – 5% dari semua tumor dengan 80%
diantaranya terjadi di intrakranial dan 20% di medulla spinalis. Pada anak-anak 70%
tumor otak primer terjadi infratentorial dan termasuk serebelum, mesencepalon, pons, dan
medulla (Mollah et al., 2010).
Urutan frekuensi neoplasma di dalam ruang tengkorak adalah glioma (41%),
meningioma (17%), adenoma hipofisis (13%), dan Neurilemioma (12%). Neoplasma
saraf primer cenderung berkembang di tempat-tempat tertentu. Ependimoma hampir
9
selalu berlokasi di dekat dinding ventrikel atau kanalis sentralis medulla spinalis.
Glioblastoma multiforme kebanyakan ditemukan di lobus parietalis. Oligodendroma lebih
sering ditemukan di lobus frontalis sedangkan spongioblastoma seringkali menduduki
bangunan-bangunan di garis tengah seperti korpus kolosum atau pons. Neoplasma saraf
juga cenderung berkembang pada golongan umur tertentu. Neoplasma serebelar lebih
sering ditemukan pada anak-anak daripada orang dewasa, misalnya medulloblastoma.
Juga glioma batang otak lebih sering ditemui pada anak-anak dibandingkan dengan
dewasa (Mardjono, Sidartha, 2009). Tumor otak primer yang bersifat jinak lebih banyak
ditemukan pada laki-laki daripada wanita. Di Amerika Serikat, glioma adalah tumor
ganas tersering sedangkan untuk tumor jinak tersering adalah meningioma (97,3%)
(Porter et al., 2010).

2.5 Etiologi
Penyebab dari brain tumor belum dapat diketahui secara pasti, walaupun genetik dan
faktor lingkungan dapat berperan dalam perkembangannya. Faktor resiko meliputi :
1. Faktor Genetik
Faktor keturunan memainkan peran yang kecil dalam penyebab brain tumor. Dibawah
5% penderita glioma mempunyai sejarah keluarga yang menderita brain tumor.
Beberapa penyakit warisan seperti tuberous sclerosis, neurofibriomatosis tipe I, Turcot
syndrome dan Li-Fraumeni cancer syndrome, mempengaruhi pasien menjadi penderita
glioma. Bagaimanapun juga, tumor-tumor tersebut cenderung terjadi pada anak-anak
dan orang dewasa dan tidak terjadi pada mayoritas penderita glioma.
2. Faktor Lingkungan
Prior cranial irradiation adalah satu-satunya yang beresiko menyebabkan neoplasma
intrakranial. Trauma serebral, penyakit peradangan, tubersklerosis dan radiasi.
3. Karakteristik Gaya Hidup
Brain tumor tidak berhubungan dengan gaya hidup seperti merokok, minuman
beralkohol atau penggunaan ponsel.

2.6 Manifestasi Klinis


Brain tumor menunjukan gejala dan tanda baik spesifik maupun nonspesifik, yaitu:
1. Gejala dan tanda nonspesifik

10
Meliputi sakit kepala, yang ditemukan pada sekitar separuh pasien, mual dan muntah
yang disebabkan oleh bertambahnya tekanan intracranial. Karena semakin
berkembangnya kemampuan CT Scan dan MRI, sekarang papiledema dapat dilihat
pada kurang dari 10% pasien, bahkan ketika symptoms tekanan intracranial
meningkat.
2. Gejala dan tanda spesifik
Biasanya menunjukan pada keterangan lokasi intracranial tumor. Tanda-tanda lateral,
meliputi hemiparesis, aphasia, dan visual-field deficits nampak pada sekitar 50%
pasien.
Kejang, merupakan gejala yang biasa nampak, terjadi pada sekitar 25% pasien dengan
high-grade glioma dan pada sekurangnya 50% dengan low-grade tumor. Seizure dapat
terjadi pada keseluruhan maupun parsial.
Stroke-like presentation, Hemorrhage dalam tumor dapat terlihat seperti stroke,
walaupun sakit kepala dan perubahan kesadaran yang menyertai biasanya lebih
berkesan intracranial hemorrhage. Hemorrhage biasanya berhubungan dengan high-
grade glioma, terjadi pada 5%-8% pasien penderita glioblastoma. Bagaimanapun juga
oligodendroglioma memiliki kecenderungan untuk berdarah, dan hemorrhage terjadi
pada 7%-14% low-grade neoplasma ini. Gangguan sensorik dan fatigue secara tiba-
tiba dapat dilihat pada pituitary tumor, disebut juga pituitary apoplexy.
Menurut letaknya :
1. Lobus frontal
 Menimbulkan gejala perubahan kepribadian
 Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra lateral, kejang
fokal
 Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia
 Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster kennedy
 Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia
2. Lobus parietal
 Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi homonym
 Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada girus angularis
menimbulkan gejala sindrom gerstmann’s
3. Lobus temporal

11
 Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang didahului
dengan aura atau halusinasi
 Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan hemiparese
 Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala
choreoathetosis, parkinsonism.
4. Lobus oksipital
 Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan penglihatan
 Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia berkembang menjadi
hemianopsia, objeckagnosia
5. Tumor di ventrikel ke III
Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala menimbulkan obstruksi
dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian tekanan intrakranial mendadak, pasen
tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan kabur, dan penurunan kesadaran
6. Tumor di cerebello pontin angie
 Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma
 Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa gangguan
fungsi pendengaran
 Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah pontin angel
7. Tumor Hipotalamus
 Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe
 Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan perkembangan
seksuil pada anak-anak, amenorrhoe,dwarfism, gangguan cairan dan elektrolit,
bangkitan
8. Tumor di cerebelum
Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat terjadi disertai
dengan papil udem Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan
spasme dari otot-otot servikal
9. Tumor fosa posterior
Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan nystacmus,
biasanya merupakan gejala awal dari medulloblastoma

12
2.7 Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis dengan gejala-gejala terjadi
berurutan. Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien. Gejala-
gejalanya sebaiknya dibicarakan dalam suatu perspektif waktu. Gejala neurologik pada
tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh 2 faktor gangguan fokal, disebabkan oleh
tumor dan tekanan intrakranial.
Gangguan fokal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi/invasi
langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Tumor intracranial
primer atau neoplasma adalah suatu peningkatan sel-sel intrinsik dari jaringan otak dan
kelenjar pituitari dan pineal. Tumor sekunder/metastase merupakan penyebab tumor
intracranial, kebanyakan merupakan metastase dari tumor paru-paru dan payudara.
Prognosis untuk pasien dengan tumor intra cranial tergantung pada diagnosa awal dan
penanganannya, sebab pertumbuhan tumor akan menekan pada pusat vital dan
menyebabkan kerusakan serta kematian otak. Meskipun setengah dari seluruh tumor
adalah jinak, dapat juga menyebabkan kematian bila menekan pusat vital.
Gejala-gejala dari tumor intra cranial akibat efek lokal dam umum dari tumor. Efek
lokal berupa infiltrasi, invasi dan pengrusakan jaringan otak pada bagian tertentu. Ada
juga yang langsung menekan pada struktur saraf, menyebabkan degenerasi dan gangguan
sirkulasi lokal.
Edema dapat berkembang dan terjadi peningkatan takanan intracranial (TIK).
Peningkatan TIK akan dipindahkan melalui otak dan sistem ventrikel. Dapat juga terjadi
sistem ventrikel ditekan dan diganti sehingga menyebabkan obstruksi sebagian vebtrikel.
Papilledema akibat dari efek umum dari peningkatan TIK, kematian biasanya akibat dari
kompressi otak tengah akibat herniasi.

2.8 Diagnosis Tumor Otak


Evaluasi yang baik untuk pasien yang dicurigai menderita tumor otak memerlukan
riwayat yang lengkap, pemeriksaan fisik yang tepat terutama pemeriksaan neurologi, dan
pemeriksaan pencitraan neurologi yang tepat untuk mendiagnosisnya (Zahhir, Sadrabadi
& Dehghani, 2011). Sebagian besar pasien yang terdiagnosis tumor otak datang ke rumah
sakit atau praktek dokter dengan keluhan perasaan tidak nyaman, sakit kepala, muntah,
dan atau kehilangan kesadaran (O’Callaghan, 2011).

13
Pencitraan memegang peranan sentral dalam diagnosis, karakterisasi, survailen, dan
monitoring terapi tumor intrakranial. Meskipun beberapa massa intrakranial memiliki
fitur radiologi yang cukup khas untuk memungkinkan diagnosis, pencitraan secara
konvensional memiliki keterbatasan dalam membedakan tumor otak dari penyakit non-
neoplastik lain yang dapat hadir sebagai space occupying lesions (SOL). Untuk
peningkatan massa perifer, diferensial diagnosis utama yaitu high grade dan tumor otak
sekunder, lesi inflamasi atau demielinasi dan abses. Tidak adanya peningkatan lesi dapat
mewakili low grade gliomas (LGGs), ensefalitis virus dan anomali perkembangan, seperti
focal displasia ortical. (Upadhyay & Waldman, 2011).
Metode biomedis konvensional untuk analisis dan diagnosis lesi jaringan otak adalah
untuk mengekstrak sampel jaringan, diikuti dengan pemeriksaan histopatologi dan
analisis berdasarkan morfologi spesimen biopsi. Meskipun ini telah menjadi prosedur
untuk mendeteksi lesi tumor manusia, histopatologi konvensional memiliki kelemahan:
proses ini invasif, deteksi tidak dilakukan in situ, waktu pemrosesan spesimen yang lama,
dan berbagai tingkat presisi mata patologi dalam membaca dan analisis spesimen. Selain
analisis histokimia, dalam metode in situ untuk pemeriksaan tumor otak termasuk MRI,
x-ray scan, CT scan, dan positron emission tomography (PET), yang dilakukan sebelum
dan setelah operasi untuk menentukan lokasi dan bentuk lesi. Bagaimanapun, diperlukan
pencitraan yang jelas untuk mengidentifikasi margin tumor, inspeksi visual dan palpasi
jaringan. Dalam diagnosis dini, angka deteksi tumor otak dari hasil analisis histokimia
oleh ahli patologi mencapai 90% (Yan Zhou et al, 2012).
Sementara itu CT dan MRI prediktif untuk mengetahui lokasi tumor intrakranial. Akurasi
dari kedua metode pencitraan ini dalam mendiagnosis tumor otak bervariasi. Namun,
MRI memiliki akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan CT scan dalam
mendiagnosis tumor otak dan korelasi dengan biopsi (Zahhir, Sadrabadi & Dehghani,
2011).
Deteksi jaringan tumor aktif dengan teknik CT dan MRI konvensional tidak dapat dengan
pasti membedakan jaringan tumor yang aktif dari perubahan nonneoplastik yang
disebabkan pengobatan, seperti edema, perubahan pasca operasi atau nekrosis jaringan
akibat radiasi (Borgh et al, 2011).
Fitur Radiologi saja tidak dapat diandalkan untuk klasifikasi diagnostik. Biopsi
stereotactic dipandu CT scan adalah metode yang aman sehingga memungkinkan ahli

