OLEH :
Elly Ardianti, S.Kep
NIM. 131913143046
Seperti terlihat pada gambar di atas, otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1. Serebrum
Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua
hemisfer. Hemisfer kanan berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh
sebelah kiri dan hemisfer kiri berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh
sebelah kanan. Masing-masing hemisfer terdiri dari empat lobus.
Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang
menyerupai parit disebut sulkus. Keempat lobus tersebut masing-
masing adalah lobus frontal, lobus parietal, lobus oksipital dan lobus
temporal (CDC, 2012).
a. Lobus parietal merupakan lobus yang berada di bagian tengah
serebrum. Lobus parietal bagian depan dibatasi oleh sulkus sentralis
dan bagian belakang oleh garis yang ditarik dari sulkus parieto-
oksipital ke ujung posterior sulkus lateralis (Sylvian). Daerah ini
berfungsi untuk menerima impuls dari serabut saraf sensorik
thalamus yang berkaitan dengan segala bentuk sensasi dan
mengenali segala jenis rangsangan somatic.
b. Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada di bagian paling
depan dari serebrum. Lobus ini mencakup semua korteks anterior
sulkus sentral dari Rolando. Pada daerah ini terdapat area motorik
untuk mengontrol gerakan otot-otot, gerakan bola mata; area broca
sebagai pusat bicara; dan area prefrontal (area asosiasi) yang
mengontrol aktivitas intelektual.
c. Lobus temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus
oksipital oleh garis yang ditarik secara vertikal ke bawah dari ujung
atas sulkus lateral. Lobus temporal berperan penting dalam
kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam
bentuk suara.
d. Lobus oksipital berada di belakang lobus parietal dan lobus
temporal. Lobus ini berhubungan dengan rangsangan visual yang
memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap
objek yang ditangkap oleh retina mata.
2. Serebelum (Otak Kecil)
Serebelum atau otak kecil adalah komponen terbesar kedua otak.
Serebelum terletak di bagian bawah belakang kepala, berada di
belakang batang otak dan di bawah lobus oksipital, dekat dengan ujung
leher bagian atas. Serebelum adalah pusat tubuh dalam mengontrol
kualitas gerakan. Serebelum juga mengontrol banyak fungsi otomatis
otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengontrol
keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Selain itu, serebelum
berfungsi menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis
yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat
menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.
3. Batang Otak
Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala
bagian dasar dan memanjang sampai medulla spinalis. Batang otak
bertugas untuk mengontrol tekanan darah, denyut jantung, pernafasan,
kesadaran, serta pola makan dan tidur. Bila terdapat massa pada batang
otak maka gejala yang sering timbul berupa muntah, kelemahan otat
wajah baik satu maupun dua sisi, kesulitan menelan, diplopia, dan sakit
kepala ketika bangun (CDC, 2012). Batang otak terdiri dari tiga bagian,
yaitu:
a. Mesensefalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah
bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan serebrum dan
serebelum. Saraf kranial III dan IV diasosiasikan dengan otak
tengah. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon
penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur
gerakan tubuh dan pendengaran (Moore & Argur, 2013).
b. Pons merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara
midbrain dan medulla oblongata. Pons terletak di fossa kranial
posterior. Saraf Kranial (CN) V diasosiasikan dengan pons (Moore
& Argur, 2013).
c. Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari
batang otak yang akan berlanjut menjadi medulla spinalis. Medulla
oblongata terletak juga di fossa kranial posterior. CN IX, X, dan XII
disosiasikan dengan medulla, sedangkan CN VI dan VIII berada
pada perhubungan dari pons dan medulla (Moore & Argur, 2013).
1.2 Definisi Tumor Otak
Tumor otak adalah neoplasma intrakranial yang terjadi di otak atau
di kanal spinal pusat (Kheirollahi M et al, 2015). Tumor otak merupakan
massa jaringan abnormal tempat sel tumbuh dan berlipat ganda tanpa
terkendali yang terjadi di dalam tempurung kepala. Tumor otak dibedakan
menjadi tumor primer dan tumor sekunder (metastasis). Tumor otak primer
merupakan pertumbuhan sel yang tidak normal dan tidak terkontrol yang
berasal dari sel otak itu sendiri. Sedangkan tumor otak sekunder merupakan
tumor yang menyebar ke otak dari kanker tubuh bagian lain (Tanoto,
Pertiwi, & Tumewah, 2020).
