Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh
akumulasi sampah buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu singkat (DR. Nursalam M. Nurs, 2006). Haemodialysis adalah pengeluaran zat sisa metabolisme seperti ureum dan zat beracun lainnya, dengan mengalirkan darah lewat alat dializer yang berisi membrane yang selektif-permeabel dimana melalui membrane tersebut fungsi zat-zat yang tidak dikehendaki terjadi. Haemodialysa dilakukan pada keadaan gagal ginjal dan beberapa bentuk keracunan (Christin Brooker, 2001). Menurut konsesus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti edema paru,hiperkalemia,asidosis metabolic berulang,dan nefropatik diabetic. Laki laki LFG (ml/mnt/1,73m2 ) : (140 - umur) × berat badan 72 × kreatinin plasma (mg/dl) Wanita LFG (ml/mnt/1,73m2) : (140 - umur) x berat badan x 0,85 72 × kreatinin plasma (mg/dl) Ny. Lia, berusia 25 tahun, dengan berat badan 45 kg, dengan kadar kreatinin plasma 0,98 mg/dl. Berapakah nilai laju filtrasi glomerulus (LFG) Ny. Lia ? LFG = (140-25) × 45 x 0,85 72 × 0,98 =15 × 45 × 0,85 70.56 =73,34 × 0,85 = 62,35 Jadi, LFG Ny. Lia = 62,35 ml/mnt/1,73m2
Namun demikian, perhitungan yang terbaik untuk LFG
adalah dengan cara menentukan bersihan kreatinin Bersihan kreatinin = kreatinin urin (mg/dl × volume urin (ml/24 jam) kreatinin serum darah (mg/dl) × 1440 menit laki2 urinnya mengandung 15 sampai 20 mg kreatinin/KgBB/hari wanita 10 sampai 15 mg kreatinin/KgBB/hari. Nilai ini akan mengalami penurunan dengan bertambahnya umur Nilai Normal: Laki-laki = 97-137 mL/menit/1,73 m2 atau = 0,93- 1,32 mL/detik/m2 wanita = 88-128 mL/menit/1,73 m2 atau = 0,85-1,23 mL/detik/m2 Menurut Price dan Wilson (2006) kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi yang tidak responsif terhadap presor,penyakit stadium terminal,dan sindrom otak organi Menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa,akses vaskuler sulit,instabilitas hemodinamik dan koagulasi.Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit Alzheimer,demensia multi infark,sindrom hepatorenal,sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut peningkatan volume cairan yang dimanifestasikan dengan peningkatan berat badan sebagai dasar untuk mengetahui jumlah cairan yang masuk selama periode interdialitik (Arnold, 2007). Berat badan pasien ditimbang secara rutin sebelum dan sesudah hemodialisis. IDWG diukur dengan cara menghitung berat badan pasien setelah (post) HD pada periode hemodialisis pertama (pengukuran I). Periode hemodialisis kedua, berat badan pasien ditimbang lagi sebelum (pre) HD (pengukuran II), selanjutnya menghitung selisih antara pengukuran II dikurangi pengukuran I dibagi pengukuran II dikalikan 100%. BB pasien post HD ke 1 adalah 54 kg, BB pasien pre HD ke 2 adalah 58kg prosentase IDWG (58 -54) : 58 x 100% = 6,8 KG (Istanti, 2009) 1 KG = 1 L 6.8 KG = 6.8 L Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan tekanan negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi). Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh. Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu: difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat dengan konsentrasi lebih rendah. Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan dengan kata lain, air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi ke tekanan lebih rendah. gradien ini dapat ditingkatkan melalaui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisi. tekanan negatif diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air. karena pasien tidak dapat mengekresiakan air, kekuatan ini diperoleh untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovelemia(keseimbangan cairan). Sistem dapar (buffer sistem)tubuh dipertahankan dengan penambahan asetat yang akan berdifusi dengan cairan dialisat ke dalam darah pasien dan mengalami metabolisme untuk membentuk karbohidrat. darah yang sudah dibersihkan kemudian dikembalikan ke dalam tubuh melalaui pembuluh vena pasien. Pada akhir terapi dialisis banyak zat limbah telah dikeluarkan,keseimbangan elektrolit sudah dipulihkan dan sistem dapar juga telah diperbaharui. Pada saat dialisis, pasien, dialiser dan rendaman dialisat memerlukan pemantauan yang konstan untuk mendeteksi berbagai komplkasi yang dapat terjadi (misalnya emboli udara, ultrafiltrasi yang tidak adekuat atau berlebihan, pembesaran darah kontaminasi dan komplikasi terbentuknya piral atau pistula). Perawat dalam unit dialisis memiliki peranan yang penting dalam memantau serta memberi dukungan kepada pasien dan dalam melaksanakan prokram pengkajian dan pedidikan pasien yang berkelanjutan. Dialiser atau Ginjal Buatan Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan kompartemen darah dan dialisat. Dialiser bervariasi dalam ukuran, struktur fisik dan tipe membran yang digunakan untuk membentuk kompartemen darah. Semua factor ini menentukan potensi efisiensi dialiser, yang mengacu pada kemampuannya untuk membuang air (ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa (klirens). Dialisat atau Cairan dialysis Dialisat atau “bath” adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama dari serum normal. Dialisat ini dibuat dalam system bersih dengan air keran dan bahan kimia disaring. Bukan merupakan system yang steril, karena bakteri terlalu besar untuk melewati membran dan potensial terjadinya infeksi pada pasien minimal. Karena bakteri dari produk sampingan dapat menyebabkan reaksi pirogenik, khususnya pada membran permeable yang besar, air untuk dialisat harus aman secara bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya disediakan oleh pabrik komersial. Bath standar umumnya digunakan pada unit kronis, namun dapat dibuat variasinya untuk memenuhi kebutuhan pasien tertentu. Sistem Pemberian Dialisat Unit pemberian tunggal memberikan dialisat untuk satu pasien: system pemberian multiple dapat memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada kedua system, suatu alat pembagian proporsi otomatis dan alat pengukur serta pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio konsentrat-air. Asesori Peralatan Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialysis meliputi pompa darah, pompa infus untuk pemberian heparin, alat monitor untuk pendeteksi suhu tubuh bila terjadi ketidakamanan, konsentrasi dialisat, perubahan tekanan, udaara, dan kebocoran darah. Komponen manusia Pengkajian dan penatalaksanaan Sambungkan selang air dengan mesin hemodialisa Kran air dibuka Pastikan selang pembuang air dan mesin hemodialisis sudah masuk kelubang atau saluran pembuangan Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak Hidupkan mesin Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit Matikan mesin hemodialisis Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin hemodialisis Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap) Bukalah alat-alat dialysis dari set nya Ø Tempatkan dializer pada tempatnya dan posisi “inset” (tanda merah) diatas dan posisi “outset” (tanda biru) di bawah. Ø Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung “inset”dari dializer. Ø Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung “out set” dari dializer dan tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah.. Ø Set infus ke botol NaCl 0,9% – 500 cc Ø Hubungkan set infus ke slang arteri Ø Bukalah klem NaCl 0,9%, isi slang arteri sampai ke ujung slang lalu diklem. Ø Memutarkan letak dializer dengan posisi “inset” di bawah dan “out set” di atas, tujuannya agar dializer bebas dari udara. Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin Ø Buka klem dari infus set ABL, VBL Ø Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula- mula 100 ml/menit, kemudian naikkan secara bertahap sampai dengan 200 ml/menit. Ø Isi bable-trap dengan NaCl 0,9% sampai ¾ cairan Ø Berikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengalirkan udara dari dalam dializer, dilakukan sampai dengan dializer bebas udara (tekanan lebih dari 200 mmHg). Ø Lakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc yang terdapat pada botol (kalf) sisanya ditampung pada gelas ukur. Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru Ø Sambungkan ujung biru VBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan konektor. Ø Hidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20 menit untuk dializer reuse dengan aliran 200-250 ml/menit. Ø Kembalikan posisi dializer ke posisi semula di mana “inlet” di atas dan “outlet” di bawah. Ø Hubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit, siap untuk dihubungkan dengan pasien )soaking. Menimbang berat badan Ø Mengatur posisi pasien Ø Observasi keadaan umum Ø Observasi tanda-tanda vital Ø Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti di bawah ini: – Dengan interval A-V shunt / fistula simino – Dengan external A-V shunt / schungula – Tanpa 1 – 2 (vena pulmonalis) Ketidakseimbangan cairan a. Hipervolemia b. Ultrafiltrasi c. Rangkaian Ultrafiltrasi (Diafiltrasi) d. Hipovolemia e. Hipotensi f. Hipertensi g. Sindrom disequilibrium dialysis Ketidakseimbangan Elektrolit a. Natrium serum b. Kalium c. Bikarbonat d. Kalsium e. Fosfor f. Magnesium Infeksi 4. Perdarahan dan Heparinisasi 5. Troubleshooting a. Masalah-masalah peralatan b. Aliran dialisat c. Konsentrat Dialisat d. Suhu e. Aliran Darah f. Kebocoran Darah g. Emboli Udara Akses ke sirkulasi a. Fistula Arteriovenosa b. Ototandur c. Tandur Sintetik d. Kateter Vena Sentral Berlumen Ganda Pengkajian Pengkajian Pre HD Riwayat penyakit, tahap penyakit Usia Keseimbangan cairan, elektrolit Nilai laboratorium: Hb, ureum, creatinin, PH Keluhan subyektif: sesak nafas, pusing, palpitasi Respon terhadap dialysis sebelumnya. Status emosional Pemeriksaan fisik: BB, suara nafas, edema, TTV, JVP Sirkuit pembuluh darah. Pengkajian Post HD Tekanan darah: hipotensi Keluhan: pusing, palpitasi Komplikasi HD: kejang, mual, muntah, dsb Pre HD 1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang familier dengan sumber informasi. 2. Cemas b.d krisis situasional Intra HD 1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelemahan proses pengaturan 2. Ketidakberdayaan berhubungan dengan perasaan kurang kontrol, ketergantungan pada dialysis, sifat kronis penyakit 3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive Post HD 1. Resiko cedera berhubungan dengan akses vaskuler dan komplikasi sekunder terhadap penusukan 2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan dirumah DAFTAR PUSTAKA Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan), Bandung. Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli, Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta. Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta Puji Rahardjo, 2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilit II, Edisi III, BP FKUI Jakarta. Hudak, Gallo, 1996, Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Volume II, Jakarta, EGC. http://www.med.umich.edu/1libr/aha/aha_hemodial_art.htm