Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Tonsilitis disebabkan oleh infeksi kuman golongan streptococcus atau virus
yang dapat bersifat akut atau kronis (Rukmini, 2003). Masalah kekambuhan pada
pasien tonsillitis perlu diperhatikan. Apabila tonsilitis diderita oleh anak tidak
sembuh maka akan berdampak terjadinya penurunan nafsu makan, demam, berat
badan menurun, menangis terus-menerus, nyeri waktu menelan dan terjadi
komplikasi seperti sinusitis, laringtrakeitis, otitis media, gagal nafas, serta
osteomielitis akut.
Pada umumnya serangan tonsillitis dapat sembuh sendiri apabila daya tahan
tubuh penderita baik. Tonsil yang mengalami peradangan terus-menerus sebaiknya
dilakukan tonsilektomi (operasi pengangkatan amandel) yang harus dipenuhi
terlebih dahulu indikasinya. Tindakan tonsilektomi mempunyai risiko yaitu
hilangnya sebagian peran tubuh melawan penyakit yang dimiliki jaringan amandel
(Syaifudin, 2002).
Tonsilitis sering terjadi pada anak-anak usia 2-3 tahun dan sering meningkat
pada anak usia 5-12 tahun (Rukmini, 2003). Tonsilitis paling sering terjadi di
negara subtropis. Pada negara iklim dingin angka kejadian lebih tinggi
dibandingkan dengan yang terjadi di negara tropis, infeksi Streptococcus terjadi di
sepanjang tahun terutama pada waktu musim dingin (Rusmarjono, 2003).
Hasil Penelitian Jagdeep (2008) menunjukkan bahwa gangguan tonsillitis
berdampak pada penampilan pasien, seperti sering mengalami radang namun tidak
sampai mengalami gangguan suara.
Penelitian Sakka dkk (2009) menyimpulkan bahwa infeksi pada tonsil
merupakan masalah yang cukup sering dijumpai. Keluhan yang ditimbulkan
berupa nyeri menelan, demam, otitis media, sampai obstructive sleep apnea.
Keluhan yang biasa di keluhkan oleh pasien post tonsilektomi yaitu nyeri.Nyeri ada
dua macam yaitu nyeri akut dan nyeri kronis, nyeri yang sering terjadi pada post
operasi adalah nyeri akut (Potter & Perry, 2006). Nyeri akut adalah pengalaman

1
sensori dan emosional yang tidak menyenangkan, nyeri akut muncul akibat
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Menurut Potter & Perry (2006) nyeri
akut adalah nyeri yang dirasakan secara mendadak dari intensitas ringan sampai
berat dan lokasi nyeri dapat didefinisikan. Selain itu, nyeri akut didefinisikan
sebagai pengalaman sensori dan emosional yang muncul akibat kerusakan jaringan
dengan gejala yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan
akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi (NANDA, 2015).
Menurut penelitian yang dilakukan Sommer et al (2008) prevalensi pasien
post operasi mayor yang mengalami nyeri sedang sampai berat sebanyak 41%
pasien post operasi pada hari ke 0, 30% pasien pada ke 1, 19% pasien pada hari ke
2, 16% pasien pada hari ke 3 dan 14% pasien pada hari ke 4. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Sandika et al , (2015) yang menyatakan bahwa 50%
pasien post operasi mengalami nyeri berat dan 10% pasien mengalami nyeri sedang
sampai berat.
Nyeri post operasi yang dirasakan pasien dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain yaitu usia, jenis kelamin, perhatian, kebudayaan, makna nyeri, ansietas,
keletihan, gaya koping, dan dukungan keluarga (Potter & Perry, 2006). Nyeri dapat
mengakibatkan pasien mengalami gelisah, imobilisasi, menghindari kontak
sosial,penurunan rentang perhatian, stres dan ketegangan yang akan menimbulkan
respon fisik dan psikis (IASP, 2012 ; Potter & Perry, 2006).
Dalam pengkajian nyeri pasien post operasi yang digunakan perawat yaitu
mengkaji dengan instrument OPQRSTUV ( onset, proviking, quality, region,
serverity, treatment, understanding, value) (Tamsuri,2007). Pentingnya perawat
melakukan pengkajian nyeri adalah untuk menentukan tindakan selanjutnya.
Pengakjian nyeri dapat dilakukan dengan mengkaji nyeri pasien, mengobservasi
reaksi nonverbal pasien, menggunakan teknik komunikasi terapeutik , mengontrol
lingkungan pasien (Nursing Intervention and Classification 2013; Sandika et al,
2015).
Dalam pemberian tindakan perawat dalam mengurangi nyeri, perawat dapat
memberikan tindakan non farmkologi dan farmakologi. Tindakan non farmakologi
meliputi mengkaji nyeri, memberikan tindakan, memonitor nyeri yang dirasakan

2
pasien, memberikan tindakan untuk mencegah komplikasi, mengedukasi pasien dan
keluarga (Yuccer,2011). Sedangkan tindakan farmakologi yuitu perawat
melakukan tindakan kolaborasi dengan dokter yaitu pemberian anagesik
(Tamsuri,2007). Tindakan perawat lainnya adalah mengevalusai kembali nyeri
yang dirasakan pasien post operasi (Yuccer,2011). Semua tindakan perawat ini
sangat penting karena dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien post
operasi (Sandika et al, 2015).
Namun, berdasarkan beberapa penelitian menyebutkan bahwa dalam
tindakan mengurangi nyeri, sebagian besar perawat menggunakan tindakan
kolaborasi pemberian analgesic (Sandika et al, 2015). Selain itu, menurut penelitian
yang dilakukan oleh Cartney (2014) menyatakan bahwa penggunakan analgesic
saja tidak cukup sehingga perawat harus melakukan tindakan mandiri perawat
untuk membantu mengurangi nyeri pada pasien post operasi. Menurut Saifullah
(2015) menyatakan bahwa perawat yang bertugas di bangsal interne didapatkan
fenomena bahwa perawat jaga ketika dihadapkan dengan keluhan nyeri selama ini
kebanyakan langkah awal yang diambil adalah kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian obat-obatan analgesic.
Hal ini selaras dengan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Instalasi
Bedah Sentral RSUD Klungkung pada Bulan November 2018 dengan
mewawancarai 4 orang pasien yang pernah mengalami tindakan pembedahan
didapatkan bahwa semua pasien masih merasa adanya nyeri dibagian yang dibedah.
Pasien mengatakan bahwa perawat memberikan teknik relaksasi nafas dalam.
Perawat tidak mengaji nyeri secara lengkap, namun semua pasien mendapatkan
terapi analgetic. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang gambaran tindakan keperawatan pada pasien post operasi dengan
nyeri.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengangkat kasus
dengan judul “ ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Nn. D DENGAN
NYERI AKUT DI INSTALASI BEDAH SENTRAL RSUD KLUNGKUNG
TANGGAL 19 NOVEMBER 2018”, dengan harapan semoga kasus ini nantinya
dapat bermanfaat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan

3
gangguan nyeri akut sehingga mampu meningkatkan kualitas perawatan pasien
dengan nyeri akut di rumah sakit.