14
bedah saraf mendapatkan sampel jaringan untuk diagnosis histopatologi lesi massa
intrakranial di hampir semua wilayah. Sampel ini diperlukan untuk mendapatkan
diagnosis jaringan yang valid, yang sangat diperlukan untuk keputusan pengobatan (
Rachinger et al, 2009; Ersahin et al, 2011).
Di Indonesia sendiri 2% tumor otak didiagnosis secara klinis, 22% dengan pemeriksaan
radiologi, dan 86% didiadnosis menggunakan standar baku emas berupa pemeriksaan
mikroskopik. Sedangkan untuk meningioma, 6% didiagnosa secara radiologi dan 94%
dikonfirmasi dengan pemeriksaan mikroskopis (Sinuraya, 2012).

2.9 Pengobatan
Pengobatan pada brain tumor dapat berupa initial supportive dan definitive therapy.
1. Initial Supportive
a. Supportive Therapy
Supportive treatment berfokus pada meringankan gejala dan meningkatkan fungsi
neuroligik pasien. Supportive treatment yang utama digunakan adalah
anticonvulsants dan corticosteroid.
b. Anticonvulsants
Anticonvulsants diberikan pada pasien yang menunjukan tanda-tanda seizure.
Phenytoin (300-400mg/d) adalah yang paling umum digunakan, tapi carbamazepine
(600-1000mg/h), Phenobarbital (90-150mg/h), dan valproic acid (750-1500mg/h)
juga dapat digunakan.
c. Corticosteroids
Corticosteroid mengurangi edema peritumoral dan mengurangi tekanan
intracranial.Efeknya mengurangi sakit kepala dengan cepat. Dexamethasone adalah
corticosteroid yang dipilih karena aktivitas mineralocorticoid yang minimal.
Dosisinya dapat diberikan mulai dari 16 mg/h, tetapi dosis ini dapat ditambahkan
maupun dikurangi untuk mencapai dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol gejala
neurologik.
2. Definitive Therapy
Definitive treatment intracranial tumor meliputi pembedahan, radiotherapy,
kemoterapi dan yang sedang dikembangkan yaitu immunotherapy.
a. Pembedahan

15
Berbagai pilihan pembedahan telah tersedia, dan pendekatan pembedahan yang
dipilih harus berhati-hati untuk meminimalisir resiko deficit neurologic setelah
operasi. Tujuan pembedahan : (1) menghasilkan diagnosis histologic yang akurat,
(2) mengurangi tumor pokok, (3) memberikan jalan untuk CSF mengalir, (4)
mencapai potensial penyembuhan.
b. Terapi Radiasi

Radioterapi memiliki banyak peranan pada berbagai jenis kanker otak. Radioterapi
diberikan pada pasien dengan keadaan inoperabel, sebagai adjuvant pasca operasi,
atau pada kasus rekuren yang sebelumnya telah dilakukan tindakan operasi. Pada
dasarnya teknik radioterapi yang dipakai adalah 3D conformal radiotherapy,
namun teknik lain dapat juga digunakan untuk pasien tertentu seperti stereotactic
radiosurgery / radiotherapy, dan IMRT.
1. Low-Grade Gliomas (Grade I dan II)
a. Volume tumor ditentukan dengan menggunakan imejing pre dan post-
operasi, menggunakan MRI (T2 dan FLAIR) untuk gross tumor volume
(GTV).
b. Clinical Target Volume (CTV) = GTV ditambah margin 1-2 cm,
mendapatkan dosis 45-54 Gy dengan 1,8 – 2Gy/fraksi.
2. High-Grade Gliomas (Grade III dan IV)
a. Volume tumor ditentukan menggunakan imejing pre dan post-operasi,
menggunakan MRI (T1 dan FLAIR/T2) untuk gross tumor volume (GTV).
b. CTV = GTV ditambah 2-3 cm untuk mencakup infiltrasi tumor yang sub-
diagnostik.
Lapangan radiasi dibagi menjadi 2 fase. Dosis yang direkomendasikan adalah 60
Gy dengan 2 Gy/fraksi atau 59.4 Gy dengan 1,8 Gy/fraksi, dosis yang sedikit lebih
kecil seperti 55,8 – 59,4 Gy dengan 1,8 Gy/fraksi atau 57 Gy dengan 1,9 Gy/fraksi
dapat dilakukan jika volume tumor terlalu besar (gliomatosis) atau untuk
astrositoma grade III. Pada pasien dengan KPS yang buruk atau pada pasien usia
tua, hipofraksinasi yang diakselerasi dapat dilakukan dengan tujuan menyelesaikan
terapi dalam 2-4 minggu. Fraksinasi yang digunakan antara lain 34 Gy/10 fraksi,
40.5 Gy/15 fraksi, 50 Gy/20 fraksi
c. Kemoterapi
16
Dalam terapi ini, obat antikanker dimasukkan dalam tubuh untuk membunuh sel
kanker. Kemoterapi dapat dilaksanakan pasca operasi untuk mencegah tumor
muncul kembali, dan memperpanjang usia harapan hidup penderita.
Dalam kemoterapi, obat yang dapat digunakan adalah temozolomide atau
vincristine. Untuk pasien anak-anak, dapat diberikan obat cyclophosphamide,
vincristine, cisplatin, etoposide, carboplatin, atau methotrexate. Obat-obatan
tersebut dapat diberikan sebagai obat tunggal atau dikombinasikan.
Kemoterapi dapat diberikan dalam bentuk tablet atau kapsul yang diminum,
suntikan pada cairan otak dan tulang belakang, serta suntikan pada pembuluh darah
vena. Pelaksanaan kemoterapi dilakukan dalam suatu siklus yang terdiri dari
pemberian obat dan masa istirahat. Tiap siklus biasanya berlangsung selama
beberapa minggu.
Kemoterapi dapat menimbulkan efek samping berupa mual, muntah, sariawan,
kehilangan selera makan, rambut rontok, kulit menjadi sensitif terhadap cahaya
matahari, serta tubuh terasa lemah atau lelah. Selain itu, kemoterapi juga dapat
meningkatkan risiko infeksi.
d. Imunoterapi
Imunoterapi merupakan pengobatan baru yang masih perlu diteliti lebih lanjut.
Dasar pemikiran bahwa sistem imun dapat menolak tumor, khususnya allograft,
telah didemonstrasikan lebih dari 50 tahun yang lalu. Hal itu hanya sebuah contoh
bagaimana sistem imun dapat mengendalikan pertumbuhan tumor. Tumor
umumnya menghasilkan level protein yang berbeda (dibandingkan protein normal)
disekitar jaringan, dan beberapa protein mengandung asam amino substitusi atau
deletions, atau mengubah phosphorylation atau glycosylation. Beberapa perubahan
protein oleh tumor sudah mencukupi bagi sistem imun untuk mengenal protein
yang dihasilkan tumor sebagai antigenik, dan memunculkan imun respon untuk
melawan protein-protein tersebut.
3. Paliatif care
Perawatan paliatif bisa mengeksplorasi individu penderita dan keluarganya bagaimana
memberikan perhatian khusus terhadap penderita, penanggulangannya serta kesiapan
untuk menghadapi kematian.
Langkah-langkah dalam pelayanan paliatif (Kemenkes, 2013),adalah:

