Anda di halaman 1dari 76

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KEPERAWATAN DASAR PROFESI DENGAN PASIEN

HIPERTENSI

DI SUSUN OLEH

Dita Pratiwi Suprobowati

21317031

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI PROFESI


KEPERAWATAN YATSI TANGERANG

2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI

A. Definisi
Hipertensi adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal atau peningkatan abnormal
secara terus menerus lebih dari suatu periode, dengan tekanan sistolik
diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. (Aspiani, 2016)
B. Etilogi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan
menurut (Aspiani, 2016) :
a. Hipertensi primer atau hipertensi esensial
Hipertensi primer atau hipertensi esensial disebut juga hipertensi idiopatik
karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor yang memengaruhi yaitu :
(Aspiani, 2016)
1) Genetik
Individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi,
beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini. Faktor genetik ini
tidak dapat dikendalikan, jika memiliki riwayat keluarga yang memliki
tekanan darah tinggi.
2) Jenis kelamin dan usia /;
Laki - laki berusia 35- 50 tahun dan wanita menopause beresiko
tinggi untuk mengalami hipertensi. Jika usia bertambah maka tekanan
darah meningkat faktor ini tidak dapat dikendalikan serta jenis kelamin
laki–laki lebih tinggi dari pada perempuan.
3) Diet
Konsumsi diet tinggi garam secara langsung berhubungan dengan
berkembangnya hipertensi. Faktor ini bisa dikendalikan oleh penderita
dengan mengurangi konsumsinya, jika garam yang dikonsumsi
berlebihan, ginjal yang bertugas untuk mengolah garam akan menahan
cairan lebih banyak dari pada yang seharusnya didalam tubuh.
Banyaknya cairan yang tertahan menyebabkan peningkatan pada
volume darah. Beban ekstra yang dibawa oleh pembuluh darah inilah
yang menyebabkan pembuluh darah bekerja ekstra yakni adanya
peningkatan tekanan darah didalam dinding pembuluh darah dan
menyebabkan tekanan darah meningkat.
4) Berat badan
Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga berat badan
dalam keadaan normal atau ideal. Obesitas (>25% diatas BB ideal)
dikaitkan dengan berkembangnya peningkatan tekanan darah atau
hipertensi.
5) Gaya hidup
Faktor ini dapat dikendalikan dengan pasien hidup dengan pola
hidup sehat dengan menghindari faktor pemicu hipertensi yaitu
merokok, dengan merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang
dihisap dalam waktu sehari dan dapat menghabiskan berapa putung
rokok dan lama merokok berpengaruh dengan tekanan darah pasien.
Konsumsi alkohol yang sering, atau berlebihan dan terus menerus
dapat meningkatkan tekanan darah pasien sebaiknya jika memiliki
tekanan darah tinggi pasien diminta untuk menghindari alkohol agar
tekanan darah pasien dalam batas stabil dan pelihara gaya hidup sehat
penting agar terhindar dari komplikasi yang bisa terjadi.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder terjadiakibat penyebab yang jelas.salah satu
contoh hipertensi sekunder adalah hipertensi vaskular rena, yang
terjadiakibat stenosi arteri renalis. Kelainan ini dapat bersifat
kongenital atau akibat aterosklerosis.stenosis arteri renalis menurunkan
aliran darah ke ginjalsehingga terjadi pengaktifan baroreseptor ginjal,
perangsangan pelepasn renin, dan pembentukan angiostenin II.
Angiostenin II secara langsung meningkatkan tekanan darahdan secara
tidak langsung meningkatkan sintesis andosteron danreabsorbsi
natrium. Apabiladapat dilakukan perbaikan pada stenosis,atau apabila
ginjal yang terkena diangkat,tekanan darah akan kembalike normal
(Aspiani, 2016).
C. Patofisiologi
Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output
(curah jantung) dengan total tahanan prifer. Cardiac output (curah jantung)
diperoleh dari perkalian antara stroke volume dengan heart rate (denyut
jantug). Pengaturan tahanan perifer dipertahankan oleh sistem saraf
otonom dan sirkulasi hormon. Empat sistem kontrol yang berperan dalam
mempertahankan tekanan darah antara lain sistem baroreseptor arteri,
pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin dan autoregulasi
vaskular (Udjianti, 2010).
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak di vasomotor, pada medula diotak. Pusat vasomotor ini
bermula pada saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus
yang bergerak kebawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Titik neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang
serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah
(Padila, 2013).
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriksi.
Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun
tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Padila,
2013). Meski etiologi hipertensi masih belum jelas, banyak faktor diduga
memegang peranan dalam genesis hiepertensi seperti yang sudah
dijelaskan dan faktor psikis, sistem saraf, ginjal, jantung pembuluh darah,
kortikosteroid, katekolamin, angiotensin, sodium, dan air (Syamsudin,
2011). Sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin,
yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan
steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh
darah (Padila, 2013).
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran keginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron
oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air
oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler.
Semua faktor ini cendrung mencetuskan keadaan hipertensi (Padila, 2013).
D. Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala utama hipertensi adalah (Aspiani, 2014)
menyebutkan gejala umum yang ditimbulkan akibat hipertensi atau
tekanan darah tinggi tidak sama pada setiap orang, bahkan terkadang
timbul tanpa tanda gejala. Secara umum gejala yang dikeluhkan oleh
penderita hipertensi sebagai berikut:
1) Sakit kepala

2) Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk

3) Perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh

4) Berdebar atau detak jantung terasa cepat

5) Telinga berdenging yang memerlukan penanganan segera

Menurut teori (Brunner dan Suddarth, 2014) klien hipertensi


mengalami nyeri kepala sampai tengkuk karena terjadi penyempitan
pembuluh darah akibat dari vasokonstriksi pembuluh darah akan
menyebabkan peningkatan tekanan vasculer cerebral, keadaan tersebut
akan menyebabkan nyeri kepala sampe tengkuk pada klien hipertensi.
E. Klasifikasi Hipertensi
Menurut (WHO, 2018) batas normal tekanan darah adalah tekanan
darah sistolik kurang dari 120 mmHg dan tekanan darah diastolik kurang
dari 80 mmHg. Seseorang yang dikatakan hipertensi bila tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.

Tabel 1
Klasifikasi Tekanan Darah pada Orang Dewasa
Sebagai Patokan dan Diagnosis Hipertensi
(mmHg)
Kategori Tekanan darah
Sistolik Diastolik
Normal < 120 mmHg <80 mmHg

Prehipertensi 120-129 mmHg <80 mmHg


Hipertensi 130-139 mmHg 80-89 mmHg
stage I

Hipertensi ≥ 140 mmHg ≥ 90 mmHg


stage II
(Sumber : American Heart Association, Hypertension Highlights 2018 :
Guideline For The Prevention, Detection, Evaluation And Management Of High
Blood Pressure In Adults 2013).

Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya yaitu hipertensi


primer dan hipertensi sekunder (Aspiani, 2014). Hipertensi primer adalah
peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya. Dari 90%
kasus hipertensi merupakan hipertensi primer. Beberapa faktor yang
diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi primer adalah genetik,
jenis kelamin, usia, diet, berat badan, gaya hidup. Hipertensi sekunder
adalah peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang ada
sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid. Dari 10% kasus
hipertensi merupakan hipertensi sekunder. Faktor pencetus munculnya
hipertensi sekunder antara lain: penggunaan kontrasepsi oral, kehamilan,
peningkatan volume intravaskular, luka bakar dan stres (Aspiani, 2014).
F.

Komplikasi
Tekanan darah tinggi bila tidak segera diobati atau ditanggulangi,
dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan ateri didalam tubuh
sampai organ yang mendapat suplai darah dari arteri tersebut. Komplikasi
yang dapat terjadi pada penderita hipertensi yaitu : (Aspiani, 2014)
1) Stroke terjadi akibat hemoragi disebabkan oleh tekanan darah tinggi di
otak dan akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang
terpajan tekanan darah tinggi.
2) Infark miokard dapat terjadi bila arteri koroner yang arterosklerotik
tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium dan apabila
membentuk 12 trombus yang bisa memperlambat aliran darah
melewati pembuluh darah. Hipertensi kronis dan hipertrofi ventrikel,
kebutuhan oksigen miokardium tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi
iskemia jantung yang menyebabkan infark. Sedangkan hipertrofi
ventrikel dapat menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik
melintasi ventrikel terjadilah disritmia, hipoksia jantung, dan
peningkatan resiko pembentukan bekuan.
3) Gagal jantung dapat disebabkan oleh peningkatan darah tinggi.
Penderita hipertensi, beban kerja jantung akan meningkat, otot jantung
akan mengendor dan berkurang elastisitasnya, disebut dekompensasi.
Akibatnya jantung tidak mampu lagi memompa, banyak cairan
tertahan diparu yang dapat menyebabkan sesak nafas (eudema)
kondisi ini disebut gagal jantung.
4) Ginjal tekanan darah tinggi bisa menyebabkan kerusakan ginjal.
Merusak sistem penyaringan dalam ginjal akibat ginjal tidak dapat
membuat zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk melalui
aliran darah dan terjadi penumpukan dalam tubuh.
G.

Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan nonfarmakologis dengan modifikasi gaya hidup
sangat penting dalam mencegah tekanan darah tinggi dan
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan mengobati
tekanan darah tinggi , berbagai macam cara memodifikasi gaya
hidup untuk menurunkan tekanan darah yaitu :
(Aspiani, 2014).
b. Pengaturan diet
1) Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan
tekanan darah pada klien hipertensi. Dengan pengurangan
konsumsi garam dapat mengurangi stimulasi sistem renin-
angiostensin sehingga sangata berpotensi sebagai anti
hipertensi. Jumlah asupan natrium yang dianjurkan 50-100
mmol atau setara dengan 3-6 gram garam per hari. 2) Diet
tinggi kalium, dapat menurunkan tekanan darah tetapi
mekanismenya belum jelas. Pemberian kalium secara
intravena dapat menyebabkan vasodilatasi, yang dipercaya
dimediasi oleh oksidanitat pada dinding vaskular.
3) Diet kaya buah sayur.
4) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya jantung
koroner.
c. Penurunan berat badan
Mengatasi obesitas, pada sebagian orang dengan cara menurunkan
berat badan mengurangi tekanan darah, kemungkinan dengan
mengurangi beban kerja jantung dan voume sekuncup. Pada beberapa
studi menunjukan bahwa obesitas berhubungan dengan kejadian
hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiri. Jadi, penurunan berat badan
adalah hal yangs angat efektif untuk menurunkan tekanan darah.
Penurunan berat badan (1 kg/minggu) sangat dianjurkan. Penurunan
berat badan dengan menggunakan obat-obatan perlu menjadi perhatian
khusus karenan umumnya obat penurunan penurunan berat badan yang
terjual bebas mengandung simpasimpatomimetik, sehingga dapat
meningkatkan tekanan darah, memperburuk angina atau gejala gagal
jantung dan terjadinya eksaserbasi aritmia.
d. Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda
bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah dan memperbaiki
kedaan jantung.. olahraga isotonik dapat juga meningkatkan
fungsi endotel, vasoldilatasin perifer, dan mengurangi
katekolamin plasma. Olahraga teratur selama 30 menit sebanyak
3-4 kali dalam satu minggu sangat dianjurkan untuk menurunkan
tekanan darah. Olahraga meningkatkan kadar HDL, yang dapat
mengurangi terbentuknya arterosklerosis akibat hipertensi.
e. Memeperbaiki gaya hidup yang kurang sehat dengan cara
berhenti merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol, penting
untuk mengurangi efek jangka oanjang hipertensi karena asap
rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan
dapat meningkatkan kerja jantung.
f. Penatalaksanaan Farmakologis
1) Terapi oksigen
2) Pemantauan hemodinamik
3) Pemantauan jantung 4) Obat-obatan :
a) Diuretik : Chlorthalidon, Hydromax, Lasix, Aldactone, Dyrenium
Diuretic bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi
curah jantung dengan mendorong ginjal meningkatkan ekskresi
garam dan airnya. Sebagai diuretik (tiazid) juga dapat menurunkan
TPR.
b) Penghambat enzim mengubah angiostensin II atau inhibitor ACE
berfungsi untuk menurunkan angiostenin II dengan menghambat
enzim yang diperlukan untuk mengubah angiostenin I menjadi
angiostenin II. Kondisi ini menurunkan darah secara langsung
dengan menurunkan TPR, dan secara tidak langsung dengan
I.

menurunakan sekresi aldosterne, yang akhirnya meningkatkan


pengeluaran natrium.
H. Rencana Keperawatan
N Dx. SLKI SIKI
o Keperawatan
1. Kategori : Setelah 02060 Pemantauan
Fisiologi dilakukan tanda-tanda vital:
Subkategori : tindakan Observasi :
Respirasi keperawatan • Monitor
D. 0008 hipertensi tekanan darah
Penurunan curah selama 10-15 • Monitor nadi
jantung
menit Terapeutik :
diharapkan • berikan
curah jantung perendaman air
meningkat hangat
dengan kriteria (ferayanti,2017
hasil : L . 02089 )
curah jantung
• Dokumentasi
• Kelelahan hasil
cukup
menurun pemantauan.

