Anda di halaman 1dari 45

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT SISTEM 2

TUGAS KELOMPOK – CVA BLEDDING

Fasilitator :

Merina Widyastuti, S.Kep.,Ns.,M.Kep


NIP. 03.003

Oleh :
Kelompok 2

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAHSURABAYA
2019KEPERAWATAN GAWAT DARURAT SISTEM 2
TUGAS KELOMPOK – CVA BLEDDING

Oleh :

1510
1. Brahmayda Wiji L
006
1510
2. Farida Ayu I
014
1510
3. Iriani Wahyuni L
024
1510
4. Rizky Novitasari S
048
1510
5. Wahyu Denoveta S
056

1
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAHSURABAYA
2019

2
LEMBAR PENGESAHAN

Dengan ini kami menyatakan bahwa:

Menyatakan bahwa makalah seminar ini yang berjudul Keperawatan Gawat


Darurat Sistem 2 Tugas Kelompok – Cva Bledding kami susun sesuai dengan
rancangan tugas mahasiswa dalam silabus Kegawatdaruratan Sistem 2 yang
berlaku di STIKES Hang Tuah Surabaya.
tan
wa

p
Ke liah

.Ke
era

s., M
u
p
can ataK

,N
a&
Ben ab M

ep.
S.K
w
Dis najem ng Ja
Ma anggu ui

uti,
Pen ngetah

aste en

3.0 yast
r

d
Me

33
i
NIP ina W
. 0
r
Me

Surabaya,07 Maret 2019

( Nama ) ( NIM ) ( Tanda Tangan Mahasiswa )


1 Brahmayda Wiji L 1510006 1
2 Farida Ayu I 1510014 2
3 Iriani Wahyuni L 1510024 3
4 Rizky Novitasari S 1510048 4
5 Wahyu Denoveta S 1510056 5

KATA PENGANTAR

3
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Kelompok Keperawatan Gawat Darurat Sistem 2 ini yang
berkenaan dengan CVA Bledding.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah memberikan masukan, dorongan dan bimbingan kepada penulis
dalam menyusun makalah ini baik dari segi moril dan materil. Ucapan terimakasih
tersebut ditujukan kepada:
1. Wiwiek Liestyaningrum, M.Kep. Selaku ketua Stikes Hang Tuah
Surabaya.
2. Merina Widyastuti, S.Kep., Ns., M.Kep. Selaku fasilitator, penanggung
jawab mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat Sistem 2 Stikes Hang Tuah
Surabaya.
3. Rekan-Rekan Angkatan 21 Prodi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Hang
Tuah Surabaya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik yang sifatnya
konstruktif dari semua pihak untuk perbaikan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi yang
membaca dan bagi pengembangan ilmu keperawatan.

Surabaya, 07 Maret 2019

Penulis

4
DAFTAR ISI

Cover .................................................................................................................ii
Lembar Pengesahan ........................................................................................iii
Kata Pengantar.................................................................................................iv
Daftar isi .............................................................................................................v

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................6
1.2 Rumusan Masalah............................................................7
1.3 Tujuan...............................................................................................8
1.3.1 Tujuan Umum...................................................................................8
1.3.2 Tujuan Khusus.............................................................8
1.4 Manfaat..........................................................................................8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi ..........................................................................................
9
2.2 Etiologi...........................................................................................
9
2.3 Anatomi dan Fisiologi..........................................11
2.4 Patofisiologi............................................................................
15
2.5 WOC CVA Bledding................................................
17
2.6 Manifestasi Klinis............................................................
19
2.7 Komplikasi................................................................................
20
2.8 Penatalaksanaan Medis..........................................
20
2.9 Pemeriksaan Penunjang......................................21
2.10 Asuhan Keperawatan Teori..............................22

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN 35

BAB 4 KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan..............................................................................................44
4.2 Saran........................................................................................................44

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................45

5
6
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke menurut WHO (World Health Organization) adalah adanya
tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak
fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih yang menyebabkan kematiantanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskular (Muttaqin, 2008), sedangkan stroke hemoragik adalah stroke
yang terjadi akibat pembuluh darah diotak pecah sehingga darah tidak
mengalir secara semesinya dan darah merembes ke dalam suatu daerah di
otak kemudian timbul iskhemik serta hipoksia di hilir dan berakhir dengan
kelumpuhan. Penyebab stroke hemoragik antara lain: hipertensi, pecahnya
aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya terjadi saat melakukan
aktivitas atau saat istirahat. Kesadaran pada penderita stroke hemoragik
umumnya menurun (Ria Artiani, 2009).
Data WHO (World Health Organization) tahun 2012, kematian akibat
stroke sebesar 51% di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah tinggi.
Selain itu, diperkirakan sebesar 16% kematian stroke disebabkan tingginya
kadar glukosa darah dalam tubuh. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013,
prevalensi penyakit stroke di Indonesia meningkat seiring bertambahnya
umur. Kasus stroke tertinggi yang terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia
75 tahun keatas (43,1%) dan terendah pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu
sebesar 0,2%. Prevalensi stroke berdasarkan jenis kelamin lebih banyak
laki-laki (7,1%) dibandingkan dengan perempuan (6,8%). Berdasarkan
tempat tinggal, prevalensi stroke di perkotaan lebih tinggi (8,2%)
dibandingkan dengan daerah pedesaan (5,7%). Berdasarkan data 10 besar
penyakit terbanyak di Indonesia tahun 2013, prevalensi kasus stroke di
Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0 per mill dan
12,1 per mill untuk yang terdiagnosis memiliki gejala stroke. Prevalensi
kasus stroke tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Utara (10,8%) dan
terendah di Provinsi Papua (2,3%), Prevalensi stroke antara laki-laki dengan
perempuan hampir sama (Kemenkes, 2013).

