Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MODERATE


CHOLANGITIS DI RUANG 18 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

OLEH:
Farida Nur Qomariyah, S.Kep.
NIM 182311101092

PPROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
OKTOBER, 2018

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan pada Pasien dengan Moderate Cholangitis di Ruang


18 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang telah disetujui dan di sahkan pada :
Hari, Tanggal :
Tempat : Ruang 18 RSUD Dr. Saiful Anwar

Malang, 2018
Mahasiswa

Farida Nur Qomariyah, S.Kep.


NIM 182311101092

Pembimbing Akademik Stase Pembimbing Klinik


Keperawatan Bedah Ruang 18
FKep Universitas Jember RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

NIP. NIP

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Moderate Cholangitis di Ruang


18 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang telah disetujui dan di sahkan pada :
Hari, Tanggal :
Tempat : Ruang 18 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Malang,
Mahasiswa

Farida Nur Qomariyah, S.Kep.


NIM 182311101092

Pembimbing Akademik Stase Pembimbing Klinik


Keperawatan Bedah Ruang 18
FKep Universitas Jember RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

NIP. NIP

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iv
LAPORAN PENDAHULUAN ................................................................. 1
A. Konsep Anatomi Fisiologi Sistem Bilier ............................................. 1
B. Definisi Moderate Cholangitis ............................................................. 3
C. Epidemiologi ........................................................................................ 4
D. Etiologi ................................................................................................. 4
E. Klasifikasi ............................................................................................ 5
F. Patofisiologi ......................................................................................... 5
G. Manifestasi Klinis ................................................................................ 6
H. Pemeriksaan Penunjang ....................................................................... 7
I. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi .......................... 10
J. Clinical Pathway .................................................................................. 12
K. Penatalaksanaan Keperawatan ............................................................. 13
a. Pengkajian/Assesment .................................................................... 13
b. Diagnosa Keperawatan .................................................................. 17
c. Intervensi Keperawatan.................................................................. 23
d. Evaluasi Keperawatan .................................................................... 29
e. Discharge Planning ....................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 30

iv
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN MODERATE CHOLANGITIS
Oleh : Farida Nur Qomariyah, S.Kep

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Bilier


a. Kantung Empedu

Gambar 1. Anatomi Sistem Bilier


Kandung empedu adalah sebuah organ yang berbentuk kantung seperti buah
terong yang memiliki panjang 7-10 cm dengan kapasitas 30-60 cc. Kandung
empedu terletak di sebuah lekukan pada permukaaan bawah hepar bagian kanan
yang secara anatomi membagi hepar menjadi lobus kanan dan lobus kiri. Kandung
empedu dibagi menjadi 4 area secara anatomi: fundus, corpus, infundibulum dan
leher. Fungsi utama kantung empedu adalah menyimpan cairan empedu yang
berasal dari hati. Fungsi empedu dikendalikan oleh enzim cholecystokinin
pancreizymin (CKK-PZ) yang dilepaskan dari mukosa usus halus karena adanya
rangsangan makanan yang masuk ke usus (Cahyono, 2009). Fungsi kantung
empedu selain menjadi tempat dari cairan empedujuga menjaga cairan empedu
menjadi pekat (Pearce, 2009).

1
Kandung empedu terdiri atas epitel silindris yang mengandung tetesan
lemak dan kolesterol. Mukus disekresi ke dalam kandung empedu dalam kelenjar
tubuloalveolar yang ditemukan dalam mukosa infundibulum dan leher kandung
empedu, namun tidak pada fundus dan corpus. Epitel berada sepanjang kandung
empedu didukung oleh lamina propria. Lapisan otot merupakan serat longitudinal
sirkuler dan oblik. Perimuskular subserosa mengandung jaringan penyambung,
saraf, pembuluh darah, limfe dan adiposa. Kandung empedu ditutupi oleh lapisan
serosa namun pada bagian kandung empedu yang menempel pada hepar (Gibson,
2003).
Arteri cystica merupakan pembuluh darah arteri yang dapat mensuplai
kandung empedu. arteri ini berasal dari cabang arteri hepatika kanan. Arteri
cystica memiliki lokasi yang bervariasi namun hampir selalu di temukan di
segitiga hepatocystica, yaitu area yang di batasi oleh Ductus cysticus, Ductus
hepaticus communis dan batas hepar (segitiga Calot) (Gibson, 2003).
b. Duktus Biliaris
Duktus biliaris ekstrahepatik terdiri atas duktus hepatikus kiri dan kanan,
common hepatic duct, duktus sistikus, dan common bile duct atau duktus
koledokus. Ductus hepaticus kiri lebih panjang dari yang kanan dan memiliki
kecenderungan lebih besar untuk berdilatasi sebagai akibat dari obstruksi pada
bagian distal. Duktus hepatika kanan dan kiri keluar dari hati dan bergabung
dengan hilum membentuk duktus hepatik komunis. Duktus hepatikus komunis
memiliki panjang 1-4cm dengan diameter sekitar 4mm. Ductus hepaticus
communis dihubungkan dengan Ductus cysticus membentuk Ductus choledochus
Duktus koledokus panjangnya sekitar 8 cm dan berdiameter 5-10 mm, terletak
antara ligamentum hepatoduodenalis, ke kanan dari arteri hepatica dan anterior
terhadap vena porta. Segmen distal dari duktus koledokus terletak di dalam
substansi pankreas. Duktus koledokus mengosongkan isinya ke dalam duodenum
sampai ampula Vateri, orifisiumnya dikelilingi oleh muskulus dari sfingter Oddi.
Secara khas, ada saluran bersama dari duktus pankreatikus dan duktus koledokus
distal.

