Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

“ACUTE LIMB ISCHEMIC”

1. Defenisi Acute Limb Ischemic (ALI)

Acute Limb Ischemic (ALI) di definisikan sebagai penurunan perfusi tiba-tiba pada
anggota tubuh yang menyebabkan ancaman potensial terhadap viabilitas ekstremitas
(dimanifestasikan dengan nyeri istirahat iskemik, ulkus iskemik, dan atau gangren) pada
pasien yang hadir dalam waktu dua minggu dari peristiwa akut. Pasien dengan manifestasi
yang sama yang hadir lebih dari dua minggu dianggap memiliki iskemia tungkai kritis.
Acute Limb Ischemic (ALI) merupakan suatu kondisi dimana terjadi penurunan
aliran darah ke ekstremitas secara tiba-tiba yang menyebabkan gangguan pada kemampuan
pergerakkan, rasa nyeri atau tanda-tanda iskemik berat dalam jangka waktu dua minggu
(Vasculer Desease A Handbook, 2005 ).

2. Etiologi Acute Limb Ischemic (ALI)


a. Trombosis
Faktor predisposisi terjadinya adalah dehidrasi, hipotensi, malignan, polisitemia,
ataupun status prototrombik inheritan, trauma vaskuler, injuri Iatrogenik,trombosis pasca
pemasangan bypass graft , trauma vaskuler. Gambaran klinis terjadinya trombosis adalah
riwayat nyeri hilang timbul sebelumnya, tidak ada sumber terjadinya emboli dan
menurunnya (tidak ada) nadi perifer pada tungkai bagian distal.
b. Emboli
Sekitar 80% emboli timbul dari atrium kiri, akibat atrial fibrilasi atau miokard infark.
Kasus lainnya yang juga berakibat timbulnya emboli pada katup prostetik, vegetasi katup
akibat peradangan pada endokardium, paradoksikal emboli (pada kasus DVT) dan atrial
myxoma. Aneurisma aorta merupakan penyebab dari sekitar 10% keseluruhan kasus yang
ada, terjadi pada pembuluh darah yang sehat.
3. Klasifikasi
Berdasarkan Rutherfort klasifikasi akut Limb Iskemik dapat dikategorikan sebagai berikut :
Kelas I
Perfusi jaringan masih cukup, walaupun terdapat penyempitan arteri, tidak ada
kehilangan sensasi motorik dan sensorik, masih dapat ditangani dengan obat-obatan pada
pemeriksaan doppler signal audible.
Kelas II a
Perfusi jaringan tidak memadai pada aktifitas tertentu. Timbul klaudikasio intermiten
yaitu nyeri pada otot ekstremitas bawah ketika berjalan dan memaksakan berhenti berjalan,
nyeri hilang jika pasien istirahat dan sudah mulai ada kehilangan sensorik. Harus dilakukan
pemeriksaan angiografi segera untuk mengetahui lokasi oklusi dan penyebab oklusi.
Kelas II b
Perfusi jaringan tidak memadai, ada kelelahan otot ekstremitas dan kehilangan sensasi
pada ekstremitas. Harus dilakukan intervensi selanjutnya seperti revaskularisasi atau
emolektomi.
Kelas III
Telah terjadi iskemia berat yang mengakibatkan nekrosis, kerusakan syaraf yang
permanen, irreversible, kelelahan ekstremitas,kehilangan sensasi sensorik,kelainan kulit atau
gangguan penyembuhan lesi kulit. Intervensi tindakan yang dilakukan yaitu amputasi.
Acute Limb Ischemic (ALI) juga dapat diklasifikasikan berdasarkan terminologi, yaitu :
1. Onset
a. Acute : kurang dari 14 hari
b. Acute on cronic : perburukan tanda dan gejala kurang dari 14 hari
c. Cronic iskemic stable : lebih dari 14 hari
2. Severity
a. Incomplete : tidak dapat ditangani
b. complete : dapat ditangani
c. Irreversible : tidak dapat kembali ke kondisi normal
4. Manifestasi ALI
Secara umum manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada kasus ALI merupakan tanda
dan gejala yang sangat khas dengan sebutan istilah 6P yang terdiri dari :
1. Pain (nyeri)
2. Parasthesia (tidak mampu merasakan sentuhan pada ekstremitas),
3. Paralysis (kehilangan sensasi motorik pada ekstremitas),
4. Pallor (pucat),
5. Pulseless (menurunnya atau tidak adanya denyut nadi),
6. Perishingly cold/poikilothermia (dingin pada ekstremitas).
Adapun manifestasi klinik pada ALI yang dikatagorikan berdasarkan penyebabnya terdiri dari

