Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

M
DENGAN DIAGNOSA MEDIS STROKE NON HEMORAGIK
SISTEM PERSYARAFAN

Oleh :

Nama : Armia Silviani

NIM : 2018.C.10a.0926

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN 2020
i

LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan ini di susun oleh :

Nama : Armia Silviani


NIM : 2018.C.10a.0926
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Ny.
M Dengan Diagnosa Medis Stroke Non Hemoragik Sistem
Persyarafan.

Telah Melakukan Asuhan Keperawatan Sebagai Persyaratan Untuk


Menyelesaikan Praktik Pra Klinik Keperawatan II Program Studi Sarjana
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Mengetahui,
Pembimbing Akademik

Isna Wiranti, S.Kep., Ners

i
ii

KATA
PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan kasih dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan Laporan ini
dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Ny. M Dengan Diagnosa Medis Stroke
Non Hemoragik Sistem Persyarafan.” Laporan pendahuluan ini disusun guna
melengkapi tugas (PPK 2).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Isna Wiranty, S.Kep.,Nersselaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
4. Ibu Meida Sinta Araini, S.Kep.,Ners selaku Koordinator Praktik Pra Klinik
Keperawatan 2.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.

Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan


dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini
dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Palangka Raya, 26 Oktober 2020

Penyusun

ii
iii

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. ii
KATA PENGANTAR....................................................................................... iii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penelitian................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 4
2.1 Konsep Dasar Anatomi Fisiologi Kepala................................................ 4
2.2 Konsep Dasar Penyakit Stroke Non Hemoragik..................................... 13
2.2.1 Definisi ................................................................................................... 13
2.2.2 Etiologi ................................................................................................... 13
2.2.3 Klasifikasi .............................................................................................. 13
2.2.4 Manifestasi Klinis................................................................................... 15
2.2.5 Patifisiologi (Pathway)............................................................................ 17
2.2.6 Komplikasi .............................................................................................. 20
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang............................................................................... 20
2.2.8 Penatalaksanaan Medis........................................................................... 22
2.3 Konsep Manajemen Asuhan Keperawatan............................................. 24
2.3.1 Pengkajian Keperawatan ........................................................................ 24
2.3.2 Diagnosa Keperawatan........................................................................... 29
2.3.3 Intervensi Keperawatan .......................................................................... 30
2.3.4 Implementasi Keperawatan .................................................................... 36
2.3.5 Evaluasi Keperawatan ............................................................................ 37
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN............................................................... 38
3.1 Pengkajian .............................................................................................. 38
3.2 Diagnosa ................................................................................................. 45
3.3 Intervensi................................................................................................. 47
3.4 Implementasi .......................................................................................... 48
3.5 Evaluasi .................................................................................................. 51

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

iii
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gaya hidup masyarakat saat ini semakin mengarah kepada gaya hidup yang
instan dan praktis sehingga mengabaikan segala hal, ini tentu akan membawa
berbagai konsekuensi, yaitu masalah kesehatan. Pola hidup yang instan seperti
makan makanan yang junk food, merokok dan minum kopi yang berlebihan untuk
mengusir rasa kantuk akibat lelah kerja, tidak pernah melakukan olah raga serta gaya
hidup anak-anak muda sekarang terutama di kota-kota besar yang sudah mulai
mengenal dan mencoba narkoba, rokok dan alkohol maka segala penyakit akan
datang menyerang. Bermula dari kelebihan kolesterol, kelelahan karena kurang
istirahat, tingkat stress yang tinggi dan hipertensi maka timbullah berbagai penyakit
seperti jantung dan stroke.
Menurut Batticaca (2012:56) stroke masih merupakan masalah medis yang
menjadi penyebab kesakitan dan kematian nomor 2 di Eropa serta nomor 3 di
Amerika Serikat. Sebanyak 10% penderita stroke mengalami kelemahan yang
memerlukan perawatan. Menurut Lumbantobing (2011:93) usia merupakan faktor
resiko yang paling penting bagi semua jenis stroke. Insiden stroke meningkat secara
eksponensial dengan bertambahnya usia. Tingkat insiden jenis stroke seperti infark
otak dan perdarahan intraserebral meningkat hebat dengan bertambahnya usia,
namun tingkat insiden perdarahan subarakhnoid tidak banyak berubah di atas 45
tahun. Insiden stroke 1,25 kali lebih besar pada pria dibanding wanita. Data
pencatatan dari RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya diketahui bahwa dari bulan
Juli sampai Desember 2012 terdapat 88 kasus pasien yang terkena stroke non
hemoragik atau sebanyak 2 % dari 588 pasien yang dirawat.
Secara sederhana stroke didefinisikan sebagai penyakit otak akibat
terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan atau perdarahan dengan gejala
lemas, lumpuh sesaat, atau gejala berat sampai hilangnya kesadaran, dan kematian.
Penyakit stroke juga menimbulkan kecacatan terbanyak pada kelompok usia dewasa
yang masih produktif. Tingginya kasus stroke ini salah satunya dipicu oleh
rendahnya kepedulian masyarakat dalam mengatasi berbagai faktor resiko yang dapat
2

menimbulkan stroke. Penyebab stroke adalah pecahnya (ruptur) pembuluh darah di


otak dan atau terjadinya trombosis dan emboli. Gumpalan darah akan masuk ke
aliran darah sebagai akibat dari penyakit lain atau karena adanya bagian otak yang
cedera dan menutup atau menyumbat arteri otak. Akibatnya fungsi otak berhenti dan
terjadi penurunan fungsi otak.
Stroke secara medis merupakan serangan otak. Padahal kita tahu otak adalah
organ yang penting perannya dalam hampir semua kegiatan yang dilakukan oleh
tubuh manusia. Kegiatan-kegiatan itu mencakup bergerak, merasa, berpikir,
berbicara, emosi, berkhayal, membaca, menulis, berhitung, melihat, dan mendengar.
Tugas yang beraneka ragam itu masing-masing dikerjakan dengan koordinasi yang
kompleks dari bagian-bagian otak, jangan sampai karena kebiasaan hidup yang instan
dan praktis merusakan bagian terpenting dalam tubuh kita. Peran perawat yaitu
untuk membantu menangani pasien dengan stroke non hemoragik, dan melakukan
penyuluhan tentang gaya hidup masyarakat untuk menghindari penyakit stroke.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk menjadikan penyakit stroke sebagai
laporan studi kasus, agar penulis lebih memahami bagaimana proses keperawatan
yang dilakukan pada klien dengan penyakit stroke.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan masalah, sebagai berikut:
Bagaimana asuhan keperawatan pada Ny. M dengan diagnosa medis stroke non
hemoragik di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penyusunan dan penulisan laporan studi kasus dapat dibagi menjadi 2
yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
1.3.1 Tujuan Umum
Penulis mampu menggambarkan asuhan keperawatan secara komprehensif
yang meliputi bio, psiko, sosial dan spiritual pada klien dengan stroke non hemoragik
dengan menggunakan proses keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus

2
3

1) Melakukan pengkajian status kesehatan pada Ny. M dengan masalah stroke non
hemoragik.
2) Menegakkan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada Ny. M dengan
masalah stroke non hemoragik.
3) Membuat intervensi keperawatan sesuai dengan diagnosa yang muncul pada Ny.
M dengan stroke non hemoragik.
4) Membuat implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi yang dibuat pada
Ny. M dengan stroke non hemoragik.
5) Membuat evaluasi asuhan keperawatan pada Ny. M dengan stroke non
hemoragik.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Teoritis
Dapat menambah pengetahuan dan keterampilan bagi mahasiswa dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke non hemoragik.
1.4.2 Praktis
1) Mahasiswa
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi semua mahasiswa tentang
asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke non hemoragik dan untuk
memenuhi tugas praktik praklinik keperawatan yang diberikan oleh pendidikan.
2) Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai prasyarat untuk mengikuti Ujian Akhir Periode (UAP) di pendidikan
dan untuk menambah referensi bagi pendidikan.

3
4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Kepala


2.1.1 Kulit Kepala
Kulit kepala memiliki 5 lapisan yang disebut dengan SCALP yaitu; skin
atau kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea
aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan
pericranium.

Gambar 1 Lapisan Kranium (www.annehira.com)

2.1.2 Tengkorak
Tengkorak aalah tulang kerangka kepala yang disusun menjadi dua
bagian yaitu cranium terdiri dari atas delapan tulang dan kerangka wajah yang
terdiri dari atas 14 tulang.Rongga tengkorak mempunyai permukaan atas yang
dikenal sebagai kubah tengkorak, licin pada permukaan luar dan pada permukaan
dalam ditandai dengan gili-gili dan lekukan supaya dapat sesuai dengan otak dan
pembuluh darah.
Tengkorak dibentuk oleh gabungan beberapa tulang yang disambung oleh
sutura.Sutura dibentuk pleh selapis tipis jaringan fibrosa yang mengunci piringan
5

tulang yang bergerigi. Sutura mengalami osifikasi setelah umur 35 tahun. Fungsi
tengkorak :
1) Melindungi otak dan indra penglihatan dan pendengaran
2) Sebagai tempat melekatnya otot yang bekerja pada kelapa3)
Sebagai tempat penyangga gigi
Tulang tengkorak terdiri dari os frontale, os parietale dextra dan sinistra,
os occipital, os temporal dextra dan sinistra, os ethmoidale, os sphenoidale,
maxilla, mandibula, os ozygomaticum dextra dan sinistra, os palatinum dextra dan
sinistra, os nasale dextra dan sinistra, os lacrimale dextra dan sinistra, vomer dan
concha dextra dan sinistra.

Gambar 2 Anatomi Tengkorak (www.annehira.com)

Permukaan bawah rongga dikenal sebagai dasar tengkorak atau basis


kranii.Permukaan ini ditembusi banyak lubang supaya dapat dilalui serabut saraf
dan pembuluh darah.

2.1.3 Meninges

5
6

Meninges adalah lapisan pelindung otak terdiri dari rangka tulang bagian
luar dan tiga lapisan jaringan ikat.Lapisan meningeal terdiri dari pia mater, lapisan
araknoid, dan dura mater.

Gambar 3 Diagram Meninges (www.annehira.com)

1. Pia Mater
Pia mater adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis, serta melekat erat pada
otak.Lapisan ini mengandung banyak pembuluh darah untuk mensuplai jaringan
saraf.Pia meter merupakan membran vaskular dan berhubungan dengan permukaan
luar otak dan medulla spinalis.
2. Lapisan Araknoid
Lapisan araknoid terletak di bagian eksternal pia mater dan mengandung
sedikit pembuluh darah. Memiliki ruang subaraknoid yang berfungsi untuk
memisahkan lapisan araknoid dari pia meter dan mengandung cairan serebrospinalis,
pembuluh darah, serta jaringan penghubung seperti selaput yang mempertahankan
posisi araknoid terhadap pia meter di bawahnya. Ada juga berkas kecil jaringan
araknoid, vili araknois, menonjol ke dalam sinus vena (dural) dura mater.
3. Dura Mater
Dura mater merupakan lapisan terluar yang tebal dan terdiri dari dua
lapisan.Lapisan ini biasanya terus bersambungan, tetapi terputus pada beberapa sisi
spesifik. Kedua lapisan tersebut antara lain:
1) Lapisan Periosteal Luar
Lapisan periosteal luar pada dura mater melekat di permukaan dalam kranium
dan berperan sebagai periosteum dalam tulang tengkorak.

6
7

2) Lapisan Meningeal Dalam


Lapisan meningeal dalam pada dura mater tertanam sampai kedalam fisura
otak dan terlipat kembali ke arahnya untuk membentuk bagian- bagian berikut:
(1) Falks serebrum
Falks serebrum terletak dalam fisura longitudinal antar hemisfer serebral.
Bagian ini melekat pada krista galli tulang etmoid.
(2) Falks serebelum
Falks serebelum membentuk bagian pertengahan antar hemisfer
serebelar.
(3) Tentorium serebelum
Merupakan pemisah serebrum dari serebelum
(4) Sela diafragma
Bagian yang memanjang di atas sela tursika, tulang yang
membungkus kelenjar hipofisis. Pada beberapa regia, kedua lapisan ini
dipisahkan oleh pembuluh darah besar, sinus vena yang mengalirkan darah keluar
dari otak.
4. Ruang Subdural
Ruang subdural merupakan ruang yang memisahkan dura mater dari
araknois pada regia kranial dan medulla spinalis.
5. Ruang Epidural
Ruang epidural adalah ruang potensial antara periosteal luar dan
lapisan meningeal dalam pada dura maer di regia medulla spinalis.

2.1.4 Otak
Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan
pusat komputer semua alat tubuh, bagian dari semua saraf sentral yang terletak di
dalam rongga tengkorak (kranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat.

7
8

Gambar 4 Bagian-Bagian dari Otak (www.annehira.com)

Otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:

1. Cerebrum (Otak Besar)


Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut
dengan nama cerebral cortex, forebrain atau otak depan. Cerebrum merupakan
bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang.Cerebrum membuat
manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran,
perencanaan, memori dan kemampuan visual.Kecerdasan intelektual atau IQ Anda
juga ditentukan oleh kualitas bagian ini.

Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut


lobus.Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang
menyerupai parit disebut sulcus. Keempat lobus tersebut masing-masing adalah:
lobus frontal, lobus parietal, lobus occipital dan lobus temporal.

1) Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari otak
besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan,
kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi
penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan
kemampuan bahasa secara umum.
2) Lobus parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor
perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.

8
9

3) Lobus temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan


kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk
suara.
4) Lobus occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan
rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan
interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.
Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi menjadi
beberapa area yang punya fungsi masing-masing, seperti terlihat pada gambar di
bawah ini.

Gambar 5 Pembagian Area pada Lobus Otak (www.annehira.com)

Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi
menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri.Kedua
belahan itu terhubung oleh kabel-kabel saraf di bagian bawahnya. Secara umum,
belahan otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh, dan belahan otak kiri mengontrol
sisi kanan tubuh.Otak kanan terlibat dalam kreativitas dan kemampuan
artistik.Sedangkan otak kiri untuk logika dan berpikir rasional.

2. Cerebellum (Otak Kecil)


Otak kecil atau cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan
ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak,

9
10

diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan,


koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak kecil juga menyimpan dan melaksanakan
serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil,
gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.Jika terjadi
cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan
koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut
tidak mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu
mengancingkan baju.

3. Brainstem (Batang Otak)


Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga
kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum
tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk
pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan,
dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan
atau lari) saat datangnya bahaya. Batang otak terdiri dari empat bagian, yaitu:

(1) Diensepalon adalah bagian batang otak paling atas, terdapat diantara
serebellum dengan mesensepalon.
(2) Mesensepalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah bagian
teratas dari batang otak yang menghubungkan otak besar dan otak kecil.
Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan
mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
(3) Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah
kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla
mengontrol funsi otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah,
pernafasan, dan pencernaan.
(4) Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat
otak bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita
terjaga atau tertidur.

4. Limbic System (Sistem Limbik)

10
11

Gambar 6 Lokasi Sistem Limbik (www.annehira.com)

Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak


ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah.
Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus dan
korteks limbik.Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur produksi
hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa
senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang.

Bagian terpenting dari sistem limbik adalah hipotalamus yang salah satu
fungsinya adalah bagian memutuskan mana yang perlu mendapat perhatian dan
mana yang tidak.Sistem limbik menyimpan banyak informasi yang tak tersentuh
oleh indera.Dialah yang lazim disebut sebagai otak emosi atau tempat
bersemayamnya rasa cinta dan kejujuran. Carl Gustav Jung menyebutnya sebagai
"Alam Bawah Sadar" atau ketidaksadaran kolektif, yang diwujudkan dalam
perilaku baik seperti menolong orang dan perilaku tulus lainnya. LeDoux
mengistilahkan sistem limbik ini sebagai tempat duduk bagi semua nafsu
manusia, tempat bermuaranya cinta, penghargaan dan kejujuran.

2.1.5 Cairan Serebrospinalis

Cairan serebrospinalis adalah cairan yang mengelilingi ruang subaraknoid di


sekitar otak dan medulla spinalis.Cairan ini juga mengisi ventrikel dalam otak.

1. Komposisi

11
12

Cairan serebrospinalis menyerupai plasma darah dan cairan interstisial tetapi


hanya mengandung sedikit protein. Jumlah totalnya kira-kira 120 ml dengan tekanan
60-150 mmH2O mengandung 200-300 mg protein/l dan sekitar 2,8-4,4 mmol
glukosa/l. Jumlah ini dapat berubah jika terjadi penyakit.

2. Produksi
Cairan serebrospinalis dihasilkan oleh:

1) Pleksus koroid
Pleksus koroid adalah jaring-jaring kapilar berbentuk bunga kol yang
menonjol dari pia mater ke dalam dua ventrikel otak.

2) Sekresi oleh sel-sel ependimal

Sekresi oleh sel-sel ependimal yang mengitari pembuluh darah serebral dan
melapisi kanal sentral medulla spnalis.

