Anda di halaman 1dari 10

A.

Asuhan Keperawatan Stroke Hemoragi

1. Pengkajian menurut Wilkinson & Skinner (2000), pada klien dengan

kegawatdarutan stroke antara lain:

a. Primary Survey

Prioritas yang dilakukan pada primary survey antara lain :

1) Airway maintenance

Menurut Thygerson (2011), tindakan pertama kali yang harus dilakukan

adalah memeriksa responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara

untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien

yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka. Menurut

Wilkinson & Skinner (2000), pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan

bantuan airway dan ventilasi. Obstruksi jalan nafas paling sering

disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar. Perlu

diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :

a) Kepatenan jalan nafas pasien.

b) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:

(1) Adanya snoring atau gurgling

(2) Agitasi (hipoksia)

(3) Penggunaan otot bantu pernafasan

(4) Sianosis

c) Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas

dan potensial penyebab obstruksi

d) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien

terbuka.
e) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien

sesuai indikasi :

(1) Chin lift/jaw thrust

(2) Lakukan suction (jika tersedia)

(3) Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask

Airway

(4) Lakukan intubasi

2) Breathing dan oxygenation

Menurut Wilkinson & Skinner (2000), pada kasus stroke mungkin

terjadi akibat gangguan di pusat napas (akibat stroke) atau oleh karena

komplikasi infeksi di saluran napas. Pedoman konsensus mengharuskan

monitoring saturasi O2 dan mempertahankannya di atas 95% (94-98%).

Pada pasien stroke yang mengalami gangguan pengendalian respiratorik

atau peningkatan TIK, kadang diperlukan untuk melakukan ventilasi.

3) Circulation

Wilkinson & Skinner (2000), shock didefinisikan sebagai tidak

adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Diagnosis shock

didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia,

pucat, ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan

produksi urin. Pengkajian circulation menurut Muttaqin (2008) pada klien

stroke biasanya didapatkan renjatan (syok) hipovolemik, tekanan darah


biasanya terjadi peningkatan dan bisa terdapat hipertensi massif dengan TD

>200 mmHg.

4) Disability - pemeriksaan neurologis.

Menurut Muttaqin (2008), tingkat kesadaran klien dan respons

terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk membuat

peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan kesadaran. Pada keadaan

lanjut, tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi,

stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma, maka

penilaian GCS sangat penting untung menilai tingkat kesadaran klien dan

bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.

b. Secondary Assessment

Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil,

dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.

1) Anamnesis

Menurut Rudd dalam Emergency Nursing Association (2009), anamnesis

juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari pasien dan

keluarga:

A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,

makanan)

M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang

menjalani pengobatan hipertensi, jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat).


P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang

pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya)

L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi

berapa jam sebelum kejadian).

E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cidera (kejadian yang

menyebabkan adanya keluhan utama).

2) Pemeriksaan fisik

a) Kulit kepala

Inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk adanya pigmentasi,

perdarahan, nyeri tekan serta adanya sakit kepala.

b) Mata

Ukuran pupil apakah isokor atau anisokor serta bagaimana refleks

cahayanya, apakah pupil mengalami miosis atau midriasis, adanya

ikterus, apakah konjungtivanya anemis atau tidak.

c) Hidung

Periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan penciuman.

d) Telinga

Periksa adanya nyeri, penurunan atau hilangnya pendengaran.

e) Mulut

Inspeksi pada bagian mukosa terhadap tekstur, warna, kelembaban.

f) Toraks

Inspeksi: peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot

bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan.

Palpasi : taktil fremitus seimbang kanan dan kiri pada klien dengan

tingkat kesadaran compos mentis.


Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan.

Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada klien stroke

dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Tidak didapatkan bunyi

nafas tambahan pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis.

g) Abdomen

Inspeksi : adakah distensi abdomen, asites.

Auskultasi : bising usus.

Perkusi : untuk mendapatkan nyeri lepas (ringan).

Palpasi : untuk mengetahui adakah kekakuan atau nyeri tekan,

hepatomegali, splenomegali.

h) Ektremitas

Pada saat inspeksi lihat adanya edema, gerakan, dan sensasi harus

diperhatikan, paralisis, sedangkan pada jari-jari periksa adanya clubbing

finger serta hitung berapa detik kapiler refill (pada pasien hypoxia

lambat s/d 5-15 detik).

3) Pengkajian Nervus Kranial menurut Muttaqin (2008).

a) Syaraf Olfaktorius (N.I)

Biasanya tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.

b) Syaraf Optikus (N.II)

Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensorik primer diantara

mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial sering

terlihat pada klien dengan hemiplegi kiri. Klien mungkin tidak dapat

memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk

mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.


c) Syaraf Okulomotorius (N.III), Trokealis (N.IV), dan Abdusens (N.VI)

Apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis sesisi otot-otot okularis

didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi

yang sakit.

d) Syaraf Trigeminalis (N.V)

Pada beberapa keadaan stroke mengakibatkan paralisi saraf trigeminus,

didapatkan penurunan koordinasi gerakan mengunyah. Penyimpangan

rahang bawah ke sisi ipsilateral dan kelumpuhan sesisi otot-otot

pterigoidus internus dan eksternus.

e) Syaraf Fasialis (N.VII)

Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris, otot wajah

tertarik ke bagian sisi yang sehat.

f) Syaraf Vestibulokoklear (N.VIII)

Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi

g) Syaraf Glosofaringeus (N.IX) dan Vagus (N.X)

Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.

h) Syaraf Asesorius Spinal (N.XI)

Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.

i) Saraf Hipoglossus (N.XII)

Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indra

pengecapan normal.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu label singkat, mengambarkan

kondisi pasien yang diobservasi di lapangan (Wilkinson dalam NANDA 2013).

Diagnosa keperawatan pasien dengan masalah stroke hemoragi didapatkan

diagnosa keperawatan gawat darurat sebagai berikut :

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret.

b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi.

c. Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan iskemia.

3. Intervensi Keperawatan

Menurut Iowa Intervention Project (2008), NIC merupakan klasifikasi

intervensi keperawatan yang dibuat untuk menyeragamkan bahasa intervensi

yang dilakukan oleh perawat.

Menurut Iowa Intervention Project (2008), NOC adalah istilah standar untuk
menggambarkan outcomes pasien.

Tabel 2. Intervensi NIC

N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


o Keperawatan Hasil

1 Bersihan Jalan Nafas NOC : NIC :


tidak Efektif Respiratory status :
Airway patency Airway Management
Batasan Karakteristik
: Kriteria Hasil : a. Buka jalan nafas
a. Dispneu, Menunjukkann dengan tekhik chin
b. Sianosis dyspnea berkurang, lift/jaw thrust
c. Kelainan suara mempunyai irama b. Posisikan pasien
nafas (ronkhi, untuk
teratur dan frekuensi
wheezing) memaksimalkan
d. Kesulitan pernafasan dalam ventilasi dengan
berbicara rentang normal (16- semifowler 20-30o
e. Batuk, tidak 20x/menit), sekret c. Pasang mayo
efektif atau tidak dapat keluar d. Lakukan suction
ada pada mayo
f. Produksi sputum e. Monitor respirasi
g. Perubahan dan status O2
frekuensi dan
irama nafas
Faktor yang
berhubungan:
Penumpukan sekret.

2 Pola Nafas Tidak NOC : NIC :


Efektif Vital sign Monitoring
a. Vital sign Status
Batasan karakteristik : a. Monitor TTV
a. Menggunakan Kriteria Hasil : b. Monitor frekuensi,
otot pernafasan irama pernapasan,
menunjukan tanda-
tambahan & pola pernapasan
tanda vital dalam c. Monitor sianosis
b. Dyspnea
c. Nafas pendek rentang normal perifer
d. Monitor adanya
Faktor yang cushing triad
(tekanan nadi yang
berhubungan :
melebar,bradikardi
Hiperventilasi , peningkatan
sistolik)

3 Perfusi Jaringan NOC : NIC :


Serebral tidak Efektif Circulation status Intrakranial Pressure
Tissue Prefusion : (ICP) Monitoring
Serebral serebral
a. Monitor tekanan
a. Abnormalitas intrakranial pasien
bicara Kriteria Hasil: tidak b. Monitor respon
b. Kelemahan ada tanda tanda neurologi terhadap
c. Perubahan status aktivitas
peningkatan tekanan
mental c. Restrain pasien
d. Perubahan pada intrakranial. d. Monitor angka
respon motorik WBC
e. Perubahan reaksi e. Kolaborasi terapi
pupil antibiotik
f. Berikan informasi
Faktor yang kepada keluarga
berhubungan : iskemia g. Monitor irama
jantung (EKG)
4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah pelaksanaan keperawatan yang dilakukan oleh

perawat (Doengoes, 2000).

Implementasi dibedakan menjadi :

a. Secara mandiri (independent) adalah tindakan yang diprakarsai sendiri oleh

perawat untuk membantu klien dalam mengatasi masalah.

b. Saling ketergantungan atau kolaborasi (interdependent) adalah tindakan

keperawatan atas dasar kerja sama tim perawat dan tim kesehatan lainnya.

c. Ketergantungan (dependent) adalah tindakan keperawatan atas dasar

rujukan profesi lainnya.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tahap yang menentukan apakah tujuan dari intervensi

tersebut tercapai/tidak (Doengoes, 2000).

Evaluasi disusun menggunakan SOAP, yaitu :

S : Adakah hal-hal yang dikemukakan oleh pasien/keluarga secara subyektif.

O : Adakah hal-hal yang ditemukan perawat secara obyektif setelah

dilakukan intervensi keperawatan.

A : Adakah analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada tujuan

yang terkait diagnosis.

P : Adakah perencanaan yang akan datang setelah melihat respon

pasien/keluarga pada tahap evaluasi.


DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. (2009). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba
Medika.

Jackson, M, 2009. Seri Panduan Praktis Keperawatan Klinis. Jakarta : Penerbit Erlangga

Machfoed, Moh. Hasan, dkk.2011. Buku Ajar Penyakit Saraf. Pusat Penerbitan dan Percetakan
Unair:Surabaya

Medical Association, British. 2007. Illustrated Medical Dictionary edisi 2. Singapura: DK


Company

Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

NANDA, nic-noc. (2013). Diagnosis Keperawatan, NANDA 2013 Definisi & Klasifikasi, T.
Heather Herdman, PhD, RN, Jilid 2. Jakarta: EGC

Nursalam. (2009). Konsep dan Penerapan Metodologi Pnelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman
Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Volume 3. Jakarta : EGC.

Sylvia A. Price dan Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
alih bahasa Brahm U. EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai