OLEH KELOMPOK D:
1) NI KADEK AYU ARISTA DEWI (20083110014)
2) BAGUS WAHYU PUTRA FRABOWO (20083110015)
3) NI MADE DWI SUTARIANI (20083110013)
4) GUSTI AYU PUTU SETIADEWI (20083110022)
A. LATAR BELAKANG
Apendiksitis merupakan kasus gawat darurat bedah abdomen yang
paling sering terjadi. Apendiksitis adalah peradangan yang terjadi pada
apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling
sering.Apendiks disebut juga umbai cacing.Istilah usus buntu yang selama ini
dikenal dan digunakan dimasyarakat kurang tepat, karena yang merupakan
usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang
tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum. Sampai
saat ini belum diketahui secara pasti apa fungsi apendiks sebenarnya. Organ
ini sering sekali menimbulkan masalah kesehatan (Monica, 2002).
Apendiksitis merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen
darurat, kira-kira 7% dari populasi akan mengalami apendiksitis dalam hidup
mereka dengan angka kejadian pria lebih sering dari pada wanita dan remaja
lebih sering dari pada orang dewasa (Kartika Sari, 2012).
World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa pada tahun
2014 Apendiksitis menempati urutan delepan sebagai penyebab utama
kematian di dunia dan diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi penyebab
kematian kelima di seluruh dunia. Menurut perkiraan WHO, terdapat 20 juta
orang menderita apendiksitis derajat sedang sampai dengan berat.Lebih dari 3
juta orang sakit karenaapendiksitis pada tahun 2014, sekitar 5% dari jumlah
semua secara global.(Boughman, 2011).
Di Indonesia insiden appendisitis cukup tinggi, terlihat dengan adanya
peningkatan jumlah pasien dari tahun ketahun. Berdasarkan data yang
diperoleh 2 dari (Depkes, 2016), kasus appendisitis pada tahun 2016
sebanyak 65.755 orang dan pada tahun 2017 jumlah pasien appendisitis
sebanyak 75.601 orang. Dinkes Jawa Timur menyebutkan pada tahun 2017
jumlah kasus apendisitis di Jawa Timur sebanyak 5.980 penderita dan 177
penderita diantaranya menyebabkan kematian (Dinas kesehatan, 2017).
Berdasarkan data dunia di negara-negara berkembang menurut WHO
(World Health Organization) di beberapa negara 2 berkembang memiliki
prevalensi yang tinggi seperti di negara singapura berjumlah 15% pada anak-
anak dan 16,5 % pada dewasa, Thailand 7% pada anakanak dan dewasa, dan
di negara maju seperti Amerika Serikat berjumlah 11% sedangkan di
Indonesia yang mengalami apendisitis sebanyak 32% dari jumlah populasi di
Indonesia (Depkes, 2009)Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Bali
kasus apendisitis tahun 2014 sebanyak 362 kasus, tahun 2015 meningkat
menjadi 1.422 kasus (Dinas Kesehatan Prov.Bali, 2014). Berdasarkan laporan
tindakan pembedahan apendiktomi yang dilakukan di RSUD Mangusada
Kabupaten Badung terutama Ruangan Janger pada tahun 2017 tepatnya bulan
Agustus sebanyak 22 pasien, bulan september sebanyak 13 pasien, bulan
oktober sebanyak 23 pasien dan bulan november sebanyak 19 pasien.
Bila diagnosis klinis sudah jelas tindakan paling tepat dan merupakan
satusatunya pilihan yang baik adalah apendiktomi (Sjamsuhidajat & Jong,
2004). Apendiktomi adalah pembedahan untuk mengangkat apendiks
dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi (Smeltzer &
Bare, 2001).Beberapa literatur menyebutkan bahwa tindakan apendiktomi
dapat menimbulkan berbagai masalah keperawatan salah satunya nyeri. Nyeri
akut pasca bedah dapat disebabkan oleh luka operasi. (Sjamsuhidajat, 2005).
Nyeri post apendiktomi timbul dikarenakan oleh rangsangan mekanik luka
yang menyebabkan tubuh menghasilkan mediator kimia nyeri, sehingga nyeri
muncul pada pasien post operasi.
Nyeri post apendiktomi termasuk dalam kategori nyeri sedang (Caecilia &
Pristahayuningtyas, 2016; Yusrizal, 2012). Pada tindakan pembedahan atau
apendiktomi merupakan penyebab terjadinya nyeri karena adanya trauma atau
insisi pembedahan. Kualitas nyeri pada pasien pembedahan biasanya terasa
panas dan tertusuk-tusuk karena adanya insisi dan tingkat nyeri yang
dirasakan pada pembedahan abdomen terasa sedang (Wijaya, 2014).
Berdasarkan lama waktu nyeri, nyeri dapat dibagi menjadi dua yaitu nyeri
akut dan nyeri kronik (Judha, 2012). Nyeri akut dapat terjadi setelah cidera
penyakit akut dan intervensi bedah mendapatkan awitan yang cepat, dengan
intensitas bervariasi dan berlangsung untuk waktu yang singkat. Sedangkan
nyeri kronik berlangsung lebih dari enam bulan (Potter & Perry,
2006).Apabila nyeri pada pasien post operasi apendiktomi tidak segera
ditangani akan mengakibatkan proses rehabilitasi pasien akan tertunda,
hospitalisasi pasien menjadi lebih lama, tingkat komplikasi yang tinggi dan
membutuhkan lebih banyak biaya, hal ini karena pasien memfokuskan
seluruh perhatiannya pada nyeri yang dirasakan (Smeltzer & Bare, 2008).
B. RUMUSAN MASALAH
“Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada pasien dengan diagnosa
apendicitis Akut ? “
C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan
diagnosa Post Operasi apendicitis Akut
2. Tujuan Khusus
Penulis mampu :
a. Melakukan pengkajian pada pasien Ny.W dengan diagnosa post
operasi apendicitis akut
b. Menetapkan dan memprioritaskan diagnosa keperawatan pada pasien
Ny.W dengan diagnosa post operasi apendicitis akut
c. Menyusun rencana keperawatan pada pasien Ny.W dengan diagnosa
post operasi apendicitis akut
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien pasien Ny.W
dengan diagnosa post operasi apendicitis akut
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien Ny.W dengan
diagnosa post operasi apendicitis akut
D. METODE PENULISAN
Metode yang penulis gunakan dalam penulisan laporan kasus asuhan
keperawatan ini adalah dengan metode gabungan, yaitu gabungan antara studi
pustaka dan studi lapangan. Penulisan yang diawali dari teori dan fakta yang
terjadi pada pasien, bertujuan untuk mengadakan perpaduan antara teori dan
praktik, menetapkan konsep-konsep, membuktikan atau mengembangkan
teori kedalam kenyataan yang terjadi pada pasien.
Adapun unsur-unsur dalam penulisan ini adalah:
1. Pengumpulan konsep dasar teori.
2. Pembelajaran konsep dasar teori.
3. Pengumpulan dan analisis data dilakukan pada pasien pada waktu
yang bersamaan.
4. Data merupakan sumber teori yang akan disatukan dengan teori.
5. Studi perbandingan untuk menentukan beberapa ketimpangan antara
teori dan kenyataannya.
6. Studi penyebab ketimpangan antara teori dan ketimpangan yang
terjadi.
2. Klasifikasi
Appendicitis dibagi menjadi 2 yaitu appendicitis akut dan appendicitis
kronik.
a. Appendicitis akut dibagi atas :
1) Appendicitis acute focalis atau segmentalis
Biasanya hanya bagian distal yang meradang, tetapi seluruh rongga
appendix 1/3 distal berisi nanah. Untuk diagnosis yang penting
ialah ditemukannya nanah dalam lumen bagian itu.
