HIPERTENSI
DI SUSUN OLEH
21317031
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI
A. Definisi
Hipertensi adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal atau peningkatan abnormal
secara terus menerus lebih dari suatu periode, dengan tekanan sistolik
diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. (Aspiani, 2016)
B. Etilogi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan
menurut (Aspiani, 2016) :
a. Hipertensi primer atau hipertensi esensial
Hipertensi primer atau hipertensi esensial disebut juga hipertensi idiopatik
karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor yang memengaruhi yaitu :
(Aspiani, 2016)
1) Genetik
Individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi,
beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini. Faktor genetik ini
tidak dapat dikendalikan, jika memiliki riwayat keluarga yang memliki
tekanan darah tinggi.
2) Jenis kelamin dan usia /;
Laki - laki berusia 35- 50 tahun dan wanita menopause beresiko
tinggi untuk mengalami hipertensi. Jika usia bertambah maka tekanan
darah meningkat faktor ini tidak dapat dikendalikan serta jenis kelamin
laki–laki lebih tinggi dari pada perempuan.
3) Diet
Konsumsi diet tinggi garam secara langsung berhubungan dengan
berkembangnya hipertensi. Faktor ini bisa dikendalikan oleh penderita
dengan mengurangi konsumsinya, jika garam yang dikonsumsi
berlebihan, ginjal yang bertugas untuk mengolah garam akan menahan
cairan lebih banyak dari pada yang seharusnya didalam tubuh.
Banyaknya cairan yang tertahan menyebabkan peningkatan pada
volume darah. Beban ekstra yang dibawa oleh pembuluh darah inilah
yang menyebabkan pembuluh darah bekerja ekstra yakni adanya
peningkatan tekanan darah didalam dinding pembuluh darah dan
menyebabkan tekanan darah meningkat.
4) Berat badan
Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga berat badan
dalam keadaan normal atau ideal. Obesitas (>25% diatas BB ideal)
dikaitkan dengan berkembangnya peningkatan tekanan darah atau
hipertensi.
5) Gaya hidup
Faktor ini dapat dikendalikan dengan pasien hidup dengan pola
hidup sehat dengan menghindari faktor pemicu hipertensi yaitu
merokok, dengan merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang
dihisap dalam waktu sehari dan dapat menghabiskan berapa putung
rokok dan lama merokok berpengaruh dengan tekanan darah pasien.
Konsumsi alkohol yang sering, atau berlebihan dan terus menerus
dapat meningkatkan tekanan darah pasien sebaiknya jika memiliki
tekanan darah tinggi pasien diminta untuk menghindari alkohol agar
tekanan darah pasien dalam batas stabil dan pelihara gaya hidup sehat
penting agar terhindar dari komplikasi yang bisa terjadi.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder terjadiakibat penyebab yang jelas.salah satu
contoh hipertensi sekunder adalah hipertensi vaskular rena, yang
terjadiakibat stenosi arteri renalis. Kelainan ini dapat bersifat
kongenital atau akibat aterosklerosis.stenosis arteri renalis menurunkan
aliran darah ke ginjalsehingga terjadi pengaktifan baroreseptor ginjal,
perangsangan pelepasn renin, dan pembentukan angiostenin II.
Angiostenin II secara langsung meningkatkan tekanan darahdan secara
tidak langsung meningkatkan sintesis andosteron danreabsorbsi
natrium. Apabiladapat dilakukan perbaikan pada stenosis,atau apabila
ginjal yang terkena diangkat,tekanan darah akan kembalike normal
(Aspiani, 2016).
C. Patofisiologi
Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output
(curah jantung) dengan total tahanan prifer. Cardiac output (curah jantung)
diperoleh dari perkalian antara stroke volume dengan heart rate (denyut
jantug). Pengaturan tahanan perifer dipertahankan oleh sistem saraf
otonom dan sirkulasi hormon. Empat sistem kontrol yang berperan dalam
mempertahankan tekanan darah antara lain sistem baroreseptor arteri,
pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin dan autoregulasi
vaskular (Udjianti, 2010).
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak di vasomotor, pada medula diotak. Pusat vasomotor ini
bermula pada saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus
yang bergerak kebawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Titik neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang
serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah
(Padila, 2013).
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriksi.
Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun
tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Padila,
2013). Meski etiologi hipertensi masih belum jelas, banyak faktor diduga
memegang peranan dalam genesis hiepertensi seperti yang sudah
dijelaskan dan faktor psikis, sistem saraf, ginjal, jantung pembuluh darah,
kortikosteroid, katekolamin, angiotensin, sodium, dan air (Syamsudin,
2011). Sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin,
yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan
steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh
darah (Padila, 2013).
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran keginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron
oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air
oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler.
Semua faktor ini cendrung mencetuskan keadaan hipertensi (Padila, 2013).
D. Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala utama hipertensi adalah (Aspiani, 2014)
menyebutkan gejala umum yang ditimbulkan akibat hipertensi atau
tekanan darah tinggi tidak sama pada setiap orang, bahkan terkadang
timbul tanpa tanda gejala. Secara umum gejala yang dikeluhkan oleh
penderita hipertensi sebagai berikut:
1) Sakit kepala
Tabel 1
Klasifikasi Tekanan Darah pada Orang Dewasa
Sebagai Patokan dan Diagnosis Hipertensi
(mmHg)
Kategori Tekanan darah
Sistolik Diastolik
Normal < 120 mmHg <80 mmHg
Komplikasi
Tekanan darah tinggi bila tidak segera diobati atau ditanggulangi,
dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan ateri didalam tubuh
sampai organ yang mendapat suplai darah dari arteri tersebut. Komplikasi
yang dapat terjadi pada penderita hipertensi yaitu : (Aspiani, 2014)
1) Stroke terjadi akibat hemoragi disebabkan oleh tekanan darah tinggi di
otak dan akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang
terpajan tekanan darah tinggi.
2) Infark miokard dapat terjadi bila arteri koroner yang arterosklerotik
tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium dan apabila
membentuk 12 trombus yang bisa memperlambat aliran darah
melewati pembuluh darah. Hipertensi kronis dan hipertrofi ventrikel,
kebutuhan oksigen miokardium tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi
iskemia jantung yang menyebabkan infark. Sedangkan hipertrofi
ventrikel dapat menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik
melintasi ventrikel terjadilah disritmia, hipoksia jantung, dan
peningkatan resiko pembentukan bekuan.
3) Gagal jantung dapat disebabkan oleh peningkatan darah tinggi.
Penderita hipertensi, beban kerja jantung akan meningkat, otot jantung
akan mengendor dan berkurang elastisitasnya, disebut dekompensasi.
Akibatnya jantung tidak mampu lagi memompa, banyak cairan
tertahan diparu yang dapat menyebabkan sesak nafas (eudema)
kondisi ini disebut gagal jantung.
4) Ginjal tekanan darah tinggi bisa menyebabkan kerusakan ginjal.
Merusak sistem penyaringan dalam ginjal akibat ginjal tidak dapat
membuat zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk melalui
aliran darah dan terjadi penumpukan dalam tubuh.
G.
Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan nonfarmakologis dengan modifikasi gaya hidup
sangat penting dalam mencegah tekanan darah tinggi dan
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan mengobati
tekanan darah tinggi , berbagai macam cara memodifikasi gaya
hidup untuk menurunkan tekanan darah yaitu :
(Aspiani, 2014).
b. Pengaturan diet
1) Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan
tekanan darah pada klien hipertensi. Dengan pengurangan
konsumsi garam dapat mengurangi stimulasi sistem renin-
angiostensin sehingga sangata berpotensi sebagai anti
hipertensi. Jumlah asupan natrium yang dianjurkan 50-100
mmol atau setara dengan 3-6 gram garam per hari. 2) Diet
tinggi kalium, dapat menurunkan tekanan darah tetapi
mekanismenya belum jelas. Pemberian kalium secara
intravena dapat menyebabkan vasodilatasi, yang dipercaya
dimediasi oleh oksidanitat pada dinding vaskular.
3) Diet kaya buah sayur.
4) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya jantung
koroner.
c. Penurunan berat badan
Mengatasi obesitas, pada sebagian orang dengan cara menurunkan
berat badan mengurangi tekanan darah, kemungkinan dengan
mengurangi beban kerja jantung dan voume sekuncup. Pada beberapa
studi menunjukan bahwa obesitas berhubungan dengan kejadian
hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiri. Jadi, penurunan berat badan
adalah hal yangs angat efektif untuk menurunkan tekanan darah.
Penurunan berat badan (1 kg/minggu) sangat dianjurkan. Penurunan
berat badan dengan menggunakan obat-obatan perlu menjadi perhatian
khusus karenan umumnya obat penurunan penurunan berat badan yang
terjual bebas mengandung simpasimpatomimetik, sehingga dapat
meningkatkan tekanan darah, memperburuk angina atau gejala gagal
jantung dan terjadinya eksaserbasi aritmia.
d. Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda
bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah dan memperbaiki
kedaan jantung.. olahraga isotonik dapat juga meningkatkan
fungsi endotel, vasoldilatasin perifer, dan mengurangi
katekolamin plasma. Olahraga teratur selama 30 menit sebanyak
3-4 kali dalam satu minggu sangat dianjurkan untuk menurunkan
tekanan darah. Olahraga meningkatkan kadar HDL, yang dapat
mengurangi terbentuknya arterosklerosis akibat hipertensi.
e. Memeperbaiki gaya hidup yang kurang sehat dengan cara
berhenti merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol, penting
untuk mengurangi efek jangka oanjang hipertensi karena asap
rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan
dapat meningkatkan kerja jantung.
f. Penatalaksanaan Farmakologis
1) Terapi oksigen
2) Pemantauan hemodinamik
3) Pemantauan jantung 4) Obat-obatan :
a) Diuretik : Chlorthalidon, Hydromax, Lasix, Aldactone, Dyrenium
Diuretic bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi
curah jantung dengan mendorong ginjal meningkatkan ekskresi
garam dan airnya. Sebagai diuretik (tiazid) juga dapat menurunkan
TPR.
b) Penghambat enzim mengubah angiostensin II atau inhibitor ACE
berfungsi untuk menurunkan angiostenin II dengan menghambat
enzim yang diperlukan untuk mengubah angiostenin I menjadi
angiostenin II. Kondisi ini menurunkan darah secara langsung
dengan menurunkan TPR, dan secara tidak langsung dengan
I.
• Tekanan Edukasi :
darah • Jelaskan tujuan
membaik
dan prosedur
• Takikardia
cukup pemantauan
menurun • Informasikan
hasil
pemantauan
BIODATA PASIEN
1. Nama : Ny. A
2. Umur : 52 Tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. No. Register :-
5. Alamat : Perum Talaga Bestari Tangerang.
Banten
6. Status : menikah
5. Kekuarga terdekat : Suami
6. Diaqnosa Medis : Hipertensi
7. Tanggal Pengkajian : Senin, 08-03-2021
1. ANAMNESE
A. Keluhan Utama ( Alasan MRS ) :
Saat Masuk Rumah Sakit :-
Saat Pengkajian : Pasien mengatakan sakit kepala di bagian tengkuk,
sering merasa lelah, dan nyeri pada tangan sebelah kanan
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengatakan sakit kepala saat tekanan darahnya meningkat, dan
tangan sebelah kanannya bagian sendi terkadang nyeri dan sulit untuk
digerakan nyeri terasa seperti di tusuk-tusuk C. Riwayat Penyakit Yang
Lalu :
Pasien mengatakan sudah mempunyai riwayat penyakit hipertensi sejak
1 tahun yang lalu, dan baru mengatakan sekarang pasien mengalami nyeri
sendi dan pernah diperiksa di klinik 2 bulan yang lalu D. Riwayat
Kesehatan Keluarga :
Pasien mengatakan keluarga memiliki riwayat hipertensi & gastritis
b. Pola Eliminasi
No Pemenuhan Eliminasi Di Rumah Di Rumah Sakit
BAB /BAK
Siang : kadang -
kadang
Malam : 21.00
wib s/d 03.00
wib
2 Gangguan Tidur Tidak ada
gangguan
1 Frekuensi 3x dalam -
Mencuci seminggu
Rambut
e. Aktivitas Lain
N Aktivitas Yang Di Rumah Di Rumah Sakit
o Dilakukan
1. Memasak Dilakukan -
b. Ekonomi
Ny. A mengatakan tidak ada masalah dalam ekonomi
3. PEMERIKSAAN FISIK
A. PEMERIKSAAN TANDA-TANDA VITAL
a. Tensi : 140/90 mmHg e. BB : 54 Kg
b. Nadi : 69 x/menit f. TB : 155 cm
c. RR : 19x/menit G. Setelah dihitung berdasar rumus
Borbowith
d. Suhu : 36°C Pasien termasuk : ( Ideal )
IMT : 54 54
155 x 155 = 24,025 = 2,24 = 22,45
B. KEADAAN UMUM
Baik (Compos Mentis)
C. PEMERIKSAAN INTEGUMENT, RAMBUT DAN KUKU
1. Integument
Inspeksi : Adakah lesi ( - ), Jaringan parut ( - )
Warna Kulit : kuning langsat
Bila ada luka bakar lokasi : (-), dengan luas : (-)
Palpasi : Tekstur (halus), Turgor / Kelenturan ( baik ), Struktur
(tegang ), Lemak subcutan ( tebal ),Nyeri tekan (-)
Identifikasi luka / lesi pada kulit
1. Tipe Primer
Makula ( - ), Papula ( - ) Nodule ( - ) Vesikula ( - )
2. Tipe Sekunder
Pustula ( - ), Ulkus ( - ), Crusta ( - ), Exsoriasi
( - ), Sear (-), Lichenifikasi ( - )
Kelainan- kelainan pada kulit :
Naevus Pigmentosus ( - ), Hiperpigmentasi ( - ),
Vitiligo/Hipopigmentasi ( - ), Tatto ( - ),
Haemangioma ( - ), Angioma/toh ( - ), Spider
Naevi ( - ), Strie ( - )
2.Pemeriksaan Rambut
a. Ispeksi dan Palpasi :
Penyebaran (tidak), Bau (-) rontok ( + ), warna putih tidak merata
Alopesia ( - ), Hirsutisme ( - ), alopesia ( - )
3. Pemeriksaan Kuku
a. Inspeksi dan palpasi, warna merah muda bentuk normal
Kebersihan (+)
D. PEMERIKSAAN KEPALA, WAJAH DAN LEHER
1. Pemeriksaan Kepala
Inspeksi : bentuk kepala ( Brakhiocephalus/ bulat ),
kesimetrisan ( - ). Hidrochepalu( - ), Luka ( - ), darah ( -),
Trepanasi( - ).
Palpasi : Nyeri tekan ( - ), fontanella / pada bayi (tidak)
2. Pemeriksaan Mata Inspeksi :
a. Kelengkapan dan kesimetrisan mata ( + )
b. Ekssoftalmus ( - ), Endofthalmus ( - )
c. Kelopak mata / palpebra : oedem ( - ), ptosis ( - ),
peradangan ( - ) luka ( - ), benjolan ( - )
d. Bulu mata : tidak
e. Konjunctiva dan sclera : perubahan warna Normal
f. Warna iris Normal, reaksi pupil terhadap cahaya
g. (miosis ) isokor ( + ) Kornea : warna Normal
Nigtasmus ( - )
Strabismus ( - )
h. Pemeriksaan Visus
Dengan Snelen Card :
Tanpa Snelen Card : Ketajaman Penglihatan ( Kurang )
3. Pemeriksaan Telinga
k. Inspeksi dan palpasi
Amati bagian telinga luar: bentuk simetris
Ukuran normal , Warna normal, lesi ( - ), nyeri tekan ( - ),
peradangan ( - ), penumpukan serumen ( - ).
Dengan otoskop periksa membran tympany amati, warna,
transparansi, perdarahan ( - ), perforasi ( - ).
Uji kemampuan kepekaan telinga :
7. Pemeriksaan Leher
Dengan inspeksi dan palpasi amati dan rasakan :
d. Auskultasi
BJ I terdengar (tunggal ), ( reguler )
BJ II terdengar (tunggal ), (keras ), ( reguler )
Bunyi jantung tambahan : BJ III ( - ), Gallop Rhythm (-), Murmur
(- )
H. PEMERIKSAAN ABDOMEN
a. Inspeksi
Bentuk abdomen : ( datar )
Massa/Benjolan ( - ), Kesimetrisan ( + ),
Bayangan pembuluh darah vena (-)
b. Auskultasi
Frekuensi peristaltic usus 15 x/menit ( N = 5 – 35 x/menit,
Borborygmi ( - )
c. Palpasi
Palpasi Hepar :
Ddiskripsikan : Nyeri tekan ( - ), pembesaran ( - ), perabaan (keras),
permukaan (halus), tepi hepar (tumpul) . ( N = hepar tidak teraba).
Palpasi Appendik :
Buatlah garis bayangan untuk menentukan titik Mc. Burney . nyeri tekan (
- ), nyeri lepas ( - ), nyeri menjalar kontralateral ( - ).
Palpasi dan Perkusi Untuk Mengetahui ada Acites atau tidak :
I. PEMERIKSAAN GENETALIA
1. Pada Wanita
Inspeksi
Kebersihan rambut pubis (bersih ), lesi ( - ),eritema ( - ), keputihan ( - ),
peradangan ( - ).Lubang uretra : stenosis /sumbatan ( - )
J. PEMERIKSAAN ANUS
a. Inspeksi
Atresia ani ( - ), tumor ( - ), haemorroid ( - ), perdarahan ( - )
Perineum : jahitan ( - ), benjolan ( - )
b. Palpasi
Nyeri tekan pada daerah anus ( - ) pemeriksaan Rectal Toucher
K. PEMERIKSAAN MUSKULOSKELETAL ( EKSTREMITAS )
a. Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris ), deformitas (-), fraktur (-) lokasi,
jenis fraktur, kebersihan luka, terpasang Gib ( - ), Traksi ( - )
b. Palpasi 3 3
Oedem : 3 3
3
4 3
Lakukan uji kekuatan otot :
4 3
L. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
a. Menguji tingkat kesadaran dengan GCS ( Glasgow Coma Scale )
1. Menilai respon membuka mata normal
2. Menilai respon Verbal normal
3. Menilai respon motorik normal
Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan :
(Compos Mentis)
b. Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak
Penigkatan suhu tubuh (-), nyeri kepala (-), kaku kuduk (-), mual –
muntah ( -) kejang (-) penurunan tingkat kesadaran ( -)
c. Memeriksa nervus cranialis
Nervus I , Olfaktorius (pembau ) normal
Nervus II, Opticus ( penglihatan ) normal
Nervus III, Ocumulatorius normal
Nervus IV, Throclearis normal
Nervus V, Thrigeminus : - Cabang optalmicus : normal
- Cabang maxilaris : normal
- Cabang Mandibularis : normal
Nervus VI, Abdusen normal
Nervus VII, Facialis normal
Nervus VIII, Auditorius normal
Nervus IX, Glosopharingeal normal
Nervus X, Vagus normal
Nervus XI, Accessorius normal
Nervus XII, Hypoglosal normal
d. Memeriksa fungsi motorik
Ukuran otot (simetris), atropi (-) gerakan-gerakan yang tidak
disadari oleh klien (-)
e. Memeriksa fungsi sensorik
Kepekaan saraf perifer : benda tumpul(+), benda tajam Menguji
sensai panas / dingin, kapas halus(+), minyak wangi (+)
f. Memeriksa reflek kedalaman tendon
1. Reflek fisiologis
a. Reflek bisep ( -)
b. Reflek trisep ( -)
c. Reflek brachiradialis (-)
d. Reflek patella (-)
e. Reflek achiles ( + )
2. Reflek Pathologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada
kasuskasus tertentu.
a. Reflek babinski ( + )
b. Reflek chaddok ( + )
c. Reflek schaeffer ( + )
d. Reflek oppenheim ( + )
e. Reflek Gordon ( + )
f. Reflek bing ( + )
g. Reflek gonda ( + )
V. RIWAYAT PSIKOLOGIS
a. Status Nyeri :
1. Menurut Skala Intensitas Numerik
● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2. Menurut Agency for Health Care Policy and Research
No Intensitas Nyeri Diskripsi
c. Status Emosi
Bagaimana ekspresi hati dan perasaan klien : baik, Tingkah
laku yang menonjol :baik & terbuka, Suasana yang
membahagiakan klien : baik, Stressing yang membuat perasaan
klien tidak nyaman : tidak ada
d. Gaya Komunikasi
Apakah klien tampak hati-hati dalam berbicara ( tdk ), apakah
pola komunikasinya ( spontan ), apakah klien menolak untuk
diajak komunikasi ( tdk ), Apakah komunikasi klien jelas
( ya ), apakah klien menggunakan bahasa isyarat (tdk ).
e. Pola Interaksi
Kepada siapa klien berspon : keluarga & tetangga, Siapa orang yang
dekat dan dipercaya klien : suami & anak
Bagaimanakah klien dalam berinteraksi ( aktif ), Apakah tipe
kepribadian klien ( terbuka ).
f. Pola Pertahanan
L. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL DAN SPIRITUAL
1. Kondisi emosi / perasaan klien
K. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
A. Jika ada jelaskan gambaran hasil foto Rongent, USG, EEG, EKG,CT-Scan,
MRI, Endoscopy dll. (Tidak ada pemeriksaan)
I. TERAPI YANG TELAH DIBERIKAN : (indikasi, kontra indikasi,efek
samping, sinonim) Terapi medik :
- Asammefenamat 3x1 sehari sesudah makan 500 mg
- Amlodiphine 1x1 sehari 5 mg
- Montalin: obat untuk otot terasa kaku 1x1 sehari diminum pada
malam hari 5 mg
A. Analisa Fokus
No Data Fokus Dx. Keperawatan Etiologi
1. Ds : Pasien Kategori : Fisiologi Hipertensi
mengatakan riwayat Subkategori :
Peningkatan kerja
hipertensi sejak 1 Respirasi jantung
tahun yang lalu, D. 0008 Penurunan
pasien mengatakan curah jantung Hipertropi serabut
jantung
sakit kepala, pasien
mengatakan sulit Gagal
jantung
tidur jika tekanan
kongestif
darah
meningkat Penurunan O2 ke
organ & jaringan
Do : pasien tampak :
kelelahan dan pucat Penurunan fungsi
perfusi
Td : 150/90 mmHg,
Nadi :105 x/menit, Kelelahan, lemah,
Rr : 19x/menit, pucat
Suhu :
Penurunan curah
36,5°c. jantung
Nyeri akut
terasa sejak 2 bulan
yang lalu.
Do : pasien tampak
lesu dan gelisah,
pasien tampak
kesakitan saat tangan
kanannya digerakan
3 3
4 4
B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung
2. Nyeri akut
3. Gangguan mobilitas fisik
C. Intervensi Keperawatan
N Dx. SLKI SIKI
o Keperawatan
1. Kategori : Setelah 02060 Pemantauan
Fisiologi dilakukan tanda-tanda vital:
Subkategori : tindakan Observasi :
Respirasi keperawatan • Monitor
D. 0008 hipertensi tekanan darah
Penurunan curah selama 20-30 • Monitor nadi
jantung
menit Terapeutik :
diharapkan • berikan
penurunan curah perendaman air
jantung dapat hangat
teratasi dengan (ferayanti,2017
kriteria hasil : )
L . 02089 curah
• Dokumentasi
jantung hasil
• Lelah (2- pemantauan.
3) Edukasi :
• Bb (2-3) • Jelaskan tujuan
• Td (2-3)
dan prosedur
• Takikardia
pemantauan
(2-3)
• Informasikan
hasil
pemantauan
- Menjelaskan P : Intervensi
prosedur dan dilanjutkan
tujuan serta
manfaat - Monitorin
kompres air g rasa
hangat jahe
nyeri
Melakukan
kompres air - Lanjutkan
hangat jahe kompres
-
pada bagian air hangat
tangan kanan jahe
selama 10-15
menit
3. Selasa - Mengidentifi S : pasien
09/03/21 kasi mengatakan
keterbatasan punggung dan lutut
fungsi & nyeri dan sulit
gerak sendi untuk bergerak
Hasil: bebas O : pasien
pergerakan tampak kesulitan
pada untuk bergerak,
pinggang gerakan masih
dan lutut terbatas A :
pasien tidak Masalah belum
sempurna teratasi
karena nyeri - P : Intervensi
dilanjutkan:
sendi &
lakukan
tulang latihan Rom
- Menanyakan
lokasi atau
rasa nyeri
selama
gerak/
aktivitas
- Memberikan
edukasi
mengenai
pentingnya
aktifitas fisik
setiap hari
- Melakukan
penkes
latihan
ROM
- Melakukan
latihan ROM
Hari ke – 2
No Tanggal, Implementasi Evaluasi Paraf
hari,
waktu
1. Rabu - Melakukan S : Pasien
10/03/21 cek tekanan mengatakan sakit
kepala saat
darah hasil : tekanan darahnya
140/90 naik O : Pasein
tampak tampak
mmHg
gelisah setelah
- Malakukan dilakukan
cek perabaan perendaman air
hangat pasien
kekuatan nadi tampak rileks
hasil :
68x/menit
- nyeri
- Lanjutkan
kompres
air hangat
jahe
hangat jahe
pada bagian
tangan kanan
selama 10-15
menit
3. Rabu - Mengidentifi S : pasien
10/03/21 kasi mengatakan
keterbatasan punggung dan lutut
fungsi & nyeri dan sulit
gerak sendi untuk bergerak
Hasil: bebas O : pasien
pergerakan tampak kesulitan
pada untuk bergerak,
pinggang gerakan masih
dan lutut terbatas A :
pasien tidak Masalah belum
sempurna teratasi
karena nyeri - P : Intervensi
dilanjutkan:
sendi &
lakukan
tulang latihan Rom
- Menanyakan
lokasi atau
rasa nyeri
selama
gerak/
- aktivitas
Memberikan
edukasi
mengenai
pentingnya
aktifitas fisik
setiap hari
- Melakukan
penkes
latihan
ROM
- Melakukan
latihan ROM
ABSTRACT
ABSTRAK
Kata kunci : Lansia, Hipertensi, Terapi Rendam Kaki Air Hangat Dan Relaksasi
Nafas Dalam
PENDAHULUAN
Lanjut usia merupakan suatu akibat yang terjadi dari proses menua, seseorang
dikatakan lanjut usia belum dapat terjawab secara memuaskan namun para ahli
dan organisasi kesehatan dunia member batasan atau klasifikasi yang hampir
sama. Umur yang dijadikan patokan sebagai lanjut usia berbedabeda, umumnya
berkisar antara 60-65 tahun 1 (Maryam, 2008). Di Asia Tenggara termasuk
Indonesia adalah salah satu Negara yang jumlah penduduk berusia 60 tahun ke
atas telah mencapai di atas 7% dari keseluruhan penduduk. Peningkatan jumlah
penduduk lansia ini disebabkan oleh peningkatan derajat kesehatan dan
kesejahteraan penduduk yang akan berpengaruh pada peningkatan usia Harapan
Hidup (UHH) di Indonesia 2 (Riskesdes, 2013).
Hipertensi diderita oleh satu miliar orang diseluruh dunia dan diperkirakan
tahun 2025 melonjak menjadi 1,5 miliar orang. Setiap tahun Hipertensi
menyumbang kepada kematian hampir 9,4 juta orang akibat penyakit jantung dan
stroke dan kejadian ini digabungkan, kedua penyakit ini merupakan penyebab
kematian nomor satu didunia. 7 (World Health Organizasion, 2013). Prevalensi
hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥ 18 tahun
sebesar 25,8% dan yang didapat melalui kuisioner terdiagnosis oleh tenaga
kesehatan sebesar 9,4%, yang didiagnosis sedang minum obat sebesar 9,5%. Jadi
prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% (Riskesdas,2013). Berdasarkan
laporan Sistem Terpadu Penyakit Tidak Menular Puskesmas (STP PTM) pada
tahun 2014, didapatkan data dari 256.586 jumlah penduduk usia >15 tahun yang
ada di Yogyakarta setelah dilakukan pengukuran tekanan darah sebanyak 40.363
(15,73%) diketahui yang memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi) sebanyak
7.464 (18,49%).
Hasil dari tekanan darah terakhir dari semua lansia didapatkan yang
mengalami tekanan darah tinggi sebanyak 17 orang, dari hasil wawancara
beberapa lansia juga menyatakan sering merasa pegal, sakit kepala dan tegang
ditengkuk. Tindakan yang sudah dilakukan yaitu dengan minum obat anti
hipertensi. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti
dengan mengkombinasikan dua terapi rendam kaki air hangat yang mana
berdampak untuk vasodilatasi pembuluh darah serta relaksasi nafas dalam yang
dapat mengurangi ketegangan otot-otot. Dengan judul penelitian yaitu “Efektivitas
Terapi Rendam
Kaki Air Hangat dan Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Tekanan Darah pada
Lansia.
METODE
HASIL
Simpulan
Sebelum diberikan terapi rendam kaki air hangat dan relaksasi nafas dalam rata-
rata tekanan darah sistolik sebesar 155,94 mmHg dan diastolik 83,00mmHg.
Setelah diberikan terapi rendam kaki air hagat dan relaksasi nafas rata-rata
tekanan darah sistolik sebesar 133,23 mmHg dan diastolik 77,58 mmHg. Terdapat
penurunan yang signifikan terhadap tekanan darah sistolik maupun diastolik
respondan sebelum dan setelah 2 minggu dilakukan terapi rendam kaki air hangat
dan relaksasi nafas dalam dengan rata-rata perbedaan sistolik sebesar 22,71
mmHg dan diastolik 11,94 mmHg.
Saran
Ilkafah, I. (2016). Perbedaan Penurunan Tekanan Darah Lansia Dengan Obat Anti
Hipertensi Dan Terapi Rendam Air Hangat Di Wilayah Kerja Puskesmas Antara
Tamalanrea Makassar. Pharmacon, 5(2).
Hastuti, R. T., & Insiyah, I. (2015). Penurunan Tekanan Darah Dengan
Menggunakan Tehnik Nafas Dalam (Deep Breathing) Pada Pasien Hipertensi Di
Puskesmas Bendosari Kabupaten Sukoharjo. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan,
4(2).
Destia, D.,Umi, A., Priyanto. (2014). Perbedaan Tekanan Darah Sebelum Dan
Sesudah Dilakukan Hidroterapi Rendam Hangat Pada Penderita Hipertensi Di
Desa Kebondalem Kecamatan Jambu Kabupaten Semarang. Jurnal Stikes Ngudi
Waluyo Ungaran 2014. 4-9.
Putri, Ddk (2015). Efektifitas Terapi Menggunakan Air Hangat Dan Senam
Lansia Terhadap Tekanan Darah Di Unir Rehabilitas Sosial (Uresos) Pucang
Gading Unit
Semarang II. Diakses Tanggal 10 Mei 2017
Andi Saifah*
Kata Kunci : Kompres hangat, air rebusan jahe merah, penyakit sendi,
pemberdayaan, keluarga
ABSTRACT
Joint disease is one of the public health problems in Indonesia. The main
complaints are joint pain and stiffness. Warm water compresses can
promote blood circulation. Ginger serves to fight inflammation, reduce
pain, deliver heat and prevent damage to the cartilage. The purpose of the
study was to analyze the effect of warm compresses of red ginger boiled
water on complaints of joint disease through family empowerment in
Kelurahan Kawatuna This study was a pre experiment research with one
group pre- post test design. The study population was all families who had
family members experiencing complaints of joint disease. The sample
selection was purposive sampling, the number of samples was 30 families.
The research instrument was an observation sheet: joint pain (intensity,
duration, quality), range of motion, caregiver performance. The analysis
test used was the Wilcoxon test. The results obtained all ρ value = 0,000,
there were significant differences in the intensity, duration and quality of
joint pain, the range of motion of the joints before and after giving warm
compresses of red ginger boiled water by the caregiver and improving
sleep quality for 23 patients (76.67%) The conclusion of the study is that
warm compresses of red ginger boiled water by family members are
influential in reducing or eliminating complaints of joint disease in
patients.It is recommended to the community, Puskesmas or Hospital to
apply warm compresses of red ginger boiled water as a non-
pharmacological intervention in dealing with complaints of joint disease.
PENDAHULUAN
Penyakit persendian dikenal sebagai penyakit reumatik. Tipe yang
paling banyak adalah osteoarthritis, remathoid arthritis, dan gout.(1)
Penyakit persendian didiagnosa berdasarkan keluhan pasien berupa nyeri
disertai kemerahan, bengkak dan kakakuan sendi. (2,3)
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan prevalensi penyakit
sendi tanpa membedakan tipenya berada pada posisi kedua penyakit
terbanyak secara Nasional yaitu sebesar 24,7%. Prevalensi penyakit sendi
di Sulawesi Tengah tahun 2009 sebesar 29,7% (posisi ke-12 Nasional),
mengalami penurunan menjadi 26,7% tahun 2013, tetapi mengalami
peningkatan posisi menjadi urutan ke-6.(3) Hal tersebut menunjukkan
Sulawesi Tengah belum maksimal dibandingkan dengan provinsi lain
dalam penanggulangan penyakit sendi secara Nasional.
Hasil Survey di Puskesmas Kawatuna Kota Palu tentang prevalensi
penyakit sendi menempati posisi ke-5 dari 10 penyakit terbanyak tahun
2016 sebanyak 622 kasus (mean 52), sedangkan pada bulan Januari –
Agustus 2017 ditemukan sebanyak 576 kasus (mean 72). Berdasarkan
ratarata jumlah penderita setiap bulan, terjadi peningkatan kasus dari tahun
2016 ke tahun 2017.
Tindakan untuk mengatasi penyakit persendian berupa terapi
farmakologis dan nonfarmakologis (bukan obat kimia). Terapi
farmakologis seperti Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs (NSAIDs) dan
analgetik (anti nyeri) merupakan terapi yang paling sering diberikan untuk
mengatasi keluhan penyakit persendian. Namun, beberapa efek samping
dari penggunaan obat NSAIDs dan analgetik antara lain dyspepsia, nausea,
ulcer, perdarahan saluran pencernaan, telinga berdengung, sakit kepala(2),
terlebih lagi jika dikonsumsi dalam jangka waktu lama atau penggunaan
yang tidak terkontrol karena hanya membeli obat tanpa resep Dokter.
Terdapatnya efek samping dari terapi farmakologis, mendorong para
ilmuwan kesehatan untuk menggunakan terapi nonfarmakologis untuk
mengatasi penyakit atau keluhan penyakit, termasuk penyakit persendian.
Selain efek samping obat, juga membutuhkan biaya yang cukup mahal.
Terapi nonfarmakologis dapat sebagai terapi modalitas, terapi
alternative dan atau terapi komplementer. Terapi modalitas dan
komplementer untuk proses penyembuhan dan pemulihan kesehatan pasien
sangat dianjurkan karena telah terbukti secara ilmiah.(4,5) Terapi
nonfarmakologis dapat dipadukan antara terapi modalitas dan terapi
komplementer alternative untuk mengatasi keluhan sehingga
meningkatkan kenyamanan pasien.
Aplikasi atau kompres panas/hangat salah satu terapi modalitas
untuk menurunkan nyeri.(5,6). Aplikasi panas/hangat lebih sering
digunakan pada penyakit reumatik untuk mengurangi nyeri, kekakuan,
spasme otot dan melancarkan peredaran darah. 1,2)
Hasil studi menunjukkan penurunan intensitas nyeri sendi pada lansia
setelah diberi kompres air hangat (7), namun terjadi sebaliknya pada
sebagian pasien, kompres panas/hangat dapat meningkatkan rasa nyeri,
spasme otot dan volume cairan synovial. (2)
Terapi komplementer alternative sebagai treatment penyakit sendi yang
banyak dipubikasikan adalah “jahe”. Jahe dipercaya dapat mengatasi
beberapa keluhan penyakit persendian karena berfungsi sebagai anti
inflamasi, menurunkan nyeri dan kekakuan. (8,9,10,11)
Jahe merah mempunyai kandungan minyak atsiri paling tinggi dibanding
varietas jahe yang lain.(11)
Hasil riset menemukan terdapat pengaruh kompres jahe (diparut)
dalam menurunkan intensitas nyeri sendi pada pasien berusia di atas 40
tahun. (7,12,13,14) disarankan untuk dilakukan secara mandiri oleh pasien
atau dibantu oleh anggota keluarga yang lain, meskipun penyediaan
kompres jahe parutan lebih sukar dan “aneh” menurut 20 pasien.(11)
Rekomendasi Therkleson sejalan dengan program pemerintah yaitu
Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK),
meskipun penanganan penyakit persendian bukan indikator utama. (15)
Peneliti belum menemukan studi tentang keterlibatan keluarga dalam
pemanfaatan jahe untuk mengatasi gangguan persendian, kebanyakan
intervensi dilakukan langsung oleh peneliti di Panti Werdha dan hanya
fokus pada intensitas nyeri (16,17), oleh karena itu peneliti ingin
mengembangkan pengaruh kompres hangat air rebusan jahe merah
terhadap keluhan penyakit sendi dengan memberdayakan keluarga di
rumah.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian menggunakan rancangan pra-eksperimental
onegroup pra-post test design untuk mengukur keluhan penyakit sendi
(intensitas,durasi dan kualitas nyeri sendi serta rentang gerak sendi)
sebelum dan setelah diberi perlakuan kompres hangat air rebusan jahe oleh
anggota keluarga (caregiver). Populasi adalah semua keluarga yang
mempunyai anggota keluarga mengalami keluhan penyakit sendi. Cara
pemilihan sampel adalah purposive sampling dengan kriteria bersedia
menjadi partisipan, mengalami keluhan nyeri sendi (tetapi tidak bengkak
dan merah), kaku sendi dan tidak mengonsumsi obat saat penelitian.
Sampel adalah 30 keluarga.
Instrument penelitian adalah 1) lembar observasi intensitas nyeri
menggunakan skala nyeri menurut Hayward yaitu meminta pasien memilih
salah satu bilangan (0-10) yang menurutnya paling menggambarkan
pengalaman nyeri yang dirasakan yaitu 0 (tidak nyeri); 1-3 (nyeri ringan,
secara objektif pasien dapat berkomunikasi); 4-6 (nyeri sedang, secara
objektif pasien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri,
dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik); 7-9
(nyeri berat, terkadang tidak dapat mengikuti perintah tetapi masih respon
terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya); 10 (nyeri sangat berat, tidak mampu lagi
berkomunikasi); 2) lembar observasi untuk mengukur durasi nyeri yaitu
lama waktu dirasakan nyeri (dalam menit); 3) lembar observasi untuk
mengukur kualitas/sensasi nyeri sendi (ditusuk-tusuk, kram; 4) lembar
observasi mengukur rentang gerak sendi;5) lembar observasi tentang
kemampuan caregiver merawat (ketersediaan air rebusan jahe, mencuci
tangan pakai sabun, mengatur posisi pasien, cara membasahi dan memeras
alat kompres, cara menem- pelkan alat kompres, cara mengganti perasan
washlap,komunikasi caregiver ke pasien, frekuensi kompres) diberi skore
1-4 (1=kurang baik; 2=cukup; 3=baik; 4= sangat baik) dan total skore(<
17= kinerja buruk; 18-20=kinerja cukup; 21-25=kinerja baik; >25=kinerja
sangat baik).
Peneliti menyiapkan jahe merah 1,5 kg/partisipan, dikemas 100
gram/bungkus dan disimpan dalam lemari pendingin, washlap dan
handschoon kemudian membagi ke setiap partisipan.
Cara kompres air hangat rebusan jahe :
1.Siapkan baskom, washlap atau handuk kecil, 5 rimpang jahe merah (+
100 gram), 1 liter air;
2.cuci 5 rimpang jahe dan iris tipis-tipis, masukkan irisan ke dalam 1 liter
air, rebus irisan irisan jahe sampai mendidih;
3.tuang rebusan jahe ke dalam Waskom, tunggu hingga suhu rebusan jahe
menjadi hangat (sesuai batas toleransi pasien) tanpa campuran air dingin,
rebusan jahe siap digunakan; 4.Atur posisi nyaman pasien;
5.cuci tangan pakai sabun;
6.Ambil waslap, basahi dengan air rebusan jahe, lalu peras sedikit;
7.tutup waskom rebusan jahe supaya panasnya tidak cepat menghilang;
8.8)Tempelkan pada area yang sakit sampai kehangatan washlap terasa
berkurang;
9.ulangi langkah 6,7,8 hingga 15 menit Langkah
- langkah pengumpulan data:
1.mengidentifikasi partisipan sesuai criteria sampel melalui kader
kesehatan atau warga masyarakat;
2.meminta kesediaan keluarga sebagai partisipan dengan menandatangani
informed consent selanjutnya dilakukan pengumpulan data terkait biodata
keluarga dan upaya penanganan gangguan penyakit sendi;
3.memilih anggota keluarga sebagai caregiver dan mengajarkan prosedur
kompres hangat air rebusan jahe, apabila anggota keluarga (pasien) sedang
merasa-kan keluhan sendi, peneliti langsung mengumpulkan data pra-test
terkait inten-sitas, durasi, kualitas dan rentang gerak penyakit sendi,
kemudian
HASIL
Karakteristik Partisipan
Karakteristik pasien yang diteliti adalah jenis kelamin dan usia disajikan
pada tabel
1 yaitu sebagian besar pasien penyakit sendi berjenis kelamin perempuan
yaitu 28 orang (93,3%) dan golongan umur terbanyak adalah golongan
dewasa tengah (> 44 – 65 tahun) sebesar 76,7%.
Karakteristik keluhan pasien terkait penyakit sendi adalah lama keluhan
penderita terbanyak pada rentang 1-7 hari yaitu 18 orang (60%), sebagian
besar mengalami keluhan di lutut sebanyak 20 orang (66,7%), semua
(100%) penderita merasa nyeri seperti ditusuk-tusuk dan rasa berat (seperti
kram dan kaku), hanya 5 orang (16,67%) yang merasa terganggu rentang
geraknya.
Keterangan : *Bermakna/Signifikan
DAFTAR PUSTAKA
Bode,A.M & Dong,Z. The Amazing and Mighty Ginger. Chapter 7. NCBI
bookshelf, a service of the National Library of Medicine, National Institus
of health. 2011
Kadek, D.M.P. Perbedaan kompres hangat jahe dan back massage terhadap
penurunan skala nyeri ekstremitas bawah pada lansia dengan remathoid
atrhitis di Banjar Abasan Singapadu Tengah. 2015. Erepo. Unud.ac.id
Kaakinen et al. Family health care nursing: theory, practice and research.
Fourth edition. F.A Davis Company.
*e-mail : nurbaya.baya35@gmail.com
Abstrak
Metode
Salah satu bentuk penanganan yang dapat dilakukan untuk
mengontrol banyaknya penderita rheumatoid artritis adalah dengan
memberikan pemahaman pada masyarakat terutama penderita mengenai
penyakit yang di derita dan upaya penanganannya. Sehingga perlu
dilakukannya penyuluhan tentang pelatihan Range of Motion (ROM) pada
pasien rheumatoid artritis di Desa Taraweang Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan. Hal tersebut bertujuan untuk mengedukasi masyarakat,
khususnya penderita rheumatoid artritis bahwa kondisi nyeri sendi dapat
dikendalikan dengan penatalaksaaan Range of Motion (ROM), serta untuk
membantu menciptakan pola kebiasaan pelaksanaan Range of Motion
(ROM) pada masyarakat, khususnya penderita rheumatoid artritis demi
untuk mencegah dan mengendalikan penyakit rheumatoid artritis.
Hasil
Kegiatan P3M ini dilaksanakan dalam bentuk ceramah, tanya
jawab dan diskusi yang diberikan pada pasien rheumatoid artritis di Desa
Tarweang Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan yang kemudian
dilanjutkan dengan penyuluhan range of motion bagi pasien rheumatoid
artritis, pelatihan range of motion yang mampu dilakukan bagi pasien
rheumatoid artritis. Kegiatan ini laksanakan selama satu hari, yaitu pada
tanggal 08 Maret dari pukul 08.30 –
16.45 WITA. Proses penyelenggaraan penyuluhan dan pelatihan ini
dilakukan di salah satu rumah Bapak Kepala Dusun di Desa Taraweang
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, dimana peserta dalam kegiatan ini
merupakan pasien rheumatoid artritis.
Kegiatan ini diawali dengan pengenalan dan penggalian
pengetahuan peserta penyuluhan mengenai Range of Motion (ROM).
Peserta kemudian diberikan ceramah dan diskusi yang berjalan lancar
dalam pelaksanaannya. Pelaksanaan kegiatan ini diawali dengan
pemberian materi oleh pemateri dibantu dengan media pembelajaran yang
digunakan dalam pelaksanaan pendidikan kesehatan mengenai Range of
Motion (ROM) yang diberikan. Selanjutnya, pemateri memberikan
pelatihan mengenai Range of Motion (ROM) pada pasien rheumatoid
artritis. Dan selanjutnya dilakukan pengukuran derajat fleksibilitas pasien
rheumatoid artritis tersebut.
Pembahasan
Hasil kegiatan pengabdian ini secara garis besar mencakup
beberapa komponen, yaitu keberhasilan target jumlah peserta sosialisasi,
ketercapaian tujuan sosialisasi, ketercapaian target materi yang telah
direncanakan, kemampuan peserta dalam memahami materi, keterampilan
dalam mempraktekkan range of motion secara dibantu oleh tim
pengabdian masyarakat tersebut.
Latihan aktif ROM merupakan latihan gerak isotonik (terjadi
kontraksi dan pergerakan otot) yang dilakukan klien dengan
menggerakkan masing-masing persendiannya sesuai dengan rentang
geraknya yang normal. Sedangkan latihan pasif ROM merupakan latihan
pergerakan perawat atau petugas lain yang menggerakkan persendian klien
sesuai dengan rentang geraknya (Kusyati, dkk, 2006).
Tujuan latihan aktif ROM, yaitu latihan ini dapat mempertahankan
atau meningkatkan kekuatan dan kelenturan otot seperti mempertahankan
fungsi kardiorespiratori serta mencegah kontraktur dan kekakuan pada
persendian. Sedangkan, tujuan latihan pasif ROM yaitu menjaga
fleksibilitas dari masing-masing persendian.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ROM adalah sebagai berikut,
yaitu pertumbuhan pada masa anak-anak, sakit, fraktur, trauma,
kelemahan, kecacatan, usia, dan lain-lain (Lukman, Ningsih Nurna, 2009).
Berikut latihan yang diberikan kepada peserta:
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan
3. Pegang lutut dengan satu tangan, tangan lainnya memegang
tungkai
4. Naikkan dan turunkan kaki dengan lutut tetap lurus.
5. Pegang lutut klien dengan satu tangan, tangan lainnya memegang
tungkai klien.
6. Lakukan gerakan menekuk dan meluruskan lutut.
7. Gerakan kaki klien menjauh dan mendekati badan atau kaki
satunya.
8. Kembali ke posisi semula.
9. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
10.Catat perubahan yang terjadi. Misalnya, rentang gerak dan
kekakuan sendi. Gerakan ini dilakukan 2x8 hitungan.
Target peserta pendidikan kesehatan seperti rencana awal
merupakan pasien rheumatoid artritis yang dimana hal ini dapat tercapai.
Dalam pelaksanaan pemberian materi, penambahan pengetahuan tidak
semuanya mudah diserap dalam waktu singkat, sehingga pentingnya
pemberian pengetahuan lebih lanjut. Ketercapaian dalam pendidikan
kesehatan ini adalah pasien rheumatoid artritis mampu dalam
mempraktekkan range of motion secara dibantu bagi pasien reumatoid
artritis, penatalaksanaan range of motion yang baik bagi pasien reumatoid
artritis sehingga para pasien reumatoid artritis mampu lebih sehat, mandiri,
dan produktif.
Tahap perencanaan berikutnya adalah untuk menggalakkan
kegiatan senam Range of Motion (rom) terkait dengan cara pengendalian
penyakit seperti halnya kegiatan berolahraga yang rutin dilakukan untuk
pasien reumatoid artritis dan untuk pencegahan bagi pasien reumatoid
artritis dalam hal penyakit degeneratif. Dengan demikian secara tidak
langsung civitas akademika STIKES Nani Hasanuddin telah membantu
program pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Selain itu, direncanakan untuk membentuk suatu wadah yang dapat
menjadi sumber informasi bagi masyarakat yang membutuhkan pendidikan
kesehatan terkait kesehatan pasien reumatoid artritis.
Program pendidikan kesehatan mengenai Range of Motion (ROM)
di Desa Taraweang Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan berjalan dengan
lancar dan sesuai dengan rencana kegiatan yang telah disusun, serta
pengetahuan masyarakat tentang range of motion (ROM) yang baik bagi
pasien rheumatoid artritis juga meningkat. Kegiatan ini mendapatkan
sambutan yang sangat baik, terlihat dari antusias peserta, dan keaktifan
peserta dalam menerima materi yang diberikan.
Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan dapat diajukan beberapa
saran sebagai berikut, yaitu adanya kegiatan lanjutan dari tenaga kesehatan
untuk memberikan health education terkait kesehatan pasien rheumatoid
artritis, dan perlu tindak lanjut tenaga kesehatan untuk membantu
mengontrol kegiatan pasien terkhusus Range of Motion (ROM) yang sehat
bagi pasien rheumatoid artritis.
Kesimpulan
Latihan Range of Motion dapat mengurangi kekakuan,
meningkatkan atau mempertahankan mobilitas sendi, dan meningkatkan
fleksibilitas dan elastisitas struktur periarticular. Latihan aktif dan
berbantuan aktif direkomendasikan pada pasien dengan radang sendi,
menghindari jaringan yang meradang berlebihan. Selama periode
peradangan akut, ROM sendi dapat dipertahankan dengan melakukan
setidaknya satu sampai dua repetisi melalui ROM penuh setiap hari.
Jumlah pengulangan dapat secara bertahap meningkat ketika gejala sendi
akut mereda dan menjadi subakut atau kronis. Latihan ROM aktif dalam
kombinasi dengan relaksasi juga telah terbukti menghasilkan keuntungan
fungsional dan pengurangan rasa sakit pada pasien dengan Artritis
Reumatoid
Rekomendasi
Tenaga kesehatan beserta pemerintah setempat melakukan pencegahan
dengan membantu masyarakat memberikan. Latihan Range of Motion
untuk mengurangi Artritis Reumatoid pada lansia
Daftar Pustaka
Barbour, K. E., Helmick, C. G., Boring, M., and Brady, T. J. Vital Signs:
Prevalence of Doctor-Diagnosed Arthritis and Arthritis-Attributable
Activity Limitation - United States, 2013–2015. MMWR 2017; 66:246–
253. Diakses dari
https://www.cdc.gov/mmwr/volumes/66/wr/mm6609e1.htm