17
a. Menentukan tujuan perawatan dan harapan pasien
b. Memahami pasien dalam membuat wasiat atau keinginan terakhir
c. Pengobatan penyakit penyerta dan aspek social
d. Tatalaksana gejala
e. Informasi dan edukasi
f. Dukungan psikologis, cultural dan social
g. Respon fase terminal
h. Pelayanan pasien fase terminal
Aktifitas perawatan paliatif pada penderita:
a. Membantu penderita mendapat kekuatan dan rasa damai dalam menjalani
kehidupan sehari-hari.
b. Membantu kemampuan penderita untuk mentolerir penatalaksanaan medis.
c. Membantu penderita untuk lebih memahami perawatan yang dipilih.
Aktifitas perawatan paliatif pada keluarga:
a. Membantu keluarga memahami pilihan perawatan yang tersedia.
b. Meningkatkan kehidupan sehari-hari penderita, mengurangi kekhawatiran dari
orang yang dicintai (asuhan keperawatan keluarga).
c. Memberi kesempatan sistem pendukung yang berharga.
Pelayanan asuhan keperawatan penderita meliputi pemenuhan kebersihan diri (mandi,
berhias, kebersihan mulut, perawatan kuku), kebutuhan nutrisi, kebutuhan tidur dan
kenyamanan tempat tidur dan memfasilitasi lingkungan ruang rawat yang kondusif.
Kebutuhan saat-saat terminal adalah memberi dukungan pada keluarga (memberikan
kesempatan bertanya, memberikan informasi, memberikan saran cara memberikan
dukungan pada penderita, menyediakan barang-barang yang memberi rasa nyaman,
menyediakan dukungan interdisiplin).
Selain mengurangi gejala-gejala yang muncul, perawatan paliatif juga memberikan
dukungan dalam hal spiritual dan psikososial. Perawatan paliatif setelah penderita
meninggal dilakukan dengan memberikan dukungan moral kepada keluarga yang
berduka. Bagi tenaga kesehatan dibutuhkan empati yang besar dan kemampuan khusus
dalam melakukan perawatan paliatif. Salah satu aspek penting dalam perawatan
paliatif adalah kasih, kepedulian, ketulusan, dan rasa syukur. Begitu pentingnya aspek
ini, sampai melebihi pentingnya penanganan nyeri yang mutlak harus dilakukan dalam