2) Appendicitis acute purulenta (supporativa) diffusa
Disertai pembentukan nanah yang berlebihan. Jika radangnya lebih
mengeras, dapat terjadi nekrosis dan pembusukan disebut
appendicitis gangrenosa. Pada appendicitis gangrenosa dapat terjadi
perforasi akibat nekrosis ke dalam rongga perut dengan akibat
peritonitis (De Jong, 2014).
b. Appendicitis chronic dibagi atas:
1) Appendicitis chronic focalis
Secara mikroskopik tampak fibrosis setempat yang melingkar,
sehingga dapat menyebabkan stenosis.
3. Anatomi Fisiologi
Appendix merupakan organ berbentuk tabung yang buntu, panjangnya
kira-kira 10 cm (beranjak 3-15 cm) atau berukuran sekitar jari kelingkin
dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan
melebar di bagian distal. Tonjolan appendix pada neonatus berbentuk
kerucut yang menonjol dari apeks secum sepanjang 4,5 cm. Pada kanak-
kanak, batas appendix dari sekum semakin jelas dan bergeser ke arah
dorsal kiri. Pada orang dewasa panjang appendix rata-rata 9-10 cm,
terletak posteromedial sekum. Posisi appendix bisa retrosekal, retroileal,
subileal atau dipelvis, memberikan gambaran klinis yang tidak sama.
Fungsi appendix tidak diketahui. Kadang-kadang appendix disebut
“tonsil abdomen” karena ditemukan banyak jaringan limfoid. Diperkirakan
appendix mempunyai peranan dalam mekanisme imunologik. Dengan
berkurangnya jaringan limfoid, terjadi fibrosis dan kebanyakan kasus timbul
konstriksi lumen atau obliterasi. Pada posisi normalnya appendix terletak
pada dinding abdomen, di bawah titik Mc. Burney, dicari dengan menarik
garis dari spina iliaka superior kanan ke umbilikalis. Titik tengah garis itu
merupakan pangkal appendix. Appendix diperdarahi oleh arteria
appendikularis yang merupakan end artery (Guyton, 2007).
4. Patofisiologi
Sebenarnya sampai saat ini appendix belum diketahui fungsinya
secara pasti. Secara normal appendix dapat berisi makanan dan
mengosongkan diri secara teratur, dengan menyalurkan isinya ke dalam
sekum. Akan tetapi karena berbagai sebab seperti terkumpulnya fekalit,
cacing/parasit, makanan biji-bijian, bakteri yang tertahan di appendix dapat
menyebabkan appendix tersebut terinfeksi dan mengalami penyumbatan
lumen appendix. Apendix ini mengeluarkan cairan yang berupa secret mukus
akibat obstruksi atau penyumbatan lumen tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendix mempunyai keterbatasan sehingga mengakibatkan
mudah infeksi dan dari penyumbatan ini lama kelamaan akan menyebabkan
terjadinya peradangan pada apendix dengan tanda dan gejala nyeri pada titik
MC. Burney, mual, muntah, dan suhunya meningkat. Pada proses peradangan
ini, biasanya pasien dilakukan apendictomi. Pada proses peradangan ini
menyebabkan apendix melakukan pembentukan mukus yang berlebihan,
menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal menyebabkan oklusi end
artery apendikularis. Ini mengakibatkan terjadinya hipoksia atau kekurangan
oksigen dalam jaringan. Akibat hipoksia timbul iskemia akibat trombosis
vena intramural, mengakibatkan terjadinya nekrosis, lama kelamaan
menimbulkan gangren. Pada gangren ini akan terjadi mukosa edema dan
dapat terlepas sehingga berbentuk tukak. Dinding appendix ini akan menipis,
rapuh dan pecah akan terjadi apendisitis perforasi. Seringkali perforasi ini
terjadi dalam waktu 24-36 jam. Bila proses ini berjalan lambat maka organ di
sekitar illeum terminalis, sekum dan omentum akan membentuk dinding
mengitari apendix sehingga berbentuk abses yang terlokalisasi (Manjoer,
2010).