a. Trombus
Terjadi dalam beberapa jam sampai berhari-hari, ada klaudikasio, ada riwayat
aterosklerotik kronik, ekstremitas yang terkena tampak sianotik dan lebam, pulsasi pada
kolateral ekstremitas tidak ada, dapat terdiagnosa dengan angiografi dan dilakukan
tindakan bypass atau pemberian obat-obatan seperti fibrinolitik.

b. Embolus
Tanda dan gejala muncul secara tiba-tiba dalam beberapa menit, tidak terdapat
klaudikasio ada riwayat atrial fibrilasi, ekstremitas yang terkena tampak kekuningan.

5. Patofisiologi
Berdasarkan beberapa sumber pustaka, penulis dapat mengambil kesimpulan
mengenai patofisiologi ALI. Pada dasarnya, trombus yang mengalami penyumbatan pada
arteri dalam kasus ALI ini, merupakan salah satu bentuk patogenesis yang kemungkinan
ditimbulkan oleh beberapa faktor resiko dan faktor predisposisi yang cukup kompleks, seperti
usia, gaya hidup tidak sehat (merokok, tidak pernah olahraga dan pola makan tinggi
kolesterol) dapat meningkatkan resiko ter&adinya ALI, sedangkan patogenesis yang sifatnya
predisposisi seperti penyakit rheumatoid hearth disease juga dapat menimbulkan ALI.
Pada awalnya tungkai tampak pucat, tetapi setelah 6-12 jam akan terjadi vasodilatasi
yang disebabkan oleh hipoksia dari otot polos vaskular. Kapiler akan terisi kembali oleh darah
teroksigenasi yang stagnan, yang memunculkan penampakan mottled (yang masih hilang bila
ditekan). Bila tindakan pemulihan aliran darah arteri tidak dikerjakan, kapiler akan ruptur dan
akan menampakkan kulit yang kebiruan yang menunjukkan iskemia irreversibel. Nyeri terasa
hebat dan seringkali resisten terhadap analgetik. Adanya nyeri pada ekstremitas dan nyeri
tekan dengan penampakan sindrom kompartemen menunjukkan tanda nekrosis otot dan
keadaan kritikal (yang kadang kala irreversibel). Defisit neurologis motor sensorik seperti
paralisis otot dan parastesia mengindikasikan iskemia otot dan saraf yang masih berpotensi
untuk tindakan penyelamatan invasif (urgent). Tanda-tanda diatas sangat khas untuk kejadian
sumbatan arteri akut yang tanpa disertai kolateral. Bila oklusi akut terjadi pada keadaan yang
sebelumnya telah mengalami sumbatan kronik, maka tanda yang dihasilkan biasanya lebih
ringan oleh karena telah terbentuk kolateral. Adanya gejala klaudikasio intermiten pada
ekstremitas yang sama dapat menunjukkan pasien telah mengalami oklusi kronik sebelumnya.
Keadaan akut yang menyertai proses kronik umumnya disebabkan trombosis.
Perjalanan ALI yang cukup kompleks ini, dapat menimbulkan beberapa masalah
pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang menunjukkan suatu masalah keperawatan yang
kompleks pula, diantaranya gangguan perfusi jaringan, gangguan rasa nyaman nyeri,
intoleransi aktifitas, cemas, resiko tinggi perdarahan dan resiko tinggi cedera serta banyak lagi
yang satu sama lain saling berhubungan dan perlu segera ditangani. Adapun bentuk skematik
patofisologi ALI dapat dilihat pada skema di bawah ini :
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan yang diperlukan untuk mendiagnosis adanya iskemia akut pada
ekstremitas adalah:
a. Faktor Risiko Kardiovaskular
 Perlu ditanyakan dan diketahui adanya kelainan-kelainan kardiovaskular. Sekitar
30% pasien dengan iskemia tungkai terbukti pernah mengalami riwayat angina
atau infark miokard.
 Pemeriksaan untuk mengetahui faktor resiko kardiovaskular adalah : riwayat
merokok, riwayat serangan jantung, tekanan darah, EKG, gula darah, kadar lipid
darah.
b. Pemeriksaan Tungkai
 Penampakan keseluruhan tungkai: adanya edema, keadaan rambut tungkai,
adanya kemerahan khususnya yang bersamaan dengan sianosis.