2
Suplai arteri untuk Ductus biliaris berasal dari Arteri gastroduodenal dan
Arteri hepatika kanan, dengan jalur utama sepanjang dinding lateral dan medial
dari Ductus choledochus (kadang-kadang pada posisi jam 3 dan jam 9). Densitas
serat saraf dan ganglia meningkat di dekat Sphincter Oddi tetapi persarafan dari
Ductus choledochus dan Sphinchter Oddi sama dengan persarafan pada kandung
empedu.
c. Cairan empedu
Cairan empedu merupakan cairan yang berwarna kuning kehijauan yang
diproduksi oleh hati dan dikeluarkan melalui saluran empedu. Komposisi cairan
empedu terdiri dari air, garam empedu 70%, fosfolipid 22%, kollesterok 4%,
protein 3%, dan bilirubin 0,3%. Cairan empedu berfungsi membantu pencernaan
lemak didalam duodenum (Cahyono, 2009).
Cairan empedu dibentuk dan dialirkan dari hati menuju kantung empedu.
Cairan yang telah masuk ke empedu akan dialirkan kedalam usus dua belas jari.
Apabila seseorang dalam keadaan berpuasa makan cairan empedu akan disimpan
didalam kantung empedu karena spingter oddi dalam keadaan tertutup. Namun,
jika seseorang makan maka sfingter oddi akan membuka dan cairan empedu
dialirkan ke duodenum (Cahyono, 2009).
bilirubin dan cairan empedu yang diproduksi dari hati lobus kanan akan
dialirkan ke saluran empedu yang disebut duktus hepatikus kanan. Sementara
bilirubin dan cairan empedu yang diproduksi dari hati lobus kiri akan dialirkan
kedalam saluran empedu didalam hati lobus kiri yang disebut duktus hepatikus
kiri. Selanjutnya aliran bilirubin dan cairan empedu di duktus koledokus bersatu
dengan duktus pankreatikus utama. Keduanya bersama-sama bermuara di papila
vateri yang berperan sebagai pintu keluar menuju duodenum yang diatur
pengeluarannya oleh sfingter yang disebut sfingter oddi (Cahyono, 2009).
B. Definisi Moderate Cholangitis
Cholangitis adalah peradangan pada duktus biliaris yang biasanya
disebabkan oleh infeksi bakkteri pada lumen steril (Dorland, 2011). Cholangitis
adalah infeksi bakterial dari saluran empedu yang tersumbat, sumbatan dapat
disebabkan oleh penyebab dari dalam saluran empedu misalnya batu koledokus,

3
askaris yang memasuki duktus koledokus atau dari luar lumen misalnya
karsinoma caput pankreas yang menekan duktus koledokus, atau dari dinding
saluran empedu misalnya kolangio-karsinoma atau striktur saluran empedu
(Nurman, 1999). Cholangitis dapat dibagi tingkat keparahannya dari ringan
sampai berat. Moderate Cholangitis merupakan kolengitis dengan tingkat
keparahan sedang yang memiliki ciri-ciri tidak dapat berspon dengan obat-obatan
namun tidak menimbulkan kematian atau disfungsi organ.
C. Epidemiologi
Prevalensi batu empedu di dunia sekitar 20-35% dan resiko terjadinya
kolangitis akut simtomatik dilaporkan sekitar 0.2%. kolangitis akut dapat pula
disebabkan adanya batu primer di saluran bilier, keganasan dan striktur.
Kasus yang parah (kelas III) merujuk kepada mereka yang memiliki faktor
prognosis yang buruk termasuk shock, gangguan kesadaran, kegagalan organ, dan
disseminated intravascular coagulation. Setelah penelaahan terhadap frekuensi
kolangitis akut, melaporkan bahwa kejadian kasus yang parah adalah 7-25,5%
untuk shock, 7-22,2% untuk gangguan kesadaran, dan 3,5-7,7% untuk pentad
Reynold. Proporsi kasus didiagnosis sebagai berat (grade III) sesuai dengan
kriteria penilaian keparahan adalah 12,3% atau 23 dari 187 kasus kolangitis akut
karena saluran empedu batu.
D. Etiologi
Penyebab tersering obstruksi biliaris adalah koledokolitiasis, obstruksi
struktur saluran empedu, dan obstruksi anastomose biliaris. Penyebab kedua
kolangitis adalah obstruksi maligna dari saluran empedu oleh karsinoma pankreas,
metastasis dari tumor peri pankreas, metastasis porta hepatis. Pemakaian jangka
panjang stent biliaris sering disertai dengan obstruksi stent oleh cairan biliaris
yang kental dan debris biliaris yang menyebabkan kolangitis (Cameron, 1997;
Brunicardi dkk, 2007).
Cholangitis dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti :
a. Koledookolitiasis
b. Obstruksi saluran empedu lainnya seperti tumor, kateter, stent,
pankreatitis akut, striktur ringan

4
c. Bakteri seperti E. coli, klebsiella, clostridium, bacteroides, enterobacter,
streptococcus grup D yang dapat masuk ke spingter oddi
d. Striktur bilier sistem
e. Tumor pankreas
f. Parasit cacing ascaris
g. Pankreatitis kronis
h. HIV/AIDS
E. Klasifikasi
Klasifikasi kolangitis menurut Tokyo Guidelines (Wada et al, 2007):
Kriteria Mild Moderate Severe
(Grade I) (Grade II) (Grade III)
Disfungsi
Tidak Tidak Ya
Organ
Respon
Ya Tidak Tidak
terhadap terapi
a. Mild (Grade I) didefinisikan sebagai kolangitis yang dapat berespon
terhadap terapi
b. Moderate (Grade II) didefinisikan sebagai kolangitis yang tidak dapat
berespon dengan pengobatan dan tidak menimbulkan disfungsi organ
c. Severe (Grade III) didefinisikan kolangitis yang tidak dapat berespon
dengan pengobatan dan menimbulkan disfungsi organ seperti:
Kardiovaskuler: hipotensi
Saraf: penurunan kesadaran
Pernapasan: PaO2 < 300
Renal: Serum kreatinin > 2.0 mg/dl
Liver: PT-INR > 1.5
Hematology: Platelet count < 1000.000/ul