5. Etiologi
Faktor utama penyebab appendicitis adalah akibat penyumbatan pada lumen
appendix, hal ini biasanya disebabkan oleh :
a. Fekalit atau feses yang mengeras.
b. Cacing atau parasit.
c. Infeksi bakteri misalnya: E. coli, streptokokus
d. Tumor atau keganasan pada sekum.
e. Makanan yang sulit dicerna seperti: biji-bijian (Manjoer, 2015).
6. Tanda dan Gejala
a. Nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan bawah pada titik Mc. Burney.
b. Anoreksia, mual dan muntah
c. Tegang pada perut.
d. Demam
e. Tanda rovsing : nyeri yang timbul dengan melakukan palpasi kuadran
kiri bawah ((De Jong, 2014).
7. Test Diagnostik
a. Foto abdomen : gambaran fekalit
b. Leukositosis di atas 12.000 /mm 2 dan peningkatan neutrofil
sampai 75% lebih banyak ditemukan pada 90% kasus.
c. USG ditemukan gambaran appendicitis.
d. CT Scan abdomen : dapat menunjukkan terjadinya abses
appendikal atau appendicitis akut (Smeltzer & Suzanne .2011).
8. Komplikasi
Komplikasi utama appendicitis adalah perforasi appendix, yang dapat
berkembang menjadi peritonitis atau abses. Gejalanya mencakup demam
dengan suhu 37,7 oC atau lebih tinggi, nyeri abdomen yang terus menerus
(Guyton, 2007).
f. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
- Inspeksi : kesimetrisan wajah dan tengkorak, warna
dan distribusi rambut pada kulit kepala.
- Palpasi : keadaan rambut, tengkorak, kulit kepala,
massa, pembengkakan, nyeri tekan, fontanel (pada
bayi)
2. Kulit dan kuku
- Inspeksi kulit : kesimetrisan wajah, jaringan parut, lesi,
dan kondisi vaskularisasi superficial
- Palpasi kulit : suhu kulit, tekstur (halus, kasar),
mobilitas/tugor, dan adanya lesi
- Inspeksi dan palpasi kuku : warna, bentuk, dan setiap
ketidaknormalan/lesi
3. Mata
- Inspeksi : bola mata, kelopak mata, bulu mata, kulit,
keluasan mata membuka, konjungtiva dan sclera,
warna dan ukuran iris, reaksi pupil terhadap cahaya,
gerakan mata, lapang pandang (visus)
- Palpasi : tekanan bola mata, nyeri tekan
4. Hidung
- Inspeksi : bentuk hidung, keadaan kulit, kesimetrisan
lubang hidung
- Palpasi : bagian luar hidung, mobilitas septum, sinus
maksilaris, sinus frontalis, sinus etmoidalis.
5. Telinga
- Inspeksi : telinga luar (bentuk, warna, massa)
- Palpasi : jaringan lunak, jaringan keras, tragus
- Pemeriksaan : bisikan
6. Mulut
- Inspeksi : bibir, gigi, gusi, bau mulut, lidah, selaput
lendir mulut, faring
- Palpasi : pipi, palatum, dasar mulut, lidah
7. Leher
- Inspeksi : bentuk kulit (warna pembengkakan, jaringan
parut, massa), tiroid
- Palpasi : pipi, palatum, dasar mulut, lidah
8. Paru-paru
- Inspeksi : postur, bentuk, dan kesimetrisan ekspansi,
serta keadaan kulit
- Palpasi : kedaan dinding dada nyeri tekan, massa,
peradangan, kesimetrisan ekspansi, dan taktil premitus
- Perkusi : terdengar suara/bunyi resonan, seperti :
dug,dug,dug
- Auskultasi : aliran udara melalui batang trakeobronkial
dan adanya sumbatan aliran udara.
9. Jantung
- Inspeksi : ketidaknormalan denyutan
- Palpasi : pembesaran jantung
- Perkusi : mengetahui ukuran dan bentuk jantung secara
kasar
- Auskultasi : mendengar suara jantung, seperti : lub dub
10. Abdomen
- Inspeksi : bentuk, warna, dan gerakan abdomen
- Auskultasi : untuk mendengar bising usus
- Perkusi : mendengar adanya gas, cairan/mass
- Palpasi : bentuk ukuran, konstitensi organ serta
struktur di dalam abdomen
11. Genitalia
Perhatikan tanda kemerahan, bengkak, ulkus, nodular,
ukuran, konsistensi, bentuk
12. Urogenital
Penimbunan urine atau distensi
13. Ekstermitas
a. Superior
Akral teraba hangat, teraba tonus otot, terdapat
kekuatan otot yang normal pada tangan kanan dan kiri,
mampu menahan tarikan yang diberikan oleh perawat.
b. Inferior
Akral teraba hangat, teraba tonus otot, terdapat
kekuatan otot yang normal pada kaki kanan dan krir,
mampu menahan tarikan yang diberikan oleh perawat.
c. Kekuatan otot
Derajat kekuatan otot
Derajat 5 : kekuatan normal dimana seluruh
gerakan dapat dilakukan otot dengan tahanan
maksimal dari proses yang dilakukan berulang-
ulang tanpa menimbulkan kelelahan.
Derajat 4 : dapat melakukan Range of motion
(ROM) secara penuh dan dapat melawan
tahanan ringan
Derajat 3 : dapat melakukan ROM secara
penuh dengan melawan gaya berat (gravitasi),
tetapi tidak dapat melawan tahanan.
Derajat 3 : dengan bantuan atau menyangga
sendi dapat melakukan ROM secara penuh
Derajat 2 : dengan bantuan atau menyangga
sendi dapat melakukan ROM secara penuh
Derajat 1 : kontraksi otot minimal terasa/
teraba pada otot bersangkutan tanpa
menimbulkan gerakan
Derajat 0 : tidak ada kontraksi otot sama sekali
g. Pemeriksaan neurologis
2. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan/insisi
bedah; trauma jaringan; distensi jaringan usus oleh inflamasi.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan ingesti; digesti; absorpsi.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Fisiologis : Demam,
mual, posisi, nyeri.
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan;
kemungkinan dilakukannya operasi.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
tubuh ; prosedur invasiv (insisi bedah).
3. Intervensi
4. Implementasi
Implementasi sesuai dengan intervensi yang dilakukan
5. Evaluasi
Setalah dilaksanakan tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk
mengatasi apendicitis yaitu
1. Nyeri Akut : Teratasi
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh : Teratasi
3. Gangguan pola tidur : Teratasi
4. Ansietas : Teratasi
5. Resiko infeksi : Tidak
PHATWAY APENDISITIS
Etiologi :
Infeksi kuman dari kolon
Obstruksi lumen appendix oleh: (E. Koli)
Fecalith
Ketidak (massafeses yang keras)
puasan tidur
Hiperplasiadarifolikellimfoid
Benda asing (seperti biji cabai, biji
jeruk)
Tumor apendiks
Facalist, bendaasing, tumor
Inflamasiapendik
APENDISITIS
Tindakan pembedahan
Pre OP Post OP
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS
Nama : Ny. W
No rekam medis : 575xxx
Usia : 50 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jln. Ngurah Rai Anyar Kediri
Status perkawinan : Kawin
Agama : Hindu
Pendidikan : S1 Hukum
Pekerjaan : Penjaga Kantin di SMK Negeri 1 Tabanan
Sumber informasi : Keluarga, pasien rekam medis
Diagnosa medis : Apendicitis Akut Post Operasi
Tgl masuk : 26 Oktober 2020
Tgl pengkajian : 27 Oktober 2020
PENANGGUNG
Nama penanggung jawab : Tn. S
Hubungan dengan pasien : Anak
2. RIWAYAT KELUARGA
3.
Keterangan :
: Perempuan : Menikah
: Laki- laki : Memiliki penyakit yang
sama
: Tinggal dalam satu rumah : Pasien
4. STATUS KESEHATAN
a. Status Kesehatan Saat ini
Keluhan Utama
- Saat MRS : pasien mengatakan nyeri perut kanan bawah
6. Pola kognitif-perseptual
Sebelum sakit : Klien mengatakan selalu berkomunikasi
dengan baik bersama keluarga dan tetangganya.
Klien mengatakan tidak ada gangguan dalam
melihat, mendengar, meraba, mengecap, dan
mencium
Saat sakit : Klien mengatakan dapat melihat, mendengar,mencium,
mengecap dan meraba dengan baik.
Saat sakit
a. Citra diri : Klien mengatakan tidak nyaman dengan
keadaannya saat ini
b. Harga diri : Klien mengatakan tidak malu dengan
keadaannya saat ini
c. Ideal diri : Klien mengatakan sudh tidak bisa beraktivitas
seperti biasa
d. Identitas personal : Klien tidak bisa menjalankan
identitasnya sebagai seorang ibu dan ingin cepat sembuh
e. Peran: Klien tidak dapat menjalankan perannya selama sakit
8. Pola seksual-reproduksi
9. Pola peran-berhubungan
Sebelum sakit : Ny. W berperan sebagai seorang ibu yang
memiliki hubungan baik dengan anggota
keluarganya
Saat sakit : Ny. W tidak dapat menjalankan perannya sebagai
ibu, hubungan tetap baik dengan anggota
keluarga yang lain
5. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum : Lemah
Tingkat kesadaran : Kompos mentiss
GCS = E4V5M6
4) Abdomen
I : Bentuk simetris, adanya bekas luka operasi cesar dan
post operasi apendicitis
A : Bising usus 15x/menit
Pe : terdengar suara tympani
Pa : adanya nyeri tekan pada daerah post operasi apendik
6) Ekstremitas
a. Superior : Tidak adanya odema pada tangan, tangan
kiri terpasang infus asering ukuran makro dengan 20
tetes/menit,pergerakan tangan normal
b. Inferior : Bagian kaki kiri berukuran lebih kecil dari
pada kaki kanan,pergerakan kaki kiri tidak normal
c. Kekuatan otot
555 555
555 444
7) Pemeriksaan neurologis
Status mental dan emosi
Status mental klien baik, klien dapat mengenali emosi dan
mengontrol emosinya dengan baik.
Pemeriksaan Reflek
- Reflek fisiologis
a. Bisep : Adanya fleksi lengan bawah disendi siku (+)
b. Trisep : Adanya ekstensi lengan bawah disendi siku
(+)
c. Patella : Adanya ekstensi tungkai bawah karena
kontraksi M quadrisep (+)
- Reflek patologis
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal permintaan : 26 Oktober 2020 / 09:31
Tanggal hasil : 26 Oktober 2020 / 10 : 40
MIKROSKOPI
Eritrosit 16-20 Sel/LPB 0-2 Mikroskopi
Lekosit 20-25 Sel/LPB 4-6 Mikroskopi
Epitel 18-20 Sel/LPB 6-8 Mikroskopi
Bakteri NEGATIF NEGATIF Mikroskopi
Jamur NEGATIF NEGATIF Mikroskopi
Silinder NEGATIF /LPB NEGATIF Mikroskopi
Kristal NEGATIF /LPB NEGATIF Mikroskopi
Thrycomonas NEGATIF NEGATIF Mikroskopi
vaginalis
URINE
DO: Apendicitis
1. Nyeri akut b/d agen cedera biologis d/d pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi, nyeri seperti ditusuk-tusuk,
nyeri dirasakan pada perut kanan bawah, skala nyeri 5 dari 0-10, nyeri saat bergerak dan saat istirahat
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurangnya kontrol tidur ditandai dengan Klien mengatakan tidak bisa tidur
nyenyak karena masih merasakan nyeri pada perut kanan bawah, klien mengatakan kurang nyaman dengan lingkungan yang
baru, tidak bisa tidur si ang , hanya dapat tidur ±4 jam, k lien mengatakan istirahatnya kurang cukup,k lien tampak pucat,klien
tampak ada kantong mata, tampak lingkaran hitram dibawah mata.
3. Risiko infeksi b/d post operasi atau pembedahan apendicitis ditandai dengan Pasien mengatakan nyeri pada daerah luka
post operasi terdapat luka insisi pada perut kanan bawah post operasi Lekosit 17,1 dari normal 4,0-10,0.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
D. IMPLEMENTASI
No
No Hari/Tgl Implementasi Respon Ttd
Diagnosa
1 Selasa, 27 1. Memonitor tanda-tanda vital S : Klien mengatakan
Oktober Dx,12 bersedia
Jam 09.00 O : TD : 110/70 mmHg
N : 80 x/menit
S : 36,5 0C
RR : 20 x/menit
S:
Jam 09.15 3. Delegatif pemberian ketorolac Klien mengatkan bersedia
Dx.1 1ml, ranitidine 2ml diberikan obat
O:
Tmpak diberikan obat
ketorolac 1 ml , ranitidine 2
ml melauli intravena set
S : Klien mengatakan
bersedia
14.00 Dx 1,2 4. Memonitor tanda-tanda vital O : TD : 12070 mmHg
N : 80 x/menit
S : 36 0C
RR : 19 x/menit
S:
Pasien mengatakan tidak
14.30 Dx 3 5. Observasi tanda-tanda infeksi ada keluhan panas pada
pada pasien badannya
O:
Suhu : 37 oC
Pada daerah luka tidak ada
dolor,lubor, dan pus
S : Klien mengatakan
18.00 Dx.1 7. Memberikan posisi nyaman dengan posisi
nyaman (terlentang) terlentang
O: Klien tampak nyaman
dengan posisinya
2 Rabu, 28 Dx 1,2 1. Memonitor tanda-tanda vital S : Klien mengatkan nyeri
Oktober post operasi sudah mulai
2020 berkurang.
Jam 08.00 O : TD : 110/70 mmHg, S :
36 0C, RR : 20x/menit, N:
75x/menitTD = 120/80
mmHg
S:
11.00 Dx.1 4. Mengajarkan teknik Pasien mengatakan lebih
relaksasi nafas dalam dan rileks dan tenang setelah
distraksi melakukan tehnik nafas
dalam
O:
Pasien tampak lebih tenang
dan rileks
S : Pasien mengatakan
bersedia
13.00 Dx.1,2 O: Tekanan darah : 130/70
5. Memonitor tanda-tanda vita mmHg
Nadi : 85 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,5 0C
S : Pasien mengatakan
18.00 Dx.3 bersedia
O : Tampak diberikan obat
melalui Iv cefoperazone 1 gr
9. Delegatif pemberian
cefoperazone 3x1 gr
E. EVALUASI KEPERAWATAN
No Hari/Tgl S O A P
2 Jumat, 30 Klien mengatakan lebih Kantong mata dan lingkaran - Pertahankan kondisi klien
Oktober mudah untuk tidur hitam sudah mulai berkurang
2020 Klien mengatakan Klien tampak lebih tenang dan
dapat tidur siang 1 jam nyaman
3. Jumat, 30 Klien mengatakan tidak Tampak balutan luka klien - Pertahankan kondisi klien
Oktober merasakan panas pada bersih
2020 tubuh dan sekitar Pada daerah luka tidak ada
lukanya dolor,lubor, ataupun tumor dan
Klien mengatakan pus
balutan lukanya bersih
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam Bab ini dibahas tentang kesenjangan antara teori yang ada dengan
kenyataan yang terjadi dalam kasus, argumen atas kesenjangan yang terjadi
dan solusi atau pemecahan yang diambil untuk mengatasi masalah yang
terjadi saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien Ny.W dengan post
operasi apendisitis Akut Di Ruang BOUGENVIL BRSU Kabupaten
Tabanan, Tanggal 27 sampai dengan 30 Oktober 2020. Pembahasan meliputi
pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaaan dan evaluasi.
A. PENGKAJIAN
B. DIAGNOSA
Secara teori diagnosa yang muncul pada pasien dengan infark miokard akut
adalah sepuluh diagnosa keperawatan yaitu:
1. Nyeri b/d terputusnya kontinuitas jaringan/insisi bedah; trauma jaringan;
distensi jaringan usus oleh inflamasi.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan ingesti; digesti; absorpsi.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Fisiologis : Demam, mual,
posisi, nyeri.