1.3 Epidemiologi
Tumor otak primer adalah tumor yang tumbuhlangsung dari
jaringan intrakranial, baik dari otak itu sendiri, central nervus system,
maupun selaput pembungkus otak (selaput meningen) (American Brain
Tumor Association (ABTA), 2012). Tumor otak merupakan penyebab
kematian kedua pada kasus kanker yang terjadi pada anak-anak yang
berusia dibawah 20 tahun. Tumor otak juga merupakan penyebab
kematian yang kedua dari semua kasus kanker yang terjadi pada pria
berusia 20-39 tahun. Selain itu tumor otak merupakan penyebab kematian
nomor lima dari seluruh pasien kanker pada wanita yang berusia 20-39
tahun (ABTA, 2012).
Metastasis otak adalah tumor otak sekunder yang jumlahnya empat
kali melebihi jumlah tumor otak primer. Di Amerika Utara terdapat
98.000-170.000 kasus baru metastasis otak per tahunnya. Angka ini akan
terus bertambah dengan meningkatnya populasi lanjut usia serta
meningkatnya tatalaksana diagnostik yang lebih baik dan kemajuan terapi
mutakhir pada keganasan lokal dan sistemik. Tumor primer dapat berasal
dari kanker paru (50%), payudara (15-25%), melanoma (5-20%),
kolorektal dan ginjal. Sebanyak 15% paien metastasis otak tidak diketahui
lokasi tumor primernya (Kemenkes R1, 2017).
1.4 Klasifikasi Tumor Otak
1. Klasifikasi stadium tumor otak berdasarkan grade menurut WHO
(Kheirollahi M et al, 2015). :
a. WHO grade I : tumor dengan potensi proliferasi rendah, kurabilitas
pasca reseksi cukup baik.
b. WHO grade II : tumor bersifat infiltratif , aktivitas mitosis rendah,
namun sering timbul rekurensi. Jenis tertentu cenderung untuk
bersifat progresif ke arah derajat keganasan yang lebih tinggi.
c. WHO grade III : gambaran aktivitas mitosis jelas, kemampuan
infiltrasi tinggi, dan terdapat anaplasia.
d. WHO grade IV : mitosis aktif, cenderung nekrosis, pada umumnya
berhubungan dengan progresivitas penyakit yang cepat pada
pre/post operasi
2. Jenis – jenis Tumor otak berdasarkan WHO 2007, tumor otak dibagi
menjadi 7 (Figueroa, J et al. 2018):
a. Tumors of the Neuroepithelial tissue : Astrocytic tumors,
Oligodendroglial tumors, Ependymomas, Cellular, Papillary,
Clear, Mixed gliomas
b. Tumor of the Meninges : Meningioma
c. Tumors of the Sellar Region : Pituicytoma, Spindle cell
oncocytoma
d. Lymphomas and Haematopoietic Neoplasms : Malignant
Lymphomas
e. Tumors of Cranial and Paraspinal Nerves : Schwannoma,
Neurofibroma
f. Germ Cell Tumors
g. Metastatic Tumors
1.5 Etiologi Tumor Otak
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti.
Adapun faktor-faktor risio berdasarakan beberapa penelitian yang diduga
dapat berhubungan dengan terjadinya tumor otak, yaitu (Strong M et al,
2015):
1) Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat
mengalami perubahan degenerasi. Radiasi yang diduga dapat memicu
tumor otak yaitu, radiasi elektromagnetik dan radiasi ponsel
2) Trauma kepala
Trauma kepala yang dapat menyebabkan hematoma sehingga mendesak
massa otak akhirnya terjadi tumor otak.
3) Alergi
4) Diet dan vitamin
Senyawa N-nitroso, asupan lemak dan asupan aspartame diduga dapat
mempengaruhi terjadinya tumor otak.
5) Rokok
6) Alkohol
7) Kimiawi
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas
dilakukan seperti pewarna rambut dan polusi udara
8) Infeksi
Beberapa keluarga virus seperti Simian virus 40, human
cytomegalovirus, polyomaviruses, infeksi toksoplasma, varicella zoster
dikaitkan dengan perkembangan tumor otak
9) Genetik
Beberapa sindrom genetik yang diwariskan telah dikaitkan dengan
perkembangan tumor otak, seperti neurofibromatosis tipe 1 dan 2,
sindrom turcot, sindrom Li-Fraumeni dan sindrom Von Hippel-Lindau.
1.6 Patofisiologi Tumor Otak
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis progresif yang
disebabkan oleh dua faktor yaitu gangguan fokal oleh tumor dan kenaikan
tekanan intracranial (TIK). Gangguan fokal terjadi apabila terdapat
penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi atau invasi langsung pada
parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Perubahan suplai darah
akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan
nekrosis jaringan otak. Akibatnya terjadi kehilangan fungsi secara akut dan
dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskular primer.
Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron
akibat kompresi, invasi, dan perubahan suplai darah ke dalam jaringan otak.
Peningkatan TIK dapat diakibatkan oleh beberapa faktor seperti
bertambahnya massa dalam tengkorak, edema sekitar tumor, dan perubahan
sirkulasi CSS. Tumor ganas menyebabkan edema dalam jaringan otak yang
diduga disebabkan oleh perbedaan tekanan osmosis yang menyebabkan
penyerapan cairan tumor. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan oleh
kerusakan sawar di otak, menimbulkan peningkatan volume intracranial
dan meningkatkan TIK.
Peningkatan TIK membahayakan jiwa jika terjadi dengan cepat.
Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari atau berbulan-
bulan untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak berguna apabila
tekanan intracranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini meliputi
volume darah intrakranial, volum CSS, kandungan cairan intrasel, dan
mengurangi sel-sel parenkim otak. Kenaikan tekanan yang tidak diatasi
akan mengakibatkan herniasi untuk serebellum.
Herniasi unkus timbul jika girus medialis lobus temporalis bergeser
ke inferior melalui insisura tentorial karena adanya massa dalam hemisfer
otak. Herniasi menekan mesensefalon, menyebabkan hilangnya kesadaran
dan menekan saraf otak ke-3. Pada herniasi serebellum, tonsil serebellum
tergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior.
Kompresi medulla oblongata dan terhentinya pernapasan terjadi dengan
cepat. Perubahan fisiologis lain yang terjadi akibat peningkatan intrakranial
yang cepat adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik, dan gangguan
pernapasan (Ariani, 2012).
1.7 Manifestasi Klinis Tumor Otak
Pasien dengan tumor otak dapat menunjukkan tanda dan gejala fokal atau
generalisasi. Biasanya pada pasien terjadi peningkatan tekanan intracranial
yang menyebabkan sakit kepala, kejang, mual, muntah dan perubahan
mental. Gejala fokal seperti deficit neurologis fokal (hemiparesis dan
afasia) dikaitkan dikaitkan untuk tumor derajat rendah (Strong M et al,
2015)
a. Perubahan Status Mental
Seperti pada gangguan neurologis atau bedah syaraf, perubahan tingkat
kesadaran atau sensoris dapat ditemukan. Perubahan status emosional
dan mental, seperti letargi dan mengantuk, kebingungan, disorientasi,
serta perubahan kepribadian dapat ditemukan.
b. Sakit kepala
Merupakan gejala awal pada 20% penderita dengan tumor otak yang
kemudian berkembang menjadi 60%. Nyerinya tumpul dan intermitten.
Nyeri kepala berat juga sering diperhebat oleh perubahan posisi, batuk,
maneuver valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri
kepala pada 50% penderita. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor
supratentorial sebanyak 80 % dan terutama pada bagian frontal. Tumor
pada fossa posterior memberikan nyeri alih ke oksiput dan leher. Sakit
kepala dapat terbatas atau keseluruhan. Biasanya intermiten dengan
durasi meningkat dan dapat diperparah dengan perubahan posisi atau
mengejan. Sakit kepala parah dan berulang pada klien yang sebelumnya
bebas sakit kepala atau sakit kepala berulang di pagi hari yang frekuensi
dan keparahannya meningkat dapat menandakan suatu tumor
intrakranial dan membutuhkan pengkajian lebih lanjut.
c. Mual dan Muntah
Manifestasi klinis mual dan muntah dipercaya terjadi karena tekanan
pada medula, yang terletak pusat muntah. Klien sering mengeluhkan
sakit kepala parah setelah berbaring di ranjang. Saat sakit kepala makin
nyeri, klien juga dapat mengalami mual atau muntah yang spontan.
Selama episode muntah biasanya nyeri kepala akan berkurang.
d. Papiledema
Kompresi pada nervus kranialis kedua, nervus optik, dapat
menyebabkan papiledema. Mekanisme patofisiologis yang mendasari
hal ini masih belum diapahami. Peningkatan tekanan intrakranial
mengganggu aliran balik vena dari mata dan menumpuk darah di vena
retina sentralis. Juga dikenal sebagai “Choked disc”, papiledema umum
pada klien dengan tumor intrakranial dan mungkin merupakan
manifestasi awal dari peningkatan tekanan intrakranial. Papiledema
awal tidak menyebabkan perubahan ketajaman penglihatan dan hanya
dapat dideteksi dengan pemeriksaan oftalmologis. Papiledema parah
dapat bermanifestasi sebagai penurunan tajam penglihatan.
e. Kejang
Kejang, fokal atau umum, sering ditemui pada klien dengan tumor
intrakranial, terutama tumor hemisfer serebral. Kejang dapat parsial
atau menyeluruh. Kejang parsial biasanya membantu membatasi lokasi
tumor.
1.8 Pemeriksaan Diagnostik Tumor Otak
Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis tumor
otak yaitu (Kemenkes RI, 2017) :
1. Pemeriksaan Neurooftalmologi
Kanker otak melibatkan struktur yang dapat mendestruksi jaras
pengllihatan dan gerakan bola mata, baik secara langsung maupun tidak
langsung, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan neurooftalmologi
terutama untuk menjelaskan kesesuaian gangguan klinis dengan
fungsional kanker otak. Pemeriksaan ini juga berguna
untukmengevaluasi pre- dan post tindakan (operasi, radioterapi dan
kemoterapi) pada tumor-tumor tersebut.
2. Pemeriksaan Fungsi Luhur
Pemeriksaan fungsi luhur berguna un-tuk menjelaskan kesesuaian
gangguan klinis dengan fungsional kanker otak, serta mengevaluasi pre-
dan post tindakan (operasi, radioterapi dan kemoterapi). Bagi keluarga,
penilaian fungsi luhur akan sangat mem-bantu dalam merawat pasien
dan melakukan pendekatan berdasarkan hendaya.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Terutama untuk melihat keadaan umum pasien dan kesiapannya untuk
terapi yang akan dijalani (bedah, radiasi, ataupun kemoterapi), yaitu:
darah lengkap, hemostasis, LDH, fungsi hati, ginjal, gula darah,
serologi hepatitis B dan C dan elektrolit lengkap.
4. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologi standar adalah CT scan dan MRI dengan kontras.
CT scan berguna untuk melihat adanya tumor pada langkah awal
penegakkan diagnosis dan sangat baik untuk melihat kalsifikasi, lesi
erosi/destruksi pada tulang tengkorak. MRI dapat melihat gambaran
jaringan lunak dengan lebih jelas dan sangat baik untuk tumor
infratentorial, namun mempu-nyai keterbatasan dalam hal menilai
kalsifikasi. Pemeriksaan fungsional MRI seperti MRS sangat baik untuk
menentukan daerah nekrosis dengan tumor yang masih viabel sehingga
baik digunakan sebagai penuntun biopsi serta untuk menyingkirkan
diagnosis banding. Pemeriksaan positron emission tomography (PET)
dapat berguna pascaterapi untuk membedakan antara tumor yang
rekuren dan jaringan nekrosis akibat radiasi.
5. Pemeriksaan Cairan Serebrospinal
Dapat dilakukan pemeriksaan sitologi dan flowcytome-try untuk
menegakkan diagnosis limfoma pada susunan saraf pusat atau
kecurigaan metastasis leptomeningeal atau penyebaran kraniospinal,
seperti ependimoma.
