Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT: TRIASE

NAMA : YENI NURAENI


NPM : 18200100049

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
JAKARTA 2021
A. PENGERTIAN
Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara yang
memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling
efisien dengan tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua pasien yang memerlukan
pertolongan dan menetapkan prioritas penanganannya (Kathleen dkk, 2008).
Triage berasal dari bahasa Prancis trier bahasa Inggris triage dan diturunkan dalam bahasa
Indonesia triage yang berarti sortir, yaitu proses khusus memilah pasien berdasar beratnya
cedera atau penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat. Kini istilah tersebut
lazim digunakan untuk menggambarkan suatu konsep pengkajian yang cepat dan berfokus
dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta
fasilitas yang paling efisien terhadap 100 juta orang yang memerlukan perawatan di UGD
setiap tahunnya. Sistem triage mulai dikembangkan mulai pada akhir tahun 1950-an seiring
jumlah kunjungan UGD yang melampaui kemampuan sumber daya yang ada untuk
melakukan penanganan segera (Oman, 2008). Tujuan dari triage dimanapun dilakukan, bukan
saja supaya bertindak dengan cepat dan waktu yang tepat tetapi juga melakukan yang terbaik
untuk pasien. Dimana triage dilakukan berdasarkan pada ABCDE, beratnya cedera, jumlah
pasien yang datang, sarana kesehatan yang tersedia serta kemungkinan hidup pasien
(Pusponegoro, 2010).
Di rumah sakit, didalam triage mengutamakan perawatan pasien berdasarkan gejala. Perawat
triage menggunakan ABC keperawatan seperti jalan nafas, pernapasan dan sirkulasi, serta
warna kulit, kelembaban, suhu, nadi, respirasi, tingkat kesadaran dan inspeksi visual untuk
luka dalam, deformitas kotor dan memar untuk memprioritaskan perawatan yang diberikan
kepada pasien di ruang gawat darurat. Perawat memberikan prioritas pertama untuk pasien
gangguan jalan nafas, bernafas atau sirkulasi terganggu. Pasien-pasien ini mungkin memiliki
kesulitan bernapas atau nyeri dada karena masalah jantung dan mereka menerima pengobatan
pertama. Pasien yang memiliki masalah yang sangat mengancamkehidupan diberikan
pengobatan langsung bahkan jika mereka diharapkan untuk mati atau membutuhkan banyak
sumber daya medis. (Bagus, 2007).
Menurut Brooker (2008), dalam prinsip triage diberlakukan sistem prioritas, prioritas adalah
penentuan/penyeleksian mana yang harus didahulukan mengenai penanganan yang mengacu
pada tingkat ancaman jiwa yang timbul dengan seleksi pasien berdasarkan : 1) Ancaman jiwa
yang dapat mematikan dalam hitungan menit. 2) Dapat mati dalam hitungan jam. 3) Trauma
ringan. 4) Sudah meninggal
B. TUJUAN TRIASE
Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa. Tujuan triase
selanjutnya adalah untuk menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang memerlukan
pertolongan kedaruratan.
Dengan triase tenaga kesehatan akan mampu :
1. Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien.
2. Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan lanjutan.
3. Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses
penanggulangan/pengobatan gawat darurat.
C. PRINSIP TRIASE
1. Triase seharusnya dilakukan segera dan tepat waktu
Kemampuan berespon terhadap kemungkinan penyakit yang mengancam kehidupan atau
injuri adalah hal yang terpenting di departemen kegawatdaruratan.
2. Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat
Ketelitian dan keakuratan adalah elemen yang terpenting dalam proses interview.
3. Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian
Keselamatan dan perawatan pasien yang efektif hanya dapat direncanakan bila terdapat
informasi yang adekuat serta data yang akurat.
4. Melakukan intervensi berdasarkan keakutan dari kondisi
Tanggung jawab utama seorang perawat triase adalah mengkaji secara akurat seorang
pasien dan menetapkan prioritas tindakan untuk pasien tersebut. Hal tersebut termasuk
intervensi terapeutik, prosedur diagnostik dan tugas terhadap suatu tempat yang diterima
untuk suatu pengobatan.
5. Tercapainya kepuasan pasien
a. Perawat triase seharusnya memenuhi semua yang ada di atas saat menetapkan hasil
secara serempak dengan pasien
b. Perawat membantu dalam menghindari keterlambatan penanganan yang dapat
menyebabkan keterpurukan status kesehatan pada seseorang yang sakit dengan
keadaan kritis.
c. Perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan keluarga atau temannya.
d. Sistem priioritas berdasarkan pada :
1) Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit
2) Dapat meninggal dunia dalam hitungan jam
3) Trauma ringan
4) Sudah meninggal dunia
Pada umumnya penilaian korban dalam triase dapat dilakukan dengan :
1. Menilai tanda vital dan kondisi umum korban
2. Menilai kebutuhan medis
3. Menilai kemungkinan bertahan hidup
4. Menilai bantuan yang memungkinkan
5. Memprioritaskan penanganan definitive
6. Tag warna
(Brooker, 2008)
D. TIPE TRIASE
1. Tipe 1 : Traffic Director or Non Nurse
a. Hampir sebagian besar berdasarkan sistem triase
b. Dilakukan oleh petugas yang tak berijasah
c. Pengkajian minimal terbatas pada keluhan utama dan seberapa sakitnya
d. Tidak ada dokumentasi
e. Tidak menggunakan protokol
2. Tipe 2 : Cek Triase Cepat
a. Pengkajian cepat dengan melihat yang dilakukan perawat beregistrasi atau dokter
b. Termasuk riwayat kesehatan yang berhubungan dengan keluhan utama
c. Evaluasi terbatas
d. Tujuan untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih serius atau cedera mendapat
perawatan pertama
3. Tipe 3 : Comprehensive Triase
a. Dilakukan oleh perawat dengan pendidikan yang sesuai dan berpengalaman
b. 4 sampai 5 sistem kategori
c. Sesuai protokol
E. KLASIFIKASI DAN PENENTUAN PRIORITAS
Beberapa hal yang mendasari klasifikasi pasien dalam sistem triase adalah kondisi klien yang
meliputi :
1. Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang memerlukan
penanganan dengan cepat dan tepat.
2. Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi memerlukan penanganan
cepat dan tepat seperti kegawatan.
3. Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan oleh gangguan
ABC (Airway, Breathing and Circulation). Jika tidak ditolong segera maka dapat
meninggal atau cacat. (Wijaya, 2010)
PEMERIKSAAN TRIASE
HITAM MERAH KUNING HIJAU
KESADARAN GCS 3 GCS <9 GCS 9-12 GCS 15
Tidak Ada
Respon
AIRWAY Bebas Sumbatan Total Sumbatan Partial Bebas
(JALAN NAFAS) Sumbatan Total
Sumbatan Partial
BREATHING Henti Nafas Sesak nafas Sesak Nafas Normal
(PERNAFASAN) Takhipneu/Bradipne Takhipneu/Bradipneu
u
Henti Nafas
CIRCULATION Henti Jantung Nadi tidak teraba Nadi teraba Lemah/ Nadi Kuat
(SIRKULASI) Akral Dingin Henti Jantung Kuat Akrala hangat
Akral dingin Takikardia/Bradikardi
a
Akral Hangat/dingin
F. TRIASE RUMAH SAKIT
Sistem triase IGD memiliki banyak variasi dan modifikasi yang sesuai dengan kondisi masing-
masing rumah sakit. Beberapa sistem triase yang digunakan di rumah sakit adalah sebagai
berikut:
1. Patient Acuity Category Scale (PACS) Sistem PACS berasal dari singapura dan diadopsi
oleh rumah sakit yang bekerja sama atau berafiliasi dengan Singapore General Hospital.
(Hadi, 2014). PACS terdiri dari 4 skala prioritas yaitu:
a. PAC 1 merupakan kategori pasien-pasien yang sedang mengalami kolaps
kardiovaskular atau dalam kondisi yang mengancam nyawa. Pertolongan pada kategori
ini tidak boleh delay, contohnya antara lain major trauma, STEMI, Cardiac arrest, dan
lain-lain.
b. PAC 2 merupakan kategori pasien-pasien sakit berat, tidur dibrankar atau bed, dan
distress berat, tetapi keadaan hemodinamik stabil pada pemeriksaan awal. Pasien pada
kategori ini mendapatkan prioritas pertolongan kedua dan pengawasan ketat karena
cenderung kolaps bila tidak mendapat pertolongan. Contohnya anatara lain stroke,
fraktur terbuka tulang panjang, serangan asma dan lain-lain.
c. PAC 3 merupakan kategori pasien-pasien dengan sakit akut, moderate, mampu
berjalan, dan tidak beresiko kolaps. Pertolongan secara efektif di IGD biasa cukup
menghilangkan atau memperbaiki keluhan penyakit pasien. Contohnya antara lain
vulnus, demam, cedera ringan-sedang, dan lain-lain.
d. PAC 4 merupakan kategori pasien-pasien non emergency. Pasien ini dirawat di poli.
Pasien tidak membutuhkan pengobatan segera dan tidak menderita penyakit yang
beresiko mengancam jiwa. Contohnya antara lain acne, dislipidemia, dan lain-lain.
2. Worthing Physiology Score System (WPSS) Worthing Physiological Scoring System
(WPSS) adalah suatu sistem skoring prognostik sederhana yang mengindentifikasi penanda
fisiologis pada tahap awal untuk melakukan tindakan secepatnya, yang dituangkan dalam
bentuk intervention-calling score. Skor tersebut didapatkan dari pengukuran tanda vital
yang mencakup tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, temperatur, saturasi
oksigen, dan tingkat kesadaran berdasar AVPU (alert, verbal, pain, unresponsive) (Duckitt,
et al., 2007). Intervention-calling score WPSS mempunyai keterbatasan pada pasien trauma
oleh karena pada pasien trauma walaupun mengalami kondisi yang berat yang berkaitan
dengan traumanya namun dalam keadaan akut seringkali masih memiliki cadangan
fisiologis yang masih baik.
The Worthing Physiological Scoring System (WPSS) melakukan penilaian tanda vital
dengan sederhana dalam identifikasi pasien, serta memberikan kategori triage yang
obyektif. Selain itu WPSS memiliki beberapa keuntungan, yaitu:
a. Penilaian cepat dan akurat terhadap pasien gawat.
b. Mengubah parameter klinis yang terukur kedalam suatu nilai skor.
c. Peralatan (tensimeter, termometer, dan pulse oxymetri) yang dibutuhkan minimal,
tidak menyakiti, serta mudah digunakan.
d. Penilaian yang dilakukan akan seragam antar staf.
3. Australia Triage Scale Australian Triage Scale (ATS) merupakan skala yang digunakan
untuk mengukur urgensi klinis sehingga paten terlihat pada waktu yang tepat, sesuai
dengan urgensi klinisnya. (Emergency Triage Education Kit. 2009)

Australian Triage Scale (ATS) dirancang untuk digunakan di rumah sakit berbasis layanan
darurat di seluruh Australia dan Selandia Baru. Ini adalah skala untuk penilaian kegawatan
klinis. Meskipun terutama alat klinis untuk memastikan bahwa pasien terlihat secara tepat
waktu, sepadan dengan urgensi klinis mereka, ATS juga digunakan untuk menilai kasus.
Skala ini disebut triase kode dengan berbagai ukuran hasil (lama perawatan, masuk ICU,
angka kematian) dan konsumsi sumber daya (waktu staf, biaya). Ini memberikan
kesempatan bagi analisis dari sejumlah parameter kinerja di Unit Gawat Darurat (kasus,
efisiensi operasional, review pemanfaatan, efektivitas hasil dan biaya).
Kategori Skala Triase Australia berdasarkan waktu tunggu maksimal.
AUSTRALIAN TRIAGE ACUITY (Maximum PERFORMANCE
SCALE CATEGORY Waiting Time) INDICATOR
THRESHOLD
ATS 1 Immediate 100 %
ATS 2 10 Minutes 80 %
ATS 3 30 minutes 75 %
ATS 4 60 minutes 70 %
ATS 5 120 minute 70 %

4. Emergency Severity Index (ESI)


Sistem ESI dikembangkan di Amerika Serikat dan Kanada oleh perhimpunan perawat
emergensi. Emergency Severity Index diadopsi secara luas di Eropa, Australia, Asia, dan
rumah sakit-rumah sakit di indonesia. Emergency Severity Index (ESI) memiliki 5 skala
prioritas yaitu:
a. Prioritas 1 (label biru) merupakan pasien-pasien dengan kondisi yang mengancam jiwa
(impending life/limb threatening problem) sehingga membutuhkan tindakan
penyelematan jiwa yang segera. Parameter prioritas 1 adalah semua gangguan
signifikan pada ABCD. Contoh prioritas 1 antara lain, cardiac arrest, status epilptikus,
koma hipoglikemik dan lain-lain.
b. Prioritas 2 (label merah) merupakan pasien-pasien dengan kondisi yang berpotensi
mengancam jiwa atau organ sehingga membutuhkan pertolongan yang sifatnya segera
dan tidak dapat ditunda. Parameter prioritas 2 adalah pasien-pasien haemodinamik atau
ABCD stabil dengan penurunan kesadaran tapi tidak sampai koma (GCS 8-12).
Contoh prioritas 2 antara lain, serangan asma, abdomen akut, luka sengatan listrik dan
lain-lain.
c. Prioritas 3 (label kuning) merupakan pasien-pasien yang membutuhkan evaluasi yang
mendalam dan pemeriksaan klinis yang menyeluruh. Contoh prioritas 3 antara lain,
sepsis yang memerlukan pemeriksaan laboratorium, radiologis dan EKG, demam tifoid
dengan komplikasi dan lain-lain.
d. Prioritas 4 (label kuning) merupakan pasien-pasien yang memerlukan satu macam
sumber daya perawatan IGD. Contoh prioritas 4 antara lain pasien BPH yang
memerlukan kateter urine, vulnus laceratum yang membutuhkan hecting sederhana dan
lain-lain.
e. Prioritas 5 (label putih) merupakan pasien-pasien yang tidak memerlukan sumber
daya. Pasien ini hanya memerlukan pemeriksaan fisik dan anamnesis tanpa
pemeriksaan penunjang. Pengobatan pada pasien dengan prioritas 5 umumnya per oral
atau rawat luka sederhana. Contoh prioritas 5 antara lain, common cold, acne,
eksoriasi, dan lain-lain. (Hadi, 2014)
G. PROSES TRIASE
Salah satu metode yang paling sederhana dan umum digunakan adalah metode Simple Triage
and Rapid Treatment (START). Pelaksanaan triage dilakukan dengan memberikan tanda
sesuai dengan warna prioritas. Tanda triage dapat bervariasi mulai dari suatu kartu khusus
sampai hanya suatu ikatan dengan bahan yang warnanya sesuai dengan prioritasnya. Jangan
mengganti tanda triage yang sudah ditentukan. Bila keadaan penderita berubah sebelum
memperoleh perawatan maka label lama jangan dilepas tetapi diberi tanda, waktu dan pasang
yang baru (Hogan dan Burstein, 2007). START, sebagai cara triage lapangan yang berprinsip
pada sederhana dan kecepatan, dapat dilakukan oleh tenaga medis atau tenaga awam terlatih.
Dalam memilah pasien, petugas melakukan penilaian kesadaran, ventilasi, dan perfusi selama
kurang dari 60 detik lalu memberikan tanda dengan menggunakan berbagai alat berwarna,
seperti bendera, kain, atau isolasi. Pelaksanaan triage metode START meliputi (Hogan dan
Burstein, 2007):

1. Kumpulkan semua penderita yang dapat / mampu berjalan sendiri ke areal yang telah
ditentukan, dan beri mereka label HIJAU.
2. Setelah itu alihkan kepada penderita yang tersisa periksa :
3. Pernapasan :
a. Bila pernapasan lebih dari 30 kali / menit beri label MERAH.
b. Bila penderita tidak bernapas maka upayakan membuka jalan napas dan bersihkan
jalan napas satu kali, bila pernapasan spontan mulai maka beri label MERAH, bila
tidak beri HITAM.
c. Bila pernapasan kurang dari 30 kali /menit nilai waktu pengisian kapiler.
4. Waktu pengisian kapiler :
a. Lebih dari 2 detik berarti kurang baik, beri MERAH, hentikan perdarahan besar bila
ada.
b. Bila kurang dari 2 detik maka nilai status mentalnya.
c. Bila penerangan kurang maka periksa nadi radial penderita. Bila tidak ada maka ini
berarti bahwa tekanan darah penderita sudah rendah dan perfusi jaringan sudah
menurun.
5. Pemeriksaan status mental :
a. Pemeriksaan untuk mengikuti perintah-perintah sederhana
b. Bila penderita tidak mampu mengikuti suatu perintah sederhana maka beri MERAH.
c. Bila mampu beri KUNING
Algoritma START (Simple Triage and Rapid Treatment)
Pada intinya sistem Triase START, mencoba mengelompokkan pasien menjadi 4 kategori
prioritas:
1. Immediate (segera ditolong dengan pertolongan sederhana dan dimobilisasi ke sarana
kesehatan)
2. Delayed (ditolong setelah menolong merah)
3. Minor (mobilisasi mandiri ke tempat yang aman, ditolong terakhir)
4. Dead

1. Merah : Gawat Darurat (waktu respon 0-10 menit)


a. Masalah A-B-C
b. Kesulitan bernapas
c. Cedera kepala berat
d. Cedera tulang belakang
e. Syok
f. Kejang
g. Nyeri dada
h. Cedera multipel
i. Trauma dada/abdomen terbuka
j. Kelainan persalinan
k. Perdarahan tidak terkontrol
2. Kuning : Darurat Tidak Gawat (waktu respon : 30 menit)
a. Nyeri karena gangguan paru
b. Luka bakar
c. Penurunan kesadaran (GCS > 8)
d. Diare dengan dehidrasi sedang
e. Muntah terus menerus
f. Panas tinggi
3. Hijau : Tidak Gawat Tidak Darurat (waktu respon : 60 menit)
a. Fraktur tertutup
b. Dislokasi
c. Luka minor
d. Batuk
4. Hitam : Death On Arrival (waktu respon : 120 menit)
Meninggal
H. PROSES TRIAGE DALAM KEPERAWATAN
Proses triage mengikuti langkah-langkah proses keperawatan yaitu tahap pengkajian, penetapan
diagnosa, perencanaan, intervensi, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Ketika komunikasi dilakukan, perawat melihat keadaan pasien secara umum. Perawat
mendengarkan apa yang dikatakan pasien, dan mewaspadai isyarat oral. Riwayat penyakit
yang diberikan oleh pasien sebagai informasi subjektif. Tujuan informasi dapat dikumpulkan
dengan mendengarkan nafas pasien, kejelasan berbicara, dan kesesuaian wacana. Temuan
seperti mengi, takipnea, batuk produktif (kering), bicara cadel, kebingungan, dan
disorientasi adalah contoh data objektif yang dapat langsung dinilai. Informasi tambahan
lain dapat diperoleh dengan pengamatan langsung oleh pasien. Lakukan pengukuran objektif
seperti suhu, tekanan darah, berat badan, gula darah, dan sirkulasi darah. Aturan praktis
yang baik untuk diingat adalah bahwa perawatan apapun dapat dilakukan dengan mata,
tangan, atau hidung dengan arahan yang cukup dari perawat.
2. Diagnosa
Dalam triage diagnosa dinyatakan sebagai ukuran yang mendesak. Apakah masalah
termasuk ke dalam kondisi Emergency (mengancam kehidupan, anggota badan, atau
kecacatan). Urgen (mengancam kehidupan, anggota badan, atau kecacatan) atau non- urgen.
Diagnosa juga meliputi penentuan kebutuhan pasien untuk perawatan seperti dukungan,
bimbingan, jaminan, pendidikan, pelatihan, dan perawatan lainnya yang memfasilitasi
kemampuan pasien untuk mencari perawatan
3. Perencanaan
Dalam triage rencana harus bersifat kolaboratif. Perawat harus dengan seksama menyelidiki
keadaan yang berlaku dengan pasien, mengidentifikasi faktor-faktor kunci yang penting, dan
mengembangkan rencana perawatan yang diterima pasien. Hal ini sering membutuhkan
proses negosiasi, didukung dengan pendidikan pasien. Adalah tugas perawat untuk bertindak
berdasarkan kepentingan terbaik pasien dan kemungkinan pasien dapat mengikuti.
Kolaborasi juga mungkin perlu dengan anggota tim kesehatan lain juga.
4. Intervensi
Dalam analisis akhir, bisa memungkinkan bahwa perawat tidak dapat melakukan apa-apa
untuk pasien. Oleh karena itu harus ada pendukung lain yang tersedia, misalnya dokter
untuk menentukan tindakan yang diinginkan. Untuk itu, perawat triage harus
mengidentifikasi sumber daya untuk mengangkut pasien dengan tepat. Oleh karena itu
perawat triage juga memiliki peran penting dalam kesinambungan perawatan pasien.
Protokol triage atau protap tindakan juga dapat dipilih dalam pelaksanaan triage
5. Evaluasi
Langkah terakhir dalam proses keperawatan adalah evaluasi. Dalam konteks organisasi
keperawatan, evaluasi adalah ukuran dari apakah tindakan yang diambil tersebut efektif atau
tidak. Jika pasien tidak membaik, perawat memiliki tanggung jawab untuk menilai kembali
pasien, mengkonfirmasikan diagnosa urgen, merevisi rencana perawatan jika diperlukan,
merencanakan, dan kemudian mengevaluasi kembali. Pertemuan ini bukan yang terakhir,
sampai perawat memiliki keyakinan bahwa pasien akan kembali atau mencari perawatan
yang tepat jika kondisi mereka memburuk atau gagal untuk meningkatkan seperti yang
diharapkan. Sebagai catatan akhir, adalah penting bahwa perawat triage harus bertindak
hati-hati, Jika ada keraguan tentang penilaian yang sudah dibuat, kolaborasi dengan medis,
perlu diingat perawat triage harus selalu bersandar pada arah keselamatan pasien.
(Rutenberg, 2009).
DAFTAR PUSTAKA

Oman, Kathleen S. 2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta : EGC

Wijaya, S. 2010. KONSEP Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Denpasar. PSIK FK

Pusponegoro, D A et al. 2010. Buku Panduan Basic Trauma and Cardiac Life Support. Jakarta.
Diklat Ambulance AGD 11S

ACEM. 2014. Emergency Departemen Design Guidlines, G15. Third section, Australian College
for Emergency Medicine.

Manitoba Health. 2010. Concept : coronary heart desease/ischemic hearth. Jakarta. Erlangga

Falde, Gardian. 2009. Emergency medicine 5th edition. Australia : Elsevier

Anda mungkin juga menyukai