18
perawatan paliatif.
Tim perawatan paliatif harus berupaya untuk membuat penderita menerima
keadaannya sehingga masih bisa menjalani hidupnya meskipun umurnya tak lama lagi.
Kebanyakan kualitas hidup penderita dengan penyakit tak bisa disembuhkan akan
terus memburuk atau menurun, jika harapan penderita tidak sesuai dengan kenyataan
yang ada. Tim paliatif harus dapat memodifikasi ekspektasi penderita, sehingga jarak
antara harapan dan kenyataannya menjadi lebih dekat. Bisa dengan cara
membangkitkan spirit untuk hidup, orientasi masa depan, keimanan bahkan tentang
seksualitasnya. Harapan selalu ada, tapi sebaiknya tidak memberikan harapan yang
palsu karena harapan juga harus disesuaikan dengan hasil pemeriksaan. Untuk itu
keluarga merupakan kunci makna hidup dalam perawatan paliatif.
Perawatan paliatif dapat memenuhi kebutuhan perbaikan kualitas hidup penderita dan
keluarganya melalui perawatan yang tidak hanya menekankan pada gejala fisik seperti
nyeri, tetapi juga terhadap aspek-aspek emosional, psikososial dan spiritual. Banyak
kasus yang ditemukan ketika para penderita kanker, malu untuk bersosialisasi dan
tidak percaya diri dalam menjalani kehidupannya. Kondisi seperti ini membutuhkan
perawatan paliatif dalam meningkatkan kualitas hidup agar lebih baik. Selain
kepada penderitanya, perawatan paliatif juga memberi dukungan kepada seluruh
anggota keluarga dan pelaku rawat lainnya. (Taher, A, 2010).
Bagi penderita kanker stadium dini, perawatan paliatif merupakan pendamping
pengobatan medis. Meningkatnya kualitas kehidupan penderita karena perawatan
paliatif diharapkan akan membantu proses penyembuhan kanker secara keseluruhan,
(Sugiaman, S, 2016).

19
PATHWAY

Etiologi

MK: Hospitalisasi
& operasi Tumor Otak
Kecemasan

Penekanan jar. otak Bertambahnya massa pd otak

Penyerapan cairan tumor


Invasi jar. otak Nekrosis jar. otak

Obstruksi vena
Gangguan Hipoksia
suplai darah jaringan
Oedema

MK: Gg. Kompensasi


Perfusi takipnea Hidrocepalus TIK
Kerusakan jar. neuron
jaringan
serebral
MK : Pola MK : Gg. Citra
Kejang Gg. neurologis fokal nafas tdk Tubuh
efektif

Kelemahan
neurologis Nyeri kepala Edema pd Herniasi Bicara Mual
saraf optik ulkus terganggu muntah
berdesis
MK: MK: Nyeri afasia
Lapang pandang Mesensefalon
Kerusakan akut Ketajaman, tertekan Penurunan
mobilitas fisik penglihatan, nafsu
pandangan ganda makan
Gg. Kesadaran
MK : Gg. Rasa
Nyaman BB
MK : Gg.
Komunikasi
MK : Resiko Interaksi sosial
Cedera terganggu
MK : Perubahan
nutrisi kurang dari
MK : Penampilan kebutuhan tubuh
Peran Tidak Efektif
20
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KANKER OTAK

Ilustrasi Khasus
pada tanggal 1 november 2018 Tn. P (48 th) di bawa ke rumah sakit baptis kediri
pukul 09.00 WIB oleh keluarga nya dengan keluhan nyeri kepala dan muntah secara terus
menerus. pasien mengatakan sudah menrasakan nyeri kepala selama 2 minggu terakhir dan
pasiern juga mengeluh tidak nafsu makan seminggu terakhir sebelum ke rs. Bb pasien juga
menurun derastis selama kondisi nya menurun.pasien juga mengeluh sesak. Pasien di
diagnosa dokter terkena tumor otak stadium 4 dan harus menjalani perawatan intensive.
Pasien merasa cemas dan pasien takut akan menghadapi kenyataan hidupnya yang tinggal
menunggu ajalnya. Hasil pemeriksaan TTV didapatkan : Nadi : 100x/mnt, TD :
150/100mmHg, RR:28x/menit, suhu: 380 C, CRT <2dtk.

3.1 Pengkajian
Tanggal masuk RS : 1 november 2018
I. Identitas
1. Pasien
Nama : Tn.P
Tempat, tanggal lahir : nganjuk, 29 Agustus 1970
Agama : Islam
Alamat :desa bodor kecamatan pace kab. nganjuk
Status Perkawinan : Kawin
Pendidikan : smp
Pekerjaan : petani
Suku/ Bangsa : Jawa /Indonesia
2. Keluarga
Nama : Ny.B
Tempat, tanggal lahir :kediri, 18 Juli 1973
Agama : Islam
Alamat : desa bodor kecamatan pace kab. nganjuk
Hubungan : Istri
21
Pendidikan :SMA
Pekerjaan : buruh pabrik

II. Riwayat Penyakit


1. Keluhan Utama
Nyeri kepala
2. Riwayat penyakit sekarang
pasien mengatakan nyeri paling hebta di rasakan pada pagi hari .pasien juga
mengatakan nyeri kepala selama 2 minggu terakhir ,awal nya nyeri ringan saja
tapi lama kelamaan nyeri bertambah hebat hingga pasien tidak melakukan aktivitas
seperti biasa.pasien mengatakan nyeri datang terus menerus .
3. Riwayat Penyakit yang lalu
pasien mengatakan tidak pernah mengalami seperti ini sebelumnya.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada riwayat penyakit keluarga menurun
5. Alergi
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap makanan maupun obat.

III. Pola Fungsi Kesehatan


1. Persepsi Terhadap Kesehatan
Bila ada anggota keluarga yang sakit biasanya membeli obat di warung atau
apotik.
2. Pola aktivitas
Pasien tidak mampu melakukan aktivitas selama seminggu terakhir karena nyeri
yang hebat.
3. Pola tidur
Pasien mengatakan susah untuk beristirahat
4. Pola nutrisi
pasien mengatakan nafsu makan menghilang dan mengalami mual muntah
Pasien mengatakan hanya makan 5 sendok sehari.
Pasien mengatakan hanya minum 1 gelas sehari
5. Pola eleminasi

22
 Pasien BAB 1x sehari
 Pasien BAK 2-3 x sehari
6. Pola kognitif perseptual
Pasien tidak mengetahui tentang penyakitnya
7. Pola konsep diri
 Gambaran diri
Pasien menyukai semua bagian tubuhnya
 Identitas diri
Pasien merasa senang sebagai bapak dan seorang suami dari keluarganya dan
orang biasa yang hidup ditengah-tengah masyarakat
 Harga diri
Hubungan pasien dengan orang sekitarnya baik dan pasien merasa dihargai
dilingkungannya
 Ideal diri
Pasien ingin selalu berkumpul dengan keluarganya
 Peran diri
Pasien merupakan seorang bapak dan suami bagi anak dan isterinya
8. Pola koping
Bila ada masalah pasien slalu mendiskusikan dengan istrinya
9. Pola peran hubungan
pasien dengan tetangga dan lingkungannya baik
10. Pola nilai dan kepercayaan
Meskipun sakit pasien tetap menjalankan ibadahnya sesuai dengan
kemampuannya.

IV. Pemeriksaan Fisik


1. Keadaanumum
Kesadaran: Composmetis
TD: 150/100mmHg
Suhu: 38°C
Nadi: 100x/menit
RR: 28x/mnt

23
BB sebelum sakit: 45kg
BB sekarang 40kg
2. Head to toe
a) Kulit dan rambut
- Inspeksi
Warna kulit : kecoklatan, tidak ada lesi
Jumlah rambut : tidak rontok
Warna rambut : putih
Kebersihan : kulit bersih.
b) Kepala
- Inspeksi
Bentuk tidak simetris antara kanan dan kiri , terdapat lesi di kepala
sebelah kiri
- Palpasi
terdapat nyeri tekan di kepala sebelah kiri
c) Mata
- Inspeksi
Bentuk bola mata lonjong, sklera ikterik, konjungtiva anemis
d) Telinga
- Inspeksi
Ukuran sedang, simetris antara kanan dan kiri, tidak ada serumen
pada lubang telinga tidak ada benjolan
e) Hidung
- Inspeksi
Simetris, tidak ada sekret, tidak ada lesi
- Palpasi
Tidak ada benjolan
f) Mulut
- Inspeksi
mukosa bibir kering,sianosis
g) Leher
- Inspeksi

24
Bentuk leher simetris, tidak terdapat benjolan di leher
- Palpasi
tidak terdapat nyeri tekan
h) Paru-paru
- Inspeksi
Simetris antara kanan dan kiri
- Palpasi
irama pernapasan meningkat
- Auskultasi
nafas cuping hidung
- Perkusi
Resonan
i) Abdomen
- Inspeksi
Perut datar simetris antara kanan dan kiri
- Palpasi
tidak terdapat nyeri tekan
- Perkusi
Resonan
3.2 ANALISA DATA
DATA ETIOLOGI PROBLEM
Ds: Bertambahnya masa otak Nyeri akut
- Pasien mengatakan
nyeri pada bagian Penyerapan cairan tumor
kepala
- Pasien mengatakan Obtruksi vena
sulit tidur
Do: Oedema
- Pasien tampak
meringis kesakitan Peningkatan TIK
- Pasien terlihat
gelisah Nyeri kepala
- TD: 150/100mmHg
- Suhu: 38°C
- Nadi: 100x/menit
- RR: 28x/mnt
- P : adanya lesi
- Q : seperti di pukul
25
benda keras.
- R : di kepala
bagian kiri
- S : skala 7
- T : setiap waktu

Ds: Masa dalam otak Pola nafas tidak efektif


- Pasien mengatakan bertambah
sesak saat
bernapas Penekanan jaringan otak
Do:
- Pola napas pasien Penurunan suplay O2 ke
abnormal yaitu jaringan otak
dipsnea
- pernapasan cuping Hipoksia cerebral
hidung
- Pasien tampak Kompensasi takipnea
sianosis
- Konjungtiva
anemis
- Akral dingin
- CRT<2 dtk
- RR: 28x/mnt

Ds: Bertambahnya masa otak Defisit nutrisi


- Pasien mengatakan
tidak nafsu makan Penyerapan cairan tumor
- Pasien mengatakan
hanya makan 5 Obtruksi vena
sendok sehari.
- Pasien mengatakan Oedema
hanya minum 1
gelas sehari Peningkatan TIK
- Pasien mengatakan
sering mual Mual muntah
muntah
Do: Penuruanan nafsu makan
- Pasien tampak
lemas
- Otot pengunyah
pasien lemah
- Berat badan pasien
turun 5 kg
-
Ds : Tumor otak Ansietas
- Pasien mengatakan
dia sangat cemas
26
dengan
keadaannya. Hospitalisasi, dan operasi
- Pasien takut akan
menghadapi realita
hidupnya.
- Pasien mengatakan Kecemasan
dia bingung
- Pasien merasa
tidak berdaya.

Do :
- Pasien tampak
gelisah.
- Tampak tegang.
- Mata pasien
tampak cowong.
- Muka pasien
tampak pucat.
- Pasien sering
tremor.
- Nadi : 100x/m
- RR : 28x/m
- TD : 150/100x/m

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Nyeri akut b.d Penekanan Saraf.
2. Pola Napas Tidak Efektif b.d Gangguan Neurologis.
3. Defisit Nutrisi b.d Ketidakmampuan Mencerna Makanan.
4. Ansietas b.d ancaman terhadap kematian.

3.4 INTERVENSI
No DIAGNOSA TUJUA N INTERVENSI
1. Nyeri kronis b.d Setelah dilakukan tindakan 1. kaji secara komprehensif
penekanan saraf keperawatan dalam waktu terhadap nyeri termasuk
3x24 jam diharapkan lokasi, karakteristik,
masalah nyeri yang durasi, frekuensi,
dirasakan klien dapat kualitas, intensitas nyeri
diatasi, dengan Kriteria dan faktor prepistasi
hasil : 2. observasi reaksi
1. Klien mengatakan ketidaknyamanan non
nyeri berkurang verbal
2. Klien dapat mengenal 3. guanakan strategi
lamanya (onset) nyeri komunikasi terapeutik
3. Klien dapat untuk mengungkapkan
27
menggambarkan faktor pengalaman nyeri dan
penyebab nyeri penerimaan kllien
4. Klien dapat terhadap respon nyeri
menggunakan teknik 4. berikan informasi tentang
non farmakologis nyeri termasuk penyebab
5. Klien dapat nyeri, berapa lama nyeri
menggunakan analgesic akan hilang, antisipasi
sesuai instruksi terhadap
ketidaknyamanan
prosedur
5. ajarkan teknik non
farmakologi (distraksi
dan relaksasi)
6. kolaborasi pemberian
analgesic
2. Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji frekuensi
efektitif b.d keperawatan dalam waktu kedalaman pernapasan
gangguan 3x24 jam diharapkan dan ekspansi dada
neurologis masalah ketidak efektifan 2. Auskultasi bunyi napas
pola nafas dapat diatasi, 3. Posisikan pasien untuk
dengan kriteria hasil : memaksimalkan
ventilasi.
1. Mendemonstrasikan 4. Kolaborasi pemberian
suara nafas yang bersih, oksigen
tidak ada sianosis dan 5. Lakukan fisioterapi dada
dyspnea (mampu jika perlu
bernafas dengan mudah, 6. Monitor respirasi dan
tidak ada pursed lips) status O2
2. Menunjukkan jalan
nafas yang paten (klien
tidak merasa terpekik,
irama nafas, frekuensi
nafas dalam rentang
normal, tidak ada suara
nafas abnormal)
3. RR normal 16-24x/m
3. Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan tindakan 1. kaji adanya alergi
ketidakmampuan keperawatan dalam waktu makanan
mencerna 3x24 jam diharapkan 2. berikan informasi tentang
makanan pemenuhan kebutuhan kebutuhan nutrisi
nutrisi dapat di atasi, 3. kaji kemampuan pasien
dengan kriteria hasil : untuk mendapatkan
1. adanya peningakatan nutrisi yang di butuhkan
berat badan sebanyak 5 4. aznjurka pasien untuk
kg meningkatkan protein
2. mampu mengidetifikasi dan vitamin C
kebutuhan nutrisi 5. monitor adanya
3. tidak ada tanda-tanda penurunan berat badan
28
malnutrisi 6. monitor mual dan
4. menunjukan fungsi muntah
dari pengecapan dan 7. monitor kalori dan intake
menelan nutrisi
5. tidak terjadi 8. kolaborasi dengan ahli
penurunan berat badan gizi untuk menentukan
yang berarti jumlah kalori dan nutrisi
yang di butuhkan pasien

4. Ansietas Setelah diberikan asuhan  Dengarkan penyebab


keperawatan selama 1x 24 kecemasan klien
jam diharapkan klien tidak dengan penuh
mengalami kecemasan, perhatian
dengan kriteria hasil :  Observasi tanda
verbal dan non verbal
dari kecemasan klien
NOC: anxiety level  Anjurkan keluarga
Kecemasan pada klien untuk tetap
berkurang dari skala 3 mendampingi klien
menjadi skala 4  Kurangi atau
hilangkan
rangsangan yang
menyebabkan
kecemasan pada klien
 Tingkatkan
pengetahuan klien
mengenai glaucoma.
 Instruksikan klien
untuk menggunakan
tekhnik relaksasi
 mendengar aktif
 konseling
 humor
 pemimgkatan harga
diri
 manajemen
lingkungan
 terapi musik

3.5 IMPLEMENTASI
NO DIAGNOSA IMPLEMETASI PARAF
1. Nyeri kronis b.d 1. Mengkaji secara komprehensif terhadap
penekanan nyeri termasuk lokasi, karakteristik,
29
saraf durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri dan faktor prepistasi
2. Mengbservasi reaksi ketidaknyamanan
non verbal
3. Mengguanakan strategi komunikasi
terapeutik untuk mengungkapkan
pengalaman nyeri dan penerimaan kllien
terhadap respon nyeri
4. Memberikan informasi tentang nyeri
termasuk penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan hilang, antisipasi terhadap
ketidaknyamanan prosedur
5. Mengajarkan teknik non farmakologi
(distraksi dan relaksasi)
6. Mengkolaborasikan pemberian analgesic
2. Pola Napas 1. Mengkaji frekuensi kedalaman
Tidak Efektif pernapasan.
b.d gangguan 2. Mengauskultasi bunyi napas.
neurologis 3. Memposisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi.
4. Berkolaborasi dalam pemberian oksigen.
5. Melakukan fisioterapi dada jika perlu.
6. Memonitor respirasi dan status O2.
3. Defisit Nutrisi 1. Mengkaji adanya alergi makanan
b.d 2. Memberikan informasi tentang
ketiakmampuan kebutuhan nutrisi
mencerna 3. Mengkaji kemampuan pasien untuk
makanan mendapatkan nutrisi yang di butuhkan
4. Menganjurka pasien untuk
meningkatkan protein dan vitamin C
5. Memonitor adanya penurunan berat
badan
6. Memonitor mual dan muntah
7. Memonitor kalori dan intake nutrisi
8. Mengkolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang di butuhkan pasien