• Tekanan Edukasi :
darah • Jelaskan tujuan
membaik
dan prosedur
• Takikardia
cukup pemantauan
menurun • Informasikan
hasil
pemantauan

2. Kategori : Setelah dilakukan I 08258


Fisiologis tindakan Manajemen nyeri
keperawatan
Subkategori : selama 15- 20 Observasi :
nyeri dan menit diharapkan  Identifikasi
kenyamanan D nyeri dapat lokasi dan
0077 Nyeri akut
teratasi dengan karakteristik ,
kriteria hasil: intensitas nyeri
L 08066 Tingkat • Identifikasi skala
nyeri nyeri
• Keluhan • Identifikasi nyeri
nyeri (2-3) non verbal
• Gelisah Terapeutik :
(2-3) • Berikan teknik non
• Kesulitan farmakologi
tidur (2-3)
(pemberian
 Pola tidur kompres air jahe
(2-3)
hangat
(Rahmawati,201
7).
Edukasi :
• Jelaskan strategi
meredakan nyeri
• Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri

3. Kategori : Setelah dilakukan 05185 Teknik latihan


Fisiologis tindakan penguatan sendi
keperawatan
Subkategori : selama 20 menit Tindakan :
Aktivitas/istirahat diharapkan • Identifikasi
G 0054 gangguan
mobilitas fisik keterbatasan
Gangguan
mobilitas fisik teratasi dengan fungsi dan gerak
kriteria hasil: sendi
• Monitor lokasi
atau rasa sakit
0504 Mobilita selama
2 s gerak/aktivitas
Fisik Terapeutik :
Kekuatan
 • Lakukan
otot (2-3) pengendalian nyeri
Rentang sebelum

gerak memulai latihan
Rom • Latihan Rom
(2-3) Edukasi

Nyeri (2- • Jelaskan
3) kepada pasien

Gerak tujuan
terbatas dan rencana
(2-3) latihan bersama

Kelemaha • Anjurkan
n fisik (2- melakukan
latihan rentang
3)
gerak aktif dan
pasif secara
sistematis.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIPERTENSI

FORMAT PEMERIKSAAN FISIK PASIEN DEWASA ( PSYSICAL


ASSASSMENT )

BIODATA PASIEN
1. Nama : Ny. A
2. Umur : 52 Tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. No. Register :-
5. Alamat : Perum Talaga Bestari Tangerang.
Banten
6. Status : menikah
5. Kekuarga terdekat : Suami
6. Diaqnosa Medis : Hipertensi
7. Tanggal Pengkajian : Senin, 08-03-2021
1. ANAMNESE
A. Keluhan Utama ( Alasan MRS ) :
Saat Masuk Rumah Sakit :-
Saat Pengkajian : Pasien mengatakan sakit kepala di bagian tengkuk,
sering merasa lelah, dan nyeri pada tangan sebelah kanan
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengatakan sakit kepala saat tekanan darahnya meningkat, dan
tangan sebelah kanannya bagian sendi terkadang nyeri dan sulit untuk
digerakan nyeri terasa seperti di tusuk-tusuk C. Riwayat Penyakit Yang
Lalu :
Pasien mengatakan sudah mempunyai riwayat penyakit hipertensi sejak
1 tahun yang lalu, dan baru mengatakan sekarang pasien mengalami nyeri
sendi dan pernah diperiksa di klinik 2 bulan yang lalu D. Riwayat
Kesehatan Keluarga :
Pasien mengatakan keluarga memiliki riwayat hipertensi & gastritis

2. POLA PEMELIHARAAN KESEHATAN


a. Pola Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi :
No Pemenuhan Di Rumah Di Rumah Sakit
Makan/Minum

1 Jumlah / Waktu Pagi : ½ porsi Pagi : -


Siang : -
Siang : 1 porsi Malam :-
Malam : ½ porsi

2 Jenis Nasi : putih Nasi :


Lauk : ikan,tempe Lauk :
Sayur : asem, sop Sayur :
Minum : air putih Minum/ Infus :
& Teh

3 Pantangan Tidak ada Tidak ada


pantangan

4 Kesulitan Tidak ada Tidak ada kesulitan


Makan / Minum kesulitan

5 Usaha-usaha Tidak ada Tidak ada


mengatasi
masalah

Masalah Keperawatan : .Tidak ada masalah

b. Pola Eliminasi
No Pemenuhan Eliminasi Di Rumah Di Rumah Sakit
BAB /BAK

1 Jumlah / Waktu Pagi : BAB Pagi :-


1x sehari Siang :-
Malam :-
Siang : BAB
1x sehari
Malam :

2 Warna Khas warna Khas warna kuning


kuning
3 Bau Berbau Berbau khas/amoniax
khas/amonia
x

4 Konsistensi padat padat

Tidak ada Tidak ada masalah


masalah
5 Masalah Eliminasi

6 Cara Mengatasi Tidak ada Tidak ada masalah


Masalah masalah
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah

c. Pola istirahat tidur


No Pemenuhan Istirahat Di Rumah Di Rumah Sakit
Tidur

1 Jumlah / Waktu Pagi : Pagi :-


tidak Siang :-
pernah Malam :-

Siang : kadang -
kadang
Malam : 21.00
wib s/d 03.00
wib
2 Gangguan Tidur Tidak ada
gangguan

3 Upaya Mengatasi Tidak ada


Gangguan tidur masalah

4 Hal Yang Menonton tv


Mempermudah Tidur

5 Hal Yang Tidak ada


Mempermudah bangun

d. Pola kebersihan diri / Personal Hygiene :


No Pemenuhan Personal Di Rumah Di Rumah Sakit
Hygiene

1 Frekuensi 3x dalam -
Mencuci seminggu
Rambut

2 Frekuensi Mandi 2x dalam sehari -

3 Frekuensi Gosok Gigi 3x dalam sehari -

4 Keadaan Kuku Bersih dan tidak -


ada kotoran

e. Aktivitas Lain
N Aktivitas Yang Di Rumah Di Rumah Sakit
o Dilakukan

1. Memasak Dilakukan -

f. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI


a. Latar belakang social, budaya dan spiritual klien
Kegiatan kemasyarakatan : Ny. A dan keluarga selalu mengikuti kegiatan

Kemasyarakan yang ada ditempat tinggalnya.


Konflik social yang dialami klien : Ny. A mengatakan tidak ada konflik
Ketaatan klien dalam menjalankan agamanya : ny. A dan keluarga selalu

Melaksanakan sholat dan mengaji

Teman dekat yang senantiasa siap membantu : ny. A mengatakan tetangga


Dan saudaranya selalu dan senantiasa membantu

b. Ekonomi
Ny. A mengatakan tidak ada masalah dalam ekonomi

3. PEMERIKSAAN FISIK
A. PEMERIKSAAN TANDA-TANDA VITAL
a. Tensi : 140/90 mmHg e. BB : 54 Kg
b. Nadi : 69 x/menit f. TB : 155 cm
c. RR : 19x/menit G. Setelah dihitung berdasar rumus
Borbowith
d. Suhu : 36°C Pasien termasuk : ( Ideal )
IMT : 54 54
155 x 155 = 24,025 = 2,24 = 22,45
B. KEADAAN UMUM
Baik (Compos Mentis)
C. PEMERIKSAAN INTEGUMENT, RAMBUT DAN KUKU
1. Integument
Inspeksi : Adakah lesi ( - ), Jaringan parut ( - )
Warna Kulit : kuning langsat
Bila ada luka bakar lokasi : (-), dengan luas : (-)
Palpasi : Tekstur (halus), Turgor / Kelenturan ( baik ), Struktur
(tegang ), Lemak subcutan ( tebal ),Nyeri tekan (-)
Identifikasi luka / lesi pada kulit
1. Tipe Primer
Makula ( - ), Papula ( - ) Nodule ( - ) Vesikula ( - )
2. Tipe Sekunder
Pustula ( - ), Ulkus ( - ), Crusta ( - ), Exsoriasi
( - ), Sear (-), Lichenifikasi ( - )
Kelainan- kelainan pada kulit :
Naevus Pigmentosus ( - ), Hiperpigmentasi ( - ),
Vitiligo/Hipopigmentasi ( - ), Tatto ( - ),
Haemangioma ( - ), Angioma/toh ( - ), Spider
Naevi ( - ), Strie ( - )
2.Pemeriksaan Rambut
a. Ispeksi dan Palpasi :
Penyebaran (tidak), Bau (-) rontok ( + ), warna putih tidak merata
Alopesia ( - ), Hirsutisme ( - ), alopesia ( - )
3. Pemeriksaan Kuku
a. Inspeksi dan palpasi, warna merah muda bentuk normal
Kebersihan (+)
D. PEMERIKSAAN KEPALA, WAJAH DAN LEHER
1. Pemeriksaan Kepala
Inspeksi : bentuk kepala ( Brakhiocephalus/ bulat ),
kesimetrisan ( - ). Hidrochepalu( - ), Luka ( - ), darah ( -),
Trepanasi( - ).
Palpasi : Nyeri tekan ( - ), fontanella / pada bayi (tidak)
2. Pemeriksaan Mata Inspeksi :
a. Kelengkapan dan kesimetrisan mata ( + )
b. Ekssoftalmus ( - ), Endofthalmus ( - )
c. Kelopak mata / palpebra : oedem ( - ), ptosis ( - ),
peradangan ( - ) luka ( - ), benjolan ( - )
d. Bulu mata : tidak
e. Konjunctiva dan sclera : perubahan warna Normal
f. Warna iris Normal, reaksi pupil terhadap cahaya
g. (miosis ) isokor ( + ) Kornea : warna Normal
Nigtasmus ( - )
Strabismus ( - )
h. Pemeriksaan Visus
Dengan Snelen Card :
Tanpa Snelen Card : Ketajaman Penglihatan ( Kurang )

i. Pemeriksaan lapang pandang


Normal
j. Pemeriksaan tekanan bola mata
Dengan tonometri normal, dengan palpasi taraba

3. Pemeriksaan Telinga
k. Inspeksi dan palpasi
Amati bagian telinga luar: bentuk simetris
Ukuran normal , Warna normal, lesi ( - ), nyeri tekan ( - ),
peradangan ( - ), penumpukan serumen ( - ).
Dengan otoskop periksa membran tympany amati, warna,
transparansi, perdarahan ( - ), perforasi ( - ).
Uji kemampuan kepekaan telinga :

- Tes bisik Normal


- Dengan arloji Normal
- Uji weber : seimbang
Uji rinne : hantaran tulang sama dibanding dengan
hantaran udara
- Uji swabach : sama 4. Pemeriksaan
Hidung
a. Inspeksi dan palpasi
Amati bentuk tulang hidung dan posis septum nasi ( tidak )
Amati meatus : perdarahan ( - ), Kotoran ( - ),
Pembengkakan ( - ), pembesaran / polip ( - )
5.Pemeriksaan Mulut dan Faring
a. Inspeksi dan Palpasi
Amati bibir : Kelainan konginetal ( normal ), warna bibir
(normal), lesi ( - ), Bibir pecah ( - ), Amati gigi ,gusi, dan
lidah : Caries ( - ), Kotoran ( - ), Gigi palsu ( - ), Gingivitis ( -),
Warna lidah : (normal) . Perdarahan ( - ) dan abses ( - ). Amati
orofaring atau rongga mulut : Bau mulut : uvula ( simetris ),
Benda asing: ( tidak ). Adakah pembesaran tonsil, T 0 / T 1 / T
2 / T 3 / T 4 Perhatikan suara klien : ( tidak )
6. Pemeriksaan Wajah
Inspeksi : Perhatikan ekspresi wajah klien : rileks, Warna dan
kondisi wajah klien : baik, Struktur wajah klien Kelumpuhan
otototot fasialis ( - )

7. Pemeriksaan Leher
Dengan inspeksi dan palpasi amati dan rasakan :

a. Bentuk leher (simetris), peradangan ( - ), jaringan parut ( - ),


perubahan warna ( - ), massa ( - )
b. Kelenjar tiroid, pembesaran ( - )
c. Vena jugularis, pembesaran ( - )
Palpasi : pembesaran kelenjar limfe ( - ), kelenjar tiroid ( - ),
posisi trakea (simetris).
E. PEMERIKSAAN PAYUDARA DAN KETIAK
a. Inspeksi
Ukuran payudara (normal), bentuk (simetris), pembengkakan (-).
Kulit payudara : warna(normal), lesi ( - ), Areola : perubahan warna
(-)
Putting : cairan yang keluar ( - ), ulkus ( - ), pembengkakan ( - )
b. Palpasi
Nyri tekan ( - ), dan kekenyalan (kenyal), benjolan massa ( - )
F. PEMERIKSAAN TORAK DAN PARU
a. Inspeksi
Bentuk torak (Normal chest), susunan ruas tulang belakang (Kyposis ),
bentuk dada (simetris), keadaan kulit (normal)
Retrasksi otot bantu pernafasan : Retraksi intercosta ( - ), retraksi
suprasternal ( - ), Sternomastoid ( - ), pernafasan cuping hidung
( -).
Pola nafas : (Normal). Amati : cianosis ( - ), batuk (- ).
b. Palpasi
Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan kiri
teraba (sama ).
c. Perkusi
Area paru : ( sonor )
d. Auskultasi
1. Suara nafas
Area Vesikuler : ( bersih ) , Area Bronchial : ( bersih ) Area
Bronkovesikuler ( bersih )
2. Suara Ucapan
Terdengar : Bronkophoni ( - ), Egophoni ( - ), Pectoriloqy (-)
3. Suara tambahan
Terdengar : Rales ( - ), Ronchi ( - ), Wheezing (-) Pleural fricion
rub ( - )
G. PEMERIKSAAN JANTUNG
a. Inspeksi
Ictus cordis ( + ), pelebaran (-)
b. Palpasi
Pulsasi pada dinding torak teraba : ( Kuat )
c. Perkusi
Batas-batas jantung normal adalah :
Batas atas : normal ( N = ICS II )
Batas bawah normal ( N = ICS V)
Batas Kiri : normal ( N = ICS V Mid Clavikula Sinistra)
Batas Kanan : normal ( N = ICS IV Mid Sternalis Dextra)

d. Auskultasi
BJ I terdengar (tunggal ), ( reguler )
BJ II terdengar (tunggal ), (keras ), ( reguler )
Bunyi jantung tambahan : BJ III ( - ), Gallop Rhythm (-), Murmur
(- )
H. PEMERIKSAAN ABDOMEN
a. Inspeksi
Bentuk abdomen : ( datar )
Massa/Benjolan ( - ), Kesimetrisan ( + ),
Bayangan pembuluh darah vena (-)
b. Auskultasi
Frekuensi peristaltic usus 15 x/menit ( N = 5 – 35 x/menit,
Borborygmi ( - )
c. Palpasi
Palpasi Hepar :
Ddiskripsikan : Nyeri tekan ( - ), pembesaran ( - ), perabaan (keras),
permukaan (halus), tepi hepar (tumpul) . ( N = hepar tidak teraba).

Palpasi Appendik :

Buatlah garis bayangan untuk menentukan titik Mc. Burney . nyeri tekan (
- ), nyeri lepas ( - ), nyeri menjalar kontralateral ( - ).
Palpasi dan Perkusi Untuk Mengetahui ada Acites atau tidak :

Shiffing Dullnes ( - ) Undulasi ( - )


Normalnya hasil perkusi pada abdomen adalah tympani.
Palpasi Ginjal :

Bimanual diskripsikan : nyeri tekan( - ), pembesaran ( - ).