 Tes Buerger (pucat bila diangkat, kemerahan yang abnormal bila tergantung).
 Pemeriksaan pulsasi dengan palpasi (A. femoralis, poplitea, tibiabis anterior dan
posterior, dorsalis pedis), yang amat subjektif. Pemeriksaan pulsasi harus
dikonfirmasi dengan pemeriksaan hand-held Doppler.
c. Ankle-Brachial Pressure Index
Dilakukan pengukuran terhadap tekanan darah brakhialis dan arteri pedis dengan
menggunakan tensimeter dan hand-held Doppler. ABPI diperoleh dengan membagi
tekanan darah brakhialis dengan tekanan darah pedis. Angka ABPI normalnya 1,0-
1,2; angka dibawah 0,9 kecurigaan kelainan arteri, dan angka 0,8 merupakan batas
bawah range normal. ABPI kurang dari 0,3 menunjukkan adanya iskemia kritikal.
d. Waveform Assesment
Pemeriksaan dengan menggunakan continuous-wave Doppler merupakan
pemeriksaan yang penting terutama bila dipasangkan dengan pemeriksaan tekanan
darah segmental oleh karena dapat memperkirakan dengan tepat area (segmen) yang
mengalami gangguan.
e. Duplex Imaging
Pemeriksaan color-flow duplex ultrasound memungkinkan visualisasi dan
pemeriksaan hemodinamik dari arteri menggunakan pencitraan grey scale, colour-
flow Doppler, dan pulse Doppler velocity profiles. Pencitraan grey-scale akan
menggambarkan anatomi arteri dan adanya plaque ekhogenik. Color-flow Doppler
akan menampilkan aliran darah yang berwarna dan Doppler velocity profiles akan
menghitung kecepatan aliran dalam bagian penampang arteri yang diperiksa.
f. Duplex Imaging
Pemeriksaan color-flow duplex ultrasound memungkinkan visualisasi dan
pemeriksaan hemodinamik dari arteri menggunakan pencitraan grey scale, colour-
flow Doppler, dan pulse Doppler velocity profiles. Pencitraan grey-scale akan
menggambarkan anatomi arteri dan adanya plaque ekhogenik. Color-flow Doppler
akan menampilkan aliran darah yang berwarna dan Doppler velocity profiles akan
menghitung kecepatan aliran dalam bagian penampang arteri yang diperiksa.
Computed Tomography Angiography
Helical CT-scan khususnya berguna dalam pencitraan kelainan pembuluh darah yang
memiliki struktur kompleks seperti dalam kasus-kasus aneurisma aorta. Helical CT-
scan memiliki kerugian yang sama dengan pemeriksaan angiografi biasa yaitu;
berbahaya digunakan pada pasien dengan gagal ginjal. Zat kontras pada CTA
diberikan melalui intravena.
9. Magnetic Resonance Angiography
Citra angiography diperoleh melalui pemeriksaan MRI. Sama dengan CTA; zat
kontras diberikan secara intravena. MRA atau CTA dapat diindikasikan apabila
pasien tidak dapat mentolerir tusukan intra-arterial, misal karena kelainan bilateral
atau kelainan perdarahan.
7. Penatalaksanaan Medis
a. Medikamentosa
Begitu diagnosa ditegakkan pengobatan awalnya adalah dengan pemberian
unfractionated heparin, diberikan dalam bentuk bolus dan pemeliharaan. Pada
penderita Iskemia tungkai akut pada saat penderita datang biasanya langsung
dilakukan pemberian heparinisasi. Tujuan yang ingin dicapai dengan pemberian
heparin yaitu mencegah bertambah panjangnya trombus dan mencegah pembentukan
fokus fokus baru emboli.
b. Revaskularisasi bedah
Pendekatan pembedahan dengan menggunakan balon kateter, pintasan dan terapi
tambahan seperti endarterektomi, patching angioplasty dan intraoperative trombolisis
ataupun kombinasinya.
9. Komplikasi
Sindrom kompartemen (nyeri saat flexi/extensi, kelemahan otot, tidak mampu respon
terhadap stimulasi sentuhan, pucat, nadi lemah/tidak teraba). Pembengkakan jaringan
dalam kaitannya dengan reperfusi menyebabkan peningkatan pada tekanan intra
compartment tekanan, penurunan aliran kapiler, iskemia, dan kematian jaringan otot
(pada >30 mmHg). Penanganannya adalah dengan dilakukannya fasciotomy.
Terapitrombolitik, akan menurunkan risiko compartment syndrome dengan reperfusi
anggota gerak secara berangsur-angsur.
A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ALI
1. Pengkajian
1. Identitas
2. Keluhan utama
Gejala kaki pada ALI berhubungan secara primer terhadap nyeri atau fungsi. Onset
serangan dan waktu nyeri yang tiba-tiba, lokasi dan intensitasnya, bagaimana
perubahan keparahan sepanjang waktu kesemuanya harus digali. Durasi dan intensitas
nyeri adalah penting dalam membuat keputusan medis. Onset tiba-tiba dapat memiliki
implikasi etiologi (seperti, emboli arteri cenderung muncul lebih mendadak daripada
arterial thrombosis), sedangkan kondisi dan lokasi nyeri dapat membantu menegakkan
diagnosis banding.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Hal ini penting untuk ditanyakan, apakah pasien mempunyai nyeri pada kaki
sebelumnya (seperti, riwayat klaudikasio), apakah telah diintervensi untuk “sirkulasi
yang buruk” pada masa lampau, dan apakah didiagnosis memiliki penyakit jantung
(seperti atrial fibrilasi) maupun aneurisma (seperti kemungkinan sumber emboli).
Pasien juga sebaiknya ditanyakan tentang penyakit serius yang berbarengan atau factor
risiko (hipertensi, diabetes, penggunaan tembakau, hiperlipidemia, riwayat keluarga
terhadap serangan jantung, stroke, jendalan darah, atau amputasi).
4. Pemeriksaan fisik fokus (ekstremitas bawah)
Bandingkan dengan ekstremitas kanan dengan kiri (yang terkena efek ALI dengan
yang normal)
1) Pulsasi
Apakah defisit pulsasi bersifat baru atau lama mungkin sulit ditentukan pada
pasien penyakit arteri perifer (PAD) tanpa suatu riwayat dari gejala sebelumnya,
pulsasi radialis, dorsalis pedis mungkin normal pada kasus mikro embolisme yang
mengarah pada disrupsi (penghancuran) plak aterosklerotik atau emboli kolestrol.
2) Lokasi
Tempat yang paling sering terjadinya oklusi emboli arterial adalah arteri
femoralis, namun juga dapat di temukan pada arteri aksila, poplitea iliaka dan
bifurkasio aorta.
3) Warna dan temperatur
Harus dilakukan pemeriksaan terhadap abnormalitas warna dan temperatur.
Warna pucat dapat terlihat, khususnya pada keadaan awal, namun dengan
bertambahnya waktu, sianosis lebih sering ditemukan. Rasa yang dingin
khususnya ekstremitas sebelahnya tidak demikian, merupakan penemuan yang
penting.
4) Kehilangan fungsi sensoris
Pasien dengan kehilangan sensasi sensoris biasanya mengeluh kebas atau
parestesia, namun tidak pada semua kasus. Perlu diketahui pada pasien DM dapat
mempunyai defisit sensoris sebelumnya dimana hal ini dapat membuat kerancuan
dalam membuat hasil pemeriksaan.
5) Kehilangan fungsi motorik
Defisit motorik merupakan indikasi untuk tindakan yang lebih lanjut, limb-
thtreatening ischemia. Bagian ini berhubungan dengan fakta bahwa pergerakkan
pada ekstremitas lebih banyak dipengaruhi oleh otot proximal.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul diantaranya sebagai berikut:
a. Nyeri berhubungan dengan obstruksi akibat emboli dan atau trombus pada arteri
b. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan obstruksi emboli
c. Kecemasan berhubungan dengan proses penyakit
3. Rencana Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Nyeri b.d Tingkat Nyeri 1. Manajemen Nyeri
obstruksi akibat Kriteria Hasil: 2. Pemberian analgesic
emboli dan atau - Nyeri tidak ada 3. Manajemen lingkungan (kenyamanan)
trombus pada - Mengerang dan menangis 4.
arteri tidak ada
- Ekspresi nyeri wajah tidak ada
- Tekanan darah dan nadi
normal

2 . Perubahan Tujuan: 1. Kaji nadi perifer, kaji CRT pantau tanda-


perfusi jaringan Menunjukkan perfusi jaringan tanda sianosis
berhubungan yang adekuat 2. Anjurkan napas dalam melalui abdomen.
dengan obstruksi 3. Pertahankan oksigen aliran rendah
Kriteria Hasil:
emboli 4. Kolaborasi dengan dokter untuk dilakukan
1. perfusi jaringan adekuat PIAT
2. CRT dalam rentang yang 5. Posisikan pasien untuk mengoptimalkan
normal pernapan, dengan posisi kepala sedikit fleksi
3. Tidak ada tanda-tada sianosis dan posisi kaki lebih rendah dari badan

3. Kecemasan Tujuan: 1. Pantau TTV


Kecemasan berkurang 2. Anjurkan pasien untuk total bedrest
berhubungan
Kriteria Hasil: 3. Diskusikan tentang penyakit dan tindakan
dengan proses Pasien tenang, kecemasan yang akan dilakukan
berkurang
penyakit

4. Implementasi Keperawatan
Menurut Marilynn E. Doengoes (2002) disebutkan bahwa implementasi merupakan
tahap keempat dari proses keperawatan, dimana rencana keperawatan dilaksanakan;
melaksanakan intervensi atau aktivitas yang telah ditentukan.

5. Evaluasi
Menurut Marilynn E. Doengoes (2002), evaluasi merupakan tahap akhir dari
proses keperawatan, proses yang kontinue yang penting untuk menjamin kualitas dan
ketepatan perawatan yang diberikan, yang dilakukan dengan meninjau respon pasien
untuk menentukan keefektifan rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien.
Tujuan dari evaluasi adalah menilai keberhasilan dari tindakan perawatan, respon
klien terhadap tindakan yang telah diberikan dan mencegah masalah-masalah yang
mungkin timbul lagi. Menurut Nursalam (2001), ada dua evaluasi yang ditemukan yaitu:
a) Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan secara terus menerus untuk menilai
hasil dari tindakan yang telah dilakukan.
b) Evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir dari keseluruhan tindakan yang dilakukan dan
disesuaikan dengan kriteria waktu yang telah ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai