Anda di halaman 1dari 27

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA

(STIKes PERTAMEDIKA)
Jl. Bintaro Raya No. 10 Tanah Kusir – Kebayoran Lama Utara – Jakarta Selatan 12240
Telp: (021) 7234122, 7207184, Fax: (021) 7234126
Website : www.stikes-pertamedika.ac.id

LAPORAN KEGIATAN HARIAN KETUA TIM


( KIRTAM / 11212085 )

Nama Karu : Ns. Gita Hastari


Nama Katim : Kirtam
Nama PP : Evy Fauziaty
Ruangan : 4b/ 439
Tanggal : 29 Maret 2023

Jumlah Perawat : 1 perawat

Jumlah Pasien : 1 klien

NO WAKTU KEGIATAN KETERANGAN

1 07.30 Operan Ns. KIRTAM

WIB
Conference : pre / post

1. Mengikuti operan dengan kepala ruangan,


katim, dan perawat pelaksana
2. Menerima penjelasan ttg perkembangan
pasien kelolaan kamar 439
Melakukan pembagian tugas dengan perawat
pelaksana

Menjelaskan kepada perawat pelaksana tentang


kondisi saat ini pasien kelolaan kamar 439

Pasien kamar 439, Nn.S (25 tahun) dengan


diagnose medis : Demam Typoid dengan dr., R.
Sp.PD. keluhan klien mengatakan demam masih
naik turun, mual, nyeri hilang timbul.
Terpasang IVFD RL di tangan kiri.
Tanda-tanda vital : TD: 125/75 mmHg, N:
94x/menit, RR: 20x/menit, S: 37,3°C, KU Lemah,
Kesadaran: CM, GCS: 15

Hasil penunjang :
- Leukosit 12,4 H rb/mm3 (5-10 rb/mm3)
- HB 10,1 L gr/dl (12,0-14,0 gr/dl)
- Ht 50 H % (36-42 %)
- Tr 124 rb/mm3 (150-400 rb/mm3)
- MCV 84 fl ( 82-92 fl )
- MCH 25 L pg ( 27-31 pg)
- MCHC 32 gr/dl (32-36 gr/dl)
- GDS : 101 mg/dl ( 70-200)
- Ureum: 21 mg/dl (20-50)
- Kreatinin :0,8 mg/dl (0,7-1,2)
- Salmonella thypi O : positif 1/320
- Salmonella parathypi AO : positif 1/160

Pentalaksanaan :
Diet lunak 1500 kkal
Terapi : RL, 24 tpm/8 jam
Paracetamol drip 1 gr, Ceftriaxone
2x2 gr
Ranitidine 2x20 mg
Ondansentron 3x4 mg
Sukralfat 3x1 cth

2 07.30 Alokasi Pasien :


WIB
Nn. S 25 tahun dengan diagnose medis demam
typoid (pasien dr.R,Sp.PD)
Penyelenggaraan Asuhan Keperwatan klien
menjadi tanggung jawa Ns. Evy Fauziaty untuk
selanjutnya merumuskan Diagnosa Keperawatan
dan melakukan Asuhan Keperawatan sesuai
dengan kondisi klien.

Diagnosa Keperawatan:

1. Nyeri hilang timbul berhubungan dengan


agen pencedera fisiologis
DS :
- klien mengatakan masih nyeri hilang
timbul
- P: nyeri pada bagian ulu hati saat
muntah Q: Nyeri Terasa seperti ditusuk
tusuk
R: dibagian ulu hati
S: 3
T: tidak tentu, hilang timbul saat muntah
DO :
- klien tampak sesekali
memegangi bagian perut
- Skala Nyeri : 3
- KU : Lemah, Ks : CM

- TTV= TD:125/75 mmHg, N:


98x/menit, RR: 20x/menit, S: 37,5°C
 Tujuan : (L. 08066)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2 x 24 jam di harapkan tingkat nyeri
menurun dengan kriteria hasil:
1. Keluhan nyeri menurun
2. Score 2
 Intervensi Manajemen Nyeri
(I.08238) Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
2. identifikasi skala nyeri
3. identifikasi respon nyeri non
verbal Terapeutik
4. Berikan Teknik non farmakologi
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
Teknik relaksasi nafas dalam)
5. Fasilitasi istirahat dan
tidur Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian medikasi
(analgetik) Ranitidine 2x20 mg,
Ondansentron 3x4 mg, sukralfat 3x1 cth

2. Resio defisit nutrisi berhubungan dengan


keengganan untuk makan
DS :

- Klien mengatakan masih mual,perut


tidak enak dan terasa pahit

DO :
- Klien tampak lemah
- Mukosa bibir tampak kering
- Mata tampak cekung
- Tugor kulit tampak kurang elastis
- KU : Lemah, Ks : CM
- TTV = TD:125/75 mmHg, N:
89x/menit, RR: 20x/menit, S: 37°C

- Balance cairan
I: 1100 O: 1500 (-400)
- Hasil laboratorium
HB 10,1 L gr/dl (12,0-14,0 gr/dl)
Ht 50 H % (36-42 %)

 Tujuan : (L. 03028)


Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam di harapkan status cairan
dapat membaik dengan kriteria hasil :

1. Tidak ada tanda tanda dehidrasi


2. Turgor kulit membaik
3. Mambran mukosa lembab
4. Tidak ada rasa haus yang
berlebihan
5. HT dalam rentan normal (36-42%)

 Intervensi Manajamen Hipovolemia (I. 05116)


Observasi
1. Periksa tanda dan gejala dehidrasi
(frekuensi nadi, turgor kulit, membrane
mukosa, volume urin, Ht)
2. Monitor vital sign
3. Monitor Intake-
Output Terapeutik
4. Berikan asupan cairan
5. Hitung Balance Cairan
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian cairan IV (NaCl 0,9
% 24 tpm/8 jam)
3. Resiko peningkatan suhu tubuh
berhubungan dengan proses penyakit
DS:
- Klien mengatakan masih demam
naik turun
- Klien mengatakan badannya masih
terasa menggigil
DO:
- Akral teraba Hangat
- KU : Lemah, Ks : CM
- TTV = TD:130/70mmHg, N:
98x/menit, RR: 22x/menit, S: 37,5°C
- Hasil laboratorium
Leukosit 12,4 H rb/mm3 (5-10 rb/mm3)
HB 10,1 L gr/dl (12,0-14,0 gr/dl)
Ht 50 H % (36-42 %)
Tr 124 rb/mm3 (150-400 rb/mm3)
MCV 84 fl ( 82-92 fl )
MCH 25 L pg ( 27-31 pg)
MCHC 32 gr/dl (32-36 gr/dl)
GDS : 101 mg/dl ( 70-200)
Ureum: 21 mg/dl (20-50)
Kreatinin :0,8 mg/dl (0,7-1,2)
Salmonella thypi O : positif 1/320
Salmonella parathypi AO : positif 1/160

 Tujuan : (L. 14134)


Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam di harapkan
thermoregulasi membaik dengan kriteria
hasil :
1. Tidak ada menggigil
2. Tidak ada perubahan warna kulit
3. Suhu tubuh dalam batas normal 36,5-
36,9 oC)
 Intervensi Manajemen
Hipertermia (I.15506)

Observasi
1. Monitor suhu tubuh
Terapeutik
2. Berikan Cairan peroral
3. Ganti linen setiap hari atau lebih
sering jika mengalami keringat
berlebih
Kolaborasi
4. Kolaborasi Pemberian cairan
IV (NaCl 0,9 % 24 tpm/8 jam)
5. Kolaborasi Pemberian Antipiretik
(Paracetamol drip 100 ml)

Implementasi Keperawatan
4 Dx 1 Nyeri Akut berhubungan
dengan agen pencedera fisiologis
1. mengidentifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. mengidentifikasi skala nyeri
3. mengidentifikasi respon nyeri non
verbal Terapeutik
4. memerikan Teknik non farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. Teknik
relaksasi nafas dalam)
5. memfasilitasi istirahat dan tidur
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian medikasi (analgetik)
Ranitidine 2x20 mg, Ondansentron 3x4 mg,
sukralfat 3x1 cth
Dx. 2 Resiko Hipovolemia Berhubungan Dengan
Kekurangan intake cairan (D.0034)
1. Memeriksa tanda dan gejala Hipovolemia
(miss, frekuensi nadi meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah menurun, turgor kulit
menurun, mukosa bibir kering)
2. Memonitor intake dan output cairan
3. Memberikan asupan cairan oral
4. Menganjurkan memperbanyak asupan cairan
oral

WIB Dx. 3 Defisit nutrisi b.b ketidakmampuan


menelan makanan (D.0019)
1. Mengidentifikasi status nutrisi
2. Mengidentifikasi makanan yang disukai
3. Mengidentifikasi kebutuhan kalori dan jenis
nutrient
4. Memonitor asupan makanan
5. Memonitor berat badan
6. Memoonitor hasil pemeriksaan laboratorium
7. Melakukan oral hygiene sebelum makan, jika
perlu

Menyajikan makanan secara menarik dan suhu


yang sesuai
5 13.30 Evaluasi Keperawatan
WIB DX I: Nyeri Akut berhubungan Agent Pencedera
fisiologi

 S:
- Klien mengatakan masih terasa nyeri
bagian ulu hati saat ingin muntah
- P : nyeri pada bagian ulu hati saat muntah
Q: Nyeri Terasa seperti ditusuk tusuk
R: dibagian ulu hati
S: 3
T: tidak tentu, hilang timbul saat muntah
 O:
- Klien masih tampak meringis
- Klien tampak masih gelisah
- Klien tampak mengikuti instruksi yang
diberikan perawat pada saat melakukan
terapi relaksasi nafas dalam
- Ku :Lemah KS: CM
- Skala nyeri : 3
 A:
Masalah belum teratasi
 P:
Intervensi dilanjutkan
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Anjurkan klien untuk melakukan teknik
relaksasi nafas dalam
- Kolaborasi pemberian medikasi (analgetik)
Ranitidine 2x20 mg Ondansentron 3x4 mg,
sukralfat 3x1 cth

DX II : Resikodefisit nutrisi berhubungan


dengan keengganan untuk makan

 S:
- Klien mengatakan masih mual,mulut
pahit,dan perut tidak enak
 O:
- Klien tampak lemah
- Mukosa bibir tampak kering
- Mata tampak cekung
- Tugor kulit tampak kurang elastis
- KU: Lemah, Ks: Cm
- TTV : TD: 120/70 mmHg, HR:
78x/menit, RR 20 x/menit, S: 37.2 oC
- I:1100, O: 1400, (-300)
- Hasil Lab
HT: Ht: 50 H %
 A:
Masalah tidak teratasi
 P:
Intervensi dilanjutkan :
- Periksa tanda dan gejala hypovolemia
(frekuensi nadi, turgor kulit, membrane
mukosa, volume urin, Ht)
- Monitor vital sign
- Monitor Intake-Output
- Anjurkan klien memperbanyak asupan
peroral
- Hitung Balance Cairan
- Kolaborasi pemberian cairan IV
(NaCl 0,9 % 24 tpm/8 jam)

DX III: Resiko peningkatan suhu tubuh


berhubungan dengan Proses penyakit

 S:
- Klien mengatakan sudah tidak demam
- Klien mengtakan sudah tidak
merasa menggigil
 O:
- Ku: Lemah Ks: CM
- Terpasang infus NaCl 0,9 % 24 tpm/8 jam
- TTV TD: 120/70 mmHg, HR: 78x/menit,
RR 20 x/menit, S: 37.2 oC
 A:
Masalah sudah teratasi
 P:
Intervensi dihentikan

6 14.15 Supervise
WIB Perawat Pelaksana
Perawat pelaksana telah melakukan tindakan
keperawatan sesuai dengan rencana tindakan yang
telah dibuat dan perawat pelaksana sudah
melaporkan kepada ketua tim mengenai kondisi dan
keadaan klien

-
LAPORAN PENDAHULUAN
TYPOID

A. DEFINISI
Demam typhoid atau Typhusabdominalis adalah suatu penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluranpencernaan dengan gejala demam yang lebih dari
satuminggu, gangguan pada pencernaan dan juga gangguan kesadaran (Price A.
Sylvia & Lorraine M. Wilson,2015).
Thipoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonellaThypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh feses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella ( Bruner and Sudart, 2014 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usushalus yang disebabkan oleh kuman
salmonella thypi dan salmonella para thypiA,B,C. sinonim daripenyakit ini adalah
Typhoid dan juga paratyphoid abdominalis. (Syaifullah Noer, 2015).

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Anatomi saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem
pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan,
yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
Fisiologi sistem pencernaan (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ
dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi
zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta
membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa
proses tersebut dari tubuh.

1. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air. Mulut
merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di
anus. Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian
dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh
organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan sederhana
terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf
olfaktorius di hidung, terdiri dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-
potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar,
geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah
dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut
dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga
mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein
dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara
sadar dan berlanjut secara otomatis.