4. Ansietas b.d 1. Dengarkan penyebab kecemasan


ancaman klien dengan penuh perhatian
terhadap 2. Observasi tanda verbal dan non
kematian verbal dari kecemasan klien
3. Anjurkan keluarga untuk tetap
mendampingi klien
4. Kurangi atau hilangkan rangsangan
yang menyebabkan kecemasan pada
klien
5. Tingkatkan pengetahuan klien

30
mengenai glaucoma.
6. Instruksikan klien untuk
menggunakan tekhnik relaksasi
7. mendengarkan aktif apa saja yang di
keluhkan pasien
8. menyediakan fasilitas konseling bagi
pasien dan keluarga pasien
9. selingi perawatan pasien dengan
humor
10. mengedukasi pasien untuk lebih
mencinti dirinya
11. memanajemen lingkungan disekitar
pasien se kondusif dan senyaman
mungkin
12. beri terapi musik agak pasien lebih
rileks

3.6 EVALUASI
NO DIAGNOSA TANGGAL EVALUASI
1. Nyeri kronis b.d 3 November 2018 S:
- Pasien mengatakan nyeri
penekanan saraf
pada bagian kepala
- Pasien mengatakan pola
tidurnya mulai membaik
O:
-
Pasien tampak tidak terlalu
merasakan sakitnya
- Pasien terlihat masih gelisah
- TD: 130/90mmHg
- Suhu: 38°C
- Nadi: 90x/menit
- RR: 26x/mnt
- P : adanya lesi
- Q : seperti di pukul benda
keras.
- R : di kepala bagian kiri
- S : skala 5
- T : setiap waktu
A: maasalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi 1,3,5 dan 6
2. Pola napas Tidak 3 November 2018 S:
- Pasien mengatakan sesak nya

31
Efektif b.d sudah berkurang
O:
neurologis
- Pola napas pasien masih
abnormal
- bunyi napas pasien normal
- Pasien tampak sianosis
- Konjungtiva anemis
- Akral hangat
- CRT<2 dtk
- TD: 130/90mmHg
- Suhu: 38°C
- Nadi: 90x/menit
- RR: 26x/mnt
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi 1,3,4 dan 6
3. Defisit Nutrisi b.d 3 November 2018 S:
- Pasien mengatakan nafsu
ketidakmampuan
makannya mulai bertambah
mencerna makanan - Pasien mengatakan hanya
makan ½ porsi sehari.
- Pasien mengatakan hanya
minum 3 gelas sehari
- Pasien mengatakan mual
muntah mulai berkurang
O:
- Pasien tampak lemas
- Otot pengunyah pasien
lemah
- Berat badan pasien naik 0,5
kg
- TD: 130/90mmHg
- Suhu: 38°C
- Nadi: 90x/menit
- RR: 26x/mnt
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi 2,3,4,6,7,an 8
4. Ansietas b.d 3 november 2018 S:
- Pasien mengatakan
ancaman terhadap
cemasnya berkurang.
kematian - Pasien masih belum bisa
menghadapi realita.
- Pasien mengatakan dia sudah
tidak bingung
- Pasien merasa masih merasa
tidak berdaya.

O:
32
- Pasien tampak sudah tidak
gelisah.
- Pasien sudah tidak tampak
tegang.
- Mata pasien tampak tidak
cowong.
- Muka pasien tidak pucat.
- Pasien tidak tremor.
- Nadi : 90x/m
- RR : 26x/m
- TD : 130/90x/m

A:
Masalah teratasi sebagian.

P:
Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,6

33
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Perubahan pada penderita kanker menyebabkan perubahan kualitas hidup.
Kualitas hidup terdiri dari dimensi fisik, psikologis, hubungan sosial dan lingkungan,
keseluruhan dimensi kehidupan tidak hanya dapat ditangani secara kuratif, tetapi perlu
pendekatan yang lebih personal berupa perawatan paliatif. Perawatan paliatif diberikan
sejak diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat. Perawatan paliatif tidak berhenti setelah
penderita meninggal, tetapi masih diteruskan dengan memberikan dukungan kepada
anggota keluarga yang berduka.
Perawatan paliatif mencakup pelayanan terintegrasi antara dokter, perawat, pekerja
social, psikolog, konselor spiritual, relawan, apoteker dan profesi lain yang diperlukan.
Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif guna meringankan beban penderita,
terutama yang tak mungkin disembuhkan. Tindakan aktif yang dimaksud adalah
menghilangkan nyeri dan keluhan lain, serta mengupayakan perbaikan dalam aspek
psikologis, sosial dan spiritual. Perawatan paliatif yang baik mampu merubah kualitas
hidup penderita kanker seseorang menjadi lebih baik.

4.2 Saran
1. Perawat hendaknya mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
tumor otak secara holistik didasari dengan pengetahuan yang mendalam mengenai
penyakit tersebut.

2. Klien dan keluarganya hendaknya ikut berpartisipasi dalam penatalaksaan serta


meningkatkan pengetahuan tentang tumor otak yang dideritanya.

34

Anda mungkin juga menyukai