1.2 TUJUAN PENULISAN


1. Tujuan Umum
a. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien post tonsilektomi..

2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menerapkan pendekatan proses keperawatan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan dengan berpikir kritis.
b. Mahasiswa mampu menyusun pengkajian asuhan keperawatan pada
pasien post tonsilektomi.
c. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa keperawatan asuhan
keperawatan pada pasien post tonsilektomi.
d. Mahasiswa mampu menyusun intervensi asuhan keperawatan pada
pasien post tonsilektomi.
e. Mahasiswa mampu menyusun implementasi asuhan keperawatan pada
pasien post tonsilektomi.
f. Mahasiswa mampu mengidentifikasi evaluasi asuhan keperawatan pada
pasien post tonsilektomi

1.3 METODE PENULISAN


Metode yang penulis gunakan dalam laporan ini adalah diskriptif yaitu
penulis mengadakan pengamatan langsung pada kenyataan obyek dan
pariwisata yang sedang berlangsung.
Adapun pelaksanaan tersebut melalui teknik:
1. Wawancara
Yaitu dengan mengadakan anamnesa langsung kepada klien dalam rangka
pengumpulan data yang nantinya akan digunakan untuk membuat suatu
asuhan keperawatan.
2. Observasi

4
Yaitu mengadakan pengamatan langsung kepada klien selama di rumah
sakit.
3. Pemeriksaan Fisik
Yaitu mengadakan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan dan
mengumpulkan data objektif yang berkaitan dengan kondisi yang dialami
klien.
4. Studi dokumentasi
Mempelajari data-data patokan medik yang berhubungan dengan klien.
5. Studi Literatur
Yaitu mempelajari buku-buku makalah yang ada hubungannya dengan studi
kasus ini.

1.4 SISTEMATIKA PENULISAN


Adapun sistematika penulisan laporan makalah keperawatan dasar ini
dibagi dalam lima bab , antara lain :
1. BAB I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan penulisan,
metode penulisan dan sistematika penulisan.
2. BAB II : Tinjauan teori terdiri dari tinjauan teori kasus, tinjauan teori
asuhan keperawatan kasus.
3. BAB III : Tinjauan kasus terdiri dari pengkajian keperawatan, diagnosa
keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan
evaluasi.
4. BAB IV : Pembahasan yang akan membahas kesenjangan yang terjadi
antara BAB II dimana membahas tentang tinjauan teori dan BAB III
membahas tentang tinjauan kasus yang ditemukan diruangan : kesenjangan
yang ditemukan, mengapa kesenjangan terjadi dan solusi untuk mengatasi
kesenjangan yang terjadi.
5. BAB V : Penutup yang terdiri atas simpulan dan saran

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 TINJAUAN TEORI KASUS


A. Masalah Keperawatan
Pasien mengalami nyeri akut

B. PENGERTIAN
1. PENGERTIAN TONSILITIS
Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau
amandel (Reeves, Roux, Lockhart, 2001). Tonsilitis adalah peradangan tonsil
palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri
atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu : tonsil
faringeal (adenoid), tonsil palatina (tosil faucial), tonsil lingual (tosil pangkal
lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring /Gerlach’s tonsil )
(Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk, 2007).
Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococcus
beta hemolyticus, streptococcus viridans dan streptococcus pyogenes, dapat juga
disebabkan oleh virus (Mansjoer,2000).
Tonsilektomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan mengambil atau
mengangkat tonsil untuk mencegah infeksi selanjutnya (Shelov, 2004).

2. KLASIFIKASI
Macam-macam tonsillitis menurut Imam Megantara (2006)
1. Tonsillitis akut
Disebabkan oleh streptococcus pada hemoliticus, streptococcus viridians,
dan streptococcus piogynes, dapat juga disebabkan oleh virus
2. Tonsilitis falikularis
Tonsil membengkak dan hiperemis, permukaannya diliputi eksudat diliputi
bercak putih yang mengisi kipti tonsil yang disebut detritus. Detritus ini

6
terdapat leukosit, epitel yang terlepas akibat peradangan dan sisa-sisa
makanan yang tersangkut.
3. Tonsilitis Lakunaris
Bila bercak yang berdekatan bersatu dan mengisi lacuna (lekuk-lekuk)
permukaan tonsil.
4. Tonsilitis Membranosa (Septis sore Throat)
Bila eksudat yang menutupi permukaan tonsil yang membengkak tersebut
menyerupai membrane. Membran ini biasanya mudah diangkat atau
dibuang dan berwarna putih kekuning-kuningan.
5. Tonsilitis Kronik
Tonsillitis yang berluang, faktor predisposisi : rangsangan kronik (rokok,
makanan) pengaruh cuaca, pengobatan radang akut yang tidak adekuat dan
hygiene mulut yang buruk.

3. ANATOMI FISIOLOGI
Amandel atau tonsil merupakan kumpulan jaringan limfoid yang banyak
mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Tonsil
terletak pada kerongkongan di belakang kedua ujung lipatan belakang mulut. Ia
juga bagian dari struktur yang disebut Ring of Waldeyer (cincin waldeyer).
Kedua tonsil terdiri juga atas jaringan limfe, letaknya di antara lengkung langit-
langit dan mendapat persediaan limfosit yang melimpah di dalam cairan yang
ada pada permukaan dalam sel-sel tonsil.

7
Gambar 1
Anatomi Tonsil (Pearce,2006 )

Tonsil terdiri atas:


1. Tonsil fariengalis, agak menonjol keluar dari atas faring dan terletak di
belakang koana
2. Tonsil palatina, dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.
3. Tonsil linguais, epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk

Tonsil berfungsi mencegah agar infeksi tidak menyebar ke seluruh tubuh


dengan cara menahan kuman memasuki tubuh melalui mulut,hidung, dan
kerongkongan, oleh karena itu tidak jarang tonsil mengalami peradangan.
Peradangan pada tonsil disebut dengan tonsilitis, penyakit ini merupakan salah
satu gangguan Telinga Hidung & Tenggorokan (THT). Kuman yang dimakan
oleh imunitas seluler tonsil dan adenoid terkadang tidak mati dan tetap bersarang
disana serta menyebabkan infeksi amandel yang kronis dan berulang
(Tonsilitiskronis). Infeksi yang berulang ini akan menyebabkan tonsil dan
adenoid bekerja terus dengan memproduksi sel-sel imun yang banyak sehingga
ukuran tonsil dan adenoid akan membesar dengan cepat melebihi ukuran yang
normal. (Pearce,2006 ; Syaifuddin, 2006).

8
4. ETIOLOGI
Penyebab tonsilitis menurut (Firman S, 2006) dan (Soepardi, Effiaty
Arsyad,dkk, 2007) adalah infeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus,
Streptococcus viridans, dan Streptococcus pyogenes. Dapat juga disebabkan
oleh infeksi virus.

5. PATOFISIOLOGI
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Amandel atau
tonsil berperan sebagai filter, menyelimuti organisme yang berbahaya
tersebut. Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibody terhadap
infeksi yang akan datang akan tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan
menahan infeksi atau virus.
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan
limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang
dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak
pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus
merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis
akut dengan detritus disebut tonsillitis falikularis, bila bercak detritus
berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakunaris. Tonsilitis dimulai
dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya
mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti makan. Tonsilitis
dapat menyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah
bening melemah didalam daerah sub mandibuler, sakit pada sendi dan otot,
kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga.
Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan, belakang
tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut
biasanya berakhir setelah 72 jam.
Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu
(Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses
radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga
pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini

9
akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan
diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya
timbul perlengketan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses
ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula. (Reeves, Roux,
Lockhart, 2001).

10
6. PATHWAY TONSILITIS

Tonsilitis berulang

Epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis

Proses penyembuhan limfoid

Tonsolitis kronik

Hipertropi Mengkerut dan hiperemesis

Pelebaran kripta Timbul lekukan

Tonsil membesar dan Tonsil tetap kecil


Pengangkatan jaringan
Tonsilektomi
Adenopati reginal
Nyeri Luka insisi Kesulitan bicara
Nyeri menelan
Resiko infeksi Resiko perdarahan

Input cairan < resti Input nutrisi Gangguan rasa


perubahan volume cairan resti perubahan nutrisi nyaman , nyeri
kurang dari kebutuhan kurang dari kebutuhan

Kerusakan
Komunikasi Verbal

11
7. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala Tonsilitis menurut (Smeltzer & Bare, 2000) ialah sakit
tenggorokan, demam, ngorok, dan kesulitan menelan. Sedangkan menurut
Effiaty Arsyad Soepardi,dkk (2007) tanda dan gejala yang timbul yaitu nyeri
tenggorok, tidak nafsu makan, nyeri menelan, kadang-kadang disertai
otalgia, demam tinggi, serta pembesaran kelenjar submandibuler dan nyeri
tekan.

8. KOMPLIKASI
Komplikasi tonsilitis akut dan kronik yaitu :
1. Abses pertonsil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses
ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh
streptococcus group A ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).
2. Otitis media akut
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius
(eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah
pada ruptur spontan gendang telinga ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).
3. Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam
sel-sel mastoid ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).
4. Laringitis
Merupakan proses peradangan dari membran mukosa yang membentuk
larynx. Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang disebabkan bisa
karena virus, bakter, lingkungan, maupunmkarena alergi (Reeves, Roux,
Lockhart, 2001).
5. Sinusitis
Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satua atau
lebih dari sinus paranasal. Sinus adalah merupakan suatu rongga atau
ruangan berisi udara dari dinding yang terdiri dari membran mukosa.

12
6. Rhinitis
Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal dan
nasopharynx ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).

9. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien tonsilitis menurut ( Mansjoer, 2000) yaitu :
1. Penatalaksanaan tonsilitis akut
a. Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat
kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan
eritromisin atau klindomisin.
b. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid
untuk mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.
c. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari
komplikasi kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan
tenggorok 3x negatif.
d. Pemberian antipiretik.

2. Penatalaksanaan tonsilitis kronik


a. Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.
b. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi
konservatif tidak berhasil.

The American Academy of Otolaryngology – Head and Neck Surgery Clinical


Indikators Compendium tahun 1995 menetapkan indikasi dilakukannya
tonsilektomi yaitu:
1) Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah
mendapatkan terapi yang adekuat
2) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan
menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial
3) Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan
jalan nafas, sleep apnea, gangguan menelan, dan gangguan bicara.

13
4) Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil,
yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan.
5) Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan
6) Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A Sterptococcus
β hemoliticus
7) Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
8) Otitis media efusa / otitis media supurataif (Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk.
2007)

Tonsilektomi menurut ( Nettina, 2006 ) yaitu:


1. Perawatan pra Operasi :
a. Lakukan pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorok secara
seksama dan dapatkan kultur yang diperlukan untuk menentukan
ada tidak dan sumber infeksi.
b. Ambil spesimen darah untuk pemeriksaan praoperasi untuk
menentukan adanya resiko perdarahan : waktu pembekuan,
pulasan trombosit, masa protrombin, masa tromboplastin
parsial.
c. Lakukan pengkajian praoperasi :
Perdarahan pada anak atau keluarga, kaji status hidrasi, siapkan anak
secara khusus untuk menghadapi apa yang diharapkan pada masa
pascaoperasi, gunakan teknik- teknik yang sesuai dengan tingkat
perkembangan anak ( buku, boneka, gambar ), bicaralah pada anak
tentang hal- hal baru yang akan dilihat di kamar operasi, dan jelaskan jika
terdapat konsep-konsep yang salah, bantu orang tua menyiapkan anak
mereka dengan membicarakan istilah yang umum terlebih dahulu
mengenai pembedahan dan berkembang ke informasi yang lebih spesifik,
yakinkan orang tua bahwa tingkat komplikasi rendah dan masa
pemulihan biasanya cepat, anjurkan orang tua untuk tetap bersama
anak dan membantu memberikan perawatan.

14
2. Perawatan pascaoperasi :
a. Kaji nyeri dengan sering dan berikan analgesik sesuai indikasi.
b. Kaji dengan sering adanya tanda-tanda perdarahan pascaoperasi
c. Siapkan alat pengisap dan alat-alat nasal packing untuk berjaga-jaga
seandainya terjadi kedaruratan.
d. Pada saat masih berada dalam pengaruh anestesi, beri posisi telungkup
atau semi telungkup dengan kepala dimiringkan kesamping untuk
mencegah aspirasi
e. Biarkan pasien memperoleh posisi yang nyaman sendiri setelah ia sadar
(orangtua boleh menggendong anak)
f. Pada awalnya pasien dapat mengalami muntah darah lama. Jika
diperlukan pengisapan, hindari trauma pada orofaring.
g. Ingatkan pasien untuk tidak batuk atau membersihkan tenggorok kecuali
jika perlu.
h. Berikan asupan cairan yang adekuat; beri es batu 1 sampai 2 jam
setelah sadar dari anestesi. Saat muntah susah berhenti, berikan air jernih
dengan hati-hati.
i. Tawarkan jus jeruk dingin disaring karena cairan itulah yang paling baik
ditoleransi pada saat ini, kemudian berikan es loli dan air dingin selama 12
sampai 24 jam pertama.
j. Ada beberapa kontroversi yang berkaitan dengan pmberian susu dan es
krim pada malam pembedahan : dapat menenangkan dan mengurangi
pembengkakan, tetapi dapat meningkatkan produksi mukus yang
menyebabkan anak lebih sering membersihkan tenggorokanya,
meningkatkan resiko perdarahan.
k. Berikan collar es pada leher, jika didinginkan. (lepas collar es tersebut,
jika pasien menjadi gelisah ).
l. Bilas mulut pasien dengan air dingin atau larutan alkalin.
m. Jaga agar anak dan lingkungan sekitar bebas dari drainase bernoda
darah untuk membantu menurunkan kecemasan.