7
Seseorang menderita stroke karena memiliki perilaku yang dapat
meningkatkan faktor risiko stroke. Gaya hidup yang tidak sehat seperti
mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan tinggi kolesterol, kurang aktivitas
fisik, dan kurang olahraga, meningkatkan risiko terkena penyakit stroke
(Aulia dkk, 2008). Gaya hidup sering menjadi penyebab berbagai penyakit
yang menyerang usia produktif, karena generasi muda sering menerapkan
pola makan yang tidak sehat dengan seringnya mengkonsumsi makanan
tinggi lemak dan kolesterol tapi rendah serat. Selain banyak mengkonsumsi
kolesterol, mereka mengkonsumsi gula yang berlebihan sehingga akan
menimbulkan kegemukan yang berakibat terjadinya penumpukan energi
dalam tubuh (Dourman, 2013). Penyakit stroke sering dianggap sebagai
penyakit monopoli orang tua. Zaman dulu, stroke hanya terjadi pada usia tua
mulai 60 tahun, namun di Zaman saat ini mulai usia 40 tahun seseorang
sudah memiliki risiko stroke, meningkatnya penderita stroke usia muda
lebih disebabkan pola hidup, terutama pola makan tinggi kolesterol.
Berdasarkan pengamatan di berbagai rumah sakit, justru stroke di usia
produktif sering terjadi akibat kesibukan kerja yang menyebabkan seseorang
jarang olahraga, kurang tidur, dan stres berat yang juga jadi faktor penyebab
(Dourman, 2013).
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diketahui bahwa jumlah
penderita stroke memiliki angka prevalensi yang tinggi, oleh karena itu
penulis ingin memberikan solusi melalui asuhan keperawatan terhadap
pasien stroke hemoragik dalam bentuk makalah.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah penatalaksanan asuhan keperawatan dengan
kegawatdaruratan dan kekritisan stroke hemoragik pada Tn. G di ruang
ICU-IGD Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Ramelan Surabaya.

1.3 Tujuan
1.3.3 Tujuan Umum

8
Tujuan umum dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui suatu
konsep ilmiah tentang gambaran asuhan keperawatan kegawatdaruratan
stroke hemoragik.
1.3.4 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah:
a. Mengetahui konsep stroke hemoragik
b. Melakukan pengkajian asuhan keperawatan pada penyakit stroke
hemoragik.
b. Menyusun diagnosa keperawatan pada penyakit stroke hemoragik.
c. Menyusun intervensi keperawatan pada penyakit stroke hemoragik.
1.4 Manfaat
1. Bagi penulis
Membuka cakrawala berfikir kritis untuk menangani dalam asuhan
keperawatan pasien dengan kegawatdaruratan stroke hemoragik.
2. Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan informasi kepada rumah sakit khusunya perawat di ruang ICU-
IGD Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Ramelan Surabaya dalam menangani dan
merawat pasien kegawatdaturatan stroke hemoragik.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai informasi baru dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
mengenai stroke hemoragik

9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematiantanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskular (Muttaqqin,2008).
Sedangkan stoke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh
darah diotak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab
stroke hemoragi antara lain : Hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri
venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa
juga terjadi saat istirahat. Kesdaran pasien umumnya menurun (Ria Artiani,2009).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah di otak dan kemudian merusaknya (M. Adib,2009).
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah satu
jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga
darah tidak dapat mengalir secara semestinya yang menyebabkan otak mengalami
hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan.

2.2 Etiologi
Penyebab stroke hemoragik atau CVA Bleeding dijelaskan sebagai berikut:
1. Perdarahan (Hemoragik)
Perdarahan intraserebral paling banyak disebabkan karena adanya ruptur
aterosklerosis dan hipertensi pembuluh darah yang bisa menyebabkan perdarahan
didalam jaringan otak. Perdarahan intraserebral paling sering terjadi akibat dari
penyakit hipertensi umumnya terjadi setelah usia 50 tahun.
2. Aneurisma
Akibat lain dari perdarahan adalah aneurisma. Walaupun anuerisma serebral
biasanya kecil, hal ini bisa menyebabkan ruptur. Diperkirakan sekitar 6% dari
seluruh stroke disebabkan oleh ruptur aneurisma. Stroke disebabkan oleh
perdarahan seringkali menyebabkan spasme pembuluh darah serebral dan iskemik
pada serebral, karena darah yang berada di luar pembuluh darah membuat iritasi
pada jaringan. Stroke hemoragik biasanya menyebabkan terjadi kehilangan

10
banyak fungsi dan penyembuahnnya yang lambat dibandingkan dengan stroke
yang lain (Joyce&Jane, 2014).
Sedangkan faktor resiko terjadinya stroke hemoragik adalah sebagai berikut:
1. Faktor resiko yang tidak dapat diubah
Faktor risiko stroke yang tidak dapat dirubah adalah usia, jenis kelamin, ras,
riwayat keluarga, dan riwayat keluarga sebelumnya. Semakin tua usia seseorang
akan semakin mudah terkena stroke. Pada 70% kasus stroke dapat terjadi pada
usia diatas 45-80 tahun dan laki-laki lebih mudah terkena stroke. Hal ini
dikarenakan lebih tinggi angka kejadian faktor resiko stroke (hipertensi) pada
laki-laki. Resiko stroke meningkat pada seseorang dengan riwayat keluarga
stroke. Sedangkan seseorang dengan riwayat keluarga stroke lebih cenderung
menderita diabetes dan hipertensi. Hal tersebut mendukung hipotesis bahwa
peningkatan kejadian stroke pada keluarga penyandang stroke adalah akibat
diturunnya faktor resiko stroke. Kejadian stroke pada ras kulit berwarna lebih
tinggi dari kaukosid.
2. Faktor resiko yang dapat diubah
Faktor resiko stroke yang dapat diubah ini penting untuk dikenali.
Penanganan berbagai faktor resiko ini merupakan upaya untuk mencegah stroke.
Faktor resiko stroke yang utama adalah hipertensi, diabetes dan merokok.
Hipertensi apabila seseorang mengalami tekanan darah lebih dari 130/85 atau
140/90 mmHg pada individu yang mengalami gagal jantung, dan diabetes melitus.
Hipertensi kronis yang tidak terkendali dapat memacu mikroangiopati selain itu
juga dapat memacu timbulnya plak. Plak yang tidak stabil akan terlepas dan
berakibat tersumbatnya pembuluh darah di otak atau bisa disebut dengan stroke.
Sedangkan, diabetes melitus merupakan salah satu faktor resiko stroke iskemik
yang utama, diabetes akan meningkatkan resiko stroke dua kali lipat (Joyce
&Jane, 2014).

