OLEH:
AHMAD NASRULLAH
NIM.................................
LEMBAR PENGESAHAN
Nama :
NIM :
Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn/Ny/An.......
DENGAN................ DI RUANG/UNIT......................... RUMAH
SAKIT PARU JEMBER
Hari :
Tanggal :
TIM PEMBIMBING
__________________________ _________________________
NIP.............................................. NIP............................................
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................
LAPORAN PENDAHULUAN.........................................................................
A. Definisi Penyakit..........................................................................................
B. Epidemiologi................................................................................................
C. Etiologi.........................................................................................................
D. Tanda dan Gejala..........................................................................................
E. Patofisiologi..................................................................................................
F. Komplikasi...................................................................................................
G. Pemeriksaan Penunjang...............................................................................
H. Clinical Pathway..........................................................................................
I. Penatalaksanaan Medis................................................................................
J. Penatalaksanaan Keperawatan.....................................................................
J.1 Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul (PES)..........................
J. 2 Perencanaan/Nursing Care Plan.........................................................
H. Daftar Referensi...........................................................................................
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi Penyakit
Efusi pleura adalah suatu istilah yang digunakan untuk penimbunan cairan
dalam rongga pleura (Price&Wilson, 2012). Efusi pleura adalah pengumpulan
cairan dalam ruang pleura yang terletak di antara permukaan viseral dan parietal,
proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder
terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil
cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan
pleura bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002). Efusi pleura dapat
berupa transudate atau eksudat.
Jadi, Efusi pleura adalah suatu keadaan penumpukan cairan dalam pleura
berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan karena terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis.
Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi merupakan suatu gejala penyakit
yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita.
B. Epidemiologi
Efusi pleura sering terjadi di negara-negara yang sedang berkembang, salah
satunya di Indonesia. Hal ini lebih banyak diakibatkan oleh infeksi tuberkolosis.
Bila di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung
kongestif, keganasan, dan pneumonia bakteri. Di Amerika efusi pleura menyerang
1,3 juta org/th. Di Indonesia TB Paru adalah peyebab utama efusi pleura, disusul
oleh keganasan. 2/3 efusi pleura maligna mengenai wanita. Efusi pleura yang
disebabkan karena TB lebih banyak mengenai pria. Mortalitas dan morbiditas efusi
pleura ditentukan berdasarkan penyebab, tingkat keparahan dan jenis biochemical
dalam cairan pleura.
C. Etiologi
Ada berbagai keganasan yang dapat menimbulkan efusi pleura, namun pada
umumnya disebabkan oleh metastasis tumor ganas dari bagian tubuh yang lain
5
karena keganasan primer pleura sendiri, yaitu mesotelioma pleura sangat jarang
ditemukan. Keganasan yang paling sering mengakibatkan efusi pleura adalah
karsinoma paru, baik berupa karsinoma epidermoid, karsinoma sel kecil,
adenokarsinoma, maupun karsinoma sel besar. Jenis kanker paru yang paling
banyak menimbulkan efusi pleura adalah adenokarsinoma, karena keganasan ini
biasanya terletak di daerah perifer paru. Limfoma dan keganasan lain pada kelenjar
limfe di daerah hilus pare dan mediastinum juga dapat menyebabkan efusi pleura.
Namun, ada beberapa penyebab yang sering terjadi efusi pleura berdasarkan
cairan yang terbentuk, efusi pleura disebabkan oleh beberapa hal yaitu :
1. Transudat
Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal
jantung kiri), sindrome nefrotik, asites, sindrome vena cava superior, tumor,
sindrome meig. Transudat terjadi pada peningkatan tekanan vena
pulmonalis. Pada kasus ini keseimbangan kekuatan menyebabkan
pengeluaran cairan dari pembuluhan darah. Penimbunan transudat dalam
rongga pleura disebut hidrotoraks.
2. Eksudat
Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan pleura,
dan akibat peningkatan permeabilitas kapiler atau absorbsi getah bening,
infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor, infark, paru, radiasi,
penyakit kologen.