F. Patofisiologi
Bakteri dapat masuk ke saluran empedu ketika terdapat pengganggu pada
saluran. Hal ini dapat mengakibatkan translokasi bakteri dari sistem portal atau
duodenum ke dalam pohon bilier. Adanya hambatan dari aliran cairan empedu
akan menimbulkan stasis cairan empedu. Stasis inilah yang menyebabkan

5
terjadinya kolonisasi bakteri dan pertumbuhan kuman yang berlebihan. Bakteri ini
berasal dari bakteri atau folra duodenum yang masuk melalui sfingter Oddi dan
dari kantung empedu yang terinfeksi (Nurman, 1999). Organisme paling umum
yang dapat diisolasi dalam empedu adalah Escherischia coli (27%), Spesies
Klebsiella (16%), Spesies Enterococcus (15%), Spesies Streptococcus (8%),
Spesies Enterobacter (7%), dan spesies Pseudomonas aeruginosa (7%). Bakteri-
bakteri inilah yang dapat mengebabkan kolangitis.
Tekanan tinggi yang disebabkan oleh tersumbatnya saluran empedu
mengakibatkan bakteri akan mengalami refluks ke dalam saluran limfe dan aliran
darah yang dinamakan refluks cholangiovenosous dan cholangiolimfatik sehingga
dapat mengakibatkan sepsis dengan gejala seperti demam (Nurman, 1999). efek
serius dari cholangitis dapat disebabkan oleh produk pemecahan bakteri gram
negatif yaitu endotoksemia. Endotoksin diserap di usus lebih mudah bila terdapat
obstruksi bilier, karena ketiadaan garam empedu yang biasanya mengeluarkan
endotoksin sehingga mencegah penyerapannya. Selanjutnya kegagalan garam
empedu mencapai intestin dapat menyebabkan perubahan flora usus. Selain itu
fungsi sel-sel Kupfer yang jelek dapat menghambat kemampuan hati untuk
mengekstraksi endotoksin dari darah portal. Bilamana cholangitis tidak diobati,
dapat timbul bakteremia sistemik yang dapat menimbulkan abses.
G. Manifestasi Klinis
Manivestasi klinis kolangitis pada 54% kasus berupa Trias Charcot yaitu
demam, ikterus dan nyeri abdomen kuadran kanan atas. Nyeri ini bersifat kolik,
menjalar ke belakang atau ke skapula kanan, kadang-kadang nyeri bersifat
konstan (Nurman, 1999).
Tanda gejala lain yang menyertai antara lain:
a. Penyakit ini biasanya dimulai secara bertahapdari merasa sangat
kelelahan, gatal dan jaudince.
b. Seringkali didapatkan nyeri hebat di epigastrium atau perut kanan atas
karena adanya batu koledokus. Nyeri ini bersifat kolik, menjalar ke
belakang atau ke skapula kanan, kadang-kadang nyeri bersifat konstan
c. Terdapat pembesaran hati dan limpa, atau gejala-gejala sirosis.

6
d. Bisa juga terjadi hipertensi portal, asites dan kegagalan hati, yang bisa
berakibat fatal.
e. Pada sebagian kecil kasus ini tidak didapatkan ikterus, hal ini dapat
diterangkan karena batu di dalam duktus koledokus tersebut masih
mudah bergerak sehingga kadang-kadang aliran cairan empedu lancar,
sehingga bilirubin normal atau sedikit saja meningkat
f. Kadang-kadang tidak jelas adanya demam, tetapi ditemukan lekositosis.
g. Fungsi hati menunjukkan tanda-tanda obstruksi yakni peningkatan yang
menyolok dari GGT atau fosfatase alkali. SGOT/SGPT dapat meningkat,
padabeberapa pasien bahkan dapat meningkat secara menyerupai
menyerupaihepatitis virus akut.

H. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium darah
Pada pemeriksaaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis pada sebagian
besar pasien. Hitung sel darah putih biasanya melebihi 13.000. Lekopeni atau
trombositopenia kadang – kadang dapat ditemukan, biasanya jika terjadi
sepsis parah. Sebagian besar penderita mengalami hiperbilirubinemia sedang.
Peningkatan bilirubin yang tertinggi terjadi pada obstruksi maligna. Tes
fungsi hati termasuk alkali fosfatase dan transaminase serum juga meningkat
yang menggambarkan proses kolestatik (Shojamanes, 2006). Pada beberapa
pasien bahkan dapat meningkat secara menyolok menyerupai hepatitis virus
akut. Biasanya aPTT dan PTT tidak meningkat kecuali bila terdapat sepsis
yang menimbulkan Koagulasi Intravaskuler Diseminata (DIC) atau apabila
terdapat sirosis pada pasien tersebut. Pemeriksaan koagulasi tersebut
diperlukan apabila pasien memerlukan intervensi operatif. Kadar C-reactive
protein dan LED pada umumnya meningkat. Kultur darah (2 set): antara 20%
dan 30% kultur darah memberikan hasil yang positif, banyak diantaranya
menunjukkan infeksi polimikrobial.
b. Foto polos abdomen