4. Ansietas berhubungan denganperubahan status kesehatan; kemungkinan
dilakukannya operasi.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh ;
prosedur invasiv (insisi bedah).
Dapat disimpulkan bahwa, tidak semua diagnosa yang muncul pada teori
ditemukan pada pasien,ada beberapa diagnosa yang tidak ditemukan yaitu:
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan ingesti; digesti; absorpsi.
2. Ansietas berhubungan denganperubahan status kesehatan; kemungkinan
dilakukannya operasi.
C. INTERVENSI
Tindakan yang kami rencanakan untuk mengatasi masalah yang dialami
oleh pasien antara lain:
a. Diagnosa :
1. Monitor TTV Klien
2. Observasi nyeri, catat lokasi karakteristik, skala nyeri 0-10.
Selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan cepat dengan
tehnik PQRST
3. Berikan posisi nyaman
4. Ajarkan teknik relaksasi seperti nafas dalam, distraksi
5. Delegatif pemberian ketorolac 2x30 mg, ranitidine 2x50 mg
b. Diagnosa 2:
1. Monitor TTV Klien
2. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
3. Ciptakan lingkungan yang nyaman sebelum tidur seperti batasi
pengunjung
4. Anjurkan klien minum air hangat sebelum tidur
5. Bantu klien mendapatkan posisi yang nyaman saat tidur
6. Catat jumlah jam tidur setiap harinya
c. Diagnosa 3:
1. Observasi tanda-tanda infeksi pada pasien
2. Lakukan perawatan luka
3. Jaga luka agartetap steril
4. Informasikan kepada keluarga pasien untuk tidak membuka
balutan luka pada pasien dan tetap kering
5. Delegatif pemberian cefoperazone 3x1 gr
D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai rencana selama 3 x 24 jam dengan
kriteria hasil:
Diagnosa 1:
1. Skala nyeri pada pasien berkurang 0-10
2. Pasien tidak mengeluh nyeri
3. Pasien tampak tidak meringis
4. Pasien nyaman setelah nyeri berkurang
Diagnosa 2:
1. Jumlah jam tidur dalam batas normal 6-8 jam/hari
2. Kualitas tidur klien meningkat
3. Kantung mata dan lingkaran hitam dibawah mata tampak
berkurang
4. Perasaan segar sesudah tidur atau istirahat
Diagnosa 3:
1. Tidak adanya tanda-tanda infeksi seperti kalor, dolor , lubor,
tumor dan perubahan fungsi
2. Tidak adanya pus padadaerah luka
E. EVALUASI
Setelah dilakukan asuhan keperawan, selama tiga hari, dari tiga diagnosa
yang timbul pada pasien, semua masalah keperawatan pasien dapat
teratasi, sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan pada pasien.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan Apendiksitis adalah
peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering.Apendiks disebut juga umbai
cacing. Diagnosa Post Operasi Apendicitis Akut ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan fisik. Sesuai dengan teori diagnose yang muncul pada
penderita,
Berdasarkan analisis, tidak semua diagnosa yang muncul pada teori,
muncul pada pasien. Hal ini dikarenakan teori merupakan landasan kita
sebagai perawat untuk melakukan pengkajian pada pasien, kita selalu
berusaha berpedoman pada teori yang ada namun bagaimana pun juga
kondisi pasien tidak dapat selalu sama dengan teori yang ada karena
banyak faktor yang mepengaruhi seperti perkembangan pengetahuan
pasien, perkembangan ilmu pengobatan, keadaan daya tahan tubuh yang
berbeda, social ekonomi, pola hidup pasien yang sehat dan lingkungan
tempat tinggal dan lain sebagainya.
B. SARAN
Kami mengharapkan dengan disusunnya laporan kasus ini dapat
menjadi inspirasi atau sumber pengetahuan baru bagi pembaca dan
dapat dikembangkan kembali dalam penyusunan laporan kasus
lainnya.