3. Efusi humoralgis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru
dan tubercolosis
4. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis,
pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus
ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena
trauma. Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses
penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini
disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :
a. Peningkatan tekanan kapiler subpleura atau limfatik
b. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
6
E. Patofisiologi
Pada keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan
vicelaris karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 1-20 cc
yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur. Cairan yang
sedikit ini merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah
bergeser satu sama lain. Cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya
akan diabsorbsi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura parietalis dan
tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh
sistem limfatik dan hanya sebagian kecil diabsorbsi oleh sistem kapiler pulmonal.
Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura viscelaris yaitu terdapatnya
banyak mikrovili disekitar sel-sel mesofelial.
Pada dasarnya jumlah cairan dalam rongga pleura tetap karena adanya
keseimbangan antara produksi dan absorbsi. Keadan ini bisa terjadi karena adanya
tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2o dan tekanan osmotic koloid sebesar 10 cm
H2o. Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah satunya
adalah infeksi tuberkulosa paru.
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium
tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju alveoli,terjadilah infeksi primer.
Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(Limfangitis local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah bening akan
mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran akan meningkat
yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura.
Kebanyakan terjadinya effusi pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus
subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Penyebab lainnya dapat juga
dari robeknya pengkejuan kearah saluran getah bening yang menuju rongga pleura,
iga atau columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan effusi yang diakibatkan oleh tuberkolusa paru adalah
eksudat. Eksudat yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut
karena kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya serous, kadang-
kadang bisa juga hemarogik. Setiap ml cairan pleura bisa mengandung leukosit
8
antara 500-2000. Mula – mula yang dominan adalah sel-sel polimorfonuklear, tapi
kemudian sel limfosit, Cairan effusi sangat sedikit mengandung kuman tubukolusa.
Timbulnya cairan effusi bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis, tapi karena
akibat adanya effusi pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan fisik antara
lain yaitu irama pernapasan tidak teratur, frekuensi pernapasan meningkat,
pergerakan dada asimetris, dada yang lebih cembung, fremitus raba melemah,
perkusi redup. Selain halhal diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh effusi
pleura yang diakibatkan infeksi tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan
berat badan menurun.
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul dari penyakit efusi pleura akibat penanganan
yang terlambat maupun kurang tepat, meliputi :
1. Empiema
Infeksi. Pengumpulan cairan dalam ruang pleura dapat mengakibatkan
infeksi (empiema primer), dan efus pleura dapat menjadi terinfeksi setelah
tindakan torasentesis {empiema sekunder). Empiema primer dan sekunder harus
didrainase dan diterapi dengan antibiotika untuk mencegah reaksi fibrotik.
2. Fibrosis paru
Fibrosis paru bukanlah suatu nama penyakit melainkan suatu keadaan
patologi akibat dari penyakit paru – paru yang tidak kunjung sembuh. Fibrosis paru
juga bisa mengakibatkan nekrosis. Salah satu penyebab dari fibrosis paru ada TBC,
seperti yang telah dijelaskan bahwa TBC merupakan salah satu penyebab terjadinya
efusi pleura, sehingga apabila efusi pleura tak kunjung sembuh dapat menyebabkan
fibrosis paru yang menunjukkan stadium akhir penyakit paru. Fibrosis timbul
sebagai akibar dari perbaikan jaringan sebgai mekanisme lanjutan pada penyakiit
paru yang menyebabkan peradangan dan nekrosis.
9
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologik mempunyai nilai yang tinggi dalam menegakkan
diagnosis efusi pleura, meskipun tidak berguna dalam menentukan faktor
penyebabnya. Pada foto toraks terlihat perselubungan homogen dengan batas atas
yang cekung atau datar, dan sudut kostofrenikus yang tumpul; cairan dengan
jumlah yang sedikit hanya akan memberikan gambaran berupa penumpulan sudut
kostofrenikus. Cairan berjumlah kurang dari 100 ml tidak akan terlihat pada foto
toraks yang dibuat dengan teknik biasa. Bayangan homogen baru dapat terlihat
jelas apabila cairan efusi lebih dari 300 ml. Apabila cairan tidak tampak pada foto
postero-anterior (PA), maka dapat dibuat foto pada posisi dekubitus lateral. Di
bawah ini beberapa pemeriksaan radiologis yang lazim dilakukan :
a. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan. Efusi
pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di
konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral decubitus
dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak paling sedikit 50
ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga
pleura sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan
adanya sudut costophreicus yang tidak tajam.
b. CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
c. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
2. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
10
Transudat
Penumpukan cairan
pada rongga pleura
12
Nyeri akut
Ketidakefektifan Insufiensi oksigenasi
pola nafas
Resiko infeksi
Gangguan metabolism O2
Kurangnya O2 di sianosis
Suplai O2 menurun
perifer
I. Penatalaksanaan Medis
1. Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri,
dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 – 5 liter perlu dikeluarkan segera untuk
mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi banyak maka
pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dilakukan satu jam.
2. Torakosentesis yaitu pengeluaran cairan dengan cara aspirasi cairan bisa
dilakukan dengan pemasangan water seal drainage (WSD), sampai pasien
merasa lega bernafas. Namun perlu diperhatikan bahwa pengeluaran cairan
pada setiap kali aspirasi tidak lebih dari 1500 cc dilakukan dalam 20-30 menit
dan bila masih ada cairan hendaknya dilakukan pada hari berikutnya.
3. Obat-obatan pada efusi pleura menimbulkan kontroversi karena efek
penyembuhan obat sangat rendah dan efek samping obat yang lebih dominan.
Misalnya penggunaan Citostatic misalnya tryetiophosporamide, dan zat lain
seperti atabrine tidak memberi hasil yang lebih . namun jenis obat seperti
antibiotik diberikan jika terjadi empiema.
4. Pleurodesis yaitu tindakan melekatkan pleura parietalis dan pleura viseralis
dengan memasukkan suatu bahan kimia atau kuman kedalam rongga pleura
sehingga terjadi keadaan pleuritis obliteratif. Bahan kimia yang lazim
digunakan adalah sitostatika seperti teotepa, bleomisin, nitrogen mustard, 5-
fluorourasil, adriamisin, dan doksorubisin. Untuk pemakian kuman yang
dipakai adalah corynebacterium parvum 5-10 mg dilarutkan dalam 20 ml
larutan garam fisiolodgis. Obat lain yang murah dan mudah didapatkan adalah
tertasiklin. Pada pemberian obat ini, WSD harus dipasang dan paru sudah dalam
keadaan mengembang.
5. Pleurektomi yaitu tindakan pengangkatan pleura parietalis, namun tindakan ini
jarang dilakukan kecuali jika tindakan lain tidak berhasil.
14
J. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data / identitas klien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai,
status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan utama
Adanya sesak napas yang dirasakan semakin berat disamping itu disetrai
nyeri dada yang semakin berat saat inspirasi dan saat miring ke sisi yang
sakit.
c. Riwayat penyakit sekarang
Adanya demam yang menyeruoai influenza yang timbul berulang, batuk
lebih dari 2 minngu yang sifatnya non produkstif, nafsu makan menurun,
sesak napas dan nyeri dada.
d. Riwayat penyakit dahulu.
Perlu dikai adanya riwayat TBC paru, kegagalan jantung kongestif,
pnemonia, infark paru, maupun tumor paru.
e. Riwayat penyakit keluarga
Membahasa tentang riwayat penyakit yang mungkin diderita oleh anggota
keluarga pasien yang disinyalir sebagai penyebab penyakit pasien sekarang.
Contohnya: kanker paru, TBC, dll
f. Pengkajian data dasar.
1) Data subyektif
- Mengeluh sesak nafas
- Mengatakan mual, anoreksia
- Mengeluh demam
- Mengeluh nyeri dada
2) Data obyektif
- Nafas pendek, dangkal, suara pernafasan lemah atau menghilang.
- Tidur miring kaki ditekuk
- Kadang meringis
15
- Batuk
- Dada tampak cembung, ruang antar iga datar, kurang bergerak sat
pernafasan/tertinggal.
- Getaran nafas saat perabaan menurun
- Fokal fremitus melemah, suara ketuk yang redup
- Berat badan menurun
- Hasil laboratorium menunjukkan adanya peningkatan leukosit
g. Pemeriksaan fisik.
1) Keadaan Umum : sedang
2) TTV:
Tekanan Darah : 120 / 70 mmHg
Pernafasan : 20 x / menit
Denyut nadi : 84 x / menit
Suhu tubuh : 36 ˚ C
3) Kesadaran : Compos Mentis GCS 456
4) ROS (review Of System)
a) B1 (Breath)
- Kaji ada tidaknya kesulitan bernafas seperti adanya keluhan sesak
- Batuk (produktif atau tidak produktif, secret, warna, konsistensi,
bau)
- Irama nafas pasien (teratur/tidak teratur), takipnea
- Adanya peningkatan kerja nafas, penggunaan otot bantu dada,
retraksi intercostal
- Fremitus fokal
- Perkusi dada : hipersonor
- Pada inspeksi dan palpasi dada tidak simetris
- Pada kulit terdapat sianosis, pucat, krepitasi subkutan
- Selain itu kaji riwayat penyakit paru kronik, peradangan, infeksi
paru, tumor, biopsi paru
b) B2 (Blood)
- Taki kardi, irama jantung tidak teratur ( disaritmia )
16
4. Mencegah obstruksi/aspirasi.
Pengisapan dapat diperlukan
bila pasien tak mampu
mengeluarkan sekret.
5. mencegah pengeringan
membran mukosa, membantu
pengenceran sekret.
6. agen mukolitik menurunkan
kekentalan dan perlengketan
sekret paru untuk
memudahkan pembersihan.
7. Bronkodilator meningkatkan
ukuran lumen percabangan
trakeobronkial, sehingga
menurunkan tahanan terhadap
aliran udara.
2 Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji frekuensi, kedalaman 1. kecepatan biasanya meningkat.
nafas berhubungan keperawatan selama 3x24 pernafasan dan ekspansi dada. Kedalaman pernafasan
dengan penurunan jam diharapkan pola nafas Catat upaya pernafasan bervariasi tergantung pada
ekspansi paru klien efektif dengan kriteria termasuk penggunaan otot bantu jumlah cairan pleura yang
hasil, klien akan : pernafasan. menekan paru. Ekspansi dada
1. Menunjukkan pola 2. Auskultasi bunyi nafas dan catat terbatas oleh karena nyeri dada
nafas yang efektif adanya bunyi nafas krekels, pleuritik.
dengan frekuensi dan mengi 2. bunyi nafas menurun/tak ada
kedalaman dalam 3. Anjurkan tidur miring pada sisi bila jalan nafas obstruksi
rentang normal. yang tidak sakit sekunder terhadap perdarahan,
4. Dorong dan bantu pasien untuk dan bekuan. Ronchi dan mengi
latihan batuk.
20
9. Defisit Perawatan diri Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan BHSP 1. Meningkatkan kerjasama
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 2. Bantu pasien untuk mengenali dengan klien dan keluarga
kelemahan aktivitas jam, diharapkan hygiene deficit, perawatan mandiri dan sehingga memudahkan dalam
klien dapat terjaga dengan factor – faktor yang pemberian askep
kriteria hasil, klien akan : mempengaruhi kemampuan 2. menentukan metode yang tepat
1. Melakukan higieninya klien untuk melaksanakan dalam memenuhi kebutuhan
sendiri aktifitas perawatan mandiri perawatan mandiri klien
2. tampak bersih 3. Ajak keluarga untuk melakukan 3. Keluarga dapat membantu
3. merasa nyaman perawatan diri terhadap klien klien untuk meningkatkan
4. Jelaskan berbagai program perawatan diri
terapi yang berkaitan dengan 4. klien dapat memahami dan
perawatan diri mengenal program terapi
sehingga dapat meningkatkan
kepatuhan
26
K. Daftar Referensi
Baughman C Diane.2000. Keperawatan medical bedah, Jakarta:EGC.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius
Syamsuhidayat, Wim de Jong.1997. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta:
EGC.