15
2.2 TINJAUAN TEORI ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
A. Pengkajian Fokus
1. Fokus pengkajian
a. Wawancara
1) Kaji adanya riwayat penyakit sebelumnya (tonsillitis)
2) Apakah pengobatan adekuat
3) Kapan gejala itu muncul
4) Bagaimana pola makannya
5) Apakah rutin / rajin membersihkan mulut
b. Pemeriksaan fisik
1) Intergritas Ego
Gejala : Perasaan takut, khawatir
Tanda : ansietas, depresi, menolak.
2) Makanan / Cairan
Gejala : Kesulitan menelan
Tanda : Kesulitan menelan, mudah terdesak,
inflamasi
3) Hygiene
Tanda : kebersihan gigi dan mulut buruk
4) Nyeri / Keamanan
Tanda : Gelisah, perilaku berhati-bati
Gejala : Sakit tenggorokan kronis, penyebaran
nyeri ke telinga

5) Pernapasan
Gejala : Riwayat menghisap asap rokok (mungkin
ada anggota keluarga yang merokok ), tinggal di
tempat yang berdebu

16
2. Pemeriksaan penunjang
a. Tes Laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang
ada dalam tubuh pasien dengan tonsilitis merupakan bakteri grup A,
kemudian pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenisnya, serta laju
endap darah. Persiapan pemeriksaan yang perlu sebelum tonsilektomi
adalah :
1) Rutin : Hemoglobine, lekosit, urine.
2) Reaksi alergi, gangguan perdarahan, pembekuan.
3) Pemeriksaan lain atas indikasi (Rongten foto, EKG, gula darah,
elektrolit, dan sebagainya.
b. Kultur
Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.
c. Terapi
Dengan menggunakan antibiotik spectrum lebar dan sulfonamide,
antipiretik, dan obat kumur yang mengandung desinfektan. (Soetomo, 2004)

B. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operasi
a. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake tidak adekuat.
b. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon inflamasi.
c. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan akan
dilakukannya tonsilektomi.
2. Post Operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas jaringan.
b. Resiko tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan sekret.
c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya
perdarahan
d. Resiko infeksi berhubungan dengan pemajanan mikroorganisme.

17
C. Intervensi Keperawatan
1. Pre Operasi
a. Dx 1 : Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia. Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil : kebutuhan nutrisi pasien adekuat, tidak ada tanda malnutrisi,
mampu menghabiskan makanan sesuai porsi yang diberikan
Intervensi :
1) Awasi masukan dan berat badan sesuai indikasi
Rasional : Memberikan informasi sehubungan dengan kebutuhan
nutrisi dan keefektifan terapi
2) Auskultasi bunyi usus
Rasional : Makanan hanya dimulai setelah bunyi usus membaik
3) Mulai dengan makanan kecil dan tingkatkan sesuai toleransi
Rasional : Kandungan makanan dapat mengakibatkan
ketidaktoleransian, memerlukan perubahan pada kecepatan
4) Berikan diet nutrisi seimbang ( makanan cair atau halus ) atau makanan
selang sesuai indikasi
Rasional : mempertahankan nutrisi yang seimbang

b. Dx 2 : Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon inflamasi


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh
normal, Kriteria hasil : suhu tubuh normal ( 36ºC-37ºC ) tubuh tidak
terasa panas,pasien tidak gelisah.
Intervensi :
1) Pantau suhu tubuh pasien, perhatikan menggigil atau diaphoresis.
Rasional : suhu 38,1°C-41,1°C menunjukan infeksius
2) Pantau suhu lingkungan, batasi/ tambahan linen tempat tidur sesuai
indikasi
Rasional : Suhu ruangan harus diubah untuk mempertahankan suhu
mendekati normal
3) Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol

18
Rasional : Dapat membantu menurunkan suhu tubuh
4) Berikan antipiretik
Rasional : obat antipiretik sebagai obat penurun demam

c. Dx 3: Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan akan


dilakukanya tonsilektomi. Tujuan : cemas berkurang atau hilang. Kriteria
hasil : kecemasan berkurang, pasien tampak tenang. Intervensi :
1) Jelaskan prosedur bedah kepada anak dan orang tua dengan
menggunakan bahasa yang sederhana.
Rasional : informasi yang demikian dapat mengurangi rasa takut dan
kecemasan dengan mempersiapkan anak dan orang tua.
2) Jelaskan bahwa tergantung waktu pembedahan, anak mungkin
tidak diberi makan atau minum setelah tengah malam pada hari
pembedahan dilakukan untuk mencegah anak muntah dan aspirasi
selama pembedahan.
Rasional : anak mungkin terjadi takut jika ia tidak memperoleh
makanan atau minuman sepanjang malam, atau pagi hari sebelum
pembedahan.
3) Jelaskan kepada orang tua bahwa pembedahan mungkin tidak
dilakukan jika anak memiliki tanda dan gejala infeksi akut, termasuk
peningkatan suhu, hidung terdapat sekret, dan nyeri pada telinga pada
hari pembedahan.
Rasional : pembedahan tidak dapat dilakukan dalam kondisi ini,
sehubungan dengan risiko septikemia atau infeksi meluas.
4) Beri tahu orang tua tentang kemungkinan lama pembedahan dan
tempat mereka menungggu selama prosedur dan periode
pemulihan.
Rasional : tidak mengetahui berapa lama pembedahan berlangsung
dapat membuat orang tua cemas selama pembedahan.
5) Jelaskan kepada anak dan orang tua tentang kemungkinan kondisi
pasca operasi

19
Rasional : memahami apa yang akan terjadi setelah prosedur, dapat
mengurangi rasa cemas

2. Post Operasi
a. Dx 1 : Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah,
diskontinuitas jaringan. Tujuan : tidak ada masalah tentang nyeri , nyeri
dapat hilang atau berkurang. Kriteria hasil : Melaporkan nyeri berkurang,
ekspresi wajah tampak rileks.
Intervensi :
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
Rasional : sebagai dasar penentuan intervensi berikutnya
2) Ajarkan teknik non farmakologi dengan distraksi / latihan nafas
dalam.
Rasional : teknik distraksi/latihan nafas dalam dapat mengurangi
nyeri
3) Tingkatkan istirahat pasien
Rasional : istirahat dapat melupakan dari rasa nyeri
4) Anjurkan klien untuk mengurangi nyeri dengan: Minum air dingin atau
es, Hindarkan makanan panas, pedas, keras dan melakukan teknik
relaksasi
Rasional : tindakan non analgesik diberikan dengan cara alternatif
untuk mengurangi nyeri dan menghilangkan ketidaknyamanan
5) Ciptakan lingkungan tenang dan nyaman
Rasional : menurunkan sterss dan rangsangan
berlebihan, meningkatkan istirahat

b. Dx 2 : Resiko tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan


penumpukan secret Tujuan : jalan nafas efektif. Kriteria hasil : setelah
dilakukan tindakan keperawatan, resiko ketidakefektifan jalan nafas dapat
teratasi ditandai dengan tidak adanya secret.

20
Intervensi :
1) Pantau irama / frekuensi irama pernafasan
Rasional : pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi
memanjang dibanding inspirasi
2) Auskultasi bunyi nafas, cata adanya bunyi nafas, misalnya mengi,
krekles, atau ronkhi
Rasional : bunyi nafas krekles dan ronkhi terdengar pada inspirasi dan
atau ekspirasi pada respon terhadap pegumpulan secret
3) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian
kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur
Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi
pernafasan
4) Dorong pasien untuk mengeluarkan lendir secara perlahan Rasional :
membersihkan jalan nafas dan membantu mencegah komplikasi
pernafasan

c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan


yang berlebihan. Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi. Kriteria hasil :
setelah dilakukan tindakan keperawatan resiko kekurangan volume cairan
dapat teratasi ditandai dengan tanda vital stabil, membran mukosa lembab,
turgor kulit baik, kapiler refill cepat.
Intervensi :
1) Kaji / ukur dan catat jumlah perdarahan
Rasional : potensi kekurangan cairan, khususnya jika tidak ada
tambahan cairan
2) Awasi tanda-tanda vital
Rasional : perubahan tekanan darah, nadi dapat digunakan untuk
perkiraan kehilangan darah
3) Catat respon fisiologis individual pasien terhadap perdarahan, misalnya
perubahan mental, kelemahan, gelisah, ansietas, pucat, berkeringat,
peningkatan suhu.

21
Rasional : simtomatologi dapat berguna dalam mengukur berat badan
atau lamanya episode perdarahan
4) Awasi batuk dan bicara karena akan mengiritasi luka dan menambah
perdarahan
Rasional : aktifitas batuk dan bicara meningkatkan tekana intra
abdomen dan dapat mencetuskan perdarahan langit- langit.

d. Resiko infeksi berhubungan dengan pemajanan mikroorganisme.


Tujuan : menyatakan pemahaman penyebab atau fakto resiko individu
Kriteria hasil : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau
menurunkan resiko infeksi, tidak ada tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vital
normal.
Intervensi :
1) Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : Jika ada peningkatan suhu tubuh kemungkinan infeksi
2) Lakukan perawatan luka aseptik dan lakukan pencucian tangan
yang baik.
Rasional : Mencegah risiko infeksi
3) Lakukan perawatan terhadap prosedur invasive.
Rasional : Mengurangi infeksi nosocomial
4) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
Rasional : Mencegah perkembangan mikroorganisme pathogen

22
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Nn.D


DENGAN NYERI AKUT PADA PASIEN POST OPERASI TONSILITIS
DI RUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL
RSUD KLUNGKUNG
TANGGAL 19 NOVEMBER 2018

A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS
PASIEN
Nama : Nn. D
Umur : 21 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pelajar
Status perkawinan : Belum Menikah
Agama : Hindu
Suku : Indonesia
Alamat : Asrama Kodim
Tanggal masuk : 18 November 2018
Tanggal pengkajian : 19 November 2018
Sumber informasi : Pasien dan Rekam Medis

PENANGGUNG
Nama penanggung jawab : Ny. S
Hub dgn pasien : Ibu

23
2. STATUS KESEHATAN
a. Status Kesehatan Saat Ini
 Keluhan utama :
- Keluhan saat MRS : Pasien mengatakan nyeri
saat menelan
- Keluhan saat pengkajian: Pasien mengatakan merasa nyeri
pada tenggorokan pasca operasi, nyeri yang dirasakan seperti
tertusuk-tusuk, dirasakan terus menerus, skala nyeri yang
dirasakan 5, pasien tampak gelisah, tampak meringis.
 Alasan masuk Rumah Sakit dan perjalanan Penyakit saat ini
Pasien mengatakan sudah lama mengalami nyeri pada bagian
tenggorokan. Pada tanggal 18 November 2018 pasien memutuskan
untuk pergi ke RSUD Klungkung. Setelah pasien tiba di poli RSUD
Klungkung pada tanggal 18 November 2018 pukul 19.30 WITA.
dan hasil TTV , TD : 110/70 mmHg, N : 80 x/menit, S : 36,2 o C ,
RR : 20 x/menit. Dari hasil pemeriksaan diagnostic, pasien
didiagnosa oleh doktedengan diagnosa medis Tonsilitis Kronis. Dari
hasil pengkajian yang dilakukan tanggal 19 November 2018 pukul
11.00 WITA di dapatkan data pasien mengeluh nyeri pada
tenggorokan, pasien tampak gelisah, dan tampak meringis nyeri. P :
Nyeri pada tenggorokan, Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk, R : Nyeri
dibagian tenggorokan, S : Skala nyeri 5, T : nyeri dirasakan saat
menelan, nyeri dirasakan terus menerus. Dari hasil pemeriksaan
TTV, TD : 130/80 mmHg, N : 100 x/menit, S : 36oC, RR : 20
x/menit, di Ruang IBS pasien mendapat therapy :
IVFD RL 20 tpm,
Atropine @ 1 vial
Ketorolac @ 1 ampul
Ranitidine @ 1 ampul
Ondasentron @ 1 ampul
Cefotaxime @ 1 vial

24
 Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Pasien mengatakan sebelumnya sudah pernah berobat kedokter
tetapi nyeri yang dirasakan tidak hilang.
b. Status Kesehatan Masa Lalu
 Penyakit yang pernah dialami
Pasien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit seperti ini
sebelumnya.
 Pernah dirawat
Pasien mengatakan belum pernah dirawat di rumah sakit
sebelumnya.
 Alergi
Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi terhadap
makanan maupun obat-obatan.
 Kebiasaan : (merokok/kopi/ alkohol/lain-lain yang merugikan
kesehatan)
Pasien mengatakan tidak mempunyai kebiasaan seperti merokok,
minum kopi, ataupun alkohol dan lain-lain.

c. Riwayat Penyakit Keluarga :


Pasien mengatakan tidak memiliki penyakit keturunan seperti
hipertensi, DM, dan lain-lain
d. Diagnosa Medis dan therapy
 Diagnosa Medis : Tonsilitis Kronis
 Therapy :
IVFD RL 20 tpm
Atropine @ 1 vial
Ketorolac @ 1 ampul
Ranitidine @ 1 ampul
Ondasentron @ 1 ampul
Cefotaxime @ 1 vial

25
3. POLA FUNGSI KESEHATAN (11 Pola Fungsional Gordon)
a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Pasien mengatakan jika sakit pergi ke dokter.
b. Pola Nutrisi/metabolic
Sebelum MRS : Pasien mengatakan makan 3x sehari dengan nasi, lauk
dan sayuran.
Saat pengkajian : Pasien mengatakan masih puasa untuk persiapan
operasi.
c. Pola eliminasi
Sebelum MRS : Pasien mengatakan BAK 4-5x sehari dan BAB 1x
sehari.
Saat pengkajian : Pasien mengatakan belum BAB sejak kemarin, BAK
1x dari pagi.
d. Pola aktivitas dan latihan
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum 
Mandi 
Toileting 
Berpakaian 
Mobilisasi di tempat tidur 
Berpindah 
Ambulasi ROM 
0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan
alat, 4: tergantung total.
Okigenasi: pasien mengatakan tidak sesak dan tampak tidak terpasang
oksigen, RR : 20 x/menit
e. Pola tidur dan istirahat
Sebelum MRS : Pasien mengatakan tidur selama 7-8 jam, tidak terjaga.
Saat pengkajian : Pasien mengatakan tidur dengan nyenyak, tidur
selama 6-7 jam.