1.9 Penatalaksanaan Tumor Otak
Penatalaksaan yang dapat dilakukan untuk penderita tumor otak antara lain
(Kemenkes RI, 2017) :
a. Tatalaksana Penurunan Tekanan intracranial
Pasien dengan kanker otak sering datang dalam keadaan
neuroemergency akibat peningkatan tekanan intrakranial. Hal ini
terutama diakibatkan oleh efek desak ruang dari edema peritumoral atau
edema difus, selain oleh ukuran massa yang besar atau ventrikulomegali
karena obstruksi oleh massa tersebut. Pemberian kortikosteroid sangat
efektif untuk mengurangi edema serebri dan memperbaiki gejala yang
disebabkan oleh edema serebri, yang efeknya sudah dapat terlihat dalam
24-36 jam. Agen yang direkomendasikan adalah deksametason dengan
dosis bolus in-travena 10 mg dilanjutkan dosis rumatan 16-20mg/hari
intravena lalu tappering off 2-16 mg (dalam dosis terbagi) bergantung
pada klinis. Mannitol tidak dianjurkan diberikan karena dapat
memperburuk edema, kecuali bersamaan dengan deksamethason pada
situasi yang berat, seperti pascaoperasi. Efek samping pemberian
steroid yakni gangguan toleransi glukosa, stress ulcer, miopati,
perubahan mood, peningkatan nafsu makan, Cushingoid dan
sebagainya. Sebagian besar dari efek samping tersebut bersifat
reversible apabila steroid dihentikan. Pemberian deksametason dapat
diturunkan secara bertahap, sebesar 25-50% dari dosis awal tiap 3-5
hari, ter-gantung dari klinis pasien. Pada pasien kanker otak metastasis
yang sedang menjalani radioterapi, pemberian deksametason bisa
diperpanjang hingga 7 hari.
b. Pembedahan
Operasi pada kanker otak dapat bertujuan untuk menegakkan diagnosis
yang tepat, menurunkan tekanan in-trakranial, mengurangi kecacatan,
dan meningkatkan efektifitas terapi lain. Reseksi tumor pada umumnya
direkomendasikan untuk hampir seluruh jenis kanker otak yang
operabel. Kanker otak yang terletak jauh di dalam dapat diterapi dengan
tindakan bedah kecuali apabila tindakan bedah tidak memungkinkan
(keadaan umum buruk, toleransi operasi rendah). Teknik operasi
meliputi membuka sebagian tulang tengkorak dan selaput otak pada
lokasi tumor. Tumor diangkat sebanyak mungkin kemudian sampel
jaringan dikirim ke ahli patologi anatomi untuk diperiksa jenis tumor.
c. Radioterapi
Radioterapi diberikan pada pasien dengan keadaan inoperabel, sebagai
adjuvant pasca operasi, atau pada kasus rekuren yang sebelumnya telah
dilakukan tindakan operasi. Pada dasarnya teknik radioterapi yang
dipakai adalah 3D conformal radiotherapy, namun teknik lain dapat
juga digunakan untuk pasien tertentu seperti stereotactic radiosurgery /
radiotherapy, dan IMRT.
d. Kemoterapi sistemik dan terapi target (targeted therapy)
Kemoterapi bertujuan untuk menghambat pertumbuhan tumor dan
meningkatkan kualitas hidup (quality of life) pasien semaksimal
mungkin. Kemoterapi biasa digunakan sebagai kombinasi dengan
operasi dan/atau radioterapi.
e. Tatalaksana Nyeri
Pada tumor otak, nyeri yang muncul biasanya adalah nyeri kepala.
Berdasarkan patofisiologinya, tatalaksana nyeri ini berbeda dengan
nyeri kanker pada umumnya. Nyeri kepala akibat kanker otak bisa
disebabkan akibat traksi langsung tumor terhadap reseptor nyeri di
sekitarnya. Oleh karena itu dapat diberikan parasetamol dengan dosis
20mg/berat badan perkali dengan dosis maksimal 4000 mg/hari, baik
secara oral maupun intravena sesuai dengan beratnya nyeri. Jika
komponen nyeri neuropatik yang lebih dominan, maka golongan
antikonvulsan menjadi pilihan utama, seperti gabapentin 100-
1200mg/hari, maksimal 3600mg/hari. Nyeri kepala tersering adalah
akibat peningkatan tekanan intrakranial, yang jika bersifat akut
terutama akibat edema peritumoral. Oleh karena itu tatalaksana utama
bukanlah obat golongan analgesik, namun golongan glukokortikoid
seperti deksamethason atau metilprednisolon intravena atau oral sesuai
dengan derajat nyerinya.
f. Tatalaksana Kejang
Epilepsi merupakan kelainan yang sering ditemukan pada pasien kanker
otak. Tiga puluh persen pasien akan mengalami kejang sebagai
manifestasi awal. Bentuk bangkitan yang paling sering pada pasien ini
adalah bangkitan fokal dengan atau tanpa perubahan menjadi umum
sekunder. Oleh karena tingginya tingkat rekurensi, maka seluruh pasien
kanker otak yang mengalami kejang harus diberikan antikonvulsan.