3. Sirkulasi

Gambar 7 Sisi Lateral Ventrikel Otak

Sirkulasi cairan bergerak dari ventrikel lateral melalui foramen


interventrikular (Munro) menuju ventrikel ketiga otak, tempat cairan semakin
banyak karena ditambahkan oleh pleksus koroid ventrikel ketiga. Pada ventrikel
ketiga, cairan mengalir melalui akuaduktus serebrall (Sylvius) menuju ventrikel
keempat, tempat cairan ditambahkan kembali dari pleksus koroid.Cairan kemudian

12
13

direabsorpsi di villi araknoid (granulasi) ke dalam sinus vena pada dura mater dan
kembali ke aliran darah tempat asal produksi cairan tersebut.

Reabsorpsi cairan serebrospinalis berlangsung secepat produksinya dan


hanya menyisakan sekitar 125 ml pada sirkulasi.Reabsorpsi normal berada di bawah
tekanan ringan, yaitu 10 mmHg sampai 20 mmHg. Jika ada hambatan saat
reabsorpsi berlangsung maka cairan akan bertambah dan keadaan intra cranial
akan semakin besar.

4. Fungsi
Fungsi cairan serebrospinalis adalah sebagai bantalan air untuk jaringan
lunak otak dan medulla spinalis, media pertukaran nutrien dan zat buangan antara
darah dan otak serta medulla spinalis. Fungsi lain dari cairan serebrospinalis adalah
untuk mempertahankan tekanan di dalam tengkorak konstan.

2.2 Konsep Dasar Stroke Non Hemoragik


2.2.1 Definisi
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran
darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan-jaringan otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. (Batticaca, 2008:57)
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah  kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan   oleh berhentinya suplai darah kebagian otak sering ini adalah kulminasi
penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002:2131).
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat terjadinya
emboli dan trombosis serebral, biasanya dapat terjadi saat setelah lama beristirahat,
baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia
yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif
Muttaqin, 2008:130).
Stroke iskemik atau stroke non hemoragik didefinisikan, secara patofisiologis,
sebagai kematian jaringan otak oleh karena pasokan darah yang tidak adekuat.
Definisi klinis stroke iskemik ialah defisit neurologis fokal yang timbul akut dan

13
14

berlangsung lebih lama dari 24 jam dan tidak disebabkan oleh perdarahan.
(Lumbantobing, 2011:95).

2.2.2 Etiologi
Penyebab utama terjadinya stroke non hemoragik secara umum karena adanya
gangguan aliran darah ke otak yang disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah
atau tertutupnya salah satu pembuluh darah ke otak dan ini terjadi karena:
2.2.2.1 Trombosis serebral
Trombosis ini terjadi karena pembuluh darah yang mengalami okulasi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan
kongesti di sekitrnya. Trombosis (penyakit trombo-okulsif) merupakan penyebab
stroke yang paling sering dikaitkan dengan kerusakan lokal dinding pembuluh
darah.Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan trombosis otak:
1) Aterosklerosis
Ateroskleroris adalah pengerasan pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan
dan elastisitas pembuluh darah.
2)     Hiperkoagulasi pada polisitemia
Darah bertambah kental, penambahan viskositas atau hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebri.
3)    Arteritis (radang pada arteri)

2.2.2.2 Embolisme Serebral


Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari trombus di jantung yang
terlepas yang merupakan perwujutan penyakit jantung.
2.2.2.3 Hemoragik
1)   Hemoragi ekstradural atau epidural
Hemoragi ekstradural merupakan kedaruratan bedah neuro yang memerlukan
perawatan segera dan biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri
tengah atau arteri meningen lain. Pasien harus diatasi dalam beberapa jam cidera

14
15

untuk mempertahankan hidup.


2)    Hemoragi subdural
Hemoragi subdural pada dasarnya sama dengan hemoragi epidural, kecuali bahwa
hematom lebih lama dan menyebabkan tekanan pada otak.
3) Hemoragi subarakhnoid
Hemoragi subarakhnoid dapat terjadi akibat trauma atau hipertensi, tetapi
penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme pada sirkulus willisi dan
malformasi arteri vena kongenital pada otak.
4) Hemoragi intra serebral
Perdarahan di subtansi dalam otak paling umum pada pasien dengan hipertensi
aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif yang ruptur pembuluh
darah.
2.2.2.4 Hipoksia umum
Pada keadaan hipertensi yang parah jantung dapat mengalami pembengkakan
dan gangguan dalam irama, sehingga dapat menurunkan curah jantung, selain itu pula
keelastisitasan pembuluh darah berkurang dan pembuluh darah dapat mengalami
arterosklerosis. Pada keadaan tersebut suplai darah ke jaringan tubuh dapat
terganggu, apabila gangguan tersebut mengenai jaringan otak maka suplai oksigendan
nutrisi bagi otak akan berkurang, bila keadaan itu terus berlanjut maka dapat
mengalami iskemi dan hipoksia dan berakibat kematian jaringan otak.
2.2.2.5 Hipoksia lokal
Spasme arteri serebri ataupun vasokontriksi arteri otak dapat menghambat
aliran darah ke otak sehingga otak mengalami iskemi.(Smeltzer C. Suzanne, 2002:
2131)
Faktor-faktor resiko terjadinya stroke antara lain (Arif Muttaqin, 2008:129):
1) Hipertensi, merupakan faktor resiko utama.
2) Penyakit kardivaskuler-embolisme serebral berasal dari jantung.
3) Kolesterol tinggi.
4) Obesitas.
5) Peningkatan hematokrit meningkatkan resiko infark serebral.

15
16

6) Diabetes, terkait dengan aterogenesis terakselerasi.


7) Kontrasepsi oral (khususnya dengan hipertensi, merokok, dan kadar estrogen
tinggi).
8) Merokok.
9) Penyalahgunaan obat (khususnya kokain).
10) Konsumsi alkohol.

2.2.3 Manifestasi Klinis


Menurut Smeltzer C. Suzzanne (2002), stroke menyebabkan berbagai defisit
neurologis bergantung pada lokasi lesi, ukuran area yang perfusinya tidak adekuat
dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).

2.2.3.1 Kehilangan motorik


Stroke adalah penyakit motor neuron dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerak motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan
kontrol volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron
motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak.
Disfungsi motor yang paling umum adalah:
1)   Hemiplegia, yaitu paralisis pada salah satu sisi.
2) Hemiparesis, yaitu kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
2.2.3.2 Kehilangan komunikasi
Fungsi otak yang dipengaruhi stroke adalah bahasa dan komunikasi.
1)     Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit dimengerti
yangdisebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara.
2)     Disfasia atau Afasia (kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau reseptif.
3)     Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan berusaha untuk
menyisir rambutnya.
2.2.3.3 Gangguan persepsi

16
17

Persepsi adalah ketidakmampuan menginterprestasikan sensasi.


1)   Disfungsi persepsi visual
Kehilangan setengah lapang pandang (hemianopsia), sisi visual yang terkena
berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis.
2)    Kehilangan sensori
Stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan
kehilangan kemampuan untuk merasakan posisi dan gerak bagian tubuh serta
kesulitan dalam menginterpretasikan strimulasi visual, taktil dan auditorius.
2.2.3.4 Gangguan fungsi koknitif dan efek psikologis
Bila kerusakan terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori atau
fungsi kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini ditunjukan dalam
lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi.
2.2.3.5 Disfungsi kandung kemih
Setelah stroke, pasien mungkin mengalami inkontinensia urinarius sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan
ketidakmampuan menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik postural.
Berdasarkan bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
1) Stroke hemisfer kanan
Hemiparesis atau hemiplegia pada sisi kiri tubuh, defek lapang penglihatan kiri,
defisit persepsi, prilaku implusif dan penilaian buruk, kurang kesadaran terhadap
defisit.
2) Stroke hemisfer kiri
Hemiparesis atau hemiplegia kanan, defek lapang pandang kanan, afasia
(ekspresif, reseptif atau global), prilaku lambat dan kewaspadaan.

17
18

2.2.4 Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh
darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh
darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat)
pada gangguan lokal (tsrombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau
karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis
sering sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak
arterosklerosis, atau darah dapat beku pada daerah stenosis, tempat aliran darah
mengalami perlambatan atau terjadi turbulensi.
Stroke non hemoragik atau iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan
aliran darah otak oleh thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena
berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi
tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia
kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak.
Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri
karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba
berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologis fokal. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefelitis,
atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan
dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral,
jika aneurisma pecah atau ruptur.
Trombosis, emboli dan perdarahan serebral merupakan faktor penyebab yang
dapat mengakibatkan terjadinya oklusi pada pembuluh darah otak, sehingga akan
terjadi penurunan perfusi jaringan serebral, karena suplai oksigen dalam jaringan
berkurang sehingga akan terjadi iskemia kemudian terjadi metabolisme anaerob dan
menimbulkan penimbunan asam laktat, dari iskemia juga dapat menghentikan
aktivitas elektrolit sehingga pompa Na dan K gagal, mengakibatkan edema serebral
sehingga perfusi jaringan otak menurun dan terjadi nekrosis jaringan serebral atau
stroke.