26
f. Pola kognitif-perseptual
Pasien tampak dalam kondisi yang sadar, dapat berkomunikasi dengan
baik dapat melihat dan mendengar secara normal.
g. Pola persepsi diri/konsep diri
Pasien mengatakan sabar dan berpasrah diri dengan Tuhan dan yakin
bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya.
h. Pola seksual dan reproduksi
Tidak terkaji
i. Pola peran-hubungan
Pasien berperan sebagai anak dari orangtuanya, hubungan pasien
dengan keluarga baik-baik saja tidak mengalami masalah.
j. Pola manajemen koping stress
Pasien mengatakan apabila pasien ada masalah maka pasien akan
bercerita dengan keluarga.
k. Pola keyakinan-nilai
Sebelum MRS : Pasien mengatakan beragama hindu dan biasa
sembahyang 2x sehari.
Saat pengkajian : Pasien mengatakan hanya berdoa ditempat tidur.

4. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum : Baik
Tingkat kesadaran : komposmentis
GCS : verbal :5 psikomotor : 6 mata:4
b. Tanda-tanda vital : Nadi : 100 x/menit Temp: 36 0 C RR : 20x/menit TD
:130/80 mmHg
c. Keadaan fisik (IPPA)
1) Kepala dan leher
I : Normochepalis, muka simetris, warna rambut hitam, tidak ada
pembesaran kelenjar limfe pada leher
P : Tidak terdapat lesi, luka/bengkak baik pada leher/kepala

27
2) Dada
 Paru
I : Bentuk dada normal (diameter anterior-posterior transversal
1:2) ekspansi simetris frekuensi nafas teratur, tidak ada otot
bantu pernafasan.
P : Tidak ada nyeri tekan
P : Suara paru sonor
A : Suara nafas vesikuler, ronchi-/- wheezing -/-
 Jantung
I : Batas jantung kiri ICS 2 sternal kiri dan ICS 4 sternal kiri, batas
kanan ICS 2 sternal kanan dan ICS 5 mid axilla kanan
P : Ictus kordis teraba
P : Suara jantung dullness
A : Bunyi S1/S2 tunggal, gallot (-), murmur (-)
3) Payudara dan ketiak
I : Bentuk payudara simetris, tidak terdapat perbedaan ukuran
mamae, aerola dan papila mamae tidak ada lesi, luka/benjolan,
pada ketiak tidak ada infeksi, ulkus/benjolan
P :Tidak terdapat adanya nodul/ pengeluaran discharge pada papila
mamae
4) Abdomen
I : Bentuk perut normal
P : Terdengar suara tympany
P : Tidak terdapat nyeri tekan
A : Suara peristaltik usus 15xmenit (15-30)
5) Genetalia
I : Tidak tampak terpasang kateter.
6) Integumen
I : Warna kulit sawo matang, tidak ada perubahan pigmentasi, tidak
terdapat lesi dan ruam kulit.

28
P : Tekstur kulit halus, akral teraba dingin, turgor kulit baik ,tidak
ada edema
7) Ekremitas
 Atas
I : Terdapat tangan kanan terpasang infus
P : Kedua ekremitas atas tidak ada benjolan nyeri tekan/luka CRT<
2 detik
 Bawah
I : Kedua ekremitas bawah tidak terdapat nyeri tekan/benjolan,
lesi/luka dan jari-jari lengkap

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Data laboratorium yang berhubungan
PARAMETER HASIL SATUAN NILAI NORMAL

WBC 4.67 [10ˆ3/uL] 4.60-10.2

NEUT 2.29 [10ˆ3/uL] 2.00-6.00

LYMPH 1.88 [10ˆ3/uL] 0.60-5.20

MONO 0.38 [10ˆ3/uL] 0.10--0.60

EO 0.11 [10ˆ3/uL] 0.00-0.40

BASO 0.01 [10ˆ3/uL] 0.00-0.10

NEUT% 49.0 [%] 40.0-70.0

LYMPH% 40.3 [%] 20.0-40.0

MONO% 8.1 [%] 1.70-9.30

EO% 2.4 [%] 0.00-6.00

BASO% 0.2 [%] 0.00-1.00

29
WBC 4.80 [10ˆ6/uL] 3.80-6.50

HGB 13.0 [g/dL] 11.5-18.0

HCT 39.7 [fL] 37.0-54.0

MCV 82.7 [pg] 80.0-100

MCH 27.1 [g/dl] 27.0-32.0

MCHC 32.7 [fl] 31.0-36.0

RDW-SD 43.2 [%] 37.0-54.0

RDW-CV 14.4 11.5-14.5

[10ˆ3/uL]

PLT 198 [fL] 150-400

PDW 12.9- [fL] 15.5-17.1

MPV 10.2 [%] 7.80-11.0

P-LCR 27.6 [%] 13.0-43.0

PCT 0.20 0.19-0.36

[%]

RET [10ˆ6/uL]

NET [%]

IRF [%]

LFR [%]

30
MFR [%]

HFR

[MM/Jam]

LED [Menit] 0-20

BT [Menit] 1-7

CT 3-15

Gol. Darah

31
B. ANALISA DATA
No Tanggal Data fokus Analisis Masalah
1 19 DS : Pasien mengatakan merasa nyeri Tonsilitis Nyeri akut
November pada tenggorokan pasca operasi,
2018 nyeri yang dirasakan seperti Psoses insisi
tertusuk-tusuk, dirasakan terus
menerus, skala nyeri yang Luka post operasi
dirasakan 5,
DO : Pasien tampak gelisah, tampak Nyeri akut
meringis. TD : 130/80 mmHg, N:
100 x/menit, S: 36 C, RR: 20
x/menit.

32
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
No Tanggal Dx Keperawatan Tanggal Teratasi TTD

Dx Muncul

1 19 Nyeri akut berhubungan dengan luka post


November operasi ditandai dengan pasien mengatakan
2018 merasa nyeri pada tenggorokan pasca
operasi, nyeri yang dirasakan seperti
tertusuk-tusuk, dirasakan terus menerus,
skala nyeri yang dirasakan 5, pasien
tampak gelisah, tampak meringis. TD :
130/80 mmHg, N: 100 x/menit, S: 36 C,
RR: 20 x/menit.

33
D. PERENCANAN
Hari/Tanggal No Tujuan Intervensi Rasional
Dx (NOC) (NIC)
Senin, 19 1 Setelah diberikan asuhan 1. Kaji karakteristik 1. Mengetahui tingkat
November keperawatan selama 1 x nyeri dari pasien nyeri yang dirasakan
2018 30 menit diharapkan termasuk lokasi dan pasien
nyeri berkurang dengan intensitas lamanya,
kriteria evaluasi : kualitas (dangkal atau
1 Nyeri berkurang menyebar ) dan
dengan skala 1-3 penyebaran
2 Ekspresi wajah tenang 2. Monitor tanda-tanda 2. Dapat mengidentifikasi
3 Pasien tidak gelisah vital, perhatikan rasa sakit dan
4 Tanda-tanda vital (TD takikardia, hipertensi, ketidaknyamanan
: 120/80 mmHg, N : dan peningkatan
60-100 x/menit, R : pernafasan
16-20 x/menit) 3. Anjurkan pasien 3. Membantu pasien
5 Klien dapat istirahat melakukan teknik menjadi rileks,
dan tidur normal relaksasi misalnya : menurunkan rasa nyeri,
sesuai dengan nafas dalam perlahan serta mampu
usianya. perilaku distraksi mengalihkan perhatian
pasien dari nyeri yang
dirasakan
4. Beri posisi yang 4. Mengurangi rasa sakit,
nyaman untuk pasien meningkatkan sirkulasi,
posisi semifowler dapat
mengurangi tekanan
dorsal
5. Beri Health 5. Pasien mengerti
Education (HE) tentang nyeri yang
tentang nyeri dirasakan dan
menghindari hal-hal

34
yang dapat
memperparah nyeri
6. Kolaborasi dalam 6. Menekan sususnan
pemberian terapi saraf pusat pada
analgesik thalamus dan korteks
serebri sehingga dapat
mengurangi rasa
sakit/nyeri.

35
E. IMPLEMENTASI
No Evaluasi Formatif
Hari/Tgl Jam Tindakan Keperawata TTD
Dx
Senin, 19 12.00 1 1. Mengkaji karakteristik nyeri DS :
November dari pasien termasuk lokasi dan P: Pasien mengatakan nyeri yang
2018 intensitas lamanya, kualitas dirasakan akibat dari operasi Dayu
(dangkal atau menyebar ) dan tonsilitis yang dijalani Dan
penyebaran Q: Pasien mengatakan nyeri yang Irma
dirasakan seperti tertusuk-tusuk
R: Pasien mengatakan nyeri yng
dirasakan di daerah tenggorokan
S: Pasien mengatakan nyeri yang
dirasakan berskala 5
T: Pasien mengatakan nyeri
dirasakan terus-menerus
O:
- Pasien tampak meringis
- Pasien tampak sesekali
memegangi tenggorokan

12.10 1 2. Memberikan health education S:


tentang penyebab nyeri - Pasien mengatakan mengerti Putri
dengan penjelasan yang
diberikan oleh perawat
O:
- Pasien tampak kooperatif

S:
12.15 1 3. Memberikan posisi semi fowler - Pasien mengatakan merasa Arya
pada pasien nyaman dengan posisi yang
diberikan perawat

36
O:
- Pasien tampak nyaman
dengan posisi yang diberikan

12.20 1 4. Mengajarkan teknik relaksasi S:


nafas dalam - Pasien mengatakan mengerti Novita
dengan teknik yang diajarkan
oleh perawat
O:
- Pasien tampak mampu
mengulang teknik relaksasi
nafas dalam secara mandiri
dengan didampingi oleh
perawat

12.30 1 5. Memonitor tanda-tanda vital S:- Linda


pasien O:
- TD:130/90 mmHg
- Nadi: 92x/mnt
- Suhu :35,6 0 C
- RR :22x/mnt

37
F. EVALUASI
No Hari/Tgl Jam No. Dx Evaluasi Ttd

1 Sabtu, 22 12.30 1 S:
September WITA  P: Pasien mengatakan nyeri
2018 yang dirasakan akibat dari
operasi tonsilitis yang
dijalani
 Q: Pasien mengatakan nyeri
yang dirasakan seperti
tertusuk-tusuk
 R: Pasien mengatakan nyeri
yng dirasakan di daerah
tenggorokan
 S: Pasien mengatakan nyeri
yang dirasakan berskala 5
 T: Pasien mengatakan nyeri
dirasakan terus-menerus
O:
- Pasien tampak meringis
- Pasien tampak sesekali
memegangi tenggorokan
- Hasil TTV, TD : 130/90 mmHg,
N : 92x/menit, S : 35,60 C, RR :
22x/menit.
A: Tujuan no 1,Masalah belum
teratasi
P : Lanjutan intervensi .

38
Lembar Pengesahan

Klungkung, 23 November 2018

Mengetahui,
Clinical Instructure/CI Kelompok

(...................................................) ( Kelompok IV )
NIP. NIM.

Mengetahui,
Pembimbing Akademik

(..................................................................)
NIP

39
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini menguraikan kesenjangan yang ada pada teori dengan
kenyataaan yang terjadi kasus,argumentasi atas kesenjangan yang terjadi dan solusi
atau pemecahan yang diambil untuk mengatasi masalah yang terjadi saat
memberikan asuhan keperawatan pada Nn.D dengan gangguan kebutuhan rasa
aman dan nyaman nyeri pembahasan ini meliputi , keseluruhan langkah-langkah
dalam proses keperawatan yang dimulai dari pengkajian, perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi.
4.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan yang
dilaksanakan pada pasien melalui beberapa teknik yaitu
wawancara,observasi,pemeriksaan fisik. Menurut teori, tanda dan gejala yang
muncul pada pasien dengan gangguan kebutuhan rasa aman dan nyaman nyeri
yaitu pasien mengeluh nyeri,pasien tampak meringis, bersikap protektif,
gelisah, sulit tidur, frekuensi nadi meningkat, pola nafas berubah, tekanan
darah meningkat, nafsu makan berubah.
Berdasarkan hasil pengkajian pola persepsi sensori pasien tidak
megalami gangguan sensori seperti penglihatan, pengecapan,penciuman,
perabaan, dan pendengaran, akan tetapi secara subyektif klien mengeluh nyeri
pada luka post operasi tonsilitis, nyeri seperti tertusuk tusuk dengan skala
nyeri 5 (rentang 0-10), nyeri hilang dan bertambah kuat ketika digerkakan.
Secara obyektif didapatkan data bahwa tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80
x/menit, suhu 36,2 o C, Respirasi 20x/menit.
Pada pola aktivitas dan latihan,klien menyampaikan bahwa selama
sakit klien tidak mengalami kesulitan melakukan pergerakan (ambulasi) dan
aktivitas lainnya Pada tahap pengkajian penulis tidak menemukan hambatan
yang berarti dikarenakan pasien dan keluarga cukup kooperatif.

40
4.2 Diagnosa Keperawatan
Pada tinjuan teori dapat dirumuskan tiga diagnosa keperawatan, yaitu
nyeri akut
1. Nyeri akut
Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan.
Berhubungan dengan :
1) Agen pencedera fisiologi (mis, inflamasi, iskemia, neoplasma)
2) Agen pencedera kimiawi (mis, terbakar, bahan kimia iritan)
3) Agen pencedera fisik (mis, abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan)
Ditandai dengan :
a. Subjektif
1. Mengeluh nyeri
b. Objektif
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis, waspada, posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur

4.3 Intervensi Keperawatan


Dalam menyusun rencana tindakan keperawatan untuk mencapai
tujuan yang sesuai dengan kriteria hasil, maka penulis membuat rencana
keperawatan berdasarkan pada tinjuan teori yang ada. Rencana tindakan
keperawatan ini akan dibuat selama 1x30 menit pada tanggal 19 November
2018. Rencana tindakan keperawatan pada kasus ini dibuat oleh penulis pada
tanggal 19 november 2018 yang akan mengacu pada penulisan rencana
tindakan keperawatan ONEC (Observasi, Nursing treatment, Education, dan

41
Colaboration) di Instalasi Bedah Setral ( IBS) RSUD Klungkung. Dalam
menyusun rencana tindakan keperawatan ini penulisan tidak mengalami
kesulitan oleh karena data rencana tindakan keperawatan yang ada pada
tinjauan teori dan tinjauan kasusu tidak jauh berbeda.

4.4 Implementasi Keperawatan


Tahap implementasi keperawatan atau tahap pelaksanaan adalah tahap
dimana penulis menerapkan tindakan-tindakan yang telah di buat pada
intervensi keperawatan sebelumnya. Implementasi keperawatan pada kasus
ini dimulai pada tanggal 19 november 2018.

4.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan suatu proses keperawatan untuk mengukur
respon pasien terhadap kefektifan pemberian tindakan keperawatan dan
kemajuan pasien terhadap tercapainya tujuan yang telah disusun. Pada kasus
Nn.D evaluasi dilakukan pada tanggal 19 november 2018 pukul 12.35 wita
dengan metode SOAP (Subjektif,Objektif,Analisa,dan Planning). Hasil
evaluasi pada Nn.D didapatkan data :
S : P : luka post operasi tonsilitis
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : Nyeri di daerah tenggorokan
S : Skala nyeri 5
T : Nyeri dirasakan setelah operasi tonsilitis, nyeri dirasakan terus
menerus
Pasien mengatakan mengerti dengan ajaran teknik relaksasi nafas
dalam yang diberikan perawat.
O : Pasien tampak meringis, Pasien tampak sesekali memegangi tenggorokan.
Hasil TTV, TD : 130/90 mmHg, N : 92x/menit, S : 35,60 C, RR :
22x/menit.
A : Tujuan no 1,2,3, 4 belum tercapai, masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi no 1,2,3

42
BAB V
PENUTUP

Setelah penulis memberikan asuhan keperawatan dasar pada pasien Nn. D


dengan nyeri akut di Instalasi Bedah Setral (IBS) di RSUD Klungkung, maka
penulis dapat mengambil suatu kesimpulan dan saran sesuai uraian dibawah ini :
5.1 Simpulan
Tonsilitis disebabkan oleh infeksi kuman golongan streptococcus atau virus
yang dapat bersifat akut atau kronis (Rukmini, 2003). Masalah kekambuhan pada
pasien tonsillitis perlu diperhatikan. Apabila tonsilitis diderita oleh anak tidak
sembuh maka akan berdampak terjadinya penurunan nafsu makan, demam, berat
badan menurun, menangis terus-menerus, nyeri waktu menelan dan terjadi
komplikasi seperti sinusitis, laringtrakeitis, otitis media, gagal nafas, serta
osteomielitis akut.
infeksi pada tonsil merupakan masalah yang cukup sering dijumpai.
Keluhan yang ditimbulkan berupa nyeri menelan, demam, otitis media, sampai
obstructive sleep apnea. Keluhan yang biasa di keluhkan oleh pasien post
tonsilektomi yaitu nyeri.Nyeri ada dua macam yaitu nyeri akut dan nyeri kronis,
nyeri yang sering terjadi pada post operasi adalah nyeri akut (Potter & Perry, 2006).
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan,
nyeri akut muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
Dalam pengkajian nyeri pasien post operasi yang digunakan perawat yaitu
mengkaji dengan instrument OPQRSTUV ( onset, proviking, quality, region,
serverity, treatment, understanding, value) (Tamsuri,2007). Pentingnya perawat
melakukan pengkajian nyeri adalah untuk menentukan tindakan selanjutnya.
Pengakjian nyeri dapat dilakukan dengan mengkaji nyeri pasien, mengobservasi
reaksi nonverbal pasien, menggunakan teknik komunikasi terapeutik , mengontrol
lingkungan pasien

43
5.2 Saran
Dalam rangka untuk meningkatkan pelayanan keperawatan pada pasien Nn.
D dengan gangguan nyeri akut di Instalasi Bedah Setral (IBS) RSUD kabupaten
Klungkung, maka penulis ingin menyampaikan saran sebagai berikut.
1. Bagi pasien
Pasien dapat mengetahui dan memahami tentang cara penanganan dan
pengobatan penyakitnya di rumah.
2. Bagi keluarga pasien
Keluarga pasien diharapkan dapat memberi dorongan, motifasi dan
berperan aktif dalam melaksanakan perawatan pada anggota keluarga
karena keluarga merupakan unit terkecil yang paling berperan dalam
kesembuhan pasien.
3. Bagi mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat memahami dan memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan konsep teori. Dapat mengetahui tentang konsep
dasar keperawatan, serta mampu memberikan asuhan keperawatan pada
pasien yang memiliki masalah pada kebutuhan dasar manusia terutama
kebutuhan dasar yang berhubungan dengan nyeri akut.
4. Bagi instansi pelayanan
Hendaknya mampu memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan
SOP yang telah ditentukan serta dapat bekerjasama dengan pasien dan dapat
memahami tentang masalah yang dialami pasien agar dapat memberikan
pelayanan kesehatan secara optimal. Untuk menunjang pelayanan yang
propesional diharapkan instansi pelayanan dapat menyediakan fasilitas
yang memadai.
5. Bagi instansi pendidikan.
Dapat memberikan bimbingan kepada mahasiswa dari segi teori maupun
keterampilan secara maksimal agar mahasiswa dapat bekerja secara efisien
dan mendiri dalam memberikan pelayanan dengan baik dan benar secara
SOP yang ada, dan dapat menjadi analitik agar hasil makalah yang didapat
menjadi lebih baik.

44
DAFTAR PUSTAKA

Evelyn C. Pearce. 2006. Anatomi Dan Fisiologi Unttuk Paramedis. Jakarta :


PT. Gramedia
Nanda International. 2015. Diagnosis Keperawatan NANDA 2015-2017.
Jakarta : EGC
Perry & Potter. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2 Edisi 4.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Rukmini, S. 2003. Buku Ajar Ilmu THT Untuk Perawat. Edisi I. Surabaya : FK
Erlangga
Rusmarjono. 2003. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT Kepala Leher Edisi
5.Jakarta : FK UI
Sakkai, Sedja Widada R; Kodrat L; Rahardjo SP. 2009. Kadar Imunoglobin A
Secretori Pada Penderita Tonsilitis Kronik Sebelum Dan Sesudah
Tonsilektomi. Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan.
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin Makasar-Indonesia
Smeltzer, S.C., Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & suddarth, Edisi 8, Jakarta: EGC
Soepardi, EA. 2003. Penatalaksanaan Penyakit Dan Pelayanan THT Edisi 3.
Jakarta : Gaya Baru
Syaifudin. 2002. Panduan Diagnosa NANDA 2005-2006 ;Ndefinisi dan
Klasifikasi. Jakarta : EGC

45
46
47

Anda mungkin juga menyukai