2.3 Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi

11
Otak manusia kira-kira 2% dari berat badan orang dewasa. Otak menerima
20% dari curah jantung dan memerlukan sekitar 20% pemakaian oksigen tubuh,
dan sekitar 200 kilo kalori energi setiap harinya.
Secara anatomis sistem saraf tepi dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan
12 pasang saraf cranial. Saraf perifer dapat terdiri dari neuron-neuron yang
menerima pesan-pesan neural sensorik (aferen) yang menuju ke system saraf
pusat, dan atau menerima pesan-pesan neural motorik (eferen) dari system saraf
pusat. Saraf spinal menghantarkan pesan-pesan tersebut maka saraf spinal
dinamakan saraf campuran.
Sistem saraf somatic terdiri dari saraf campuran. Bagian aferen membawa
baik informa sensorik yang disadari maupun informasi sensorik yang tidak
disadari. Sistem saraf otonom merupakan sistem saraf campuran. Serabut-serabut
aferennya membawa masukan dari organ-organ visceral. Saraf parasimpatis
adalah menurunkan kecepatan denyut jantung dan pernafasan, dan meningkatkan
pergerakan saluran cerna sesuai dengan kebutuhan pencernaan dan pembuangan.
2. Fisiologis
Otak adalah alat tubuh yang sangat penting karena merupaka pusat
computer dari semua alat tubuh. Bagian dari saraf sentral yang terletak didalam
rongga tengkorak (cranium) dibungkus oleh selaput otak yang kuat. Otak terletak
dalam rongga cranium berkembang dari sebuh tabung yang mulanya
memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal.
a. Otak depan menjadi Hemifer serebri, korpus striatum, thalamus,
serta hipotalamus.
b. Otak tengah, trigeminus, korpus callosum, korpus kuadrigeminus.
c. Otak belakang, menjadi pons varoli, medulla oblongata, dan
serebellum.

Fisura dan sulkus membagi hemifer otak menjadi berberapa daerah. Korteks
serebri terlibat secara tidur teratur. Lekukan diantara gulungan serebri disebut
sulks. Sulkus yang paling dalam membentuk fisura longitudinal dan lateralis.
Daerah atau lobus letaknya sesuai dengan tulang yang berada di atasnya (Lobus
frontalis, temporalis, orientalis dan oksipitalis).
Fisura longitudinal merupakan celah dalam pada bidang media laterali
memisahkan lobus temporalis dari lobus frontalis sebelah anterior dan lobus
parientalis sebelah posterior. Sulkus sentralis juga memisahkan lobus frontalis

12
juga memisahkan lobus frontalis dan obus parientalis.. adapun bagian-bagian otak
meliputi (Evelyn C.Pearce, 2011) :
1. Cerebrum (Otak Besar)

Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut
dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum
merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang. Cerebrum
membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa,
kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual. Kecerdasan intelektual
atau IQ Anda juga ditentukan oleh kualitas bagian ini.
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus. Bagian
lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit
disebut sulcus. Keempat Lobus tersebut masing-masing adalah: Lobus Frontal,
Lobus Parietal, Lobus Occipital dan Lobus Temporal.
a) Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan
dari Otak Besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat
alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah,
memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual
dan kemampuan bahasa secara umum.
b) Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses
sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
c) Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan
kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk
suara.
d) Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan
dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan
interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.

Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi


menjadi beberapa area yang punya fungsi masing-masing. Selain dibagi
menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi menjadi dua
belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Kedua belahan itu
terhubung oleh kabel-kabel saraf di bagian bawahnya. Secara umum,
belahan otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh, dan belahan otak kiri

13
mengontrol sisi kanan tubuh. Otak kanan terlibat dalam kreativitas dan
kemampuan artistik. Sedangkan otak kiri untuk logika dan berpikir rasional.
Mengenai fungsi Otak Kanan dan Otak Kiri sudah kami bahas pada sub bab
tersendiri.

2. Cerebellum (Otak Kecil)


Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala,
dekat dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak
fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh,
mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak Kecil
juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang
dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis,
gerakan mengunci pintu dan sebagainya.
Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan
pada sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi,
misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam
mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju.
3. Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau
rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung
atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar
manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh,
mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia
yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya.
Batang otak dijumpai juga pada hewan seperti kadal dan buaya. Oleh
karena itu, batang otak sering juga disebut dengan otak reptil. Otak reptil
mengatur “perasaan teritorial” sebagai insting primitif. Contohnya anda
akan merasa tidak nyaman atau terancam ketika orang yang tidak Anda
kenal terlalu dekat dengan anda.Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a) Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah
bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan
Otak Kecil. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon
penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan
tubuh dan pendengaran.

14
b) Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari
sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga
sebaliknya. Medulla mengontrol funsi otomatis otak, seperti detak
jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
c) Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat
otak bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah
kita terjaga atau tertidur.
Catatan: Kelompok tertentu mengklaim bahwa Otak Tengah
berhubungan dengan kemampuan supranatural seperti melihat dengan
mata tertutup. Klaim ini ditentang oleh para ilmuwan dan para dokter
saraf karena tidak terbukti dan tidak ada dasar ilmiahnya.
4. Limbic System (Sistem Limbik)
Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak
ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah. Bagian otak
ini sama dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga sering disebut dengan otak
mamalia. Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala,
hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan,
mengatur produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar,
dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang.
Bagian terpenting dari Limbik Sistem adalah Hipotalamus yang salah satu
fungsinya adalah bagian memutuskan mana yang perlu mendapat perhatian dan
mana yang tidak. Sistem limbik menyimpan banyak informasi yang tak tersentuh
oleh indera. Dialah yang lazim disebut sebagai otak emosi atau tempat
bersemayamnya rasa cinta dan kejujuran. Carl Gustav Jung menyebutnya sebagai
"Alam Bawah Sadar" atau ketidaksadaran kolektif, yang diwujudkan dalam
perilaku baik seperti menolong orang dan perilaku tulus lainnya. LeDoux
mengistilahkan sistem limbik ini sebagai tempat duduk bagi semua nafsu
manusia, tempat bermuaranya cinta, penghargaan dan kejujuran.

2.4 Patofisiologi
1. Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan
darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan

15
TIK yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak
karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen,
talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis
mengakibatkan perubahan struktur dinding pembuluh darah berupa lipohyalinosis
atau nekrosis fibrinoid.
2. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling
sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM
dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak,
ataupun didalam Ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan
keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan terjadinya peningkatan
TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri,sehinga timbul nyeri
kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan
selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan
perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan
subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral.
Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai
puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya
vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah
dan dilepaskan kedalam cairan serebro spinalis dengan pembuluh arteri di ruang
subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global(nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi
sensorik, afasia dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan
glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi
kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar
metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20% mg karena akan menimbulkan
koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh,
sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala
disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui
proses metabolk anaaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah
otak.

16
2.5 WOC CVA Bledding (Nastiti, 2012), (Hariyono, 2010)
CVA BLEEDING

Hipertensi Aneurism Arterio-venosa malformasi


a

Perdarahan
n

Intraserebral Subarachnoid

Aneurisma
Darah mendorong struktur otak

Darah merembes ke sekitar otak

Darah masuk ke jaringan otak

Darah masuk ke ventrikel

Darah bercampur dgn CSF

Peningkatan TIK

17
B1 (breath) B2 (blood) B3 (brain) B4 B5 (bowel)
B6 (bone)

TIK Rupture Kerusakan Kerusakan


Defisit neurologi
meningkat aneurismia control motoric control motoric
dan postural dan postural
Kebutuhanoksi
Suplai darah ke TIK meningkat Penurunan
gen meningkat
otak menurun Gangguan kemampuan
Inkontinensia urin
menelan gerak

Nyeri kepala
Sesaknafas

18
Perdarahanotak

2.6 Manifestasi klinis CVA Bledding Kehilangan


Perfusijaringansereb kateterisasi Nutrisianadekuat
Stroke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi control gerak
ral tidak adekuat MK: Nyeri
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran akut area perfusinya tidak adekuat dan
MK: MK: ketidakseimbangan
MK: Resiko
jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa
Ketidakefektifan karena fungsi kurang dr
infeksi nutrisi:
MK: G3 perfusi
otakpola nafas
tidak akan membaik sepenuhnya
jaringan
kebutuhan tubuh
serebral (Muttaqin 2008). Tanda dan gejala yang MK:
terjadi pada pasien dengan CVA Bleeding diantaranya adalah sebagai berikut : Hambatan
mobilitas fisik
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (Hemiparese atau
hemipegia).
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah “Bell’s Palsy”
3. Tonus otot lemah atau kaku.
4. Menurun atau hilangnya rasa.
5. Gangguan lapang pandang “Homonimus ahaemianopsia”.
6. Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata).
7. Gangguan persepsi.
8. Gangguan status mental.
Sedangkan, kemungkinan kecacatan yang berkaitan dengan stroke antara
lain adalah :
1. Daerah serebri media
a. Hemiplegi kontraleral, sering disertai hemianastesi.
b. Hemianopsi homonim kontraletal.
c. Afasia bila mengenai hemisfer dominan.
d. Apraksia bila mengenai hemisfer nondominan.
2. Daerah Karotis interna
a. Hemiplegi kontraleral, sering disertai hemianastesi.
b. Hemianopsi homonim kontraletal.
c. Afasia bila mengenai hemisfer dominan.
d. Apraksia bila mengenai hemisfer nondominan
3. Daerah Serebri anterior
a. Hemiplegi kontralateral terutama di tungkai.
b. Incontinensia urine.
c. Afasia atau apraksia tergantung hemisfer mana yang terkena.

4. Daerah Posterior
a. Hemianopsi homonim kontralateral mungkin tanpa mengenai
daerah makula karena daerah ini juga diperdarahi oleh serebri media.
b. Nyeri talamik spontan
c. Hemibalisme
d. Aleksi bila mengenai hemisfer dominan.
5. Daerah Vertebasiler
a. Sering fatal karena mengenai juga pusat-pusat vital di batang otak.

19
b. Hemiplegi alternans atau tetraplegi.
c. Kelumpuhan pseudobulbar (disartri, disfagi, emosi labil)

2.7 Komplikasi

Stroke Hemoragic dapat menyebabkan :


1. Infark serebri.
2. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus
normotensif.
3. Fistula caroticocavernosum.
4. Epistaksis.
5. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal

2.8 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik, antara lain:
1. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central
jaringan otak, sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa
diselematkan, tindakan awal difokuskan untuk menyelematkan
sebanyak mungkin area iskemik dengan memberikan O2,glukosa dan
aliran darah yang adekuat dengan mengontrol/memperbaiki disritmia
(irama dan frekuensi) sertatekanan darah.
2. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi
kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
3. Pengobatan
a. Anti koagulan : Heparin untuk menurunkan kecederungan
perdarahan pada fase akut.
b. Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah
peristiwa trombolitik/emobolik
c. Diuretika : untuk menurunkan edema serebra
4. Penatalaksanaan Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah
otak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita
beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit
kardiovaskular yang luas.Tindakan ini dilakukan dengan anestesi
umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik
dapat dipertahankan.

20
2.9 Pemeriksaan penunjang stroke hemoragic
1. Angiografi cerebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurism atau malformasi vaskular.
2. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragi pada subarakhnoid atau perdarahan
pada intrakranial.
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan besar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami
lesi dan infark akibat dari hemoragik.

5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.

2.10 Asuhan Keperawata Teori CVA Bleeding

1. Pengkajian Keperawatan
Pemeriksaan Fisik
Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang
mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/
afaksia. Tanda – tanda vital : TD meningkat, nadi bervariasi.
a. B1 (breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak napas, penggunaan obat bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compas mentis, peningkatan
inspeksi pernapsannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan

21
taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan
bunyi napas tambahan.
b. B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskulardidapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg.
c. B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area
yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder
atau aksesori). Lesi otak yang rusak dapat membaik sepenuhnya.
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
d. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinesia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandunf kemih karena
kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine
eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinesia urine yang
berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada pasien akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinesia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
f. B6 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga
tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan
untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau

22
paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada
pola aktivitas dan istirahat.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan
aliran darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan menelan.
d. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi.
e. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
lama.
f. Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan
dengan penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk
berkomunikasi.
3. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan
gangguan aliran darah sekunder akibat peningkatan tekanan
intracranial.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x 24 jam,
diharapkan Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
- GCS 456
- Pupil isokor, reflek cahaya (+)
- Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu:
36-36,7 C, Pernafasan 16-20 kali permenit).
Intervensi :
1) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-
sebab peningkatan TIK dan akibatnya
Rasional : Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses
penyembuhan
2) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
Rasional : Untuk mencegah perdarahan ulang
3) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan
intrakranial tiap 2 Jam.
Rasional : Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien
secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat.

23
4) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak
jantung ( beri bantal tipis)
Rasional : Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan
drainage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral.
5) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan
berlebihan
Rasional : Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra
kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang
6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjunng
Rasional : Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat
meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan
mingkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam
kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya.
7) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat
neuroprotektor
Rasional : Memperbaiki sel yang masih viabel.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan
kontrol otot facial atau oral.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x 24 jam
diharapkan kerusakan komunikasi verbal klien dapat teratasi.
Kriteria hasil :
- Menerima pesan-pesan melalui metode alternatif (mis;
komunikasi tertulis, bahasa isyarat, bicara dengan jelas pada telinga
yang baik).
- Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan
berkomunikasi.
- Meningkatkan kemampuan untuk mengerti.
- Mengatakan penurunan frustrasi dalam berkomunikasi.
- Mampu berbicara yang koheren.
- Mampu menyusun kata – kata/ kalimat.
Intervensi :
1) Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak
memahami kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat
pengertian sendiri.
Rasional : Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan
serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau
seluruh tahap proses komunikasi. Pasien mungkin mempunyai
kesulitan memahami kata yang diucapkan; mengucapkan kata-kata

24
dengan benar; atau mengalami kerusakan pada kedua daerah
tersebut.
2) Bedakan antara afasia dengan disartria.
Rasional : Intervensi yang dipilih tergantung pada tipe
kerusakannya. Afasia adalah gangguan dalam menggunakan dan
menginterpretasikan simbol-simbol bahasa dan mungkin
melibatkan komponen sensorik dan/atau motorik, seperti
ketidakmampuan untuk memahami tulisan/ucapan atau menulis
kata, membuat tanda, berbicara. Seseorang dengan disartria dapat
memahami, membaca, dan menulis bahasa tetapi mengalami
kesulitan membentuk/mengucapkan kata sehubungan dengan
kelemahan dan paralisis dari otot-otot daerah oral.
3) Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan
balik.
Rasional : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk
memantau ucapan yang keluar dan tidak menyadari bahwa
komunikasi yang diucapkannya tidak nyata. Umpan balik
membantu pasien merealisasikan kenapa pemberi asuhan tidak
mengerti/berespon sesuai dan memberikan kesempatan untuk
mengklarifikasikan isi/makna yang gterkandung dalam ucapannya.
4) Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana
(seperti “buka mata,” “tunjuk ke pintu”) ulangi dengan kata/kalimat
yang sederhana.
Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan
sensorik (afasia sensorik).
5) Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan
nama benda tersebut.
Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan
motorik (afasia motorik), seperti pasien mungkin mengenalinya
tetapi tidak dapat menyebutkannya.
6) Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana
seperti “Sh” atau “Pus”
Rasional : Mengidentifikasikan adanya disartria sesuai komponen
motorik dari bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol napas)
yang dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak
disertai afasia motorik.

25
7) Minta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang
pendek. Jika tidak dapat menulis, mintalah pasien untuk membaca
kalimat yang pendek
Rasional : Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan
dalam membaca yang benar (aleksia) yang juga merupakan bagian
dari afasia sensorik dan afasia motorik.
8) Tempatkan tanda pemberitahuan pada ruang perawat dan
ruangan pasien tentang adanya gangguan bicara. Berikan bel
khusus bila perlu.
Rasional : Menghilangkan ansietas pasien sehubungan dengan
ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dan perasaan takut
bahwa kebutuhan pasien tidak akan terpenuhi dengan segera.
Penggunaan bel yang diaktifkan dengan tekanan minimal akan
bermanfaat ketika pasien tidak dapat menggunakan system bel
regular.
9) Berikan metode komunikasi alternative, seperti menulis di
papan tulis, gambar. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan,
gambar-gambar, daftar kebutuhan, demonstrasi).
Rasional :Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan
keadaan/deficit yang mendasarinya.
10) Katakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan
dengan tenang. Gunakan pertanyaan terbuka dengan jawaban
“ya/tidak,” selanjutnya kembangkan pada pertanyaan yang lebih
kompleks sesuai dengan respons pasien.
Rasional : Menurunkan kebingungan/ansietas selama proses
komunikasi dan berespons pada informasi yang lebih banyak pada
satu waktu tertentu. Sebagai proses latihan kembali untuk lebih
mengembangkan komunikasi lebih lanjut dan lebih kompleks akan
menstimulasi memori dan dapat meningkatkan asosiasi ide/kata.
11) Hargai kemampuan pasien sebelum terjadi penyakit;
hindari “pembicaraan yang merendahkan” pada pasien atau
membuat hal-hal yang menentang kebanggaan pasien.
Rasional : Kemampuan pasien untuk merasakan harga diri, sebab
kemampuan intelektual pasien seringkali tetap baik.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular.

26
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan 2x 24 jam diharapkan
mobilisasi klien mengalami peningkatan.
Kriteria hasil:
- Mempertahankan posisi optimal,
- Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh
yang terserang hemiparesis dan hemiplagia.
- Mempertahankan perilaku yang memungkinkan adanya aktivitas.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan
dengan cara yang teratur.
Rasional : Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan
informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam pemilihan terhadap
intervensi sebab teknik yang berbeda digunakan untuk paralisis spastik
dengan flaksid.
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,miring) dan
sebagainya dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan
dalam posisi bagian yang terganggu.
Rasional : Menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia jaringan.
Daerah yang terkena mengalami perburukan/sirkulasi yang lebih jelek
dan menurunkan sensasii dan lebih besar menimbulkan kerusakan pada
kulit/ dekubitus.
3) Letakkan pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sekali jika
pasien dapat mentoleransinya.
Rasional :Membantu mempertahankan ekstensi pinggul fungsional;tetapi
kemungkinan akan meningkatkan ansietas terutama mengenai
kemampuan pasien untuk bernapas.
4) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada
semua ekstremitas saat masuk. Anjurkan melakukan latihan sepeti latihan
quadrisep/gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari kaki/telapak.
Rasional : Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu
mencegah kontraktur. Menurunkan risiko terjadinya hiperkalsiuria dan
osteoporosis jika masalah utamanya adalah perdarahan. Catatan:
Stimulasi yang berlebihan dapat menjadi pencetus adanya perdarahan
berulang.
5) Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan
kaki (foot board) seelama periode paralisis flaksid. Pertahankan posisi
kepala netral.

27
Rasional :Mencegah kontraktur/footdrop dan memfasilitasi kegunaannya
jika berfungsi kembali. Paralisis flaksid dapat mengganggu
kemampuannya untuk menyangga kepala, dilain pihak paralisis spastik
dapat meengarah pada deviasi kepala ke salah satu sisi.
6) Tempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi pada
tangan.
Rasional : Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
7) Tempatkan ”handroll’ keras pada teelapak tangan dengan jari – jari
dan ibu jari saling berhadapan.
Rasional : Alas/dasar yang keras menurunkan stimulasi fleksi jari-jari,
mempertahankan jari-jari dan ibu jari pada posisi normal (posisi
anatomis).
8) Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.
Rasional : Mempertahankan posisi fungsional.
9) Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti
meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi
tempat tidur, biarkan pasien menggunakan kekuatan tangan untuk
menyokong berta badan dan kaki yang kuat untuk memindahkan kaki
yang sakit; meningkatkan waktu duduk) dan keseimbangan dalam berdiri
(seperti letakkan sepatu yang datar;sokong bagian belakang bawah pasien
dengan tangan sambil meletakkan lutut penolong diluar lutut
pasien;bantu menggunakan alat pegangan paralel dan walker).
Rasional : Membantu dalam melatih kembali jaras saraf, meningkatkan
respon proprioseptik dan motorik.
10) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong/
menggerakkan daerah tubuh yang mengalami kelemahan.
Rasional : Mungkin diperlukan untuk menghilangkan spastisitas pada
ekstremitas yang terganggu.
11) Kolaborasi
a. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latiahn
resistif, dan ambualsi pasien.
b. Bantulah dengan stimulasi elektrik, seperi TENS sesuai
indikasi.
c. Berikan obat relaksan otot, antispasmodik sesuai indikasi
seperti baklofen dan trolen(Doenges, 1999).

28
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
tidak terjadi gangguan nutrisi.
Kriteria hasil :
- Berat badan dapat dipertahankan/ ditingkatkan
- Hb dan albumin dalam batas normal
Intervensi
1) Tentukan kemampuan klien dengan mengunyah, menelan
dan refleks batuk.
Rasional : untuk menetapkan jenis makanan yang akan di berikan
kepada klien
2) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan
sesudah makan.
Rasional : untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya
gravitasi.
3) Letakkan makanan didaerah mulut yang tidak terganggu.
Rasional : membantu dalam melatih sensorik dan meninggkatkan
kontrol muskuler.
4) Berikan makanan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang.
Rasional : klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makanan
tanpa adanya distrakrasi / gangguan dari luar
5) Mulailah untuk memberi makan peroral setengah cair, makan
lunak ketika klien dapat menelan air.
Rasional : makan lunak/ cairan kental mudah untuk
mengendalikannya di dalam mulut, menurunkan terjadinya
aspirasi.
6) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan.
Rasional : menguatkan otot fasial dan otot menelan dan
menurunkan resiko terjadinya tersedak.
7) Koloborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui
iv atau makanan melalui selang.
Rasional : mungkin diperlukan untuk memberikan cairan
pengganti dan juga makanan apabila klien tidak mampu untuk
memasukkan segala sesuatu melalui mulut.
5. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang
berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan menelan,
imobilisasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam

29
Jalan nafas tetap efektif.
Kriteria hasil :
- Klien tidak sesak nafas
- Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas
tambahan
- Tidak retraksi otot bantu pernafasan
- Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
Intervensi :
1) Berikan penjelasan kepada klien dan
keluarga tentang sebab dan akibat ketidakefektifan jalan nafas.
Rasional : Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam
mencegah terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2) Rubah posisi tiap 2 jam sekali.
Rasional : Perubahan posisi dapat melepaskan sekret dari saluran
pernafasan.
3) Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
Rasional : Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
4) Observasi pola dan frekuensi nafas.
Rasional : Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan
nafas
5) Auskultasi suara nafas.
Rasional : Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
6) Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum
klien
Rasional : Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan
paru-paru.
6. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah
baring lama.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil :
- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
Intervensi :
1) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion)

30
dan mobilisasi jika mungkin.
Rasional : Meningkatkan aliran darah kesemua daerah.
2) Ubah posisi tiap 2 jam
Rasional : Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
3) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah
daerah-daerah yang menonjol.
Rasional : Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang
menonjol.
4) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru
mengalami tekanan pada waktu berubah posisi.
Rasional : Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler.
5) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area
sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah
posisi.
Rasional : Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.
6) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari
trauma, panas terhadap kulit.
Rasional : Mempertahankan keutuhan kulit.
7. Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan
dengan penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan
untuk berkomunikasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
Klien mampu mengontrol eliminasi urinnya.
Kriteria hasil :
- Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya
inkontinensia
- Tidak ada distensi bladder
Intervensi :
1) Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih
sering.
Rasional : Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari
distensi kandung kemih yang berlebih.
2) Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari.

31
Rasional : Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu
mencegah enuresis.
3) Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan
kutaneus dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal).
Rasional : Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung
kemih.
4) Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih
pada jadwal yang telah direncanakan.
Rasional : Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk
menampung volume urine sehingga memerlukan untuk lebih sering
berkemih.
5) Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya
2000 cc per hari bila tidak ada kontraindikasi)
Rasional : Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran
perkemihan dan batu ginjal.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah suatu perencanaan dimasukkan dalam tindakan, selama
fase implementasi ini merupakan fase kerja aktual dari proses keperawatan.
Rangkaian rencana yang telah disusun harus diwujudkan dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan. Pelaksanaan dapat dilakukan oleh perawat yang
bertugas merawat klien tersebut atau perawat lain dengan cara didelegasikan
pada saat pelaksanaan kegiatan maka perawat harus menyesuaikan rencana
yang telah dibuat sesuai dengan kondisi klien maka validasi kembali tentang
keadaan klien perlu dilakukan sebelumnya. (Basford. 2006).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses perawatan untuk
mengukur keberhasilan dari rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan
klien Bila masalah tidak dipecahkan atau timbul masalah baru, maka
perawat harus berusaha untuk mengurangi atau mengatasi beban masalah
dengan meninjau kembali rencana perawatan dengan menyesuaikan kembali
terhadap keadaan masalah yang ada. (Basford. 2006 : 24).
Hasil Evaluasi yang mungkin didapat adalah :
1. Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
2. Kerusakan komunikasi verbal klien dapat teratasi.
3. Mobilisasi klien mengalami peningkatan.

32
4. Tidak terjadi gangguan nutrisi.
5. Jalan nafas tetap efektif.
6. Integritas kulit baik.
7. Eliminasi urin dapat terkontrol.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Data Umum
Nama : Kel. 02 Nama Pasien : Tn. G
Tgl Pengkajian : 15-11-18 Umur Pasien : 61 th
Jam : 15.30 WIB Jenis Kelamin : Laki-laki
Tgl MRS : 15-11-18/08.30 WIB No. Rekam Medik : 56.41.72
Ruangan : ICU-IGD RSAL Diagnose Medis : CVA Bleeding

B. Riwayat Keperawatan
Keluhan Utama : Keluhan utama tidak terkaji karena status kesadaran pasien
supor.
Riwayat : Pasien Tn. G rujukan dari RS. Petrokimia Gresik dengan
Kejadian/Penyakit penurunan kesadaran sejak pukul 21.00 WIB. Dan dibawa ke
Sekarang IGD-RSAL. Saat di IGD RS. Petrokimia Gresik pasien
mengeluh pusing, badan kiri lemah, nyeri perut, tidak ada
mual dan muntah. Kemudian dibawa ke ICU-IGD tanggal
15-11-18 pukul 8.30 WIB
Riwayat Penyakit : Keluarga pasien mengatakan, pasien menderita hipertensi
Dahulu (HT) dan stroke sejak 4 tahun yang lalu.
Riwayat Alergi : Keluarga pasien mengatakan pasien tidak memiliki alergi
obat, makanan dan minuman.
Keadaan Umum : Lemah
BB = ±60kg TB = 167 cm
Status Kesadaran : Supor
GCS E = 1 V=2 M =5 Total = 8
Nadi : 90x/menit Lokasi : Radialis RR : 22x/menit Tensi : 181/118
mmHg
Suhu : 36,8oC Lokasi : Axila
Skala Nyeri : Skala nyeri pasien tidak terkaji karena status kesadaran
(PQRST) pasien supor.
B1 : Airway & : Nafas spontan, terpasang O2 masker 10 lpm
Breathing
B2 : Sirkulasi : Infus terpasang IV line
- NS 0,9% 1000 cc per-24 jam

33
- RL 500 cc per-24 jam
- Herbeser Ij (3,6)
TD : 181/118 mmHg
N : 90x/menit
RR : 22x/menit
S : 36,8oC
B3 : Neurologi : GCS 125
Status kesadaran : Supor
B4 : Urinari : Terpasang kateter, input dan output tercatat setiap 3 jam
sekali
B5 : : Dekompresi negative, diit sementara puasa
Gastrointestinal
B6 : Bone : Akral hangat, oedema negative

C. Pemeriksaan Penunjang
Hari/Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil
1. EKG
2. Rontgen
3. CT-Scan
4. Laboratorium :
a. Leukosit (4.000 – 10.000/mm3) 9,15/mm3
b. Hemoglobin 15,9
c. HCT 49,3%
L : 42-52%
P : 37-47%
d. Trombosit (150.000 – 400.000/ 306.000/mm3
23 U/l
15-11-18 mm3)
8 U/l
e. SGOT (0-35 U/l)
0,91 mg/dl
f. SGPT (0-37 U/l)
14 mg/dl
g. Kreatin (0,5 – 1,5 mg/dl)
186 mg/dl
h. BUN (10-24 mg/dl)
144,5 mmol/l
i. GDA
371 mmol/l
j. Na (135-145 mmol/l)
101,4 mmol/l
k. Kalium (3,5 – 5 mmol/l)
13,7
l. Clorida (95-108 mmol/l)
34,4
m. PT (11,9 - 15)
1,06
n. APTT (26,4 - 40)
o. INR (1 - 2)

34
LEMBAR PEMBERIAN TERAPI
Nama pasien : Tn. G
Ruangan : ICU-IGD RSAL
Hari/Tanggal Medikasi Dosis
- Injeksi
1. Transamin 4x1
2. Vit K 4x1
3. Lasix 2x1
4. Antrain 3x1
5. Ranitidine 2x1
6. Ceftriaxone 2x1
7. Citicolin 2x250 mg
Kamis, 15-11-18 8. Phenitol 3x100 mg (NS200cc)

- Oral
1. Candesartan 16 mg 1-0-0
2. Amlodipine 0-0-1
3. Asam folat 0-1-0
4. Sucralfat (jika 3xci
hematemesis)

35
36
LEMBAR OBSERVASI PERAWATAN INTENSIF
Nama pasien : Tn. G Hari/Tanggal : Kamis, 15-11-18
Jam Tensi RR HR Suhu MAP SPO2 CVP Resep Mode FiO2 Input (cc) Output (cc)
06.00
07.00
08.00
09.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00 181/118 22 90 36,8oC 135 99 135 - -
16.00 177/135 22 96 36,9oC 144 99 144 - -
17.00 166/115 27 96 38,0oC 129 99 129 - - 862,5cc 1870cc
18.00 172/150 22 105 38,2oC 156 99 156 - -
19.00 198/119 26 104 38,5oC 141 99 141 - -
20.00 159/108 19 89 38,4oC 121 99 121 - - 1.150cc 2070 cc
21.00
22.00
23.00
24.00
01.00
02.00
03.00
04.00
05.00

37
LEMBAR OBSERVASI PERAWATAN INTENSIF
Nama pasien : Tn. G Hari/Tanggal : Jum’at, 16-11-18
Jam Tensi RR HR Suhu MAP SPO2 CVP Resep Mode FiO2 Input (cc) Output (cc)
06.00
07.00
08.00 100/56 18 75 38,3oC 100 100 100 BIPAP 40 300 cc 400 cc
09.00 109/55 18 81 38,3oC 100 100 100 BIPAP 40
10.00 164/91 18 75 38,3oC 101 99 101 BIPAP 40
11.00 118/87 24 107 38,3oC 101 100 101 BIPAP 40 700 cc 550 cc
12.00 118/84 18 74 38,3oC 97 100 97 BIPAP 40
13.00 114/82 18 71 38,3oC 91 100 91 BIPAP 40
14.00 119/82 19 91 38,6oC 94 100 94 BIPAP 40 1000 cc 1000 cc
15.00
16.00
17.00
18.00
19.00
20.00
21.00
22.00
23.00
24.00
01.00
02.00
03.00
04.00
05.00

38
LEMBAR OBSERVASI PERAWATAN INTENSIF
Nama pasien : Tn. G Hari/Tanggal : Sabtu, 17-11-18
Jam Tensi RR HR Suhu MAP SPO2 CVP Resep Mode FiO2 Input (cc) Output (cc)
06.00
07.00
08.00
09.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00 115/88 17 63 39,2oC 96 100 96 BIPAP 40 1450 cc 870cc
15.00 158/95 20 80 39,5oC 123 100 123 BIPAP 40
16.00 164/113 18 76 39,2oC 126 100 126 BIPAP 40
17.00 128/91 18 61 39,0oC 102 100 102 BIPAP 40 1700 cc 1070 cc
18.00 145/111 18 73 39,4oC 112 100 112 BIPAP 40
19.00 129/91 18 64 39,3oC 102 99 102 BIPAP 40
20.00
21.00
22.00
23.00
24.00
01.00
02.00
03.00
04.00
05.00

39
D. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan gangguan aliran
darah sekunder akibat PTIK.
2. Hipertermi berhubungan dengan penyakit (CVA Bleeding).
3. Risiko tinggi ketiakefektifan pola nafas berhubungan dengan
menurunnya reflek batuk dan menelan, imobilisasi.
E. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan gangguan aliran
darah sekunder akibat PTIK.
- Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatanselama 3x24 jam,
diharapkan perfusi jaringan otak dapat tercapai sebagian.
- Kriteria hasil :
a. Pasien tidak gelisah
b. Tidak ada keluhan nyeri kepala, kejang, mual, muntah.
c. GCS : 456
d. TTV dalam batas normal :
TD : 120/80 mmHg
N : 60-100 x/menit
RR : 16-20 x/menit
S : 36,5oC - 37,5oC
- Intervensi :
a. Observasi dan catat TTV serta kelainan intra kranial setiap
1 jam sekali.
Rasional : untuk mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada
pasien secara dini.
b. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30o dari letak jantung.
Rasional : untuk mengurangi tekanan arteri dengan meningkakan
drainase vena dan memperbaiki sirkulasi serebral.
c. Berikan pasien bedrest total
Rasional : untuk mencegah perdarahan ulang.
d. Anjurkan pasien untuk menghindari batuk dan mengejan
berlebihan.
Rasional : batuk dan mengejan dapat meningkatkan TIK dan
potensial terjadi perdarahan ulang.
e. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
Rasional : rangsangan aktivitas yang dapat meningkatkan TIK.
f. Edukasi keluarga pasien penyebab dan akibat dari
peningkatan TIK.
Rasional : keluarga dapat berpartisipasi dalam penyembuhan
pasien.
g. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat
Neuroprotektor.

40
Rasional : untuk memperbaiki sel yang masih vailable.

2. Hipertermi berhubungan dengan penyakit (CVA Bleeding).


- Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatanselama 1x24 jam,
diharapkan suhu tubuh pasien normal/berkurang.
- Kriteria hasil :
a. Suhu dala batas normal (36,5oC - 37,5oC)
b. Nadi dalam batas normal (60-100x/menit)
c. Pasien tidak menggigil.
- Intervensi :
a. Observasi suhu tubuh, tekanan darah, denyut nadi, dan
respirasi pasien secara berkala tiap 1 jam sekali.
Rasional : suhu 38,9oC - 41,1oC menunjukan proses penyakit
infeksius.
b. Berikan kompres dingin.
Rasional : membuat vasodilatasipembuluh darah sehingga dapat
membantu mengurangi demam.
c. Anjurkan pasien untuk mempertahankan asupan cairan
yang adekuat.
Rasional : untuk mencegah dehidrasi akibat penguapan cairan
karena suhu tubuh tinggi.
d. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat
antipiretik sesuai indikasi.
Rasional :digunakan untuk mengobati demam dengan aksi
sentral di hipotalamus.
3. Risiko tinggi ketiakefektifan pola nafas berhubungan dengan
menurunnya reflek batuk dan menelan, imobilisasi.
- Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatanselama 3x24 jam,
diharapkan pola napas pasien efektif.
- Kriteria hasil :
a. Pasien tidak sesak napas.
b. Tidak terdapat suara tambahan.
c. RR dalam batas normal (16-20x/menit)
- Intervensi :
a. Observasi pola napas dan frekuensi napas pasien.
Rasional : untuk mengetahui ada atau tidaknya ketidakefektifan
pola napas.
b. Auskultasi suara napas pasien.
Rasional : untuk mengetahui adanya kelainan suara napas atau
tidak.
c. Ubah posisi pasien tiap 3 jam sekali.
Rasional : perubahan posisi dapat memperlancar saluran napas.

41
d. Berikan edukasi pada keluarga pasienpenyebab
ketidakefektifan pola napas.
Rasional: keluarga pasien dapat berpartisipasi dalam mencegah
ketidakefektifan pola napas.
e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi oksigen.
Rasional : untuk mempertahankan kepatenan pola napas.

42
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
CVA Bleeding adalah salah satu jenis stroke yang disebabkan karena
pecahnya pembuluh darah di otak sehingga darah tidak dapat mengalir secara
semestinya yang menyebabkan otak mengalami hipoksia dan berakhir dengan
kelumpuhan. Penyebab dari CVA Bleeding sendiri adalah adanya perdarahan atau
hemoragik, anuerisma dan arteriovenosamalfor. Penyakit ini ditandai dengan
hemiparese atau hemipegia, bell’s palsy, tonus otot lemah atau kaku, menurun
atau hilangnya rasa, homonimus ahaemianopsia, disatria, gangguan persepsi dan
gangguan status mental. Penatalaksanaan medis yang dapat diberikan yaitu
dengan menurunkan kerusakan iskemik cerebral, mengendalikan hipertensi dan
menurunkan TIK, pengobatan dengan anti koagulan, obat anti trombotik, dan
diuretika. Sedangkan tindakan pembedahan dengan cara endarterektomi karotis.
Pemeriksaan penunjang untuk pasien CVA Bleeding yaitu angiografi cerebral,
lumbal pungsi, CT scan, MRI (Magnetic Imaging Resonance) serta EEG.
4.2 Saran
1. Penulis
Penulis mampu meningkatkan dalam pemberian asuhan keperawatan kepada
penderita stroke yang lebih berkualitas.
2. Institusi kesehatan
Bagi institusi pelayanan kesehatan, diharapkan dapat memberikan pelayanan
dan mempertahankan hubungan kerja sama yang baik antara team kesehatan dan
klien yang ditujukan untuk meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang
optimal pada umumnya dan klien stroke pada khususnya diharapkan dirumah sakit
mampu menyediakan fasilitas yang dapat mendukung kesembuhan pasien.
3. Dapat digunakan sebagai referensi dan pengetahuan yang mampu
dikembangkan untuk memberikan pelayanan pada klien stroke yang lebih
berkulitas dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan.

43
DAFTAR PUSTAKA

Artiani, Ria. (2013). AsuhanKeperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Persyarafan. Jakarta :EGC.
Black Joyce.M & Jane Hokanse Hawks. (2014). Keperawatan Medikal BedahEd
8 Jilid 3. Jakarta : Salemba Medika
Dourman K. Waspadai Stroke Usia Muda. Jakarta: Cerdas Sehat; 2013.

Hariyono, Y. (2010). Evaluasi Pengobatan Pasien Stroke Rawat Inap di Unit


Stroke RSUD Banyumas Januari-April 2010. Universitas Sanata Dharma.

Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Nastiti, D. (2012). Gambaran Faktor Risiko Kejadian Stroke pada Pasien Stroke
Rawat Inap di RS Krakatau Medika Tahun 2011. Universitas Indonesia.

Pearce C, Evelyin. (2011). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT

Gramedia.

44

Anda mungkin juga menyukai