Pemilihan antikonvulsan ditentukan berdasarkan pertimbangan dari
profil efek samping, interaksi obat dan biaya. Obat antikonvulsan yang
sering diberikan seperti fenitoin dan karbamazepin kurang dianjurkan
karena dapat berinteraksi dengan obat-obatan, seperti deksamethason
dan kemoterapi. Alternatif lain mencakup levetiracetam, sodium
valproat, lamotrigin, klobazam, topiramat, atau okskarbazepin.
Levetiracetam lebih dianjurkan (Level A) dan memiliki profil efek
samping yang lebih baik dengan dosis antara 20-40 mg/kgBB, serta
dapat digunakan pasca operasi kraniotomi.
1.10 Komplikasi Tumor Otak
Menurut beberapa sumber salah satunya menurut Ginsberg (2008) dan
Ariani (2012) komplikasi yang dapat terjadi pada tumor otak antara lain:
1. Peningkatan Tekanan Intrakraial
Peningkatan tekanana intrakranial terjadi saat salah satu maupun semua
faktor yang terdiri dari massa otak, aliran darah ke otak serta jumlah
cairan serebrospinal mengalami peningkatan. Peningkatan dari salah
satu faktor diatas akan memicu:
a. Edema Serebral
Peningkatan cairan otak yang berlebih terakumulasi disekitar lesi
sehingga menambah efek masa yang mendesak.
b. Hidrosefalus
Hidrosefalus terjadi akibat peningkatan produksi CSS ataupun
karena adanya gangguan sirkulasi dan absorbsi CSS. Pada tumor
otak, massa tumor akan mengobstruksi aliran dan absorbsi CSS
sehingga memicu terjadinya hidrosefalus.
c. Herniasi Otak
Peningkatan tekanan intracranial dapat mengakibatkan herniasi
sentra, unkus, dan singuli. Herniasi serebellum akan menekan
mesensefalon sehingga menyebabkan hilangnya kesadaran dan
menekan saraf otak ketiga (okulomotor) (Fransisca, 2008).
2. Epilepsi
Epilepsi diakibatkan oleh adanya perangsangan atau gangguan di dalam
selaput otak (serebral cortex) yang disebabkan oleh adanya massa
tumor (Yustinus, 2006).
3. Berkurangnya fungsi neurologis
Gejala berkurangnya fungsi neurologis karena hilangnya jaringan otak
adalah khas bagi suatu tumor ganas (Wim, 2002). Penurunan fungsi
neurologis ini tergantung pada bagian otak yang terkena tumor.
3. Ensefalopati radiasi
4. Metastase ke tempat lain
5. Kematian
1.11 Teori Asuhan Keperawatan Tumor Otak
1. Pengkajian
A. Primary Survey
Pengkajian primer dalam asuhan keperawatan kegawatdaruratan
meliputi:
a. Airway
Kaji ada tidaknya sumbatan pada jalan nafas pasien.
L (Look) = Lihat gerakan napas atau pengembangan dada, adanya
retraksi sela iga, warna mukosa/kulit dan kesadaran
L (Listen) = Dengarkan aliran udara pernapasan
F (Feel) = Rasakan adanya aliran udara pernapasan.
b. Breathing
Kaji ada atau tidaknya kelainan pada pernapasan misalnya dispnea,
takipnea, bradipnea, ataupun sesak. Kaji juga kedalaman napas
pasien. Adanya peningkatan irama pernafasan (pola napas tidak
teratur) dan sesak napas terjadi karena tumor mendesak otak
sehingga hermiasi dan kompresi medulla oblongata.
c. Circulation
Kaji ada tidaknya peningkatan tekanan darah, pendarahan atau
kelainan detak jantung misalnya takikardi, bradikardi. Kaji juga
ada tidaknya sianosis dan capilar refil. Kaji juga kondisi akral dan
nadi pasien. Desak ruang intracranial akan menyebabkan
peningkatan tekanan intracranial sehingga mengakibatkan
peningkatan tekanan darah. Selain itu terjadi ketidakteraturan
irama jantung (irreguler) dan bradikardi.
d. Disability
Kaji ada tidaknya penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan
refleks, pupil anisokor dan nilai GCS. Menilai kesadaran dengan
cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri atau sama sekali
tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS. Adapun cara yang
cukup jelas dan cepat dengan metode AVPU.
A = Alert : Korban sadar jika tidak sadar lanjut ke poin V
V = Verbal : Cobalah memanggil-manggil korban dengan
berbicara keras di telinga korban, pada tahap ini jangan sertakan
dengan menggoyang atau menyentuh pasien, jika tidak merespon
lanjut ke P.
P = Pain : Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang paling
mudah adalah menekan bagian putih dari kuku tangan (di pangkal
kuku), selain itu dapat juga dengan menekan bagian tengah tulang
dada (sternum) dan juga areal diatas mata (supra orbital).
U = Unresponsive : Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien masih
tidak bereaksi maka pasien berada dalam keadaan unresponsive.
e. Exposure
Lakukan pemeriksaan fisik head to toe untuk memeriksa jejas.
Pemeriksaan kepala, abdomen, pelvis, dan ekstremitas.
B. Secondary Survey
a. Identitas klien
Pengkajian identitas klien meliputi nama, umur, alamat, status
perkawinan, agama, pendidikan, pekerjaan, diagnosa medis, tanggal
MRS, tanggal pengkajian, no. RM, dan identitas penanggung jawab
pasien.
b. Keluhan Utama
Biasanya klien mengeluh nyeri kepala yang hilang timbul dan durasinya
makin meningkat kemudia klien dapat terjadi penurunan kesadaran
hingga koma.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengeluh nyeri kepala saat perubahan posisi dan dapat
meningkat dengan aktivitas, vertigo, muntah proyektil, perubahan
mental seperti disorientasi, letargi, papiledema, penurunan tingkat
kesadaran, penurunan penglihatan atau penglihatan double,
ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia), hilangnya
ketajaman atau diplopia. Bisa juga dengan menggunakan metode
AMPLE, yaitu :
A (Alergi): Alergi pasien seperti makanan, plester, atau obat-
obatan
M (Medikasi): Obat-obatan yang diminum (hipertensi, DM, dll)
P (Pertinent Medical Hystory): Riwayat medis pasien (penyakit
yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya)
L (Last Meal): Obat tau makanan apa yang barusan dikomsumsi,
periode mesntruasi bila perempuan
E (Events): Hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan pada klien adakah riwayat penyakit dahulu. Klien pernah
mengalami pembedahan kepala atau trauma kepala
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin
ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat
keluarga dengan tumor kepala.
f. Pemeriksaan Fisik
Kaji mulai keadaan umum kemudian pemeriksaan head to toe
2. Diagnosis Keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi d.d
PCO2 meningkat, Ph arteri menurun (D.0003)
2) Penurunan kapasitas adaptif intrakranial b.d edema serebral d.d tekanan
darah meningkat, bradikardia, tingkat kesadaran menurun, respon pupil
melambat (D.0066)
3) Risiko gangguan sirkulasi spontan d.d asidosis (D.0007)
4) Nyeri kronis b.d infiltrasi tumor d.d megeluh nyeri (D.0078)
5) Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme d.d berat badan
menurun minimal 10% di bawah rentang ideal (D.0019)
6) Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular d.d kekuatan otot
menurun (D.0054)
7) Resiko cidera d.d perubahan sensasi, kejang (D.0136)
3. Intervensi Keperawatan
Tumor Otak
Airway-Breathing-Circulation (ABC)
RR 13x/menit, terpasang
2.Breathing ventilator Mode spontan FiO2
30% PEEP 5 SpO2 98%
3.Circulation
TD 150/70 mmHg N; 68x/menit
a. Disability
Respon : Tidak ada respon
Kesadaran : Koma
GCS : E1M1V1
Pupil : 4 mm bilateral
Respon Cahaya : Tidak Ada
b. Exposure
Deformitas : Tidak ada
Contusio : Tidak ada
Abrasi : Tidak ada
Laserasi : Tidak ada
Edema : Tidak ada
Keluhan lain : Tidak ada
1) Secondary Survey Triage
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
Nama : Tn. T
Umur : 47 Tahun
Alamat : Surabaya
Agama : Kristen
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Wiraswasta
Status perkawinan : Kawin
Suku : Jawa
b. Keluhan utama : Klien mengalami penurunan kesadaran
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien mengalami penurunan kesadaran. Kemudian klien segera
dibawa ke RSUD Dr. Soetomo dan dirawat di ruang ROI. Hasil
pemeriksaan fisik GCS E1M1V1, TD 150/70 mmHg N; 68x/menit
s 36 RR 13x/menit terpasang ventilator Mode spontan FiO2 30%
PEEP 5 SpO2 98%
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga mengatakan bahwa klien menderita penyakit tumor
cerebri dan berobat jalan. Selain itu klien punya riwayat post
kecelakaan 1 tahun yang lalu.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga mengatakan tidak ada keluarga yang menderita penyakit
seperti klien dan tidak ada riwayat penyakit keturunan di keluarga
klien.
f. Pemeriksaan Diagnostik
Hasil pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hb 16.4 13,2-17,3 g/dL
Leukosit 15,08 3,8-10,6 x 1000
Eritrosit 5.59 4,5-5,5
Serum kreatinin 0,9 0,6-1,1 mg/Dl
Na 141 135-145 nMol/l
K 3,8 3,6-5 nMol/l
Clorida 102 101-111 nMol/l
pH 7.3 7,35-7,45
PaO2 91.6 80-100 mmHg
PaCO2 42,8 38-42 mmHg
SpO2 96,7 95-100%
HCO3 23.8 22-28 mEq/L
AaDo2 71,9 <20 mmHg
g. Terapi
Deksametason 3x 8 mg
Omiprazol 2x40 mg
Manitol100 cc/ 4 jam
D51/2 NS 1500/24 jam
2. ANALISA DATA
DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
DS: - Trauma kecelakaan Gangguan Pertukaran Gas
(D. 0004)
DO: ↓
- PaCO2 meningkat, 42,8 Tumor Otak
mmHg (38-42 mmHg) ↓
- PaO2 91,6 mmHg Penambahan massa dan
cairan otak
- RR 13 x/menit
↓
- SaO2 96,7% Hilangnya kontrol
- pH menurun 7,3 volunter terhadap otot
pernapasan
- AaDo2 71,9
↓
- Klien terpasang ventilator Hipoksemia
Mode spontan FiO2 30%
PEEP 5 ↓
PaCO2 meningkat, pH
- tingkat kesadaran menurun
menurun, nilai GCS
E1V1M1 ↓
Gangguan Pertukaran
Gas
DS: - Trauma kecelakaan Penurunan Kapasitas Adaptif
Intrakranial
DO: ↓
Tumor Otak (D.0066)
- tekanan darah 150/70
mmHg ↓
- nadi 68 x/menit Penambahan massa dan
cairan otak
- tingkat kesadaran
menurun, nilai GCS ↓
E1V1M1 Kerusakan pembuluh
darah
- pupil bilateral 4 cm
↓
- respon kornea negatif
Perubahan sirkulasi CSS
↓
Peningkatan TIK
↓
Kesadaran menurun,
tekanan darah
meningkat, bradikardi,
pupil melebar
↓
Penurunan Kapasitas
Adaptif Intrakranial
DS: - Trauma kecelakaan Risiko Gangguan Sirkulasi
Spontan (D.0010)
DO: ↓
- tingkat kesadaran Tumor otak
menurun, nilai GCS ↓
E1V1M1 Herniasi batang otak
- tekanan darah 150/70 ↓
mmHg Kehilangan kontrol
tonus vasomotor
- Serum kreatinin 0,9 persarafan ke jantung
↓
- Na 141
Hipertensi
- K 3,8
↓
- Clorida 102 Risiko gangguan
sirkulasi spontan
- pH 7.3
- PaO2 91.6
- PaCO2 42,8
- SpO2 96,7
- HCO3 23.8
- AaDo2 71,9
- BE -1,7
5. Intervensi Keperawatan
MK. Gangguan
Pertukaran Gas MK. Risiko Tekanan liquor
Gangguan meningkat
Kesadaran
Sirkulasi
Spontan menurun, TD Nyeri kepala
meningkat,
bradikardi Hipertrofi otot