7
Pada pemeriksaan ini diharapkan dapat melihat batu opak dikandung empedu
atau di duktus koledokus. Kadang-kadang pemeriksaan ini dipakai untuk
skrening, melihat keadaan secara keseluruhan dalam rongga abdomen
(Soetikno, 2007). Meskipun sering dilakukan pada evaluasi awal nyeri
abdomen , foto polos abdomen jarang memberikan diagnosis yang signifikan.
Hanya sekitar 15% batu saluran empedu yang terdiri dari kalsium tinggi
dengan gambaran radioopak yang dapat dilihat. Pada peradangan akut dengan
kandung empedu yang membesar hidrops, kandung empedu kadang juga
dapat terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang
menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.
c. Ultrasonografi
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi
untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatik maupun ekstrahepatik. Pada pemeriksaan USG sangat mudah
melihat pelebaran duktus biliaris intra/ekstra hepatal sehingga dengan mudah
dapat mendiagnosis apakah ada ikterus onstruksi atau ikterus non obstruksi.
Juga dapat dilihat kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau edema
karena peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus
koledokus distal kadang sulit dideteksi, karena terhalang udara di dalam usus.
Dengan ultrasonografi lumpur empedu dapat diketahui karena bergerak sesuai
dengan gaya gravitasi (Brunicardi, 2005)
d. CT Scan
CT Scan tidak lebih unggul daripada ultrasonografi untuk mendiagnosis batu
kandung empedu. Cara ini berguna untuk diagnosis keganasan pada kandung
empedu yang mengandung batu, dengan ketepatan sekitar 70-90 persen.
e. ERCP
Endoskopik merupakan selang kecil yang mudah digerakkan yang
menggunakan lensa atau kaca untuk melihat bagaian dari traktus gastro
intestinal. Endoscope Retrograde Cholangiopancreotography (ERCP) dapat
lebih akurat menentukan penyebab dan letak sumbatan serta keuntungannya

8
juga dapat mengobati penyebab obstruksi dengan mengeluarkan batu dan
melebarkan peyempitan.
f. Skintigrafi
Skintigrafi bilier digunakan untuk melihat sistem bilier termasuk fungsi hati
dan kandung empedu serta diagnosa beberapa penyakit dengan sensitifitas
dan spesifitas sekita 90% sampai 97%. Meskipun test ini paling bagus untuk
melihat duktus empedu dan duktus sistikus, namun skintigrafi bilier tidak
dapat mengidentifikasi batu saluran empedu atau hanya dapat memberikan
informasi sesuai dengan letak anatominya. Agent yang digunakan untuk
melakukan test skintigrafi adalah derivat asam iminodiasetik dengan label
99m
Tc.
g. Kolesistografi oral
Metode ini dapat digunakan untuk melihat kerja dari sistem bilier melalui
prinsip kerja yang sama dengan skintigrafi tapi dapat memberikan informasi
yang lebih jelas. Pasien diberi pil kontras oral selama 12-16 jam sebelum
dilakukan tes. Kemudian kontras tadi diabsorbsi oleh usus kecil, lalu
dibersihkan oleh hepar dan di ekskresi ke dalam empedu dan dikirim ke
kandung empedu.
h. Kolangiografi
Biasanya diindikasikan ada suatu saat dalam penatalaksanaan pasien dengan
kolangitis. Pada sebagian besar kasus, kolangiografi dilakukan untuk
menentukan patologi biliaris dan penyebab obstruksi saluran empedu
sebelum terapi definitif. Jadi, kolangiografi jarang diperlukan pada awal
perjalanan kolangitis dan dengan demikian harus ditunda sampai
menghilangnya sepsi. Kekecualian utama adalah pasien yang datang dengan
kolangitis supuratif, yang tidak berespon terhadap antibiotik saja. Pada kasus
tersebut, kolangiografi segera mungkin diperlukan untuk menegakkan
drainase biliaris. Kolangiografi retrograd endoskopik ataupun kolangiografi
transhepatik perkutan dapat digunakan untuk menentukan anatomi atau
patologi billiaris. Tetapi, kedua teknik tersebut dapat menyebabkan kolangitis

9
pada sekitar 5 persen pasien. Dengan demikian perlindungan antibiotik yang
tepat harus diberikan sebelum instrumentasi pada semua kasus.

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan berdasarkan derajat kolangitis (Erina et al, 2011):
a. Kolangitis grade I
Pengobatan direspon dengan baik oleh pasien dengan grade ini. Setelah itu,
dapat dipertimbangkan untuk melakukan drainase bilier dengan menggunakan
endoskopi, perkuatneus, ataupun drainase terbuka.
b. Kolangitis grade II
Pada pasien ini kurang memiliki respon baik dengan pengobatan. Selain itu,
muncul tanda-tanda gagal organ. Pada pasien ini, dilakukan drainase bilier
awal dengan menggunakan endoskopi atau perkutaneus drainase. Terapi
definitif dengan menghilangkan sumber sumbatan dilakukan setelah kondisi
klien stabil.
c. Kolangitis grade III
Pada pasien ini memerlukan terapi suportif seperti ventilator, obat-obatan
inotropik,, terapi medikamentosa. Drainase bilier dilakukan secepatnya segera
setelah kondisi pasien stabil.

Konservatif
Jika diagnosis klinis kolangitis telah dibuat, penatalaksanaan awal adalah
konservatif. Keseimbangan cairan dan elektrolit harus dikoreksi dan perlindungan
antiobiok dimulai. Pasien yang sakit ringan dapat diterapi sebagai pasien rawat
dengan antibiotik oral. Dengan kolangitis supuratif dan syok septik mungkin
memerlukan terapi di unit perawatan insentif dengan monitoring invasif dan
dukungan vasopresor.
Pemilihan awal perlindungan antibiotika empiris harus mencerminkan
bakteriologi yang diduga. Secara historis, kombinasi aminoglikosida dan
penicillin telah dianjurkan. Kombinasi ini adalah pilihan yang sangat baik untuk
melawan basil gram negatif yang sering ditemukan dan memberikan antivitas