18
19

(Arif Muttaqin, 2008).

19
20

WOC STROKE HEMORAGIK

Faktor yang tidak dapat dimodifikasi: Faktor yang dapat dimodifikasi:


Umur Hipertensi
Ras Hiperkolesterolemia
Jenis kelamin Diabetes Millitus
Genetik Riwayat penyakit jantung
Life style (obesitas, diet, stres)
Terbentuknya trombus arterial dan emboli

Penyumbatan pembuluh darah otak

Suplay O2 ke otak 

Iskemik jaringan pada otak Syok Metabolisme Penumpukan TIK 


neurologik anaerob  asam laktat
Hipoksia
Resiko
Nyeri akut
ketidakefektifan
STROKE NON HEMORAGIK
perfusi jaringan otak

Iskemik pada arteri serebral anterior Iskemik pada arteri serebral medial Iskemik pada arteri serebral posterior

Gangguan visual area


Gangguan premotor area
Gangguan Brocha’s Gangguan Refleks batuk 
motorspeech area gustatory area
Kerusakan neuromuskular Diplopia Gangguan
Terjadi pengelihatan atau
Disatria, Afasia, Disfagia penumpukan pergerakan bola
Hemiplegia Hemiparesis Amourasis
sputum mata
fulgaks
Resiko
Resiko Hambatan ketidakseimbangan Ketidakefektifan Gangguan persepsi
kerusakan mobilitas Hambatan nutrisi kurang dari pola nafas sensori pengelihatan
integritas komunikasi kebutuhan tubuh
fisik
kulit verbal
21

2.2.5 Komplikasi
Komplikasi stroke non hemoragik dapat berasal dari kerusakan jaringan otak
sendiri dari akibat kematian dalam beberapa hari atau cacat fisik sekunder akibat
kerusakan otak.
Menurut Brunner & Suddarth (2002) komplikasi stroke dibagi menjadi 2
(dua) sebagai berikut:
Komplikasi neurologi yang terbagi menjadi:
1) Cacat mata dan cacat telinga
2) Kelumpuhan
3) Lemah
Komplikasi non neurologi yang terbagi menjadi:
Akibat non neurologi yang terbagi menjadi:
1) Tekanan darah sistemik meninggi
2) Reaksi hipeglikemi (kadar gula dalam darah meninggi)
3) Oedema paru
4) Kelainan jantung dan EKG (elektro kardio gram)
Akibat mobilisasi meliputi:
Bronko pneumonia, emboli paru, depresi, nyeri, dan kaku bahu, kontraktur,
deformitas, infeksi traktus urinarius, dekubitus dan atropi otot.

2.2.6 Pemeriksaan Diagnostik


2.2.6.1 Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan dan
untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
2.2.6.2 Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkatkan dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragi pada subarakhoid atau perdarahan pada intrakranial.
Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil
pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan
22

perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu
hari-hari pertama.
2.2.6.3 CT scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
2.2.6.4 MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik
untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari
hemoragik.
2.2.6.5 USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis)
2.2.6.6 EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan infark sehingga menurunkan impuls listrik dalam jaringan otak.
2.2.6.7 Pemeriksaan Laboratorium
1) Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
2) Pemeriksaan darah rutin.
Laboratorium:
a. Hemoglobin, hematokrit, eritrosit, lekosit, hitung jenis, trombosit, masa
perdarahan dan pembekuan, laju endap darah.
b. Ureum, kreatinin, fungsi hati, urin lengkap.
c. Bila perlu: elektrolit (Natrium, Kalium) dan gas darah
d. Rontgen thoraks
e. Elektrokardiografi
(Lumbantobing, 2011:107)

22
23

3) Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula
darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-angsur
turun kembali.
4) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

2.2.7 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan dan Pencegahan
Untuk merawat pasien dengan keadaan akut perlu diperhatikan:
1) Menstabilkan tanda-tanda vital
a. Memperhatikan saluran yang adekuat
b. Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan termasuk usaha untuk
memperbaiki hipertensi maupun hipotensi.
2) Menetapkan posisi sebaiknya
Posisi pasien dibalikkan dan beri latihan gerak pasif setiap dua jam dalam
beberapa hari untuk melakukan gerakan pasif penuh dilakukan sebanyak 50 kali.
Dalam pencegahan penyakit stroke adalah :
a. Hipertensi adalah satu-satunya faktor resiko paling penting yang bisa
dimodifikasi, lebih dari setengah stroke dapat dicegah dengan pengontrolan
hipertensi.
b. Berhenti merokok dan mengurangi asupan alkohol dapat menurunkan resiko.
c. Penanganan kolesterol menurunkan resiko, terutama menggunakan inhibitor
reduktase misalnya pravastatink.
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan kegiatan sebagai berikut.
1) Mempertahankan saluran napas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir
dengan sering dan oksigenasi, jika perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernapasan.
2) Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3) Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.

23
24

4) Merawat kandung kemih, sedapat mungkin dengan memakai kateter.


5) Menempatkan klien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
klien harus diubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
Penatalaksanaan pengobatan yang dapat dilakukan pengobatan konservasif
dengan jenis dan makna klinis:
1) Vasolidator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2) Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3) Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit memaikan peran
sangat penting dalam pembentukan trombus dan embolisasi. Antiagregasi
trombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi
trombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
4) Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya
trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskular.
Pengobatan pembedahan dengan jenis dan makna klinis. Tujuan utama adalah
memperbaiki aliran darah serebral.
1) Endosterektomi karotis membentuk arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri
karotis di leher.
2) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh klien TIA (Transient ischemic attack).
3) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
4) Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
(Arif Muttaqin,2008:141)

24
25

2.3 Manajemen Keperawatan


2.3.1 Pengkajian
Menurut Doenges (2000), secara teoritis data yang perlu dikaji dari pasien
stroke adalah sebagai berikut:
1) Aktivitas/Istirahat
Gejala: merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia).
Tanda: gangguan tonus otot, paralitik dan kelemahan umum, gangguan
penglihatan, dan gangguan tingkat kesadaran.
2) Sirkulasi
Gejala: adanya penyakit jantung (penyakit jantung vaskular, endokarditis),
polisitema, dan riwayat hipotensi postural.
Tanda: hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme atau malformasi
vaskular. Frekuensi nadi dapat bervariasi karena ketidakstabilan fungsi jantung
obat-obatan dan efek stroke pada pusat vasomotor.
3) Integritas Ego
Gejala: perasaan tidak berdaya, putus asa.
Tanda: emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, gembira, dan
kesulitan untuk mengekspresikan diri.
4) Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih seperti inkontinensia, anuria, distensi
abdomen,dan bising usus negatif.
5) Makanan/cairan
Gejala: nafsu makan hilang, mual dan muntah selama fase akut (peningkatan
TIK). Kehilangan sensasi rasa kecap pada lidah, pipi dan tenggorokan, disfagia.
Adanya riwayat diabetes, peningkatan lemah dalam darah.
Tanda: kesulitan menelan (gangguan pada reflek palatum dan faringeal), dan
obesitas (faktor resiko).
6) Neurosensori

25
26

Gejala: Sinkop atau pusing, sakit kepala, akan sangat berat dengan adanya
perdarahan intraserebral atau perdarahan subarakhnoid, kelemahan, kesemutan,
atau kebas. Penglihatan menurun, kehilangan daya lihat sebagian, penglihatan
ganda. Sentuhan, hilangnya rangsang sensorik kolateral pada ekstremitas dan
kadang-kadang ipsilateral pada wajah. Gangguan rasa pengecapan dan
penciuman.
Tanda: status mental atau tingkat kesadaran menurun, gangguan tingkah laku
(latergi, apatis, menyerang), gangguan fungsi kognitif atau penurunan memori,
kelemahan atau parasilis pada ekstremitas, reflek tendon melemah. Afasia,
kehilangan kemampuan menggunakan motorik (afraksia), ukuran atau reaksi
pupil tidak sama, dan kejang.
7) Nyeri/Kenyamanan
Gejala: sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda.
Tanda: tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, dan ketegangan pada otot (fasia).
8) Pernafasan
Gejala: merokok
Tanda: ketidakmampuan menelan, batuk, hambatan jalan nafas. Timbulnya
pernafasan sulit, tidak teratur, dan suara nafas terdengan ronchi.
9) Interaksi sosial
Tanda: masalah bicara, dan ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
10) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke, pemakaian kontrasepsi
oral, dan kecanduan alkohol.

Menurut Arif Muttaqin (2008:133) Pengkajian pada stroke meliputi identitas


klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat
penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
1) Identitas klien

26
27

Meliputi nama, umur (kebanyakkan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal, dan jam masuk
rumak sakit, nomor register, dan diagnosa medis.
2) Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,
dan penurunan tingkat kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang
melakukan aktivitas ataupun sedang beristirahat. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan
separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasolidator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat penyakit keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
6) Pengkajian psikososial dan spiritual
Peranan pasien dalam keluarga, status emosi meningkat, interaksi meningkat,
interaksi sosial terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan
tetangga tidak harmonis, status dalam pekerjaan. Dan apakah klien rajin dalam
melakukan ibadah sehari-hari.
7) Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato atau riwayat operasi.
b. Mata
Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus optikus
(nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus III), gangguan

27
28

dalam memutar bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam menggerakkan
bola mata kolateral (nervus VI).
c. Hidung
Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada nervus olfaktorius
(nervus I).
d. Mulut
Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus vagus, adanya
kesulitan menelan.
e. Dada
Inspeksi : Bentuk simetris.
Palpasi : Tidak adanya massa dan benjolan.
Perkusi : nyeri tidak ada bunyi jantung lup-dup.
Auskultasi : Nafas cepat dan dalam, adanya ronchi, suara jantung I
dan II mur-mur atau gallop.
f. Abdomen
Inspeksi : bentuk simetris, pembesaran tidak ada.
Auskultasi : bising usus agak lemah.
Perkusi : nyeri tekan tidak ada, nyeri perut tidak ada.
g. Ekstremitas
Pada pasien dengan stroke biasanya ditemukan hemiplagi paralisa atau
hemiparase, mengalami kelemahan otot dan perlu juga dilakukan pengukuran
kekuatan otot, normal:5
Pengukuran kekuatan otot menurut (Arif Muttaqin, 2008)
Nilai 0: Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
Nilai 1: Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada sendi.
Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan grafitasi.
Nilai3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan tekanan
pemeriksaan.
Nilai 4 : Bila dapat melawan tekanan pemeriksaan tetapi kekuatannya
berkurang.

28
29

Nilai 5 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan penuh.

8) Pengkajian saraf kranial


a. Saraf I. Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di
antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan
pakaian ke bagian tubuh.
c. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi
otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral disisi yang sakit.
d. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigeminus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi
otot pterigoideus internus dan eksternus.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
g. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan sulit membuka mulut.
h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapazius.
i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta
lidah pengecapan normal. (Arif Muttaqin, 2008:136).

29
30

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


2.3.2.1 Aktual
Diagnosa keperawatan yang menjelaskan bahwa masalah kesehatan yang
nyata sesuai dengan data klinis yang ditemukan misalnya: gangguan eliminasi urin
berhubungan dengan kerusakan kontrol motorik dan postural.
2.3.2.2 Potensial
Diagnosa keperawatan yang menjelaskan bahwa masalah kesehatan yang
nyata dan akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi keperawatan. Saat ini mesalah
belum ada tetapi etiologi belum ada misalnya: resiko penyelesaian infeksi
berhubungan dengan status cairan.
2.3.2.3 Kemungkinan
Diagnosa keperawatan yang menjelaskan bahwa perlu data tambahan untuk
memastikan pertambahan masalah. Pada keadaan ini masalah dan faktor pendukung
belum ada tetapi sudah ada faktor yang dapat menimbulkan masalah, misalnya:
kemungkinan terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka di kulit.
Diagnosa keperawatan yang mungkin ditemukan pada klien stroke non
hemoragik adalah (Arif Muttaqin, 2008:142).

1) Perubahan perpusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan intraserebral,


oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi secret,
kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, perubahan
tingkat kesadaran.
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemipearese atau hemiplagia,
kelemahan neuromoskuler pada ekstremitas.
4) Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
5) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler,
menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol otot atau koordinasi di
tandai oleh kelemahan untuk ADL, seperti makan, mandi dll.

30
31

6) Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi dan asupan


cairan yang tidak adekuat.
7) Gangguan eliminasi urin (inkontinensia urin) berhubungan dengan lesi pada saraf
motorik atas.

2.3.3 Intervensi Keperawatan


Rencana asuhan keperawatan adalah pengkajian yang sistematis dan
identifikasi masalah. Penentuan tujuan dan pelaksanaan serta cara atau strategi
mengatasi masalah tersebut.
Perencanaan keperawatan terdiri dari:
1) Menentukan prioritas diagnosa keperawatan.
2) Menentukan sasaran dan tujuan.
3) Menetapkan kriteria evaluasi.
Beberapa syarat dan kriteria evaluasi adalah:
1) Spesifik dalam isi dan waktu. Isi menggambarkan apa yang dilakukan, dialami,
dan dipelajari. Isi dapat dimodifikasi sedangkan waktu akan mempermudah dan
memberi batasan penampilan yan dicapai
2) Dapat dicapai dalam menentukan tujuan dan kriteria evaluasi harus objektif dan
realistik, maksudnya sesuatu yang dapat dicapai sesuai dengan kekuatan
kelemahan yang ada.
Menurut Arif Muttaqin (2008:143) intervensi yang bisa dilakukan pada pasien
stroke adalah:
1) Perubahan perpusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan intraserebral,
oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam perpusi jaringan tercapai
secara optimal.
Kriteria hasil:
Klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual dan kejang, GCS 4,5,6,
pupil isokor, refleks cahaya (+) TTV normal.

31
32

Intervensi:
a. Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab peningkatan TIK dan
akibatnya.
Rasional : keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan.
b. Baringkan klien (bed rest) total dengan posisi tidur telentang tanpa bantal.
Rasional : monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.
c. Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum klien.
d. Bantu pasien untuk membatasi muntah, batuk, anjurkan klien menarik nafas
apabila bergerak atau berbalik dari tempat tidur.
Rasional : aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan
intraabdomen dan dapat melindungi diri dari efel valsava.
e. Ajarkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan.
Rasional : batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intrakranial
dan potensial terjadi perdarahan ulang.
f. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
Rasional : rangsangan aktivitas dapat meningkatkan tekanan intrakranial
g. Kolaborasi: pemberian terapi sesuai intruksi dokter, seperti steroid, aminofel,
antibiotika.
Rasional : tujuannya untuk menurunkan premeabilitas kapiler,
menurunkan edema serebri, menurunkan metabolik sel dan kejang.
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi secret,
kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, perubahan
tingkat kesadaran.
Tujuan:
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam klien mampu
meningkatkan dan mempertahankan keefektifan jalan nafas agar tetap bersih dan
mencegah aspirasi.
Kriteria hasil:

32
33

Bunyi nafas terdengar bersih, rinkhi tidak terdengar, trakeal tube terdengar bebas
sumbatan, menunjukkan batuk efektif, tidak ada penumpukan secret di jalan
nafas, frekuensi pernafasan 16-20x/menit.
Intervensi:
a. Kaji keadaan jalan nafas.
Rasional : obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh akumulasi secret.
b. Lakukan pengisapan lendir jika diperlukan.
Rasional : pengisapan lendir dapat membebaskan jalan nafas dan tidak
terus menerus dilakukan dan durasinya dapat dikurangi untuk mencegah
hipoksia.
c. Ajarkan klien batuk efektif.
Rasional : batuk efektif dapat mengeluarkan secret dari jalan nafas.
d. Lakukan postural drainage perkusi/penepukan.
Rasional : mengatur ventilasi segmen paru-paru dan pengeluaran secret.
e. Kolaborasi: pemberian oksigen 100%.
Rasional : dengan pemberian oksigen dapat membantu pernafasan dan
membuat hiperpentilasi mencegah terjadinya otelaktasisi dan mengurangi
terjadinya hipoksia.
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemipearese atau hemiplagia,
kelemahan neuromoskuler pada ekstremitas.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam mobilitas fisik
teratasi.
Kriteria hasil :
Klien dapat mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian
tubuh yang terkena atau kompensasi.
Intervensi :
a. Kaji kemampuan secara fungsional dengan cara yang teratur klasifikasikan
melalui skala 0-4.

33
34

Rasional : untuk mengidentifikasikan kelemahan dan dapat memberikan


informasi mengenai pemulihan.
b. Ubah posisi setiap 2 jam dan sebagainya jika memungkinkan bisa lebih
sering.
Rasional : menurunkan terjadinya trauma atau iskemia jaringan.
c. Lakukan gerakan ROM aktif dan pasif pada semua ekstremitas.
Rasional : meminimalkan atropi otot, meningkatkan sirkulasi dan mencegah
terjadinya kontraktur.
d. Bantu mengembangkan keseimbangan duduk seperti meninggikan bagian
kepala tempat tidur, bantu untuk duduk disisi tempat tidur.
Rasional : membantu melatih kembali jaras saraf, meningkatkan respon
proprioseptik dan motorik.
e. Konsultasi dengan ahli fisioterapi.
Rasional : program yang khusus dapat dikembangkan untuk menemukan
kebutuhan klien.
4) Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam klien mampu
mempertahankan keutuhan kulit.
Kriteria hasil :
klien mampu berpartisipasi dalam penyembuhan luka, mengetahui cara dan
penyebab luka, tidak ada tanda kemerahan atau luka.
Intervensi :
a. Anjurkan klien untuk melakukan latihan ROM dan mobilisasi jika mungkin.
Rasional : meningkatkan aliran darah ke semua daerah.
b. Ubah posisi setiap 2 jam.
Rasional: menghindri tekanan dan meningkatkan aliran darah.
c. Gunakan bantal air atau bantal yang lunak di bawah area yang menonjol.
Rasional : menghindari tekanan yang berlebihan pada daerah yang menonjol.

34
35

d. Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan
pada waktu berubah posisi.
Rasional : menghindari kerusakan kapiler.
e. Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi.
Rasional : kehangatan dan pelunakan merupakan tanda kerusakan jaringan.
f. Jaga kebersihan kulit dan hindari seminimal mungkin trauma panas terhadap
kulit.
Rasional : untuk mempertahankan keutuhan kulit.
5) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler,
menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol otot atau koordinasi di
tandai oleh kelemahan untuk ADL, seperti makan, mandi dll.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam terjadi perilaku
peningkatan perawatan diri.
Kriteria hasil :
Klien menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri, klien
mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan,
mengidentifikasikan personal masyarakat yang dapat membantu.
Intervensi :
a. Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan
ADL.
Rasional : membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan
kebutuhan individu.
b. Hindari apa yang tidak dapat di lakukan oleh klien dan bantu bila perlu.
Rasional : klien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini di lakukan untuk
mencegah frustasi dan harga diri klien.
c. Menyadarkan tingkah laku atau sugesti tindakan pada perlindungan
kelemahan. Pertahankan dukungan pola pikir dan ijinkan klien melakukan
tugas, beri umpan balik yang positif untuk usahanya.

35
36

Rasional : klien memerlukan empati, tetapi perlu mengetahui perawatan yang


konsisten dalam menangani klien, sekaligus meningkatkan harga diri klien,
memandirikan klien, dan menganjurkan klien untuk terus mencoba.
d. Rencanakan tindakan untuk defisit penglihatan seperti tempatkan makanan
dan peralatan dalam suatu tempat, dekatkan tempat tidur ke dinding.
Rasional : klien mampu melihat dan memakan makanan, akan mampu melihat
keluar masuk orang keruangan.
6) Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi dan asupan
cairan yang tidak adekuat.
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam gangguan eliminasi
fecal (konstipasi) tidak terjadi lagi.
Kriteria hasil :
klien BAB lancar, konsistensi feses lancar, tidak terjadi konstipasi lagi.
Intervensi :
a. Kaji pola eliminasi BAB
Rasional : untuk mengetahui frekuensi BAB klien, mengidentifikasi masalah
BAB pada klien.
b. Anjurkan untuk mengkonsumsi buah dan sayur kaya serat.
Rasional : untuk melancarkan BAB.
c. Anjurkan klien untuk banyak minum air putih, kurang lebih 18 gelas/hari.
Rasional : untuk mengencerkan feses dan mempermudah pengeluaran feses.
d. Berikan latihan ROM pasif.
Rasional : untuk meningkatkan defikasi.
e. Kolaborasi pemberian obat pencahar.
Rasional : untuk membantu pelunakkan dan pengeluaran feses.
7) Gangguan eliminasi urin (inkontinensia urin) berhubungan dengan lesi pada saraf
motorik atas.
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam.

36
37

Kriteria hasil :
gangguan eliminasi urin tidak terjadi lagi, pola eliminasi BAK normal.
Intervensi :
a. Kaji pola eliminasi urin
Rasional : untuk mengetahui masalah dalam pola berkemih.
b. Kaji multifaktoral yang menyebabkan inkontensia.
Rasional : untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan.
c. Membatasi intake cairan 2-3 jam sebelum tidur.
Rasional : untuk mengatur supaya tidak terjadi kepenuhan pada kandung
kemih.
d. Batasi intake makanan yang menyebabkan iritasi kandung kemih.
Rasional : untuk menghindari terjadinya infeksi pada kandung kemih.
e. Kaji kemampuan berkemih.
Rasional : untuk menentukan penatalaksanaan tindak lanjut jika klien tidak
bisa berkemih.
f. Modifikasi pakaian dan lingkungan.
Rasional : untuk mempermudah kebutuhan eliminasi.
g. Kolaborasi pemasangan kateter.
Rasional : mempermudah klien dalam memenuhi kebutuhan eliminasi urine.

2.3.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Yang perlu diperhatikan
pada pelaksanaan tindakan keperawatan yaitu:
1) Tepat waktu.
2) Pelaksanaan tindakan keperawatan sesuai dengan program terapi.
3) Dalam pelaksanaan tindakan privasi pasien harus dijaga.

37
38

2.3.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lainnya. Hasil
evaluasi yang mungkin didapat adalah :
1) Tujuan tercapai seluruhnya, yaitu jika pasien menunjukkan tanda atau gejala
sesuai dengan kriteria hasil yang di tetapkan.
2) Tujuan sebagian yaitu jika pasien menunjukkan tanda dan gejala sebagian dari
kriteria hasil yang sudah ditetapkan.
3) Tujuan tidak tercapai, jika pasien tidak menunjukkan tanda dan gejala sesuai
dengan kriteria hasil yang sudah ditetapkan.

38
39

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Tempat Praktek : RSUD dr. Doris Sylanus
Tanggal Praktek : 26 Oktober 2020
Sumber : Pasien, Keluarga, Perawat ruangan, Status pasien
3.1 Pengkajian Keperawatan
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Umur : 49 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : PNS
Pendidikan : S1
Alamat : Jl. Tjilik Riwut KM 29
TGL MRS : 26 Oktober 2020
Diagnosa Medis : Stroke Non Hemoragik
3.1.2 Riwayat Kesehatan Keperawatan
1) Keluhan Utama
Pasien mengatakan “tangan saya sebelah kanan terasa lemah dan tidak mampu
untuk memegang sisir, juga tidak dapat menggenggam.”
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Klien masuk rumah sakit dibawa oleh keluarga pada tanggal 26 Oktober 2020
dengan keluhan bahwa tangan terasa lemah dan tidak mampu menggenggam
sejak jam 5 pagi, tangan pasien sempat diurut oleh adik pasien sambil menunggu
suami pasien datang dari kantor, setelah suami pasien datang, pasien langsung
diantar ke rumah sakit. Saat di IGD klien diberikan tindakan pemasangan infus
infus Ring As+MgSo4 20 % 5cc dengan order 20tpm pada tangan kiri serta
pengambilan darah dan dijadwalkan untuk dilakukannya pemeriksaan CT-Scan.
Setelah diobservasi pasien dipindahkan keruang perawatan untuk dilanjutkannya
perawatan berkala di rumah sakit.
40

3) Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)


Sebelumnya pasien memiliki riwayat vertigo selama 4 hari sekitar bulan Oktober
2012.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit keluarga, yaitu tekanan darah
tinggi.

GENOGRAM KELUARGA
Keterangan:

: Sudah meninggal
: Laki-laki
44
99
: Perempuan

44 : Pasien
99

: Tinggal serumah

Bagan 3.1 Genogram keluarga pasien 3 generasi

3.1.3 Pemeriksaan Fisik


1) Keadaan Umum
Pasien tampak sedikit lemah, terpasang infus Ring As+MgSo4 20 % 5cc 20 tetes
per menit ditangan sebelah kiri.
2) Status Mental
Pasien compos metis atau tingkat kesadaran penuh, ekspresi wajah tampak
tenang, bentuk badan pasien simetris, cara berbaring atau bergerak pasien lebih
condong miring ke sebelah kanan, saat berbicara pasien jelas dan cukup nyaring
namun suasana hati pasien cemas dengan kondisinya saat ini, pasien tampak rapi.
Saat dirumah sakit orientasi waktu pasien baik, pasien dapat membedakan siang
dan malam, pasien juga mengetahui perawat dan keluarganya, dan pasien juga
tahu saat ini sedang dirawat dirumah sakit.

40
41

Keluhan Lainnya : Tidak Ada


3) Tanda-tanda Vital
Tekanan darah pasien 140/100mmHg, pernapasan 20x/menit, nadi 75x/menit, dan
suhu 36˚C pada axilla.
Keluhan Lainnya : Tidak Ada
Masalah Keperawatan : Resiko Gangguan Perfusi Serebral
4) Pernapasan
Bentuk dada simetris, pasien tidak mempunyai kebiasaan merokok dan tipe
pernafasan menggunakan dada dan perut, irama pernafasan teratur dan suara nafas
vesekuler.
Keluhan Lainya : Tidak Ada
Masalah Keperawatan : Tidak Ada
5) Cardiovaskuler (Bleeding)
Vena jugularis tidak meningkat, suara jantung normal S1, S2 teratur dengan bunyi
lup dup.
Keluhan Lainya : Tidak Ada
Masalah Keperawatan : Tidak Ada
6) Persyarafan (Brain)
Nilai GCS (Glasgow Coma Scale) saat perawat masuk kamar pasien langsung
merespon dengan membuka mata secara spontan dengan nilai 4, pasien dapat
berorientasi dengan baik ketika ditanya pasien mampu menjawab sesuai dengan
apa yang ditanya oleh perawat dengan nilai 5, dan pasien mampu mematuhi
perintah dengan nilai 6. Kesadaran compos metis, pupil isokor, refleks cahaya
pada mata kanan kiri positif. Pada saraf kranial tidak terdapat gangguan. Pasien
tidak stabil saat berjalan
Hasil uji koordinasi ekstremitas atas jari ke jari positif, jari ke hidung
positif. Ekstremitas bawah tumit ke jempol kaki, uji kestabilan positif;
pasiendapat menyeimbangkan tubuhnya, refleks bisep dan trisep kanan dan kiri
postif dengan skala 5, refleks brakioradialis kanan dan kiri positif dengan
skala 5, refleks patela kanan dan kiri positif dengan skala 5, refleks akhiles

41
42

kanan dan kiri positif dengan skala 5, refleks babinski kanan dan kiri positif
dengan skala 5.
Keluhan Lainya : Tidak Ada
Masalah Keperawatan : Tidak Ada
7) Eliminasi urine (Bladder)
Produksi urin 1500 ml dalam 1 hari, warna kuning jernih dengan bau khas
amoniak.
Keluhan Lainya : Tidak Ada
Masalah Keperawatan : Tidak Ada
8) Eliminasi Alvi (Bowel)
Tidak ada keluhan dan masalah keperawatan pada bagian mulut dan faring, pasien
BAB 1 kali sehari dengan warna kecoklatan, padat dan lembek. Bising usus
terdengar 20 kali selama 5 menit, tidak ada nyeri tekan dan benjolan.
Keluhan Lainya : Tidak Ada
Masalah Keperawatan : Tidak Ada
9) Tulang otot- Integumen (Bone)
Terdapat parese, lokasi tangan kanan, ukuran otot simetris, krepitasi tidak
ada ,nyeri tidak ada , kekakuan ada tidak dapat menggenggam sisir, flasiditas
tidak ada, spastisitas tidak ada ukuran otot simetris
Keluhan Lainya : Tidak dapat menggenggam sisir dan kesulitan dalam
menyisir rambut
Masalah Keperawatan : Gangguan Mobilitas Fisik
10) Kulit-kulit Rambut
Tidak ada riwayat alergi, suhu kulit hangat, warna kulit normal, turgor kulit cukup
dan halus, dan tidak ada lesi. Pasien memiliki tekstur rambut kusut dan pendek
dan tebal.
Keluhan lainnya : Kesulitan dalam menyisir rambut
Masalah Keperawatan : Defisit Perawatan Diri
11) Sistem Pengindraan
Bola mata bergerak normal, visus mata sebelah kanan kurang lebih pasien dapat
melihat dari jarak 4 meter dan visus mata sebelah kiri kurang lebih dari jarak 5

42
43

meter. Selera normal atau putih, pucat atau anemic, kornea berwarna bening.
Tidak ada gangguan pada telinga atau pendengaran dan tidak ada gangguan pada
hidung atau penciuman.
Keluhan Lainya : Tidak Ada
Masalah Keperawatan : Tidak Ada
12) Leher dan Kelenjar Limfe
Massa dan jaringan parut tidak ada, kelenjar limfe dan kelenjar tyroid tidak
teraba, dan mobilitas leher bebas.
Keluhan Lainya : Tidak Ada
Masalah Keperawatan : Tidak Ada
13) Sistem Reproduksi
Pada sistem reproduksi semuanya normal tidak terdapat gangguan, kebersihannya
pun baik.
Keluhan Lainya : Tidak Ada
Masalah Keperawatan : Tidak Ada
3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan
1) Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit
Pasien mengatakan sehat itu sangat penting sehingga dapat bekerja dan
melakukan aktifitas lainnya disaat sakit seperti ini terutama untuk bekerja menjadi
lebih sulit karena tangan kanan yang lemah.
2) Nutrisida metabolisme
Tinggi badan 160 cm, berat badan sekarang 56 kg, berat badan sebelum sakit 56 kg.
Makanan yang dikonsumsi tinggi karbohidrat dan tinggi protein.
Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit
Frekuensi/hari 3x sehari 3x sehari

Porsi 1 porsi 1 porsi


Nafsu makan Baik Baik
Jenis makanan Nasi, lauk pauk, sayur Nasi, lauk pauk, sayur,
sambal
Jenis minuman Air putih Air putih, teh, sirup
Jumlah minuman/cc/24 1.500-2.000/cc/24 jam 1.500-2.000/cc/24 jam
jam
Kebiasaan makan Nasi, lauk pauk, sayur Nasi, lauk pauk, sayur,

43
44

sambal
Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada

Keluhan Tabel.
Lainya 3.1 Pola: Tidak
makanAda
sehari-hari

Masalah Keperawatan : Tidak Ada


3) Pola Istirahat dan Tidur
Kebiasaan pola tidur pasien sebelum sakit pada waktu malam pasien tidur 7 jam
mulai pukul 22.00-05.00 WIB dan siang kurang lebih 1 jam. Kebiasaan pola tidur
pasien saat sakit pada waktu malam pasien tidur 8 jam mulai pukul 21.00-05.00
WIB dan siang kurang lebih 1 jam.
4) Kognitif
Pasien mengerti tentang masalah kesehatan yang dideritanya setelah dijelaskan
dokter dan perawat.
5) Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran)
Pasien menyukai seluruh anggota tubuhnya, pasien berharap supaya dapat cepat
sembuh, dan dapat kembali bekerja, pasien adalah seorang pegawai negeri,
sebagai seorang ibu dan seorang istri, pasien adalah seorang perempuan, pasien
tidak malu dan minder dengan penyakitnya sekarang.
6) Aktivitas sehari-hari
Sebelum sakit pasien bekerja dan mengurus rumah tangganya.
7) Koping-Toleransi terhadap stress
Pasien mengatakan jika ada mendapat masalah pasien menceritakannya kepada
adiknya, terkadang juga menceritakan dengan suaminya.
8) Nilai-Pola Keyakinan
Pasien mengatakan dirinya beragama Kristen Protestan, tindakan medis dan
keperawatan yang dilakukan tidak berrtentangan dengan keyakinannya.

44
45

3.1.5 Sosial-Spiritual
Pasien sangat lancar berbicara dan tidak terbata-bata, saat ditanya pasien mampu
menjawab sesuai apa yang ditanyakan oleh perawat. Bahasa yang sering
digunakan oleh pasien adalah bahasa dayak ketika sedang berbicara dengan
keluarga. Keluarga terlihat begitu dekat dan peduli dengan pasien. Pasien dapat
berinteraksi dengan baik, terutama dengan keluarga dan perawat ruangan. Bagi
pasien orang yang dekat dan berarti adalah suami dan anak-anak pasien.
Kebiasaan menggunakan waktu luang pasien beristirahat atau berkumpul bersama
anak dan suaminya. Pasien juga selalu beribadah dan pergi kegereja di hari
minggu.
3.1.6 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang Lainnya)
Pemeriksaan Laboratrium 26 oktober 2020
Hasil Klinik Kimia
Parameter Hasil Normal
Glukosa s 116 <200 mg/dL
Creatini 0, 82 0,17-1,5 mg/dL
WBC 10,89 4,00-10,00 x 10 ^3/uL
RBC 4,36 3,50-5.50 x 10^6/uL
HGB 13,1 11,0-16,0 g/dL
PLT 446 150-400 x 10^3/uL

Tabel 3.2 Hasil pemeriksaan laboratorium

45
46

3.1.7 Penatalaksanaan Medis


Terapi, 26 oktober 2020
Infus Ring As + MgSo4 20% 5cc 20 tetes per menit
Injeksi piracetam 4 x 1 gr
Injeksi lapibal 3 x 1 Amp
Injeksi ranitidin 2 x 1 Amp
PO. Pletaal so 2 x 1
Herbesser 200 g 0-0-1
Tensivask 10 g 1-0-0
Palangka Raya, 26 Oktober 2020
Mahasiswa,

Armia Silviani

46
47

3.2 Diagnosa Keperawatan


3.2.1 Analisa Data
Data Subjektif dan Data Kemungkinan Masalah
Objektif Penyebab
DS:- Penyumbatan pembuluh Resiko Gangguan Perfusi
DO: darah otak Jaringan Serebral
 Pasien gelisah. ↓
 Pasien tampak cemas. Suplay O2 ke otak 
 Infus yang terpasang Infus ↓
Ring As + MgSo4 20% 5cc Iskemik jaringan pada
20 tetes per menit otak
 TTV : ↓
TD:140/100mmHg Hipoksia
RR: 20x/menit
N : 75x/menit
S : 36˚C
DS: Pasien mengatakan “tangan Iskemik pada arteri Gangguan Mobilitas
kanan saya terasa lemah.” serebral anterior Fisik
DO: ↓
 Pasien tampak cemas. Kerusakan
 Infus yang terpasang Infus neuromuskular
Ring As + MgSo4 20% 5cc 20 ↓
tetes per menit Hemiparesis
 Kekuatan otot: ↓
3 5 Kelemahan
3 5 neuromoskuler pada
ekstremitas

47
48

DS : Pasien mengatakan “ tangan Kerusakan Defisit Perawatan Diri


saya sulit untuk memegang sisir neuromuskular
dan tidak bisa menggenggam.” ↓
DO : Hemiparesis
 Pasien tampak cemas. ↓
 Pasien sulit untuk menyisir Kelemahan
rambut sendiri. neuromoskuler pada
 Infus yang terpasang Infus ekstremitas
Ring As + MgSo4 20% 5cc ↓
20 tetes per menit Kehilangan kontrol otot
atau koordinasi di
tandai oleh kelemahan
untuk ADL, seperti
makan, mandi dll.

48
49

3.2.2 Prioritas Masalah


1) Resiko Gangguan Perfusi Jaringan Serebral berhubungan dengan suplai darah dan
O2 ke otak menurun.
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan neuromoskuler pada
ekstremitas
3) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kehilangan kontrol otot atau
koordinasi di tandai oleh kelemahan untuk ADL, seperti makan, mandi dll.

49
50

3.3 Intervensi Keperawatan

Nama Pasien : Ny. M


Ruang Rawat : H1
Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
Keperawatan

1) Resiko Setelah dilakukan tindakan a. Kaji tanda-tanda vital. a. Untuk mengetahui keadaan umum
Gangguan keperawatan selama 1 x 7 b. Beritahu pasien (bed rest) total pasien.
Perfusi jam diharapkan perfusi dengan posisi tidur telentang. b. Monitor tanda-tanda status
Jaringan jaringan tercapai secara c. Ciptakan lingkungan yang tenang neurologis dengan GCS
Serebral b/d optimal dengan, dan batasi pengunjung c. Rangsangan aktivitas dapat
suplai darah d. Kolaborasi : pemberian terapi meningkatkan tekanan
dan O2 ke otak Kriteria hasil: sesuai intruksi dokter. intrakranial.
menurun. - Pasien tidak gelisah e. Bantu pasien untuk membatasi d. Tujuannya untuk menurunkan
- Pasien tidak cemas muntah, batuk, anjurkan pasien premeabilitas kapiler, menurunkan
- TTV dalam batas menarik nafas apabila bergerak edema serebri, menurunkan
normal atau berbalik dari tempat tidur. metabolik sel dan kejang.
f. Berikan penjelasan kepada
e. Aktivitas ini dapat meningkatkan
keluarga pasien tentang sebab tekanan intrakranial dan intra-
peningkatan TIK dan akibatnya. abdomen dan dapat melindungi
diri dari efek valsava.
f. Keluarga lebih berpartisipasi
dalam proses penyembuhan.
2) Gangguan Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kemampuan secara a. Untuk mengidentifikasi
mobilitas fisik keperawatan selama 1 x 7 fungsional dengan cara yang kelemahan dan dapat memberikan
b/d kelemahan jam diharapkan mobilitas teratur klasifikasikan melalui skala informasi mengenai pemulihan.

50
51

neuromoskuler fisik teratasi dengan, 0-4. b. Meminimalkan atropi otot,


pada b. Lakukan gerakan ROM aktif dan meningkatkan sirkulasi dan
ekstremitas. Kriteria hasil: pasif pada semua ekstremitas. mencegah terjadinya kontraktur.
- Pasien tidak cemas c. Bantu mengembangkan c. Membantu melatih kembali jaras
- Tangan pasien dapat keseimbangan duduk seperti saraf, meningkatkan respon
digerakkan meninggikan bagian kepala tempat proprioseptik dan motorik.
- Pasien dapat menyisir tidur, bantu untuk duduk dikursi
rambut tempat tidur.
- Pasien dapat
mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan
dan fungsi bagian tubuh
yang terkena atau
kompensasi.

3) Defisit Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kemampuan dan tingkat a. Membantu dalam mengantisipasi
perawatan diri keperawatan selama 1 x 7 penurunan dalam skala 0-4 untuk dan merencanakan pertemuan
b/d Kehilangan jam diharapkan terjadi melakukan ADL. kebutuhan individu.
kontrol otot atau perilaku peningkatan b. Hindari apa yang tidak dapat b. Pasien dalam keadaan cemas dan
koordinasi di perawatan diri dengan, dilakukan oleh pasien dan bantu tergantung hal ini dilakukan untuk
tandai oleh bila perlu. mencegah frustasi dan harga diri
kelemahan Kriteria hasil: c. Menyadarkan tingkah laku atau pasien.
untuk ADL, -Pasien tidak cemas sugesti tindakan pada c. Pasien memerlukan empati, tetapi
seperti makan, -Pasien dapat menyisir perlindungan kelemahan. perlu mengetahui perawatan yang
mandi dll. rambut sendiri Pertahankan dukungan pola pikir konsisten dalam menangani
-TTV dalam batas normal dan ijinkan pasien melakukan pasien, sekaligus meningkatkan
-Pasien menunjukkan tugas, beri umpan balik yang harga diri pasien, memandirikan
positif untuk usahanya. pasien, dan menganjurkan pasien

51
52

perubahan gaya hidup untuk terus mencoba.


untuk kebutuhan
merawat diri
-Pasien mampu melakukan
aktivitas perawatan diri
sesuai dengan tingkat
kemampuan

52
53

3.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan


Jam Nama Perawat

26 Oktober 2020 / a. Mengkaji tanda-tanda vital. S:-


16.00 WIB b. Memberitahukan pasien (bed rest) O : pasien sudah tidak gelisah dan
total dengan posisi tidur telentang.
Diagnosa I tidak merasa cemas
c. Menciptakan lingkungan yang
tenang dan membatasi pengunjung. TTV dalam batas normal
d. Berkolaborasi : pemberian terapi TD : 120/70 mmHg
sesuai intruksi dokter, pemberikan
RR : 20x/menit Armia Silviani
obat piracetam IV pukul 18.00 WIB.
e. Membantu pasien untuk membatasi N : 80x/menit
muntah, batuk, menganjurkan pasien S : 36˚C
manarik nafas apabila bergerak atau
A : masalah teratasi
berbalik dari tepat tidur.
f. Pengambilan darah 3 cc untuk P : Pertahankan intervensi.
pemeriksaan laboratorium.
g. Memberikan penjelasan kepada
keluarga pasien tentang sebab
peningkatan TIK dan akibatnya.
Diagnosa II a. Mengkaji kemampuan secara S: Pasien mengatakan “tangan saya
fungsional dengan cara yang teratur sudah agak mendingan.”
mengklasifikasikan melalui skala 0-4 O: Pasien tampak ceria.
b. Melakukan latihan ROM aktif dan Tangan pasien sudah bisa

53
54

pasif pada semua ekstremitas. digerakkan sedikit.


c. Membantu mengembangkan TTV dalam batas normal.
keseimbangan duduk seperti A: Masalah teratasi sebagian.
Armia Silviani
meninggikan bagian kepala tempat P : Lanjutkan intervensi.
tidur, bantu untuk duduk disisi
tempat tidur
Diagnosa III a. Mengkaji kemampuan dan tingkat S: Pasien mengatakan “tangan saya
penurunan dalam skala 0-4 untuk sulit untuk menggengam, tetapi
melakukan ADL. masih bisa untuk memegang sisir.”
b. Mengkaji apa yang tidak dapat O: pasien tampak ceria.
dilakukan oleh pasien dan membantu Pasien masih sulit untuk
bila perlu. menggenggam Armia Silviani
c. Menyadarkan tingkah laku atau TTV dalam batas normal
menyugesti tindakan pada A: Masalah teratasi sebagian.
perlindungan kelemahan. P : Lanjutkan intervensi.
Pertahankan dukungan pola pikir
dan ijinkan pasien melakukan tugas,
memberikan umpan balik yang
positif untuk usahanya.

54
55

55

Anda mungkin juga menyukai