(N = ginjal tidak teraba).
Keluhan lain yang dirasakan terkait dengan Px. Abdomen

I. PEMERIKSAAN GENETALIA
1. Pada Wanita
Inspeksi
Kebersihan rambut pubis (bersih ), lesi ( - ),eritema ( - ), keputihan ( - ),
peradangan ( - ).Lubang uretra : stenosis /sumbatan ( - )
J. PEMERIKSAAN ANUS
a. Inspeksi
Atresia ani ( - ), tumor ( - ), haemorroid ( - ), perdarahan ( - )
Perineum : jahitan ( - ), benjolan ( - )
b. Palpasi
Nyeri tekan pada daerah anus ( - ) pemeriksaan Rectal Toucher
K. PEMERIKSAAN MUSKULOSKELETAL ( EKSTREMITAS )
a. Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris ), deformitas (-), fraktur (-) lokasi,
jenis fraktur, kebersihan luka, terpasang Gib ( - ), Traksi ( - )

b. Palpasi 3 3
Oedem : 3 3
3

4 3
Lakukan uji kekuatan otot :
4 3

L. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
a. Menguji tingkat kesadaran dengan GCS ( Glasgow Coma Scale )
1. Menilai respon membuka mata normal
2. Menilai respon Verbal normal
3. Menilai respon motorik normal
Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan :
(Compos Mentis)
b. Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak
Penigkatan suhu tubuh (-), nyeri kepala (-), kaku kuduk (-), mual –
muntah ( -) kejang (-) penurunan tingkat kesadaran ( -)
c. Memeriksa nervus cranialis
Nervus I , Olfaktorius (pembau ) normal
Nervus II, Opticus ( penglihatan ) normal
Nervus III, Ocumulatorius normal
Nervus IV, Throclearis normal
Nervus V, Thrigeminus : - Cabang optalmicus : normal
- Cabang maxilaris : normal
- Cabang Mandibularis : normal
Nervus VI, Abdusen normal
Nervus VII, Facialis normal
Nervus VIII, Auditorius normal
Nervus IX, Glosopharingeal normal
Nervus X, Vagus normal
Nervus XI, Accessorius normal
Nervus XII, Hypoglosal normal
d. Memeriksa fungsi motorik
Ukuran otot (simetris), atropi (-) gerakan-gerakan yang tidak
disadari oleh klien (-)
e. Memeriksa fungsi sensorik
Kepekaan saraf perifer : benda tumpul(+), benda tajam Menguji
sensai panas / dingin, kapas halus(+), minyak wangi (+)
f. Memeriksa reflek kedalaman tendon
1. Reflek fisiologis
a. Reflek bisep ( -)
b. Reflek trisep ( -)
c. Reflek brachiradialis (-)
d. Reflek patella (-)
e. Reflek achiles ( + )
2. Reflek Pathologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada
kasuskasus tertentu.
a. Reflek babinski ( + )
b. Reflek chaddok ( + )
c. Reflek schaeffer ( + )
d. Reflek oppenheim ( + )
e. Reflek Gordon ( + )
f. Reflek bing ( + )
g. Reflek gonda ( + )
V. RIWAYAT PSIKOLOGIS
a. Status Nyeri :
1. Menurut Skala Intensitas Numerik

● ● ● ● ● ● ● ● ● ●
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2. Menurut Agency for Health Care Policy and Research
No Intensitas Nyeri Diskripsi

1 □ Tidak Nyeri Pasien mengatakan tidak


merasa nyeri

2 □ Nyeri ringan Pasien mengatakan sedikit nyeri atau


ringan.
Pasien nampak gelisah

3  Nyeri sedang Pasien mengatakan nyeri masih bisa


ditahan atau sedang
Pasien nampak gelisah
Pasien mampu sedikit berparsitipasi
dalam perawatan
4 □ Nyeri berat Pasien mangatakan nyeri tidak dapat
ditahan atau berat.
Pasien sangat gelisah

Fungsi mobilitas dan perilaku pasien


berubah
5 □ Nyeri sangat Pasien mengatan nyeri tidak
berat tertahankan atau sangat berat
Perubahan ADL yang
mencolok ( Ketergantungan ),
putus asa.

Masalah Keperawatan : Ny. A mengatakan nyeri sedang

c. Status Emosi
Bagaimana ekspresi hati dan perasaan klien : baik, Tingkah
laku yang menonjol :baik & terbuka, Suasana yang
membahagiakan klien : baik, Stressing yang membuat perasaan
klien tidak nyaman : tidak ada
d. Gaya Komunikasi
Apakah klien tampak hati-hati dalam berbicara ( tdk ), apakah
pola komunikasinya ( spontan ), apakah klien menolak untuk
diajak komunikasi ( tdk ), Apakah komunikasi klien jelas
( ya ), apakah klien menggunakan bahasa isyarat (tdk ).
e. Pola Interaksi
Kepada siapa klien berspon : keluarga & tetangga, Siapa orang yang
dekat dan dipercaya klien : suami & anak
Bagaimanakah klien dalam berinteraksi ( aktif ), Apakah tipe
kepribadian klien ( terbuka ).

f. Pola Pertahanan
L. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL DAN SPIRITUAL
1. Kondisi emosi / perasaan klien

- Apa suasana hati yang menonjol pada klien ( gembira ) -


Apakah emosinya sesuai dengan ekspresi wajahnya ( ya )

2. Kebutuhan Spiritual Klien :


- Kebutuhan untuk beribadah ( terpenuhi )
- Masalah- masalah dalam pemenuhan kebutuhan spiritual : (tidak
ada)
3. Tingkat Kecemasan Klien :
Komponen Yang Cemas Cemas Cemas Panik
No dikaji Ringan Sedang
Berat

1 Orintasi terhadap  Baik □ Menurun □ Salah □ Tdk


Orang,
tempat,waktu ada
reaksi

2 Lapang persepsi  Baik □ Menurun □ Menyempit □


Kacau

3 Kemampuan  Mampu □ Mampu □Tidak mampu □Tdk


menyelesaikan dengan ada
masalah bantuan tan
gga
pan

4 Proses Berfikir  Mampu □ Kurang mampu □Tidak mampu □Alur


berkonsen mengingat dan mengingat fikir
trasi dan berkonsentrasi dan an
mengingat berkonsentr kac
dengan asi au
baik

5 Motivasi  Baik □ Menurun □ Kurang □


Putus
asa

4. Konsep diri klien:


b. Identitas diri : Baik
c. Ideal diri : baik
d. Gambaran diri : baik
e. Harga diri : baik
f. Peran : baik

K. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
A. Jika ada jelaskan gambaran hasil foto Rongent, USG, EEG, EKG,CT-Scan,
MRI, Endoscopy dll. (Tidak ada pemeriksaan)
I. TERAPI YANG TELAH DIBERIKAN : (indikasi, kontra indikasi,efek
samping, sinonim) Terapi medik :
- Asammefenamat 3x1 sehari sesudah makan 500 mg
- Amlodiphine 1x1 sehari 5 mg
- Montalin: obat untuk otot terasa kaku 1x1 sehari diminum pada
malam hari 5 mg

A. Analisa Fokus
No Data Fokus Dx. Keperawatan Etiologi
1. Ds : Pasien Kategori : Fisiologi Hipertensi
mengatakan riwayat Subkategori :
Peningkatan kerja
hipertensi sejak 1 Respirasi jantung
tahun yang lalu, D. 0008 Penurunan
pasien mengatakan curah jantung Hipertropi serabut
jantung
sakit kepala, pasien
mengatakan sulit Gagal
jantung
tidur jika tekanan
kongestif
darah
meningkat Penurunan O2 ke
organ & jaringan
Do : pasien tampak :
kelelahan dan pucat Penurunan fungsi
perfusi
Td : 150/90 mmHg,
Nadi :105 x/menit, Kelelahan, lemah,
Rr : 19x/menit, pucat
Suhu :
Penurunan curah
36,5°c. jantung

2. Ds : P : pasien Kategori : Artritis


mengatakan nyeri di Fisiologis
bagian tangan kanan Subkategori : nyeri Kadar purin
Q : nyeri terasa dan kenyamanan D meningkat
seperti ditusuk-tusuk 0077 Nyeri akut
R : nyeri terasa di Terjadi
bagian tangan kanan endapan di
S : skala nyeri 3 T : pembuluh darah
nyeri terasa saaat
digerakan dan nyeri Pembengkakan

Nyeri akut
terasa sejak 2 bulan
yang lalu.
Do : pasien tampak
lesu dan gelisah,
pasien tampak
kesakitan saat tangan
kanannya digerakan

3. Ds : pasien Kategori : Fisiologis Nyeri sendi bagian


mengatakan sulit Subkategori : ekstremitas atas kanan

menggerakan Aktivitas/istirahat Rentang gerak terbatas


tangan bagian kanan G 0054
Gangguan Kekuatan otot
atasnya, Tangan mobilitas fisik menurun
kanan terasa nyeri
saat digerakkan Do : Gangguan mobilitas
fisik
pasien tampak
rentang gerak
terbatas, rentang
gerak menurun,
kekuatan otot ,dan
nyeri saat digerakan

3 3

4 4
B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung
2. Nyeri akut
3. Gangguan mobilitas fisik
C. Intervensi Keperawatan
N Dx. SLKI SIKI
o Keperawatan
1. Kategori : Setelah 02060 Pemantauan
Fisiologi dilakukan tanda-tanda vital:
Subkategori : tindakan Observasi :
Respirasi keperawatan • Monitor
D. 0008 hipertensi tekanan darah
Penurunan curah selama 20-30 • Monitor nadi
jantung
menit Terapeutik :
diharapkan • berikan
penurunan curah perendaman air
jantung dapat hangat
teratasi dengan (ferayanti,2017
kriteria hasil : )
L . 02089 curah
• Dokumentasi
jantung hasil
• Lelah (2- pemantauan.
3) Edukasi :
• Bb (2-3) • Jelaskan tujuan
• Td (2-3)
dan prosedur
• Takikardia
pemantauan
(2-3)
• Informasikan
hasil
pemantauan

2. Kategori : Setelah dilakukan I 08258 Manajemen


Fisiologis tindakan nyeri
Subkategori : keperawatan Observasi :
nyeri dan selama 15- 20 • Identifikasi lokasi
kenyamanan D
0077 Nyeri akut menit diharapkan dan karakteristik ,
nyeri dapat intensitas nyeri
teratasi dengan • Identifikasi skala
kriteria hasil: nyeri
L 08066 Tingkat • Identifikasi nyeri
nyeri non verbal
• Keluhan Terapeutik :
nyeri (2-3) • Berikan teknik
• Gelisah non farmakologi
(2-3)
(pemberian
• Kesulitan kompres air jahe
tidur (2-3)
hangat
 Pola tidur
(Rahmawati,201
(2-3)
7).
Edukasi :
• Jelaskan strategi
meredakan nyeri
• Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
3. Kategori : Setelah 05185 Teknik latihan
Fisiologis dilakukan penguatan sendi
tindakan
Subkategori : keperawatan Tindakan :
Aktivitas/istiraha selama 20 menit  Identifikasi
t G 0054 diharapkan keterbatasan
Gangguan gangguan fungsi dan
mobilitas fisik mobilitas fisik gerak sendi

terata dengan • Monitor


si hasil: lokasi
kriteri Mobilita atau rasa sakit
a s selama
050 gerak/aktivitas
42 Kekuata Terapeutik :
Fisi n otot • Lakukan
k (2-3) pengendalian nyeri
Rentang sebelum

 gerak memulai latihan


Rom • Latihan Rom
(2-3) Edukasi

Nyeri (2- • Jelaskan



3) kepada pasien
Gerak tujuan

terbatas dan rencana
(2-3) latihan bersama
Kelemah • Anjurkan
 melakukan
a
latihan rentang
n fisik
gerak aktif dan
(2-
pasif secara
3) sistematis.

D. Implementasi & Evaluasi Hari ke – 1


No Tanggal, Implementasi Evaluasi Paraf
hari,
waktu
1. Selasa - Melakukan cek S : Pasien
02/11/21 tekanan darah mengatakan sakit
hasil :

- 140/90 kepala saat


mmHg tekanan darahnya
Malakukan naik O : Pasein
cek perabaan tampak tampak
kekuatan gelisah setelah
- nadi hasil dilakukan
: perendaman air
68x/menit hangat pasien
Memberikan tampak rileks A :
terapi non masalah teratasi
farmakologi sebagian
s rendaman P : intervensi
- air hangat dilanjutkan :
hasil: pasien - Monitor
tampak tekanan
rileks darah
Memberikan - Berikan
penkes rendaman
mengenai air hangat
hipertensi
2. Selasa - Mengidentifi S : pasien
09/03/21 kasi lokasi mengatakan nyeri
dan pada bagian tangan
karakteristik kanan skala : 3 O :
nyeri hasil: pasien tampak
nyeri masih menahan nyeri saat
terasa digerakan tangan
- Mengidentifi kanannya
kasi TD:140/90 mmHg
kontraindika
s i kompres N: 68 x/menit
air hangat RR: 19 x/menit
jahe
S:36,°c
A : Masalah belum
teratasi

- Menjelaskan P : Intervensi
prosedur dan dilanjutkan
tujuan serta
manfaat - Monitorin
kompres air g rasa
hangat jahe
nyeri
Melakukan
kompres air - Lanjutkan
hangat jahe kompres
-
pada bagian air hangat
tangan kanan jahe
selama 10-15
menit
3. Selasa - Mengidentifi S : pasien
09/03/21 kasi mengatakan
keterbatasan punggung dan lutut
fungsi & nyeri dan sulit
gerak sendi untuk bergerak
Hasil: bebas O : pasien
pergerakan tampak kesulitan
pada untuk bergerak,
pinggang gerakan masih
dan lutut terbatas A :
pasien tidak Masalah belum
sempurna teratasi
karena nyeri - P : Intervensi
dilanjutkan:
sendi &
lakukan
tulang latihan Rom
- Menanyakan
lokasi atau

rasa nyeri
selama
gerak/
aktivitas
- Memberikan
edukasi
mengenai
pentingnya
aktifitas fisik
setiap hari

- Melakukan
penkes
latihan
ROM
- Melakukan
latihan ROM

Hari ke – 2
No Tanggal, Implementasi Evaluasi Paraf
hari,
waktu
1. Rabu - Melakukan S : Pasien
10/03/21 cek tekanan mengatakan sakit
kepala saat
darah hasil : tekanan darahnya
140/90 naik O : Pasein
tampak tampak
mmHg
gelisah setelah
- Malakukan dilakukan
cek perabaan perendaman air
hangat pasien
kekuatan nadi tampak rileks
hasil :
68x/menit

- Memberikan A : masalah teratasi


terapi non sebagian
farmakologis P : intervensi
rendaman air dilanjutkan :
hangat hasil: - Monitor
pasien tekanan
tampak darah
- rileks - Berikan
Memberikan rendaman
penkes air hangat
mengenai
hipertensi
2. Rabu - Mengidentifi S : pasien
10/03/21 kasi lokasi mengatakan nyeri
dan pada bagian tangan
karakteristik kanan skala : 3 O :
nyeri hasil: pasien tampak
nyeri masih menahan nyeri saat
terasa digerakan tangan
- Mengidentifi kanannya
kasi TD:140/90 mmHg
kontraindika
s i kompres N: 68 x/menit
air hangat RR: 19 x/menit
jahe S:36,°c
Menjelaskan
- prosedur dan A : Masalah
tujuan serta belum teratasi P :
manfaat
Intervensi
kompres air
hangat jahe dilanjutkan
Melakukan - Monitorin
kompres air
g rasa

- nyeri
- Lanjutkan
kompres
air hangat
jahe

hangat jahe
pada bagian
tangan kanan
selama 10-15
menit
3. Rabu - Mengidentifi S : pasien
10/03/21 kasi mengatakan
keterbatasan punggung dan lutut
fungsi & nyeri dan sulit
gerak sendi untuk bergerak
Hasil: bebas O : pasien
pergerakan tampak kesulitan
pada untuk bergerak,
pinggang gerakan masih
dan lutut terbatas A :
pasien tidak Masalah belum
sempurna teratasi
karena nyeri - P : Intervensi
dilanjutkan:
sendi &
lakukan
tulang latihan Rom
- Menanyakan
lokasi atau
rasa nyeri
selama
gerak/
- aktivitas
Memberikan
edukasi
mengenai
pentingnya
aktifitas fisik
setiap hari
- Melakukan
penkes
latihan
ROM
- Melakukan
latihan ROM

EFEKTIVITAS TERAPI RENDAM KAKI AIR HANGAT DAN


RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP TEKANAN DARAH
NURSCOPE

Jurnal Keperawatan dan Pemikiran Ilmiah Ferayanti, N (2017). Efektivitas Terapi


Rendam Kaki Air Hangat Dan Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Tekanan Darah.
Nurscope. Jurnal Keperawatan dan Pemikiran Ilmiah. 3 (5). 38-45
Ni Made Ferayanti1 , Rizky Erwanto2 , Adi Sucipto3 1,2,3

THE EFFECTIVENESS OF WARM WATER THERAPY AND DEEP


BREATHING RELAXATION IN BLOOD PRESSURE

ABSTRACT

Introduction: Prevalence of hypertension in Indonesia is 26.5%


WHILEhile in Yogyakarta cases of hypertension as a cardiovascular disease that
causes the highest deaths reached more than 80%, and the incidence rate is
always increasing every year. From the results of interviews of 56 respondents
and blood pressure measurement obtained 21 respondents who experienced
hypertension. To overcome hypertension in elderly researchers combined two
warm water foot soak therapy and deep breathing relaxation. The purpose of this
research is to know the effectiveness of warm water foot soak therapy and deep
breathing relaxation to blood pressure in elderly at Rumah Seni Seni Budi
Dharma Yogyakarta. Methodology: This research is a quantitative research type,
the method used quasi Experimental Desaign with pre and post test design
control. Sampling using total sampling. Technique of collecting data by
observation using digital sphygmomanometer. Data analysis using Paired simple
t-test with significant value p of 0.000. With an average systolic blood pressure
difference before and after intervention of 22.71 mmHg and diastolic 11.94
mmHg. Discussion: There is a significant effect on decreasing systolic and
diastolic blood pressure before and after treatment of warm foot bath and deep
breath relaxation in hypertensive elderly at UPT Budi Dharma Yogyakarta Senior
High School
Keywords: Elderly, Hypertension, Soak Therapy Warm Water And deep breathing
relaxation.

ABSTRAK

Pendahuluan: Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5%.


Sedangkan di Yogyakarta kasus hipertensi sebagai penyakit kardiovaskuler yang
menyebabkan kematian tertinggi mencapai lebih dari 80%, dan angka kejadian ini
selalu meningkat setiap tahunnya. Dari hasil wawancara 56 responden dan
melakukan pengukuran tekanan darah didapatkan 21 responden yang mengalami
hipertensi. Untuk mengatasi hipertensi pada lansia peneliti mengkombinasikan
dua terapi rendam kaki air hangat dan relaksasi nafas dalam. Tujuan dari
penelitian ini untuk mengetahui efektivitas terapi rendam kaki air hangat dan
relaksasi nafas terhadap tekanan darah pada lansia Di Rumah Pelayanan Lanjut
Usia Budi Dharma Yogyakarta Metodologi : Penelitian ini merupakan jenis
penelitian kuantitatif, metode yang digunakan quasi Experimental Desaign dengan
rancangan pre and post test without control. Pengambilan sampel menggunakan
total sampling. Teknik pengambilan data dengan cara observasi menggunakan
sphygmomanometer digital. Analisa data dengan menggunakan Uji Paired simple
t-test dengan nilai signifikan p <0,05. Hasil : Hasil analisa data yang didapatkan
tekanan darah responden setelah dibrikan terapi mengalami penurunan yang
signifikan dengan nilai p sistolik dan p diastolik sebesar 0,000. Dengan rata-rata
perbedaan tekanan darah sistolik sebelum dan setelah diintervensi sebesar 22,71
mmHg dan diastolik 11,94 mmHg. Diskusi : Ada pengaruh yang signifikan
terhadap penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum dan sesudah
diberikan terapi rendam kaki air hangat dan relaksasi nafas dalam pada lansia
hipertensi di UPT Rumah pelayanan Lanjut Usia Budi Dharma Yogyakarta.

Kata kunci : Lansia, Hipertensi, Terapi Rendam Kaki Air Hangat Dan Relaksasi
Nafas Dalam

PENDAHULUAN

Lanjut usia merupakan suatu akibat yang terjadi dari proses menua, seseorang
dikatakan lanjut usia belum dapat terjawab secara memuaskan namun para ahli
dan organisasi kesehatan dunia member batasan atau klasifikasi yang hampir
sama. Umur yang dijadikan patokan sebagai lanjut usia berbedabeda, umumnya
berkisar antara 60-65 tahun 1 (Maryam, 2008). Di Asia Tenggara termasuk
Indonesia adalah salah satu Negara yang jumlah penduduk berusia 60 tahun ke
atas telah mencapai di atas 7% dari keseluruhan penduduk. Peningkatan jumlah
penduduk lansia ini disebabkan oleh peningkatan derajat kesehatan dan
kesejahteraan penduduk yang akan berpengaruh pada peningkatan usia Harapan
Hidup (UHH) di Indonesia 2 (Riskesdes, 2013).

Berdasarkan survei penduduk antar sensus DIY masih menjadi propinsi di


Indonesia yang memiliki propinsi lansia terbesar di Indonesia. Jumlah penduduk
lansia di DIY mencapai 425.580 jiwa (12%) dari total penduduknya yang
berjumlah 3.343.651 jiwa 3 (Badan Pusat Statistik, 2009). Dalam perkembangan
lansia, penurunan fungsi tubuh akan banyak terjadi. Penurunan fungsi tubuh pada
lansia diakibatkan karena proses penuaan. Proses penuaan merupakan proses yang
mengakibatkan perubahan-perubahan meliputi fisik, fisiologis dan psikososial.
Pada perubahan fisiologis terjadi penurunan sistem kekebalan tubuh dalam
menghadapi gangguan dari dalam maupun luar tubuh. Salah satu gangguan
kesehatan yang paling banyak dialami oleh lansia adalah pada sistem
kardiovaskuler 4 (Batubara, 2008).

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik lebih dari 140


mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg, berdasarkan dua kali
pengukuran atau lebih 5 (Smeltzer, 2013). Tekanan darah berubah dengan cepat
bahkan pada kondisi kesehatan optimal. Perubahan tekanan darah bisa terjadi pada
seseorang, hal ini dipengaruhi oleh usia, stress, etnik, jenis kelamin, variasi harian,
obatobatan, merokok, aktivitas dan berat badan. Kemungkinan seseorang
mengalami hipertensi akan semakin tinggi saat usia semakin bertambah 6 (Potter
& Perry, 2010). Hipertensi merupakan masalah besar, tidak hanya dinegara barat
tapi juga di Indonesia.

Hipertensi diderita oleh satu miliar orang diseluruh dunia dan diperkirakan
tahun 2025 melonjak menjadi 1,5 miliar orang. Setiap tahun Hipertensi
menyumbang kepada kematian hampir 9,4 juta orang akibat penyakit jantung dan
stroke dan kejadian ini digabungkan, kedua penyakit ini merupakan penyebab
kematian nomor satu didunia. 7 (World Health Organizasion, 2013). Prevalensi
hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥ 18 tahun
sebesar 25,8% dan yang didapat melalui kuisioner terdiagnosis oleh tenaga
kesehatan sebesar 9,4%, yang didiagnosis sedang minum obat sebesar 9,5%. Jadi
prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% (Riskesdas,2013). Berdasarkan
laporan Sistem Terpadu Penyakit Tidak Menular Puskesmas (STP PTM) pada
tahun 2014, didapatkan data dari 256.586 jumlah penduduk usia >15 tahun yang
ada di Yogyakarta setelah dilakukan pengukuran tekanan darah sebanyak 40.363
(15,73%) diketahui yang memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi) sebanyak
7.464 (18,49%).

Prevalensi hipertensi di Indonesia pada golongan umur 50 tahun masih


10% tetapi diatas usia 60 tahun angka tersebut terus meningkat mencapai 20-
30%. Sedangkan di Yogyakarta kasus hipertensi sebagai penyakit kardiovaskuler
yang menyebabkan kematian tertinggi mencapai lebih dari 80%, dan angka
kejadian ini selalu meningkat setiap tahunnya (Depkes, 2009). Apabila hipertensi
tidak ditangani atau dirawat akan menyebabkan kematian karena payah jantung,
infark miokardium, stroke dan gagal ginjal 8 (Price & Wilson, 2006). Secara garis
besar pengobatan hipertensi dibagi menjadi dua yaitu pengobatan farmakologi dan
non farmakologi. Pengobatan farmakologi banyak menyembuhkan hipertensi
namun banyak memiliki efek samping seperti sakit kepala, pusing lemas dan mual
terutama pada lansia yang sudah mengalami penurunan.

Tindakan non farmakologi dapat dilakukan dengan cara berhenti merokok,


menurunkan konsumsi alkohol berlebih, menurunkan asupan garam dan lemak,
meningkatkan konsumsi buah dan sayur, penurunan berat badan berlebih, latihan
fisik dan terapi alternatif komplementer “Hidrotherapy”. Hidrotherapy dapat
menurunkan tekanan darah jika dilakukan secara rutin. Jenis hidrotherapy antara
lain adalah mandi air hangat, mengompres, dan merendam kaki dengan air hangat.
Secara ilmiah air hangat mempunyai dampak fisiologis bagi tubuh. Pertama
berdampak pada pembuluh darah dimana hangatnya air membuat sirkulasi darah
menjadi lancar (Lalage, 2015). Rendam air hangat bermanfaat untuk vasodilatasi
aliran darah sehingga diharapkan dapat mengurangi tekanan darah 9 (Ilkafah,
2016).
Pengobatan non farmakolagi salah satu tindakan yang dapat diberikan
untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi adalah tehnik relaksasi
nafas dalam, dimana terapi relaksasi nafas dalam dapat dilakukan secara
mandiri,relatif mudah dilakukan, tidak membutuhkan waktu lama untuk terapi,
dan dapat mengurangi dampak buruk dari terapi farmakologis bagi penderita
hipertensi
10(Hastuti, 2015). Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilaksanakan di
Panti Wredha Budhi Darma Yogyakarta pada tanggal 10 November 2016 di ruang
perawat dengan cara wawancara pada perawat Panti, didapatkan jumlah lansia
sebanyak 58 lansia dengan rincian jumlah lansia laki-laki 20 orang dan jumlah
lansia perempuan sebanyak 38 orang.

Hasil dari tekanan darah terakhir dari semua lansia didapatkan yang
mengalami tekanan darah tinggi sebanyak 17 orang, dari hasil wawancara
beberapa lansia juga menyatakan sering merasa pegal, sakit kepala dan tegang
ditengkuk. Tindakan yang sudah dilakukan yaitu dengan minum obat anti
hipertensi. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti
dengan mengkombinasikan dua terapi rendam kaki air hangat yang mana
berdampak untuk vasodilatasi pembuluh darah serta relaksasi nafas dalam yang
dapat mengurangi ketegangan otot-otot. Dengan judul penelitian yaitu “Efektivitas
Terapi Rendam
Kaki Air Hangat dan Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Tekanan Darah pada
Lansia.

METODE

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, metode yang digunakan


quasi Experimental Desaign dengan rancangan pre and post test without control.
Tujuan Mengetahui efektivitas terapi rendam kaki air hangat dan relaksasi nafas
terhadap tekanan darah pada lansia di Rumah Pelayanan Lanjut Usia Budi
Dharma Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan bulan April 2017 Di Rumah
Pelayanan Lanjut Usia Budi Dharma Yogyakarta. Teknik pengambilan sampel
menggunakan metode Total sampling. Teknik pengambilan data dengan lembar
observasi menggunakan sphygmomanometer digital. Responden diberikan
intervensi rendam kaki air hangat selama 15 menit dan berbarengan dengan terapi
relaksasi nafas dalam selama 15 menit. Analisa data dengan menggunakan Uji
Paired simple t-test dengan nilai signifikan p <0,05.

HASIL

Tabel 1 Distribusi frekuensi responden intervensi menurut jenis kelamin,


konsumsi obat dan usia di rumah Pelayanan Lanjut Usia Budi Dharma
Yogyakarta, bulan April 2017 (n=17)
Variabel intervensi
Frekuensi f Persentase %
Usia
60-74 tahun 11 64,7%
75-90 6 35,3 %
Jenis kelamin
Laki-laki 7 41,2%
perempuan 10 58,2 %
Total 17 100%

Tabel 2 Tekanan Darah Sistolik Dan Diastolik Sebelum Pemeberian


Terapi Rendam Kaki Air Hangat Dan Relaksasi Nafas Dalam Di Rumah
Pelayanan Lanjut Usia Budi Dharma Yogyakarta, bulan April 2017.
TD MEAN Std.deviation Std.eror
Pre
Sistolik 155,94 10,74 2,60
diastolik 89,52 5,11 1,24

Tabel 3 Tekanan Darah Sistolik Dan Diastolik Setelah Pemeberian Terapi


Rendam Kaki Air Hangat Dan Relaksasi Nafas Dalam Di Rumah Pelayanan
Lanjut Usia Budi Dharma Yogyakarta, bulan April 2017.
TD MEAN Std.deviation Std.eror
Post 1
Sistolik 139,41 7,15 1,73
diastolik 83,00 3,10 0,75
Post 2
Sistolik 133,23 5,43 1,31
diastolik 77,58 4,06 0,98

Tabel 4 Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik Sebelum dan setelah


intervensi di Rumah Pelayanan Lanjut Usia Budi Dharma Yogyakarta, bulan April
2017
TD MEAN Std.deviation selisih p-value
Pre
Sistolik 155,94 10,74 16,53 0,000
diastolik 89,52 5,11 6,52 0,000
Post 1
Sistolik 139,41 7,15 16,18 0,000
diastolik 83,00 3,10 5,42 0,000
Post 2
Sistolik 133,23 5,43 22,71 0,000
diastolik 77,58 4,06 11,94 0,000

Uji Paired-Samples T Test *) :


Uji Repeated ANOVA
PEMBAHASAN
Total 17 orang responden, sebagian besar responden berusia 60-74 tahun
yakni sebanyak 11 orang (64,7%), sebagian besar responden berjenis kelamin
perempuan yakni 10 orang (58,8%), dan sebagian besar responden yang tidak
mengonsumsi obat yakni 13 orang (76,5%). Rata-rata tekanan darah sistolik pada
lansia di Rumah Pelayanan Lanjut Usia Budi Dharma sebelum diintervensi adalah
sebesar 155,94 mmHg dan rata-rata tekanan darah diastolik responden adalah
sebesar 89,52 mmHg. Hal ini didukung oleh penelitian Santoso (2015) yang
menyatakan dari 16 responden (56,25%) responden mengalami hipertensi derajat
1. Menurut Smelzer (2013) seseorang yang mengalami hipertensi dengan tekanan
darah sistolik 140-159 mmHg termasuk golongan hipertensi derajat 1. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tekanan darah sistolik pada lansia di
Rumah Pelayanan Lanjut Usia Budi Dharma setelah diintervensi adalah sebesar
133,23 mmHg dan rata-rata tekanan darah diastolik responden adalah sebesar
77,58 mmHg.
Hasil menunjukkan bahwa terjadi penurunan tekanan darah sistolik dan
diastolik pada lansia di Rumah Pelayanan Lanjut Usia Budi Dharma Yogyakarta
setelah diberikan terapi rendam kaki air hangat dan relaksasi nafas dalam selama 2
minggu dengan penurunan rata-rata sitolik sebesar 22,71 mmHg dan diastolik
sebesar 5,45 mmHg. Hasil uji statistik sebelum dilakukan intervensi yakni nilai
Pvalue tekanan darah sistolik sebesar 0,000 (0,000<0,05) dan p-value tekanan
darah diastolik sebesar 0,000 (0,000<0,05). Setelah dilakukan terapi selama 1
minggu nilai P-value tekanan darah sistolik sebesar 0,000 (0,000<0,05) dan
tekanan darah p-value tekanan darah diastolik sebesar 0,001 (0,000<0,05).
Kemudian setelah 2 minggu nilai P-value tekanan darah sistolik sebesar 0,000
(0,000<0,05) dan p-value tekanan darah diastolic sebesar 0,000 (0,000<0,05).

Maka dapat disimpulkan ada pengaruh yang signifikan terhadap


penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik sebelum dan setelah 2 minggu
diintervensi dengan nilai P-value <0,05. Hal ini sejalan dengan penelitian (Umi &
Priyanto 2014) pada penelitiannya menyatakan penurunan rata-rata tekanan darah
sistolik sebesar 19,1 mmHg dan diastolik sebesar 11,9 mmHg. Hal ini juga
didukung oleh penelitian Putri, ddk (2015) yang menyatakan bahwa penurunan
rata-rata tekanan darah sistolik setelah diberikan terapi rendam menggunakan air
hangat dan senam lansia adalah 12,73 mmHg. Penurunan tekanan darah setiap
individu berbeda-beda dikarenakan setiap individu memiliki respon tubuh yang
berbeda setelah diberikan terapi rendam kaki air hangat dan relaksasi nafas dalam.
Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian (Yusrizal, 2012) yang menyatakan
bahwa relaksasi nafas dalam dapat menurunkan tekanan darah pada pasien
hipertensi yang dilakkan selama 1 minggu.

Dari hasil tekanan darah setelah dilakukan terapi menunjukkan bahwa


tekanan darah responden tergolong dalam Prahipertensi. Dalam teori (Smelzer,
2013) menyatakan seseorang yang mengalamai tekanan darah sistolik 120-139
mmHg termasuk Prahipertensi. Rendam air hangat bermanfaat untuk melancarkan
aliran darah sehingga diharapkan dapat mengurangi tekanan darah (Ilkafah, 2016).
Rendam air hangat juga berdampak pada pembuluh darah dimana hangatnya air
membuat sirkulasi darah menjadi lancar dan melebarkan pembuluh darah (Lalage,
2015). Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan
stress. (Potter & Perry, 2010). Manfaat dari relaksasi nafas dalam adalah
menimbulkan rasa tenang dan nyaman, mengurangi rasa nyeri, melemaskan otot
untuk menurunkan ketegangan, kejenuhan, dan mengurangi stress (Setyoadi &
Kushariyadi 2011).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sebelum diberikan terapi rendam kaki air hangat dan relaksasi nafas dalam rata-
rata tekanan darah sistolik sebesar 155,94 mmHg dan diastolik 83,00mmHg.
Setelah diberikan terapi rendam kaki air hagat dan relaksasi nafas rata-rata
tekanan darah sistolik sebesar 133,23 mmHg dan diastolik 77,58 mmHg. Terdapat
penurunan yang signifikan terhadap tekanan darah sistolik maupun diastolik
respondan sebelum dan setelah 2 minggu dilakukan terapi rendam kaki air hangat
dan relaksasi nafas dalam dengan rata-rata perbedaan sistolik sebesar 22,71
mmHg dan diastolik 11,94 mmHg.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian lansia dapat mengikuti jadwal terapi rendam


kaki air hangat dan relaksasi nafas dalam secara rutin sesuai jadwal yang sudah
ditetapkan dan bisa melakukan dengan baik secara mandiri. Perawat dapat
menggunakan terapi rendam kaki air hangat dan relaksasi nafas dalam sebagai
salah satu intervensi keperawatan untuk mengatasi tekanan darah pada lansia
hipertensi. Pengelola UPT dapat mengatur jadwal untuk melakukan terapi rendam
kaki air hangat dan relaksasi nafas dalam sebagai kegiatan yang wajib diikuti oleh
seluruh lansia. Hasil penelitian ini sebagai dokumentasi perpustakaan dan menjadi
acuan bagi peneliti selanjutnya. Dan peneliti selanjutnya dapat mengembangkan
terapi komplementer keperawatan yang lainnya untuk mengatasi masalah
hipertensi pada lansia.
KEPUSTAKAAN

Maryam, R. Siti, et al. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya.Jakarta :


Salemba Medika. Riskesdas.(2013).

Riset Kesehatan Dasar.Jakarta:Kemenkes RI BPS( 2009). Lansia di Indonesia.


http://www.lansia.go.id. Diakses 29 november 2016

Baharuddin. 2013. Perbandingan Efektivitas Dan Efek Samping Obat


Antihipertensi Terhadap Penurunan Tekanan Darah Puskesmas Bendosari
Kabupaten Sukoharjo. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, 4(2).

Smeltzer. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC

Potter & Perry. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta:EGC

WHO. (2013). A Global Brief On HypertensionSilent Killer, Global Public Health


Crisis.http://www.who.int/cardiovascular_diseases/publications/global_brief_hyp
ertension/e n/. Diakses tanggal 29 oktober 2016

Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, (2006), Patofisiologi : Konsep


Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6, (terjemahan), Peter Anugrah, EGC,
Jakarta.

Ilkafah, I. (2016). Perbedaan Penurunan Tekanan Darah Lansia Dengan Obat Anti
Hipertensi Dan Terapi Rendam Air Hangat Di Wilayah Kerja Puskesmas Antara
Tamalanrea Makassar. Pharmacon, 5(2).
Hastuti, R. T., & Insiyah, I. (2015). Penurunan Tekanan Darah Dengan
Menggunakan Tehnik Nafas Dalam (Deep Breathing) Pada Pasien Hipertensi Di
Puskesmas Bendosari Kabupaten Sukoharjo. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan,
4(2).

Destia, D.,Umi, A., Priyanto. (2014). Perbedaan Tekanan Darah Sebelum Dan
Sesudah Dilakukan Hidroterapi Rendam Hangat Pada Penderita Hipertensi Di
Desa Kebondalem Kecamatan Jambu Kabupaten Semarang. Jurnal Stikes Ngudi
Waluyo Ungaran 2014. 4-9.
Putri, Ddk (2015). Efektifitas Terapi Menggunakan Air Hangat Dan Senam
Lansia Terhadap Tekanan Darah Di Unir Rehabilitas Sosial (Uresos) Pucang
Gading Unit
Semarang II. Diakses Tanggal 10 Mei 2017

PENGARUH KOMPRES HANGAT AIR REBUSAN JAHE MERAH


TERHADAP KELUHAN PENYAKIT SENDI MELALUI
PEMBERDAYAAN KELUARGA

Andi Saifah*

Prodi Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Tadulako


*Email : Saifah90@Yahoo.co.id
ABSTRAK
Penyakit persendian merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
di Indonesia. Keluhan utama adalah nyeri dan kekakuan sendi. Kompres
air hangat dapat melancarkan sirkulasi darah. Jahe berfungsi melawan
peradangan, mengurangi nyeri, menghantarkan panas dan mencegah
kerusakan kartilago. Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh
kompres hangat air rebusan jahe merah terhadap keluhan penyakit sendi
melalui pemberdayaan keluarga di Kelurahan Kawatuna. Desain penelitian
adalah pra-eksperimental one-group pra-post test design. Populasi
penelitian adalah semua keluarga yang mempunyai anggota keluarga
mengalami keluhan penyakit sendi. Pemilihan sampel secara purposive
sampling, jumlah sampel sebanyak 30 keluarga. Instrument penelitian
adalah lembar observasi: nyeri sendi (intensitas, durasi, kualitas) ,rentang
gerak, kinerja caregiver keluarga. Uji analisis yang digunakan adalah uji
Wilcoxon. Hasil penelitian didapatkan semua ρ value= 0,000, terdapat
perbedaan bermakna intensitas, durasi dan kualitas nyeri sendi, rentak
gerak sendi sebelum dan setelah pemberian kompres hangat air rebusan
jahe merah oleh caregiver serta meningkatkan kualitas tidur 23 pasien
(76,67%). Kesimpulan penelitian adalah kompres hangat air rebusan jahe
merah oleh anggota keluarga berpengaruh dalam mengurangi atau
menghilangkan keluhan penyakit sendi pasien. Disarankan kepada
masyarakat, Puskesmas atau Rumah sakit untuk mengaplikasikan kompres
hangat air rebusan jahe merah sebagai intervensi nonfarmakologi dalam
mengatasi keluhan penyakit sendi.

Kata Kunci : Kompres hangat, air rebusan jahe merah, penyakit sendi,
pemberdayaan, keluarga

ABSTRACT

Joint disease is one of the public health problems in Indonesia. The main
complaints are joint pain and stiffness. Warm water compresses can
promote blood circulation. Ginger serves to fight inflammation, reduce
pain, deliver heat and prevent damage to the cartilage. The purpose of the
study was to analyze the effect of warm compresses of red ginger boiled
water on complaints of joint disease through family empowerment in
Kelurahan Kawatuna This study was a pre experiment research with one
group pre- post test design. The study population was all families who had
family members experiencing complaints of joint disease. The sample
selection was purposive sampling, the number of samples was 30 families.
The research instrument was an observation sheet: joint pain (intensity,
duration, quality), range of motion, caregiver performance. The analysis
test used was the Wilcoxon test. The results obtained all ρ value = 0,000,
there were significant differences in the intensity, duration and quality of
joint pain, the range of motion of the joints before and after giving warm
compresses of red ginger boiled water by the caregiver and improving
sleep quality for 23 patients (76.67%) The conclusion of the study is that
warm compresses of red ginger boiled water by family members are
influential in reducing or eliminating complaints of joint disease in
patients.It is recommended to the community, Puskesmas or Hospital to
apply warm compresses of red ginger boiled water as a non-
pharmacological intervention in dealing with complaints of joint disease.

Keywords : warm compress, red ginger boiled water, joint disease,


empowerment, family

PENDAHULUAN
Penyakit persendian dikenal sebagai penyakit reumatik. Tipe yang
paling banyak adalah osteoarthritis, remathoid arthritis, dan gout.(1)
Penyakit persendian didiagnosa berdasarkan keluhan pasien berupa nyeri
disertai kemerahan, bengkak dan kakakuan sendi. (2,3)
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan prevalensi penyakit
sendi tanpa membedakan tipenya berada pada posisi kedua penyakit
terbanyak secara Nasional yaitu sebesar 24,7%. Prevalensi penyakit sendi
di Sulawesi Tengah tahun 2009 sebesar 29,7% (posisi ke-12 Nasional),
mengalami penurunan menjadi 26,7% tahun 2013, tetapi mengalami
peningkatan posisi menjadi urutan ke-6.(3) Hal tersebut menunjukkan
Sulawesi Tengah belum maksimal dibandingkan dengan provinsi lain
dalam penanggulangan penyakit sendi secara Nasional.
Hasil Survey di Puskesmas Kawatuna Kota Palu tentang prevalensi
penyakit sendi menempati posisi ke-5 dari 10 penyakit terbanyak tahun
2016 sebanyak 622 kasus (mean 52), sedangkan pada bulan Januari –
Agustus 2017 ditemukan sebanyak 576 kasus (mean 72). Berdasarkan
ratarata jumlah penderita setiap bulan, terjadi peningkatan kasus dari tahun
2016 ke tahun 2017.
Tindakan untuk mengatasi penyakit persendian berupa terapi
farmakologis dan nonfarmakologis (bukan obat kimia). Terapi
farmakologis seperti Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs (NSAIDs) dan
analgetik (anti nyeri) merupakan terapi yang paling sering diberikan untuk
mengatasi keluhan penyakit persendian. Namun, beberapa efek samping
dari penggunaan obat NSAIDs dan analgetik antara lain dyspepsia, nausea,
ulcer, perdarahan saluran pencernaan, telinga berdengung, sakit kepala(2),
terlebih lagi jika dikonsumsi dalam jangka waktu lama atau penggunaan
yang tidak terkontrol karena hanya membeli obat tanpa resep Dokter.
Terdapatnya efek samping dari terapi farmakologis, mendorong para
ilmuwan kesehatan untuk menggunakan terapi nonfarmakologis untuk
mengatasi penyakit atau keluhan penyakit, termasuk penyakit persendian.
Selain efek samping obat, juga membutuhkan biaya yang cukup mahal.
Terapi nonfarmakologis dapat sebagai terapi modalitas, terapi
alternative dan atau terapi komplementer. Terapi modalitas dan
komplementer untuk proses penyembuhan dan pemulihan kesehatan pasien
sangat dianjurkan karena telah terbukti secara ilmiah.(4,5) Terapi
nonfarmakologis dapat dipadukan antara terapi modalitas dan terapi
komplementer alternative untuk mengatasi keluhan sehingga
meningkatkan kenyamanan pasien.
Aplikasi atau kompres panas/hangat salah satu terapi modalitas
untuk menurunkan nyeri.(5,6). Aplikasi panas/hangat lebih sering
digunakan pada penyakit reumatik untuk mengurangi nyeri, kekakuan,
spasme otot dan melancarkan peredaran darah. 1,2)
Hasil studi menunjukkan penurunan intensitas nyeri sendi pada lansia
setelah diberi kompres air hangat (7), namun terjadi sebaliknya pada
sebagian pasien, kompres panas/hangat dapat meningkatkan rasa nyeri,
spasme otot dan volume cairan synovial. (2)
Terapi komplementer alternative sebagai treatment penyakit sendi yang
banyak dipubikasikan adalah “jahe”. Jahe dipercaya dapat mengatasi
beberapa keluhan penyakit persendian karena berfungsi sebagai anti
inflamasi, menurunkan nyeri dan kekakuan. (8,9,10,11)
Jahe merah mempunyai kandungan minyak atsiri paling tinggi dibanding
varietas jahe yang lain.(11)
Hasil riset menemukan terdapat pengaruh kompres jahe (diparut)
dalam menurunkan intensitas nyeri sendi pada pasien berusia di atas 40
tahun. (7,12,13,14) disarankan untuk dilakukan secara mandiri oleh pasien
atau dibantu oleh anggota keluarga yang lain, meskipun penyediaan
kompres jahe parutan lebih sukar dan “aneh” menurut 20 pasien.(11)
Rekomendasi Therkleson sejalan dengan program pemerintah yaitu
Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK),
meskipun penanganan penyakit persendian bukan indikator utama. (15)
Peneliti belum menemukan studi tentang keterlibatan keluarga dalam
pemanfaatan jahe untuk mengatasi gangguan persendian, kebanyakan
intervensi dilakukan langsung oleh peneliti di Panti Werdha dan hanya
fokus pada intensitas nyeri (16,17), oleh karena itu peneliti ingin
mengembangkan pengaruh kompres hangat air rebusan jahe merah
terhadap keluhan penyakit sendi dengan memberdayakan keluarga di
rumah.

METODE PENELITIAN
Desain penelitian menggunakan rancangan pra-eksperimental
onegroup pra-post test design untuk mengukur keluhan penyakit sendi
(intensitas,durasi dan kualitas nyeri sendi serta rentang gerak sendi)
sebelum dan setelah diberi perlakuan kompres hangat air rebusan jahe oleh
anggota keluarga (caregiver). Populasi adalah semua keluarga yang
mempunyai anggota keluarga mengalami keluhan penyakit sendi. Cara
pemilihan sampel adalah purposive sampling dengan kriteria bersedia
menjadi partisipan, mengalami keluhan nyeri sendi (tetapi tidak bengkak
dan merah), kaku sendi dan tidak mengonsumsi obat saat penelitian.
Sampel adalah 30 keluarga.
Instrument penelitian adalah 1) lembar observasi intensitas nyeri
menggunakan skala nyeri menurut Hayward yaitu meminta pasien memilih
salah satu bilangan (0-10) yang menurutnya paling menggambarkan
pengalaman nyeri yang dirasakan yaitu 0 (tidak nyeri); 1-3 (nyeri ringan,
secara objektif pasien dapat berkomunikasi); 4-6 (nyeri sedang, secara
objektif pasien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri,
dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik); 7-9
(nyeri berat, terkadang tidak dapat mengikuti perintah tetapi masih respon
terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya); 10 (nyeri sangat berat, tidak mampu lagi
berkomunikasi); 2) lembar observasi untuk mengukur durasi nyeri yaitu
lama waktu dirasakan nyeri (dalam menit); 3) lembar observasi untuk
mengukur kualitas/sensasi nyeri sendi (ditusuk-tusuk, kram; 4) lembar
observasi mengukur rentang gerak sendi;5) lembar observasi tentang
kemampuan caregiver merawat (ketersediaan air rebusan jahe, mencuci
tangan pakai sabun, mengatur posisi pasien, cara membasahi dan memeras
alat kompres, cara menem- pelkan alat kompres, cara mengganti perasan
washlap,komunikasi caregiver ke pasien, frekuensi kompres) diberi skore
1-4 (1=kurang baik; 2=cukup; 3=baik; 4= sangat baik) dan total skore(<
17= kinerja buruk; 18-20=kinerja cukup; 21-25=kinerja baik; >25=kinerja
sangat baik).
Peneliti menyiapkan jahe merah 1,5 kg/partisipan, dikemas 100
gram/bungkus dan disimpan dalam lemari pendingin, washlap dan
handschoon kemudian membagi ke setiap partisipan.
Cara kompres air hangat rebusan jahe :
1.Siapkan baskom, washlap atau handuk kecil, 5 rimpang jahe merah (+
100 gram), 1 liter air;
2.cuci 5 rimpang jahe dan iris tipis-tipis, masukkan irisan ke dalam 1 liter
air, rebus irisan irisan jahe sampai mendidih;
3.tuang rebusan jahe ke dalam Waskom, tunggu hingga suhu rebusan jahe
menjadi hangat (sesuai batas toleransi pasien) tanpa campuran air dingin,
rebusan jahe siap digunakan; 4.Atur posisi nyaman pasien;
5.cuci tangan pakai sabun;
6.Ambil waslap, basahi dengan air rebusan jahe, lalu peras sedikit;
7.tutup waskom rebusan jahe supaya panasnya tidak cepat menghilang;
8.8)Tempelkan pada area yang sakit sampai kehangatan washlap terasa
berkurang;
9.ulangi langkah 6,7,8 hingga 15 menit Langkah
- langkah pengumpulan data:
1.mengidentifikasi partisipan sesuai criteria sampel melalui kader
kesehatan atau warga masyarakat;
2.meminta kesediaan keluarga sebagai partisipan dengan menandatangani
informed consent selanjutnya dilakukan pengumpulan data terkait biodata
keluarga dan upaya penanganan gangguan penyakit sendi;
3.memilih anggota keluarga sebagai caregiver dan mengajarkan prosedur
kompres hangat air rebusan jahe, apabila anggota keluarga (pasien) sedang
merasa-kan keluhan sendi, peneliti langsung mengumpulkan data pra-test
terkait inten-sitas, durasi, kualitas dan rentang gerak penyakit sendi,
kemudian

Caregiver diiinstruksikan untuk melakukan intervensi kepada pasien


selama 15 menit. Setelah itu, Peneliti mengukur kembali (post-test) terkait
perubahan keluhan penyakit sendi;
4.apabila pasien belum mengalami keluhan, dimohon kepada keluarga
untuk menghubungi peneliti via handphone ketika keluhan penyakit sendi
kambuh;
5.Treatment kompres hangat air rebusan jahe dilakukan oleh caregiver
secara mandiri selama satu minggu dan diobservasi oleh peneliti atau
asisten peneliti terhadap setiap keluarga/ partisipan.
Analisis data penelitian menggunakan analisis univariat dan bivariat.
Analisis univariat disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan analisis
bivariat menggu- nakan Uji Wilcoxon.

HASIL
Karakteristik Partisipan
Karakteristik pasien yang diteliti adalah jenis kelamin dan usia disajikan
pada tabel
1 yaitu sebagian besar pasien penyakit sendi berjenis kelamin perempuan
yaitu 28 orang (93,3%) dan golongan umur terbanyak adalah golongan
dewasa tengah (> 44 – 65 tahun) sebesar 76,7%.
Karakteristik keluhan pasien terkait penyakit sendi adalah lama keluhan
penderita terbanyak pada rentang 1-7 hari yaitu 18 orang (60%), sebagian
besar mengalami keluhan di lutut sebanyak 20 orang (66,7%), semua
(100%) penderita merasa nyeri seperti ditusuk-tusuk dan rasa berat (seperti
kram dan kaku), hanya 5 orang (16,67%) yang merasa terganggu rentang
geraknya.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien Penyakit Sendi


berdasarkan Jenis
Kelamin, Usia dan Keluhan di Kelurahan Kawatuna tahun 2017 (n=30)
Karakteristik Pasien n %
Jenis kelamin
Laki-laki 2 6,7
Perempuan 28 93,3
Usia 25-40 tahun (Dewasa Awal)
2 6.7
>40-65 tahun (Dewasa Tengah) 23 76.7
>65-75 tahun (Dewasa Lanjut) 3 10.0
>75 tahun (Dewasa Sangat Lanjut) 2 6.7
Lama Keluhan
1-7 hari 18 60.0
8-30 hari 7 23.3
31-90 hari 2 6.7
>90 hari 3 10.0
Lokasi Nyeri Sendi
Lutut 20 66.7
Lutut + siku 1 3.3
Jari kaki 2 6.7
Jari tangan 1 3.3
Pergelangan tangan 3 10.0
Lutut+jari tangan 2 6.7
Pergelangan kaki 1 3.3
Kualitas/sensasi nyeri
Rasa ditusuk-tusuk 30 100
Rasa berat (kram/kaku) 30 100
Rentang Gerak
Kaku (tidak maksimal) 5 16,67
Tidak kaku (maksimal) 25 83,33

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Caregiver Pasien Penyakit


Sendi di Kelurahan Kawatuna Tahun 2017 (n=30)
Usia N %
>12-18 tahun (remaja) 5 20,8
>18-40 tahun 15 62,5
>40-60 tahun 4 16,7
Tingkat Pendidikan
SD 2 8,35
SMP 5 20,8
SMA 15 62,5
PT 2 8,35
Status Hubungan dengan Pasien
Anak 17 56.7
Isteri 2 6.7
Suami 2 6.7
Cucu 2 6.7
Sepupu 1 3.3
Diri sendiri 6 20.0

Tabel 3.Kinerja Caregiver dalam Melakukan Kompres Hangat Air


Rebusan Jahe di Kelurahan Kawatuna Tahun 2017 (n=30)
Skor Kinerja n %
17-20 (cukup) 3 12.
5
21-25 (baik) 7 29.
2
>25 (sangat baik) 14 58.
3
Lama Kompres 3.
1 hari 1 3
2 hari 6 20.
0
3 hari 10 33.
3
4 hari 3 10.
0
5 hari 7 23.
3
6 hari 3 10.
0
Frekuensi Kompres 3,
1 kali/hari 1 3
2 kali/hari 2 6,
7
3 kali/hari 24 8
0
4 kali/hari 3 1
0

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa karakteristik caregiver


terbanyak pada golongan dewasa awal (> 18-40 tahun) yaitu 15 orang
(62,5%), tingkat pendidikan SMA sebanyak 15 orang (62,5%) dan anak
penderita (56,7%).

Berdasarkan tebel 3 dapat diketahui bahwa lebih dari sebagian caregiver


bekerja sangat baik untuk mengurangi keluhan penyakit sendi Sebanyak
14 orang (58,3%), lama waktu kompres terbanyak selama tiga hari
(33,3%) dan sebagian besar melakukan kompres tiga kali dalam sehari
sebanyak 24 orang (80%). Perbedaan Keluhan Penyakit Sendi Sebelum
dan Setelah
Kompres Hangat Air Rebusan Jahe
Tabel 4. Distribusi Keluhan Pasien Penyakit Sendi Sebelum dan Setelah
Kompres Hangat Air Rebusan Jahe di Kelurahan Kawatuna Tahun 2017
(n=30)

Keluhan Sebelumperlakuan Setelah perlakuan Uji Wilcoxon


n % n % Value (ρ)
Intensitas nyeri 0
(tanpa nyeri) 19 63,33
1-3 (ringan) - - 6 0,20 0,000 *
4-6 (sedang) 28 93,33 5 0,17
7-10 (berat) 2 6,67 - -
Durasi nyeri
Hilang (0) - - 19 63,3
≤ 30 menit 21 70 7 23,3 0,000 *
>30-60 menit 5 16,7 2 6,7
>60 menit 4 13,3 2 6,7
Kualitas Nyeri/ Sensasi 0,1
Ditusuk-tusuk 30 100 3
Sensasi Berat 30 100 3 0,1 0,000 *
Sensasi Ringan - - 27 99
Rentang Gerak - Tidak
Menurun/kaku 5 16,7 - memenuhi
Maksimal 25 83,3 30 100 Syarat uji

Keterangan : *Bermakna/Signifikan

Berdasarkan tabel.4 dapat diketahui bahwa sebagian besar (93,3%)


pasien mengalami nyeri sedang sebelum diberikan perlakuan kompres
hangat air rebusan jahe dan sebagian besar (63,3%) nyeri hilang setelah
intervensi serta tidak terdapat lagi nyeri berat. Durasi nyeri sendi terbanyak
pada kelompok 30 menit sebesar 70% sebelum intervensi dan 19 orang
(63,3%) hilang nyeri sendi setelah kompres hangat air rebusan jahe.
Sebagian kecil (16,7%) rentang gerak menurun (agak kaku) dan semua
(100%) pasien mengalami “rasa” sensasi berat dan seperti ditusuk-tusuk
sebelum intervensi dan sebaliknya semua (100%) rentang gerak maksimal
lagi meningkat dan hampir semua (99%) mengalami sensasi ringan pada
persendian setelah diberi intervensi kompres. Dapat disimpulkan bahwa
kompres hangat air rebusan jahe cenderung menurunkan persentase
keluhan penyakit sendi. Durasi nyeri sendi terbanyak pada kelompok 30
menit sebesar 70% sebelum intervensi dan 19 orang (63,3%) hilang nyeri
sendi setelah kompres hangat air rebusan jahe.
Sebagian kecil (16,7%) rentang gerak menurun (agak kaku) dan semua
(100%) pasien mengalami “rasa” sensasi berat dan seperti ditusuk-tusuk
sebelum intervensi dan sebaliknya semua (100%) rentang gerak maksimal
lagi meningkat dan hampir semua (99%) mengalami sensasi ringan pada
persendian setelah diberi intervensi kompres. Dapat disimpulkan bahwa
kompres hangat air rebusan jahe cenderung menurunkan persentase
keluhan penyakit sendi.
Berdasarkan Uji Wilcoxon dapat diketahui bahwa terdapat
perbedaan intensitas nyeri, durasi nyeri dan kualitas/sensasi nyeri sendi
yang bermakna sebelum dan setelah perlakuan karena semua nilai ρ <
0,05. Kompres hangat air rebusan jahe berpengaruh terhadap penurunan
intensitas dan durasi nyeri sendi serta sensasi tidak nyaman pada penderita
penyakit sendi.
PEMBAHASAN
Karakteristik penderita yang dibahas adalah jenis kelamin, umur dan
keluhan penderita.
Jenis kelamin penderita adalah sebagian besar adalah perempuan.
Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian lain, bahwa 30 penderita
osteoarthritis di Pejeng Kangin yang disurvei, 34 orang (81%) berjenis
kelamin perempuan.(18) Penyakit sendi osteoarthritis lebih banyak
ditemukan pada wanita, lebih meningkat pada wanita yang menopause
karena telah terjadi penurunan hormon estrogen yang berdampak pada
pembentukan tulang yang tidak maksimal. Selain itu, dapat disebabkan
juga karena stress mekanik atau ketidakstabilan sendi.(2) Pasien
perempuan yang ditemukan pada penelitian ini, sebagian besar adalah
pekerja keras, seperti berkebun, berternak/penggembala, mencari kayu
bakar, berjualan di pasar sehingga cenderung banyak menggunakan otot
yang berisiko terhadap ketidakstabilan sendi. Umur pasien sebagian besar
berada pada golongan umur dewasa tengah (> 40-65 tahun).
Hasil tersebut didukung oleh hasil studi sebelumnya menjelaskan
bahwa prevalensi tertinggi pada penyakit osteoarthritis dan rhemathoid
adalah rentang 40-60 tahun. (1,2) 64,3% dari 30 responden osteoarthritis di
Pejen Kangin berumur 60-65 tahun di .(18) Karakteristik caregiver
terbanyak pada golongan dewasa awal (> 18-40 tahun), tingkat pendidikan
SMA dan anak penderita, 94% anak pertama. Hal tersebut menunjukkan
golongan umur yang produktif, tingkat pendidikan cukup dan anak
merupakan penolong bagi orang- tuanya. Tingkat pendidikan yang cukup
berpengaruh dalam berperilaku dan tanggung jawab termasuk dalam
keluarga. Anak sulung adalah tumpuan pertama bagi orangtua.(19) Kinerja
caregiver dalam membe- rikan kompres hangat air rebusan jahe adalah
lebih dari sebagian bekerja sangat baik. Selama observasi, semua caregiver
mengalami peningkatan kinerja (pening- katan skore) setiap hari. Hal ini
terjadi karena adanya dukungan yang tinggi terhadap anggota keluarganya
yang sakit dan serumah.
Caregiver yang paling baik adalah anggota keluarga dan satu
rumah. Anggota keluarga adalah sumber daya penting dalam pemberian
layanan kesehatan bagi individu dan keluarga.(3,19) Caregiver melakukan
kompres setiap hari sampai keluhan hilang atau menurun dan terbanyak
pada frekuensi tiga kali sehari. Hal inilah yang menunjukkan kemampuan
keluarga merawat anggota keluarga yang sakit sangat diharapkan.
Keluarga sebagai fokus pemberdayaan untuk melaksanakan fungsi
keluarga sebagai fungsi perawatan kesehatan.(3,4) Keluargalah yang
paling mengerti sesuatu yang dibutuhkan dan dipahami oleh anggota
keluarga yang sakit. Dukungan fisik dan kasih sayang dapat ditunjukkan
langsung oleh caregiver sehingga dapat meningkatkan keharmonisan
dalam keluarga, oleh karena itu caregiver perlu mendapat pengajaran
terlebih dahulu oleh petugas kesehatan sehingga dapat melakukan tugas
dan perannya yang memuaskan
(4,6).
Hasil uji Wilcoxon menunjukkan ada pengaruh signifikan kompres
hangat air rebusan jahe oleh keluarga terhadap penurunan intensitas, durasi
dan sensasi berat serta rasa kaku akibat penyakit sendi. Rimpang jahe
mengandung beberapa komponen biokatif seperti gingerol bermanfaat
untuk anti inflamasi mengurangi nyeri, menghantarkan panas dan
mencegah kerusakan kartilago. Jahe juga mengandung salicylat yang
mencegah produksi prostaglandin sebagai pencetus nyeri dan
ketidaknyamanan.(9,10,) Surat Al Insan ayat 17 dalam Al Quran juga telah
menjelaskan bahwa jahe itu bermanfaat untuk kesehatan.(20) Kompres
dengan jahe dapat menurunkan nyeri sendi secara berangsur- angsur dan
meningkatkan fleksibilitas gerak sendi (11), kompres jahe efektif
menurunkan intensitas nyeri sendi pada lansia di Panti Werdha (7). berefek
terhadap penurunan intensitas nyeri tanpa melihat durasi dan sensasi lain
yang tidak menyenangkan.(18)
Kompres hangat berdampak pada peningkatan metabolisme
sehingga aliran darah meningkat, tarnsportasi oksigen dan nutrisi adekuat,
mengalirkan leucocyt- leukocyt sehingga mengurangi mediator- mediator
nyeri dan nyeri berkurang. Air hangat dapat meningkatkan efek relaksasi
sehingga hormon endorfhin dikeluarkan yang merupakan analgesic alami.
Air hangat dapat meningkatkan elastisitas kolagen yang bermanfaat
terhadap fleksibilitas pergerakan,(2) membuka pem- buluh darah sehingga
kandungan jahe “gingerol” langsung bersirkulasi sistemik yang
memberikan efek terapeutik.(14) Dampak lain yang dikemukan oleh 23
pasien (76,67%) adalah mengatakan “enak tidur”. Pernyataan pasien
tentang manfaat kompres hangat rebusan air jahe merah adalah
“Alhamdulillah, terima kasih, sangat mujarab, enak, enak sekali, bagus,
setuju sekali disebarluaskan, hemat biaya, ongkos murah, enak perasaan,
sudah ada obatnya yang mudah didapat, akan dilaku- kan jika kambuh,
mau menanam jahe di halaman”. Keterlibatan keluarga dalam melakukan
perawatan penyakit sendi merupakan factor predisposisi terjadinya
pengaruh yang signifikan. Perawatan yang dilakukan di rumah oleh
anggota keluarga dapat disesuaikan oleh kebutuhan pasien termasuk waktu
dan frekuensi pemberian.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan penelitian adalah anggota keluarga berperan sangat
baik sebagai caregiver dalam melakukan kompres hangat air rebusan jahe
sehingga dapat mengurangi atau menghilangkan keluhan penyakit sendi
yaitu intensitas, durasi, dan kualitas/sensasi nyeri sendi, meningkatkan
rentang gerak sendi yang kaku, memperbaiki kualitas tidur terhadap pasien
di rumah. Disarankan kepada masyarakat yang mengalami keluhan
penyakit sendi untuk perawatan dengan terapi nonfarmakologi serta
sebagai evidence base practice untuk penerapan di fasilitas kesehatan, baik
Puskesmas atau Rumah Sakit.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh civitas AKPER Pemda
Donggala, asisten peneliti (Melisa, Rifanda, Uswatun, Arnidah), perawat
PKM Kawatuna, Ka.Subdin KIA Kota Palu (drg.Luthfiah,M.Kes), dan
Kader Kesehatan (Ibu Fatni) yang telah membantu dalam pengumpulan
data sampai dengan diseminasi hasil penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Black,J.M & Hawks,J.H. Medical surgical nursing. Eighth edition.vol.1.


Elsevier Sanders. 2009. St Louis Missouri

Lewis at al. Medical Surgical nursing. Eighth edition. International


edition.vol.1 & 2. Elseiver Mosby.2011. USA

Kemenkes.RI. Riskesdas. 2013. Jakarta


Depkes RI. Kepmenkes RI nomor 908/Menkes/SK/VII/2010 tentang
pedoman penyelenggaraan pelayanan keperawatan keluarga. 2010

Snyder & Lindquist. Complementary & Alternative : Therapies in


Nursing.
Sixth edition. Springer Publishing Company.2010.New York

Bulechek etall. Nursing Intervention Classification (NIC). Elsevier. 2013.


Philadelphia

Izza, S. Perbedaan efektifitas pemberian kompres air hangat dan kompres


jahe terhadap penurunan nyeri sendi pada lansia di unit rehabilitasi sosial
Wening Wardoyo Ungaran. 2015

Black, C.D & O’Connor,P.J (2010). Acute effect of dietary ginger on


muscle pain induced by eccentric exercise. 2010

Bode,A.M & Dong,Z. The Amazing and Mighty Ginger. Chapter 7. NCBI
bookshelf, a service of the National Library of Medicine, National Institus
of health. 2011

Mashhadi et al. Anti-Oxidative and Anti-Inflammatory Effects of Ginger in


health and Phisical Activity: Review of Current Evidence. International
Journal of Preventive Medicine, 2013 Apr; 4 (Suppl 1): S36-S42.

Therkleson, T. Ginger compress therapy for adults with osteoarthritis.


Journal of Advanced Nursing, 2010 Oct; 66(10): 2225-2233.

Wijayanto, A. Pengaruh kompres hangat dengan jahe terhadap penurunan


skala nyeri osteoarthritis di Desa Wagir Kidul Kecamatan Pulung. 2017.
Umpo. ac. Id Lase, E.H. Pengaruh kompres jahe terhadap intensitas nyeri
rhemathoid arthritis usia di atas 40 tahun di lingkungan kerja Puskesmas
Tiga Balata tahun 2015

Therkleson, T. Topical ginger treatment with a compress or patch for


osteoarthritis symptoms. Journal of holistic nursing, 2014 Sep; 32 (3):
173- 182

Kemenkes RI. Pedoman Umum Program Indonesia Sehat dengan


Pendekatan Keluarga. 2016
Ardiansyah. Pengaruh kompres hangat rebusan jahe terhadap nyeri pada
penderita osteoarthritis lutut di panti wredha Dharma Bhakti Surakarta.
2015. Eprints. Ums.ac.id

Kadek, D.M.P. Perbedaan kompres hangat jahe dan back massage terhadap
penurunan skala nyeri ekstremitas bawah pada lansia dengan remathoid
atrhitis di Banjar Abasan Singapadu Tengah. 2015. Erepo. Unud.ac.id

Prihandini,I.G.A.S. Pengaruh kompres hangat rebusan parutan jahe


terhadap nyeri pada lansia dengan osteoarthritis di Pejen kangin
Kabupaten Gianyar. Jurnal dunia kesehatan vol.5.no.2. 2015.

Kaakinen et al. Family health care nursing: theory, practice and research.
Fourth edition. F.A Davis Company.

2010. Philadelphia,PA .Ashshiddiqi, dkk (1971).


Alquran dan terjemahannya.

Pelatihan Range of Motion (ROM) pada Pasien Reumatoid


Atritis di Desa Taraweang Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan
Sitti Nurbaya1*, Amriati Mutmainna2, Wa Mina La Isa3, Susi Sastika
Sumi4
1*. STIKES Nani Hasanuddin Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan VIII,
No. 24, Kota Makassar, Indonesia, 90245
2. STIKES Nani Hasanuddin Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan
VIII, No. 24, Kota Makassar, Indonesia, 90245
3. STIKES Nani Hasanuddin Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan
VIII, No. 24, Kota Makassar, Indonesia, 90245
4. STIKES Nani Hasanuddin Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan
VIII, No. 24, Kota Makassar, Indonesia, 90245

*e-mail : nurbaya.baya35@gmail.com

Abstrak

Artritis rheumatoid (AR) adalah kelainan inflamasi yang terutama


mengenai membrane synovial dari persendian dan umumnya ditandai
dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan.
Pemeriksaan dan evaluasi memberikan dasar untuk intervensi individual
dan tujuan terapi pada pasien dengan disfungsi jaringan ikat inflamasi.
Disfungsi jaringan ikat menghasilkan rasa sakit, kekakuan, dan kelelahan,
dengan penurunan fungsi secara bersamaan, karena penurunan ROM,
kekuatan otot, dan kapasitas aerobik. Latihan Range of Motion dapat
mengurangi kekakuan, meningkatkan atau mempertahankan mobilitas
sendi, dan meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas struktur periarticular.
Rheumatoid arthritis adalah penyakit sistemik kronis yang menyerang
sendi, jaringan ikat, otot, tendon, dan jaringan fibrosa. Ini cenderung
menyerang selama tahun-tahun dewasa paling produktif, antara usia 20
dan 40, dan merupakan kondisi cacat kronis yang sering menyebabkan
rasa sakit dan cacat. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Maret
2017 Vital Signs mengumumkan data yang memperkirakan bahwa 54,4
juta orang dewasa di AS menderita radang sendi - setara dengan sekitar
25% dari populasi. Perubahan pola gaya hidup yang sehat seperti
melakukan pergerakanpergerakan yang aktif semisalnya melakukan Range
of Motion akan meningkatkan kemampuan untuk kemudahan dalam
beraktifitas sehari-hari terhadap penderita rheumatoid artritis.

Kata Kunci : Artritis Rheumatoid, Range of Motion, Pelatihan


Pendahuluan
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Maret 2017 Vital
Signs mengumumkan data yang memperkirakan bahwa 54,4 juta orang
dewasa di AS menderita radang sendi - setara dengan sekitar 25% dari
populasi. Arthritis adalah penyebab utama kecacatan, dan menyebabkan
rasa sakit, sakit, kaku dan bengkak pada sendi. Jenis yang paling umum
adalah osteoarthritis, rheumatoid arthritis, gout, lupus dan fibromyalgia.
Pada tahun 2040, diperkirakan 78 juta (26%) orang dewasa A.S. Amerika
Serikat berusia 18 tahun atau lebih diproyeksikan memiliki artritis yang
didiagnosis dokter (Barbour et al, 2017).
Diperkirakan kasus RA diderita pada usia di atas 18 tahun dan
berkisar 0,1% sampai dengan 0,3% dari jumlah penduduk Indonesia
(Meyer-Hermann et al, 2009). Kecenderungan prevalensi
sendi/rematik/encok berdasarkan wawancara pada umur ≤ 15 tahun
menurut provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2007 dan 2013 adalah
27,0% (Riskesdas, 2013).
Secara nasional, 10 kabupaten/kota dengan prevalensi penyakit
sendi terendah adalah Yakuhimo (0,1%), Ogan Komering Ulu (8,7%), Siak
(9,9%), Kota Binjai (10,5%), Ogan Komering Ulu Timur (10,7%), Karo
(11,6%), Barito Timur (11,9%), Kota Payakumbuh (11,9%), Kota
Makassar (12,0%). Disini terlihat bahwa di Kota Makassar terdapat 12,0%
(Riskesdas, 2007).
Menurut Rima (2017) mengklaim dalam penelitiannya bahwa
retrowalking (jalan mundur) memberikan manfaat latihan serta rehabilitasi
yang unik untuk peningkatan ROM pada pasien lansia yang mengalami
nyeri sendi. Pada saat berjalan mundur, pada fase swing fleksi lutut
cenderung lebih kecil dari pada saat berjalan biasa, hal tersebut
mengurangi gerakan lutut saat retrowalking. Sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai home program. Oleh karena itu, kami tertarik untuk melakukan
pengabdian kepada masyarakat yaitu: Penyuluhan dan Pelatihan Range of
Motion (ROM) pada Pasien Reumatoid Artritis di Desa Taraweang
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.
Perubahan pola gaya hidup yang sehat seperti melakukan
pergerakan-pergerakan yang aktif semisalnya melakukan Range of Motion
akan meningkatkan kemampuan untuk kemudahan dalam beraktifitas
sehari-hari terhadap penderita rheumatoid artritis. Pengobatan juga mampu
dilakukan untuk mengontrol nyeri sendi yang terjadi pada penderita
rheumatoid artritis. Oleh karena itu, dianggap perlu dilakukan upaya
jangka pendek untuk melakukan pergerakan-pergerakan yang aktif
semisalnya melakukan Range of Motion oleh penderita rheumatoid artritis.

Berdasarkan urairan diatas, maka perlu dilakukan penyuluhan dan


pelatihan Range of Motion (ROM) pada pasien rheumatoid artritis di Desa
Taraweang Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.
Artritis rheumatoid (AR) adalah kelainan inflamasi yang terutama
mengenai membrane synovial dari persendian dan umumnya ditandai
dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan.
AR terjadi antara usia 30 tahun dan 50 tahun dengan puncak insiden antara
usia 40 tahun dan 60 tahun. Wanita terkena dua sampai tiga kali lebih
sering daripada pria. AR diyakini sebagai respons imun terhadap antigen
yang tidak diketahui. Stimulusnya dapat virus atau bacterial. Mungkin juga
terdapat predisposes terhadap penyakit (Baughman and Hackley, 2000).
Pemeriksaan dan evaluasi memberikan dasar untuk intervensi
individual dan tujuan terapi pada pasien dengan disfungsi jaringan ikat
inflamasi. Intervensi rehabilitasi untuk mengurangi rasa sakit;
meningkatkan dan mempertahankan mobilitas sendi, kekuatan otot, dan
kebugaran kardiovaskular; menghemat energi dan mengurangi kelelahan;
dan fungsi optimalisasi harus dimulai lebih awal sebelum terjadi cacat
sendi yang ireversibel. Intervensi yang dilakukan untuk mencapai tujuan
ini termasuk pendidikan pasien, istirahat (perlindungan sendi, konservasi
energi, dan belat), agen fisik, dan latihan terapi (Cameron & Monroe,
2007). Dalam pengabdian masyarakat ini akan dilakukan salah satu dari
hal tersebut yaitu pelatihan.
Disfungsi jaringan ikat menghasilkan rasa sakit, kekakuan, dan
kelelahan, dengan penurunan fungsi secara bersamaan, karena penurunan
ROM, kekuatan otot, dan kapasitas aerobik. Imobilisasi sendi juga dapat
menyebabkan melemahnya tulang rawan dan struktur periartikular,
sedangkan gerakan sendi yang teratur dan berat yang intermiten yang
terjadi dengan berbagai bentuk olahraga dapat meningkatkan kesehatan
sendi. Meskipun keyakinan sebelumnya bahwa olahraga dapat
membahayakan individu dengan artritis, penelitian saat ini telah
menemukan bahwa berbagai bentuk latihan dapat dengan aman membantu
pasien dengan penyakit rheumatoid. Penderita artritis umumnya dapat
mengikuti rekomendasi untuk kesehatan dan kebugaran yang diterapkan
pada populasi yang sehat, sambil mematuhi rekomendasi umum dan
bersama untuk mondar-mandir dan beristirahat. Sebuah meta-analisis
menemukan bahwa terapi air, bersepeda stasioner, dan latihan menahan
beban adalah sade untuk pasien dengan RA dan meningkatkan
fleksibilitas, kekuatan, daya tahan, fungsi, kebugaran kardiovaskular, dan
kesehatan umum tanpa meningkatkan gejala sendi (Cameron & Monroe,
2007). Terkhusus dalam pengabdian masyarakat ini akan dilakukan
pelatihan range of motion (ROM).
Latihan Range of Motion dapat mengurangi
kekakuan, meningkatkan atau mempertahankan mobilitas sendi, dan
meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas struktur periarticular. Latihan aktif
dan berbantuan aktif direkomendasikan pada pasien dengan radang sendi,
menghindari jaringan yang meradang berlebihan. Selama periode
peradangan akut, ROM sendi dapat dipertahankan dengan melakukan
setidaknya satu sampai dua repetisi melalui ROM penuh setiap hari. Jumlah
pengulangan dapat secara bertahap meningkat ketika gejala sendi akut
mereda dan menjadi subakut atau kronis. Latihan ROM aktif dalam
kombinasi dengan relaksasi juga telah terbukti menghasilkan keuntungan
fungsional dan pengurangan rasa sakit pada pasien dengan Artritis
Reumatoid (AR) (Cameron & Monroe, 2007).
Rheumatoid arthritis adalah penyakit sistemik kronis yang
menyerang sendi, jaringan ikat, otot, tendon, dan jaringan fibrosa. Ini
cenderung menyerang selama tahun-tahun dewasa paling produktif, antara
usia 20 dan 40, dan merupakan kondisi cacat kronis yang sering
menyebabkan rasa sakit dan cacat. Prevalensi bervariasi antara 0,3% dan
1% dan lebih sering terjadi pada wanita dan di negara maju. Dalam 10
tahun sejak onset, setidaknya 50% pasien di negara-negara maju tidak
dapat mempertahankan pekerjaan penuh waktu (WHO, 2019).
Alasan mengambil daerah tersebut karena di Desa Taraweang Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan yang merupakan tempat pengabdian
masyarakat terpadu Kota Makassar.

Metode
Salah satu bentuk penanganan yang dapat dilakukan untuk
mengontrol banyaknya penderita rheumatoid artritis adalah dengan
memberikan pemahaman pada masyarakat terutama penderita mengenai
penyakit yang di derita dan upaya penanganannya. Sehingga perlu
dilakukannya penyuluhan tentang pelatihan Range of Motion (ROM) pada
pasien rheumatoid artritis di Desa Taraweang Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan. Hal tersebut bertujuan untuk mengedukasi masyarakat,
khususnya penderita rheumatoid artritis bahwa kondisi nyeri sendi dapat
dikendalikan dengan penatalaksaaan Range of Motion (ROM), serta untuk
membantu menciptakan pola kebiasaan pelaksanaan Range of Motion
(ROM) pada masyarakat, khususnya penderita rheumatoid artritis demi
untuk mencegah dan mengendalikan penyakit rheumatoid artritis.

Hasil
Kegiatan P3M ini dilaksanakan dalam bentuk ceramah, tanya
jawab dan diskusi yang diberikan pada pasien rheumatoid artritis di Desa
Tarweang Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan yang kemudian
dilanjutkan dengan penyuluhan range of motion bagi pasien rheumatoid
artritis, pelatihan range of motion yang mampu dilakukan bagi pasien
rheumatoid artritis. Kegiatan ini laksanakan selama satu hari, yaitu pada
tanggal 08 Maret dari pukul 08.30 –
16.45 WITA. Proses penyelenggaraan penyuluhan dan pelatihan ini
dilakukan di salah satu rumah Bapak Kepala Dusun di Desa Taraweang
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, dimana peserta dalam kegiatan ini
merupakan pasien rheumatoid artritis.
Kegiatan ini diawali dengan pengenalan dan penggalian
pengetahuan peserta penyuluhan mengenai Range of Motion (ROM).
Peserta kemudian diberikan ceramah dan diskusi yang berjalan lancar
dalam pelaksanaannya. Pelaksanaan kegiatan ini diawali dengan
pemberian materi oleh pemateri dibantu dengan media pembelajaran yang
digunakan dalam pelaksanaan pendidikan kesehatan mengenai Range of
Motion (ROM) yang diberikan. Selanjutnya, pemateri memberikan
pelatihan mengenai Range of Motion (ROM) pada pasien rheumatoid
artritis. Dan selanjutnya dilakukan pengukuran derajat fleksibilitas pasien
rheumatoid artritis tersebut.

Tabel 1. Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin


Jenis Kelamin n %
Perempuan 12 60.0
Laki-laki 8 40.0
Total 20 100

Tabel 1.Menunjukkan bahwa distribusi peserta kegiatan pengabdian


kepada masyarakat ini lebih dominan berdasarkan jenis kelamin yaitu
perempuan dengan jumlah persentase sebesar 60.0%.

Tabel 2. Distribusi frekuensi berdasarkan tingkat pendidikan Pendidikan


Pendidikan n %
SD 10 50.0
SMP 4 20.0
SMA 5 25.0
PT 1 5.0
Total 20 100

Tabel 2.Menunjukkan bahwa distribusi peserta kegiatan pengabdian


kepada masyarakat ini lebih dominan tingkat pendidikan terakhir yaitu SD
dengan jumlah persentase sebesar 50.0%

Tabel 3. Distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan


Pekerjaan n %
PNS 1 5.0
Wiraswasta 6 30.0
IRT 12 60.0
Pensiunan 3 15.0
Total 20 100

Tabel 3.Menunjukkan bahwa distribusi peserta kegiatan pengabdian


kepada masyarakat ini lebih dominan pekerjaan sebagai IRT dengan
jumlah persentasesebesar 60.00%.

Pembahasan
Hasil kegiatan pengabdian ini secara garis besar mencakup
beberapa komponen, yaitu keberhasilan target jumlah peserta sosialisasi,
ketercapaian tujuan sosialisasi, ketercapaian target materi yang telah
direncanakan, kemampuan peserta dalam memahami materi, keterampilan
dalam mempraktekkan range of motion secara dibantu oleh tim
pengabdian masyarakat tersebut.
Latihan aktif ROM merupakan latihan gerak isotonik (terjadi
kontraksi dan pergerakan otot) yang dilakukan klien dengan
menggerakkan masing-masing persendiannya sesuai dengan rentang
geraknya yang normal. Sedangkan latihan pasif ROM merupakan latihan
pergerakan perawat atau petugas lain yang menggerakkan persendian klien
sesuai dengan rentang geraknya (Kusyati, dkk, 2006).
Tujuan latihan aktif ROM, yaitu latihan ini dapat mempertahankan
atau meningkatkan kekuatan dan kelenturan otot seperti mempertahankan
fungsi kardiorespiratori serta mencegah kontraktur dan kekakuan pada
persendian. Sedangkan, tujuan latihan pasif ROM yaitu menjaga
fleksibilitas dari masing-masing persendian.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ROM adalah sebagai berikut,
yaitu pertumbuhan pada masa anak-anak, sakit, fraktur, trauma,
kelemahan, kecacatan, usia, dan lain-lain (Lukman, Ningsih Nurna, 2009).
Berikut latihan yang diberikan kepada peserta:
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan
3. Pegang lutut dengan satu tangan, tangan lainnya memegang
tungkai
4. Naikkan dan turunkan kaki dengan lutut tetap lurus.
5. Pegang lutut klien dengan satu tangan, tangan lainnya memegang
tungkai klien.
6. Lakukan gerakan menekuk dan meluruskan lutut.
7. Gerakan kaki klien menjauh dan mendekati badan atau kaki
satunya.
8. Kembali ke posisi semula.
9. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
10.Catat perubahan yang terjadi. Misalnya, rentang gerak dan
kekakuan sendi. Gerakan ini dilakukan 2x8 hitungan.
Target peserta pendidikan kesehatan seperti rencana awal
merupakan pasien rheumatoid artritis yang dimana hal ini dapat tercapai.
Dalam pelaksanaan pemberian materi, penambahan pengetahuan tidak
semuanya mudah diserap dalam waktu singkat, sehingga pentingnya
pemberian pengetahuan lebih lanjut. Ketercapaian dalam pendidikan
kesehatan ini adalah pasien rheumatoid artritis mampu dalam
mempraktekkan range of motion secara dibantu bagi pasien reumatoid
artritis, penatalaksanaan range of motion yang baik bagi pasien reumatoid
artritis sehingga para pasien reumatoid artritis mampu lebih sehat, mandiri,
dan produktif.
Tahap perencanaan berikutnya adalah untuk menggalakkan
kegiatan senam Range of Motion (rom) terkait dengan cara pengendalian
penyakit seperti halnya kegiatan berolahraga yang rutin dilakukan untuk
pasien reumatoid artritis dan untuk pencegahan bagi pasien reumatoid
artritis dalam hal penyakit degeneratif. Dengan demikian secara tidak
langsung civitas akademika STIKES Nani Hasanuddin telah membantu
program pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Selain itu, direncanakan untuk membentuk suatu wadah yang dapat
menjadi sumber informasi bagi masyarakat yang membutuhkan pendidikan
kesehatan terkait kesehatan pasien reumatoid artritis.
Program pendidikan kesehatan mengenai Range of Motion (ROM)
di Desa Taraweang Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan berjalan dengan
lancar dan sesuai dengan rencana kegiatan yang telah disusun, serta
pengetahuan masyarakat tentang range of motion (ROM) yang baik bagi
pasien rheumatoid artritis juga meningkat. Kegiatan ini mendapatkan
sambutan yang sangat baik, terlihat dari antusias peserta, dan keaktifan
peserta dalam menerima materi yang diberikan.
Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan dapat diajukan beberapa
saran sebagai berikut, yaitu adanya kegiatan lanjutan dari tenaga kesehatan
untuk memberikan health education terkait kesehatan pasien rheumatoid
artritis, dan perlu tindak lanjut tenaga kesehatan untuk membantu
mengontrol kegiatan pasien terkhusus Range of Motion (ROM) yang sehat
bagi pasien rheumatoid artritis.

Kesimpulan
Latihan Range of Motion dapat mengurangi kekakuan,
meningkatkan atau mempertahankan mobilitas sendi, dan meningkatkan
fleksibilitas dan elastisitas struktur periarticular. Latihan aktif dan
berbantuan aktif direkomendasikan pada pasien dengan radang sendi,
menghindari jaringan yang meradang berlebihan. Selama periode
peradangan akut, ROM sendi dapat dipertahankan dengan melakukan
setidaknya satu sampai dua repetisi melalui ROM penuh setiap hari.
Jumlah pengulangan dapat secara bertahap meningkat ketika gejala sendi
akut mereda dan menjadi subakut atau kronis. Latihan ROM aktif dalam
kombinasi dengan relaksasi juga telah terbukti menghasilkan keuntungan
fungsional dan pengurangan rasa sakit pada pasien dengan Artritis
Reumatoid
Rekomendasi
Tenaga kesehatan beserta pemerintah setempat melakukan pencegahan
dengan membantu masyarakat memberikan. Latihan Range of Motion
untuk mengurangi Artritis Reumatoid pada lansia

Ucapan Terima Kasih


Terimakasih pengabdi ucapkan kepada Desa Taraweang Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nani
Hasanuddin karena memberikan kesempatan terhadap pengabdi untuk
dapat mengembangkan diri dalam segi keilmuannya.
Ucapan terimakasih juga pengabdi berikan kepada teman sesama Dosen
dan staff Akademik yang berada di Sekolah Tinggi Nani Hasanuddin atas
dukungan selama pengabdian ini teselenggara.

Daftar Pustaka
Barbour, K. E., Helmick, C. G., Boring, M., and Brady, T. J. Vital Signs:
Prevalence of Doctor-Diagnosed Arthritis and Arthritis-Attributable
Activity Limitation - United States, 2013–2015. MMWR 2017; 66:246–
253. Diakses dari
https://www.cdc.gov/mmwr/volumes/66/wr/mm6609e1.htm

Bauggman, D. C. and Hackley, J. C. (2000). Keperawatan Medikal-Bedah:


Buku saku dari Brunner & Suddarth.
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Kusyati Eni, dkk. 2006. Keterampilan dan Prosedur Laboratorium. Jakarta:


EGC.

Meyer-Hermann, M., Figge, M. T., Straub, R. H. (2009). Mathematical


modeling of the circadian rhythm of key neuroendocrine-immune system
players in rheumatoid arthritis: a systems biology approach. Arthritis
Rheum. 60 (9): 2585–94. doi:10.1002/art.24797

Ningsih, N. & Lukman. (2009). Asuhan Keperawatan dengan Gangguan


Sistem Muskuloskeletal. Salemba Medika.
Jakarta.

Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2013.
Riskesdas. (2007). Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia
Desember 2008.

World Health Organization (WHO). (2019). Chronic Rheumatoid


Conditions. Diakses dari https://www.who.int/chp/topics/rheumatic/en/

Anda mungkin juga menyukai