10
sinergistik melawan enterokokus. Penambahan metronidazole atau clindamycin
memberikan perlindungan antibakterial terhadap anaerob bakteroides fragilis,
jadi melengkapi perlindungan antibiotik. Perlindungan antibiotik jelas diubah
jika hasil biakan spesifik dan kepekaan telah tersedia.
Dekompresi Biliaris
Sebagian besar pasien (sekitar 70 persen) dengan kolangitis akan berespon
terhadap terapi antibiotik saja. Pada kasus tersebut demam menghilang dan tes
fungsi hati kembali ke normal seringkali dalam 24 sampai 48 jam. Jika pasien
tidak menunjukkan perbaikan atau malahan memburuk dalam 12 sampai 24 jam
pertama, dekompresi biliaris darurat harus dipertimbangkan. Pada sebagian besar
kasus, dekompresi biliaris segera paling baik dilakukan secara non operatif baik
dengan jalur endoskopik maupun perkutan yaitu:
a. Penanggulangan sfingterotomi endoskopik
Apabila setelah tindakan di atas keadaan umum tidak membaik atau malah
semakin buruk, dapat dilakukan sfingterotomi endoskopik, untuk pengaliran
empedu dan nanah serta membersihkan duktus koledokus dari batu. Kadang
dipasang pipa nasobilier. Apabila batu duktus koledokus besar, yaitu berdiameter
lebih dari 2 cm, sfingterotomi endoskopik mungkin tidak dapat mengeluarkan
batu ini. Pada penderita ini mungkin dianjurkan litotripsi terlebih dahulu
b. Lisis batu
Disolusi batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik mungkin berhasil
pada batu kolesterol. Terapi berhasil pada separuh penderita dengan pengobatan
selama satu sampai dua tahun. Lisis kontak melalui kateter perkutan kedalam
kandung empedu dengan metil eter berhasil setelah beberapa jam. Terapi ini
merupakan terapi invasif walaupun kerap disertai dengan penyulit

11
J. Clinical Pathway
Psot op kantung empedu,
Batu empedu askaris, pasca ERCP

Menyumbat aliran Penumpukan bakteri dan


getah pankreas kuman

kolangitis
Distensi kantung Statis cairan empedu
empedu
Tekanan tinggi saluran Iritasi lumen Hambatan rasa
Bagian fundus empedu tersumbat nyaman
menyentuh kartilago
inflamasi
Aliran balik getah
Merangsang ujung empedu
syaraf smpatis
Peningkatan enzim Permeabilitas kapiler
Termostat di SGOT dan SGPT
Nyeri pada bagian hipotlamus
kuadran kanan atas Cairan shif ke
Merangsang nervus peritonium
menjalar ke belakang
Peningkatan suhu vagal

Nyeri akut resiko devisien


hipertermia Makanan tertahan
volume cairan
di lambung

Ketidakseimbangan
Meningkatkan
nutrisi kurang dari
mual muntah
kebutuhan tubuh

12
K. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pengkajian/Assesment
1. Identitas Pasien
Identitas meliputi data demografi klien yang terdiri dari nama, umur, jenis
kelamin, agama, pendidikan, alamat, No.RM, pekerjaan, status perkawinan,
tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Adanya keluhan berupa demam, ikterus, nyeri pada bagian kuadran kanan
atas, nyeri menjalar kebelakang skapula kanan
3. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan cholangitis biasanya akan diwali dengan adanya tanda
seperti nyeri pada kuadran kanan atas, demam, jaundice. Pada riwayat
penyakit sekarang perlu ditanyakan terkait keluhaan awal muncul dan
tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan dan menghilangkan
keluhan yang dirasakan
b) Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang dapat menjadi faktor utama terjadinya cholangitis seperti
batu kanting empedu atau batu saluran empedu, pasca cholecystectomy,
manipula endoskopik atau ERCP cholangiogram, riwayat cholangitis
sebelumnya, dan riwayat HIV/AIDS yang memiliki ciri edema bilier
ekstrahepatik ulserasi dan obstruksi bilier.
c) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit
keturunan seperti diabetes mellitus, hipertensi, anemia.

13
4. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan Gordon
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Bagaimana persepsi dan pendapat klien terkait dengan penyakit yang
dideritanya, serta penanganan pertama dalam mengatasi masalah
kesehatannya.Riwayat merokok, minum alkohol, dan penggunaan obat-
obatan.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Bagaimana pola pemenuhan nutrisi setiap harinya. Perawat perlu
melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui
status nutrisi pasien. Pasien dengan cholangitis akan mengalami penurunan
nafsu makan. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit
sehingga keadaan pasien tampak lemah. Pasien cholangitis akan
mengalami penurunan nafsu makan akibat dari mual dan muntah.
c) Pola eliminasi
Perawat perlu menanyakan mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan
sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan
lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi yang akibat
dari menurunnya gerakan peristaltik usus.
d) Pola aktivitas dan latihan
pasien akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri pada kuadran
kanan atas dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan
pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.
e) Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri pada kuadran kanan atas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur, istitahat dan sering
terbangun jika nyeri, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan
seperti keluarga pasien yang menunggu banyak dan kondisi rumah sakit
yang pasiennya banyak.
f) Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan
peran, misalkan pasien seorang laki-laki sebagai kepala rumah tangga,

14
tidak dapat menjalani fungsinya untuk menafkahi istri dan anaknya.
Disamping itu, peran pasien di masyarakat pun juga mengalami perubahan
dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat,
tiba-tiba mengalami sakit. Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan
beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan
mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran
positif terhadap dirinya.
h) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga
dengan proses berpikirnya. Adapun dari pola sensori yang teganggu tapi
jarang yaitu ketika demam dan nyeri yang mengakibakan kelemahan.
i) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien akan terganggu untuk sementara waktu karena
pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
j) Pola managemen stress dan koping
Pasien yang tidak mengtahui penyabab dan proses dari penyakitnya akan
mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat
dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih
tahu mengenai penyakitnya.

k) Pola tata nilai dan kepercayaan


Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada
Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari
Tuhan.
5. Pengkajian Fisik
a) Keadaan umum
Pasien tampak nyeri pada kuadran kanan atas, jaundice, demam
b) Tingkat kesadaran
Komposmentis

15
c) TTV
RR : reguler
N : bisa terjadi takikardi
S : jika ada infeksi bisa hipertermi
TD : bisa hipotensi
d) Keadaan fisik umum lainnya dapat dikaji dengan IPPA, yang meliputi:
1) Mata: mata ikterik
2) Hidung: sesak nafas, terdapat cuping hidung, alat bantu yang
terpasang pada hidung.
3) Leher: deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika
terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikandan peggunaan otot
bantu nafas.
4) Dada
Paru-paru
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, pernapasan dangkal,
pasien gelisah
Palpasi : vokal fremitus teraba
Perkusi : sonor
Auskultasi : tidak terdapat suara tambahan
5) Jantung
Inspeksi : terdapat takikardi dan diaporesis
6) Abdomen: inspeksi adanya distensi abdomen perut kanan atas. Pasien
mengeluh mual muntah
Auskultasi: peristaltik usus 5-12x/menit flatuensi
Perkusi: adanya pembengkakan di abdomen atas, nyeri tekan
epigastrium
7) Urogenital: inspeksi bentuk anatomi genital, alat bantu eliminasi yang
terpasang.
8) Ekstremitas: inspeksi kelainan bentuk ekremitas baik bawah maupun
atas, fungsi pergerakan dan perubahan bentuk.
9) Kulit dan Kuku

16
Terdapat ikterik atau jaundice dengan kulit berkeringat dan gatal
10) Keadaan Lokal
Gasglow Coma Scale (GCS)
Parameter Nilai
membuka secara spontan 4
Terhadap suara 3
Mata
Terhadap nyeri 2
Tidak berespon 1
Orientasi baik 5
Bingung 4
respon verbal Kata-kata tidak jelas 3
Bunyi tidak jelas 2
Tidak berespon 1
Mengikuti perintah 6
Gerakan Lokal 5
Fleksi, Menarik 4
Respon Motorik
Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak ada 1

b. Diagnosa Keperawatan
1) Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme, proses
penyakit (inflamasi) yang ditandai dengan suhu pasien meningkat (lebih
dari 37,5 derajat celsius), akral hangat
2) Nyeri akut berhubungan dengan distensi kandung empedu yang ditandai
dengan pasien mengeluh sakit, skala nyeri lebih dari 2
3) Hambatan rasa nyaman berhubungan dengan iritasi lumen yang ditandai
dengan pasien mengeluh tidak nyaman pada perutnya
4) Resiko defisien volume cairan berhubungan dengan mual muntah dan
permeabilitas kapiler
5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan mual dan muntah yang ditandai dengan pasien lemas

17
No Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia (00006)
Definisi:suhu inti tubuh diatas kisaran normal diurnal karena kegagalan
termoregulasi
Batasan karakteristik:
- Postur abnormal
- Apnea
- Koma
- Kulit kemerahan
- Hipotensi
- Bayi tidak dapat mempertahankan menyusu
- Gelisah
- Letargi
- Kejang
- Kulit terasa hangat
- Stupor takikardia
- Takipnea
- Vasodilatasi
Faktor yang berhubungan:
- Dehidrasi
- Pakaian yang tidak sesuai
- Aktivitas berlebihan
Populasi berisiko:
- Pemajanan suhu lingkungan tinggi
Kondisi terkait:
- Penurunan perspirasi
- Penyakit
- Peningkatan laju metabolisme
- Iskemia
- Agens farmseutika
- Sepsis

18
- Trauma
2. Nyeri Akut (00132)
Definisi: pengalaman sensoris dan emosional tidak menyenangkan
dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial atau digambarkan
sebagai suatu kerusakan, awitan yang tiba-tiba atau lambat dengan
intensitas ringan hingga berat, yang terjadi secara konstan atau berulang
yang berakhirnya tidak dapat diantisipasi atau diprediksi dan
berlangsung kurang dari tiga bulan.
Batasan karakteristik:
- Perubahan selera makan
- Perubahan pada parameter fisiologis
- Diaoresis
- Perilaku distraksi
- Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri
untuk pasien yang tidak dapat menungkapkannya
- Perilaku ekspresif
- Ekspresi wajah nyeri
- Sikaptubuh melindungi
- Putus asa
- Fokus menyempit’sikap melindungi area nyeri
- Perilaku protektif
- Laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas
- Dilatasi pupil
- Fokus pada diri sendiri
- Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri
- Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan
standar instrumen nyeri
Faktor yang berhubungan:
- Agens cidera biologis
- Agens cidera kimiawi
- Agens cidera fisik

19
3. Hambatan rasa nyaman (00214)
Definisi:merasa kurang nyaman, lega, dan sempurna dalam dimensi
fisik, psikospiritual, lingkungan, budaya, dan atau sosial
Batasan karakteristik:
- Perubahan pola tidur
- Ansietas
- Menangis
- Merasa kurang senang akan situasi
- Gejala distres
- Ketakutan
- Merasa dingin
- Merasa tidak nyaman
- Merasa lapar
- Merasa hangat
- Ketidakmampuan untuk rileks
- Iritabilitas
- Gatal
- Merintih
- Gelisah
- Berkeluh kesah
- Kurang puas dengan keadaan
Faktor yang berhubungan:
- Kurang kontrol situasi
- Kurang privasi
- Sumber daya tidak adekuat
- Kurang pengendalian lingkungan
- Stimuli lingkungan yang mengganggu
Kondisi terkait:
- Gejala terkait penyakit
4. Risiko defisien volume cairan (00028)
Definisi: rentan mengalami penurunan volume cairan intravaskular,

20
intersisial, dan atau intraselular yang dapat mengganggu kesehatan
Faktor risiko :
- Hambatan mengakses cairan
- Asupan cairan kurang
- Kurang pengetahuan tentang kebutuhan cairan
Populasi berisiko :
- Usia ekstrem
- Berat badan ekstrem
- Faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan
Kondisi Terkait :
- Kehilangan cairan aktif
- Gangguan mekanisme pengaturan
- Gangguan yang memengaruhi absorpsi cairan
- Gangguan yang memengaruhi asupan cairan
- Kehilangan cairan hebat melalui rute normal
- Kehilangan cairan melalui rute abnormal
- Agens farmaseutika
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolik
Batasan karakteristik:
- Menhindari makanan
- Berat badan 20% atau lebih dariberat badan ideal
- Diare
- Bising usus hiperaktif
- Kurang makan
- Kurang minat terhadap makanan
- Mengeluh gangguan sensasi rasa
- Membran mukosa pucat
- Kelemahan otot menelan
- Cepat kenyang setelah makan

21
Faktor yang berhubungan:
- Faktor biologis
- Faktor ekonomi
- Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
- Ketidakmampuan mencerna makanan
- Faktor psikologis

22
c. Intervensi Keperawatan
NO Masalah NOC NIC
Keperawatan
1. Hipertemia Setelah dilakukan tindakan keperawatan, suhu tubuh pasien Perawatan demam (Fever Treatment):
(00007) menunjukkan hasil: A. Mandiri
Domain 11 1. TTV dalam rentang normal, yaitu: 1. Monitor tanda-tanda vital
Kelas 6 - Penurunan Suhu tubuh yaitu 36,50 C-37,50C 2. Monitor suhu tubuh dan warna kulit
- Nadi 80-100 X/menit 3. Selimuti klien dengan
- TD 110-120/70-80 mmHg menggunaknan selimut tipis dan
- Frekuensi pernafasan normal (12-20 X/Menit) pakaian tipis
2. Kedalaman inspirasi menunjukkan tidak ada deviasi (5) 4. Monitor intake dan output cairan
Indikator Deviasi Deviasi Devasi Deviasi Tidak klien
berat yang sedang ringan ada 5. Pantau adanya komplikasi-
1 cukup 3 4 devias komplikasi yang berhubungan
besar i dengan demam serta gejalan
2 5 penyebab ternjadinya demam seperti
Kedalama √ kejang, penurunan tingkat
n kesadaran, status keseimbangan
pernafasan cairan dan elektrolit, perubahan

23
keseimbangan asam dan basa, serta
abnormalitas sel.
6. Tingaktkan sirkulasi udara
7. Monitor keamanan pasien yang
mengalami gelisah atau delirium.
Promotif
8. Anjurkan pasien banyak istirahat,
bila perlu batasi aktivitas
9. Anjurkan pasien minum banyak air
(250 ml setiap 2 jam)
Edukatif
10. Ajarkan cara melakukan kompres
hangat pada pasien saat pasien
demam tinggi
Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian obat
(antipiretik, antibiotik) atau cairan
IV
12. Kolaborasi pemeriksaan

24
laboratorium (darah lengkap, urin)
2. Nyeri akut Kontrol nyeri (1605) 1400 Manajemen Nyeri
Kepuasan Pasien: manajemen nyeri (3016) 1. Lakukan pengkajian nyeri
Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah nyeri kronis komprehensif yang meliputi lokasi,
teratasi, dengan kriteria hasil: karakteristik onset/durasi, frekuensi,
1. Nyeri terkontrol kualitas, intensitas atau beratnya nyeri
2. Informasidiberikan untuk mengelola obat-obatan dan faktor pencetus.
3. Pendekatan interventif digunakan untuk manajemen nyeri 2. Pastikan perawatan analgesik bagi
4. Mengenali kapan nyeri terjadi pasien dilakukan dengan pemantauan
5. menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa analgesik yang ketat.
6. Menggunakan analgesik yang direkomendasikan 3. Gali bersama pasien faktor yang dapat
menurunkan atau memperberat nyeri.
4. Berikan informasi mengenai nyeri,
seperti penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan dirasakan, dan antisipasi
akibat ketidanyamanan akibat
prosedur.
5. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen
nyeri. 6.Dorong pasien untuk

25
memonitor nyeri dan menangani
nyerinya dengan tepat

3 Hambatan rasa Status kenyamanan (2008) Terapi relaksasi (6040):


. nyaman Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien merasa lebih nyaman 1. ciptakan lingkungan yang tenang tanpa
(00214) menunjukkan hasil: distraksi
1. TTV dalam rentang normal, yaitu: 2. Dorong pasien rileks dan
- suhu yaitu 36,50 C-37,50C membayangkan yang menyenangkan
- Nadi 80-100 X/menit 3. tunjukkan dan praktikkan teknik
- TD 110-120/70-80 mmHg relaksasi pada pasien
- Frekuensi pernafasan normal (12-20 X/Menit) Peningkatan sistem dukungan (5440):
2. Lingkungan nyaman 1. Identifikasi tingkat dukungan keluarga
3. Dukungan sosial keluarga dan teman-teman dan sumber dukunyan lainnya
2. Libatkan keluarga, orang terdekat dan
teman-teman dalam perawatan dan
perencanaan

26
4. Risiko defisien Keseimbangan cairan (0601) Monitor cairan (4130)
volume cairan Hidrasi (0603) 1. Monitor asupan dan pengeluaran.
(00028) Setelah dilakukan tindakan keperawatan resiko defisien volume 2.Monitor membran mukosa, turgor kulit,
cairan dapat teratasi, dengan kriteria hasil: dan respin haus
1. TTV dalam rentang normal, yaitu: 3.Monitor TTV
- suhu yaitu 36,50 C-37,50C Manajemen muntah (1570)
- Nadi 80-100 X/menit 1. kaji emesis terkait warna, konsistesi,
- TD 110-120/70-80 mmHg adanya darah, waktu
- Frekuensi pernafasan normal (12-20 X/Menit) 2. saran membawa kantong plastik untuk
2. Turgor kulit baik menampung muntah
3. Berat badan stabil 3.pastikan obat antiemetik yang efektif
4. Membran mukosa lembab diberikan untuk mencegah muntah
4. anjurkan untuk meminum air

5. Ketidakseimba NOC 1100 Manajemen Nutrisi


ngan nutrisi Status nutrisi (1004) 1. Tentukan status gizi pasien dan
(00002) Status nutrisi: Asupan nutrisi (1009) kemampuan [pasien] untuk memenuhi
Kelas 1. Nafsu makan (1014) kebutuhan gizi.
Makan Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah ketidakseimbangan 2. Identifikasi adanya alrgi atau

27
Domain 2. nutrisi dapat terpenuhi, dengan kriteria hasil: intioleransi mkanan yang dimili
Nutrisi 1. Asupan gizi (diet protein) pasien.
2. Asupan makanan (mengurangi garam (1,5-2 gr/ hari), kurangi 3. Bantu pasien dalam menentukan
makanan lemak) pedoman atau piramida makanan yang
3. Asupan protein (diet protein sangat rendah < 0,3 g/kgBB, diet paling cocok untuk memenuhi
rendah 0,6-0,8 g/kg BB, diet normal 1-1,2 g/kg BB) kebutuhan nutrisi dan preferensi.
4. Memiliki keinginan untuk makan 4. Tentukan apa yang menjadi preferensi
5. Merasakan makanan dengan baik makanan bagi pasien.
5. Intruksikan pasien mengenai
kebutuhan nutrisi dan gizi.
6. Tentukan jumlahkalori dan jenis
nutrisi ynag dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan
7. Monitor kalori dan asupan makanan.

28
d. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan suatu tahap terakhir dalam suatu rangkaian proses
keperawatan yang harus dilakukan oleh perawat. Evaluasi keperawatan dilakukan
dengan cara membandingkan respon pasien setelah implementasi dengan kriteria
hasil yang telah ditentukan oleh perawat. Perawat memiliki 3 alternatif dalam
menentukan pencapaian pada intervensi yang telah dilakukan yaitu:
1. Teratasi
Perilaku pasien seusia dengan pernyataan tujuan dalam waktu atau tanggal
yang ditetapkab di tujuan
2. Teratasi sebagian
Pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam
pernyataan kriteria hasil
3. Belum teratasi
Pasien tidak mampu menunjukkan perilaku yang diharapkan sesuai dengan
pernyataan tujuan.

L. Discharge Planning
a. Berikan instruksi ke klien atau anggota keluarga mengenai perawatan
lanjutan, tanda-tanda adanya infeksi, rawat jalan dan jadwal perawatan
berikutnya.
b. Ingatkan pasien untuk meminum obat-obatan harian yang diperlukan untuk
proses penyembuhan, serta jelaskan tujuan, dosis, jadwal, tindakan
pencegahan, interaksi obat dengan dan potensial efek samping.
c. Ajarkan klien tentang manajemen nyeri, terapi diet, pembatasan aktivitas
dan perawatan kesehatan tindak lanjut.
d. Ajarkan klien cara perawatan diri di rumah dan semua hal yang diperlukan
untuk perawatan di rumah.
e. Beri tahu klien untuk melakukan diet rendah lemak dan menghindari
makanan berlemak tinggi seperti susu, gorengan, alpukat, mentega dan
cokelat. Anjurkan minum cairan yang adekuat sedikitnya 2-3 L/hari.

29
DAFTAR PUSTAKA

Brunicardi F, Andersen D, Billiar T, dkk. Cholangitis in Schwartz Principles of


Surgery, Eight edition, New York ; McGraw-Hill, 2000, p : 1203-1213
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Interventions Classification (NIC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Outcomes Classification (NOC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Cahyono, J.B.S.B. 2009. Batu Empedu. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Cameron L, John, Terapi bedah Mutakhir, Edisi 4, Binarupa Aksaram Jakarta,
1997, hal : 476-479
Dorland, N. 2011. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.
Erina, O.S.N.U, & Kiki, L. 2011. Pola Kuman di Duktus Biliaris dan Test
Resistensi/Sensitifitas terhadap Antimikroba pada Pasien Ikterus Obstruktif
di Duvisi Bedah Digestif , Departemen Ilmu Bedah RSHS. Bandung:
Universitas Padjajaran
Gibson, J. 2003. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat. Jakarta: EGC
Nanda Internasional 2018. Diagnosis Keperawatan 2018-202. Oxford: Willey
Backwell.0
Nurafif, A.H. dan K. Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. Edisi 2. Yogyakarta: Mediaction.
Nurman, A. 1999. Kolangitis Akut Dipandang dari Sudut Penyakit Dalam. J.
Kedokteran Trisakti 18 (3): 1-7
Pearce, E.C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama
Soetikno, R. D. 2007. IMAGING PADA IKTERUS OBSTRUKSI. Bandung :
Bagian/UPF Radiologi FKUNPAD/RSUP dr. Hasan Sadikin
Shojamanes, Homayoun, Mo, Cholangitis, in : http:/www.emidicine.com7 2006, p
: 1-10
Wada K, dkk. Diagnostic criteria and severity assessment of acute cholangitis.
Tokyo Guidelines. J Hepatobiliary Pancreat Surg. 2007; 14 (1) 52-8

30

Anda mungkin juga menyukai