2. Tenggorokan ( Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Didalam
lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak
mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi,
disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya
dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang
keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan
perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan
rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium.
Tekak terdiri dari bagian superior yaitu bagian yang sama tinggi dengan
hidung, bagian media yaitu bagian yang sama tinggi dengan mulut dan
bagian inferior yaitu bagian yang sama tinggi dengan laring. Bagian
superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang
menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian media disebut
orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai di akar lidah. Bagian inferior
disebut laringofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring.

3. Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui


sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan
berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik.
Sering juga disebut esofagus. Esofagus bertemu dengan faring pada ruas
ke-
6 tulang belakang. Menurut histologi, esofagus dibagi menjadi tiga bagian
yaitu bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka), bagian tengah
(campuran otot rangka dan otot halus), serta bagian inferior (terutama
terdiri dari otot halus).

4. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga bagian
yaitu kardia, fundus dan antrium. Lambung berfungsi sebagai gudang
makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan
dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat
penting :

a) Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung.
Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan
yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.

b) Asam klorida (HCl)


Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan
oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi
juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara
membunuh berbagai bakteri.

c) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)

5. Usus halus
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan
pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena
porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air
(yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna).
Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna
protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa
(sebelah dalam), lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang dan
lapisan serosa. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari
(duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
a) Usus Dua Belas Jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong
(jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari
usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum
treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari
yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari
terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.
Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam
jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan
megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan
makanan.

b) Usus Kosong (Jejenum)


Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di
antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan 15 (ileum).
Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2
meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan
digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam
usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili),
yang memperluas permukaan dari usus.

c) Usus Penyerapan (Illeum)


Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.
Pada sistem pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2- 4 m
dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus
buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan
berfungsi menyerap vitamin B12 dan garamgaram empedu.

6. Usus Besar (Kolon) Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus
buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon
desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum) Banyaknya
bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa
bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar
juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini
penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik
bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar.
Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan
air, dan terjadilah diare.

7. Usus Buntu (Sekum)


Usus buntu atau sekum adalah suatu kantung yang terhubung pada usus
penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar

8. Umbai Cacing (Appendix)


Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.
Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing.
Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk
nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).
Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang
dewasa, umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2
sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai
cacing bisa berbeda - bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas
tetap terletak di peritoneum.

9. Rektum dan Anus


Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah
kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja
disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika
kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul
keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum
karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf
yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi
tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana
penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk
periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang
dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan
anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot
yang penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung
saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus
terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus.
Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang
dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar) yang merupakan fungsi
utama anus.

10. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi
utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon
penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan
berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari). Pankraes terdiri
dari 2 jaringan dasar yaitu asini yang berfungsi menghasilkan enzim-enzim
pencernaan dan pulau pankreas yang berfungsi menghasilkan hormon.
Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan
melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas
akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah
protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan
dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai
saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium
bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan
asam lambung.

11. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan
memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan
pencernaan. Organ ini berperan penting dalam metabolisme dan memiliki
beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis
protein plasma, dan penetralan obat. Zat-zat gizi dari makanan diserap ke
dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh darah yang kecil-kecil
(kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung
dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati
sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil
di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah. Hati melakukan proses
tersebut
dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah
dialirkan ke dalam sirkulasi umum.

12. Kandung empedu


Kandung empedu adalah organ berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar
50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Pada manusia,
panjang kandung empedu adalah sekitar 7- 10 cm dan berwarna hijau gelap (bukan
karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang
dikandungnya). Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari
melalui saluran empedu. Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu membantu
pencernaan dan penyerapan lemak serta bererperan dalam pembuangan limbah
tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel
darah merah dan kelebihan kolesterol

C. Etiologi
Etiologi demam thypoid adalah salmonella thypi (S.thypi) 90 % dan
salmonellaparathypi (S. Parathypi Adan B serta C). Bakteri ini berbentuk
batang, gram negatif, mempunyai flagela, dapat hidup dalamair, sampah dan
debu. Namun bakteri ini dapat mati dengan pemanasan suhu 600 selama 15- 20
menit. Akibat infeksi oleh salmonellathypi, pasien membuat antibodiatau
aglutinin yaitu:
1. AglutininO (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigenO
(berasal dari tubuh kuman).
2. AglutininH (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigenH
(berasal dari flagel kuman).
3. AglutininVi (envelope) terletak pada kapsul yang dibuat karena
rangsangan antigenVi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutininO dan jugaH yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makinbesar pasien menderita
tifoid (Aru W. Sudoyo, 2009).
E. PATHWAY

Kuman salmonella typhi

Masuk ke dalam saluran


cerna melalui mulut

Masuk ke dalam usus

Inflamasi pada hati dan Kuman berkembang biak


limfa diusus

Masuk ke aliran darah

hematomegali Splenomegali

Endoktoksin

Nyeri tekan Penurunan


mobilitas usus
Peradangan local meningkat

Nyeri Akut Peningkatan


asam lambung
Mempengaruhi thermoregulasi
dihipotalamus

Mual muntah
Suhu tubuh meningkat

Kehilangan banyak cairan


dan elektrolit
Hipertermia
Kurangnya volume
cairan
F. MANIFESTASI KLINIS

1) Demam meninggi sampai akhir minggu pertama


2) Demam turun pada minggu keempat, kecuali demam tidaktertangani akan
menyebabkan syok, stupor, dan koma
3) Ruam muncul pada hari ke 7-10 hari dan bertahan selama 2-3 hari
4) Nyeri kepala, nyeri perut
5) Kembung, mualmuntah, diare, konstipasi
6) Pusing, bradikardi, nyeri otot
7) Batuk
8) Epiktaksis
9) Lidah yang berselaput
10) Hepatomegali, splenomegali,meteorismus
11) Gangguan mental berupa somnolen
12) Delirium / psikosis
13) Dapat timbul gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi mudasebagai
penyakit demam akut dengan disertai syok dan hipotermia Periode infeksi
demam thypoid, gejala dan tanda :
Minggu Keluhan Gejala Patologi
Minggu 1 Panas berlangsung Gangguan saluran Bakteremia
insidious, tipe panas cerna
stepladder yang
mencapai 39-40ºc,
menggigil,nyeri kepala

Minggu 2 Rash, nyeri abdomen, Rose sport, Vaskulitis,


diare atau konstipasi, splenomegali, hiperplasi pada
delirium hepatomegali peyer’s patches,
nodul typhoidpada
limpa dan hati

Minggu 3 Komplikasi : Melena, ilius, Ulserasi pada


perdarahan saluran ketegangan payer’spatches,
cerna, perforasi dan abdomen, koma nodul tifoid pada
syok limpa dan hati
Minggu 4 Keluhan menurun, Tampak sakitberat, Kolelitiasis,
relaps, penurunanberat kakeksia carrier kronik
badan
Tabel 1.1 Gejala Dan Tanda Typhoid (Nurarif & Kusuma, 2015)
G. KOMPLIKASI
1. Pendarahan usus. Bila sedikit,hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan
tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak, maka terjadi melena yang
dapat disertai nyeriperut dengan tanda-tanda renjatan.
2. Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga /setelahnya dan terjadi
pada bagian distal ileum.
3. Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi,tetapi dapat terjadi tanpa perforasi
usus. Ditemukan gejala abdomenakut, yaitu nyeri perut hebat, dinding
abdomen tegang, dan nyeri tekan

4. Komplikasi diluar usus. Terjadi karena lokalisasi peradangan akibatsepsis,


yaitu meningitis,kolesistisis, ensefalopati, danlain-lain (Susilaningrum,
Nursalam, & Utami, 2013)

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit
normal. Leukositosis dapatterjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder

2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT dan juga SGPT ini tidak memerlukan
penanganan khusus

3. Pemeriksaan uji widal


Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap bakteri
salmonella typhi. Ujiwidal dimaksudkan untuk menentukan adanya
agglutinin dalam serum penderita demam tifoid. Akibat adanya infeksi oleh
salmonella typhi maka penderita membuatantibody (agglutinin)

4. Kultur

a. Kulturdarah : bisa positif pada minggu pertama


b. Kultururine : bisa positif pada akhir minggu kedua
c. Kulturfeses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga
5. Anti salmonella typhi igM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut
salmonella typhi, karena antibodyigM muncul pada hari ke3 dan
4terjadinya demam (Nurarif & Kusuma, 2015).

I. PENATALAKSANAAN
1. Medis

a. Anti Biotik (Membunuh Kuman) : Klorampenicol, Amoxicillin,


Kotrimoxasol, Ceftriaxon, Cefixim.

b. Antipiretik (Menurunkan panas) : Paracatamol

2. Keperawatan

a. Observasi dan pengobatan

b. Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau
kurang lebih dari selam 14hari. Maksud tirah baring adalah untuk
mencegah terjadinya komplikasi perforasi usus.

c. Mobilisasi bertahap bila tidak panas,sesuai dengan pulihnya kekuatan


pasien.

d. Pasien dengan kesadarannya yang menurun,posisi tubuhnya harus


diubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi
pneumonia dan juga dekubitus.

e. Defekasi dan buang airkecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang


terjadi konstipasi dan diare.

f. Diet

- Diet yang sesuaicukup kalori dan tinggi protein.

- Pada penderita yang akutdapat diberi bubur saring.

- Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2hari lalu nasi tim

- Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam


selama 7 hari.
J. ASUHAN KEPERAWATAN
1) Pengkajian
a. Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku atau


bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor
registrasi dan diagnosa medic
b. Keluhan utama
Keluhan utama demam typoid adalah panas atau demam yang tidak
turun- turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare
serta penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi
kedalam tubuh.
d. Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit thypoid

e. Riwayat penyakit keluarga


Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
f. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola nutrisi dan metabolisme

Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan


muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak
makan sama sekali
2) Pola eliminasi
Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama.
Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna
urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam thypoid
terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak
keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan
cairan tubuh.

3) Pola aktivitas dan latihan

Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar
tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
4) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu
tubuh.
5) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan
penyakit anaknya.
6) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu
waham pada klien.
g. Pemeriksaan fisik
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38-41°C muka
kemerahan. Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).

2) Diagnosa Keperawatan
a. Hypovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan yang aktif

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

c. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

3) Intervensi Keperawatan
a. Dx. 1 : hypovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan yang
aktif
 Tujuan : (L. 03028)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam di harapkan
status cairan dapat membaik dengan kriteria hasil :

1. Tidak ada tanda tanda dehidrasi


2. Turgor kulit membaik
3. Mambran mukosa lembab
4. Tidak ada rasa haus yang berlebihan
5. HT dalam rentan normal (36-42%)

 Intervensi Manajamen Hipovolemia (I. 05116)


Observasi
1. Periksa tanda dan gejala hypovolemia (frekuensi nadi, turgor kulit,
membrane mukosa, volume urin, Ht)
2. Monitor vital sign
3. Monitor Intake-Output
Terapeutik
4. Berikan asupan cairan
5. Hitung Balance
Cairan Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian cairan IV

b. Dx. 2 : Hipertermia berhubungan dengan proses penyakt


 Tujuan : (L. 01013)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam di


harapkan thermoregulasi membaik dengan kriteria hasil :
1. Suhu tubuh dalam batas normal
2. Menggigil menurun
 Intervensi Manajemen Hipertermia (I.015506)
Obervasi:
1. Monitor tanda-tanda vital
2. Monitor haluaran urin
Terapeutik:
3. Berikan cairan oral
4. Lakukan pendinginan eksternal (selimut/kompres pada dahi,
leher, dada, abdomen, aksila)
5. Longgarkan pakaian pasien
Edukasi
6. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
7. Pemberian cairan, elektrolit dan antipiretik.

c. Dx 3: Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis


 Tujuan : (L. 08066)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam di
harapkan tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil:
1. Keluhan nyeri menurun
2. Meringis menurun
3. Gelisah menurun
 Intervensi Manajemen Nyeri (I.08238)
Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
2. identifikasi skala nyeri
3. identifikasi respon nyeri non verbal
Terapeutik
4. Berikan Teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. Teknik relaksasi nafas dalam)
5. Kontrol lingkungan yang memberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
6. Fasilitasi istirahat dan tidur
Kolaborasi
7. kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

A, Sylvia., M, Lorraine. (2015). Patofisiologi Edisi 6 Vo 2 Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Arief Mansjoer (2010), Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4, Jakarta : Media
Aesculapius.
Brunner & Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 2.
Jakarta : EGC
Kedua.Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Noer, Syaifullah. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II. Jakarta; EGC
Soedarmo, S. Sumarmo, Poorwo. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi
Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan
NANDA NIC-NOC Jilid 1. Yogyakarta: Mediaction
Susilaningrum, R., Nursalam, & Utami, S, (2013), Asuhan Keperawatan Bayi dan
Anak Untuk Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Ed.3.
Jakarta : DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.Edisi
1.
Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta:
: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai