DISUSUN OLEH
201910461011025
2020
A. DEFINISI
Sindrom Koroner Akut (SKA) yang biasa dikenal dengan penyakit jantung
koroner adalah suatu kegawatdaruratan pembuluh darah koroner yang terdiri dari infark
miokard akut dengan gambaran elektrokardiografi (EKG) elevasi segmen ST (ST
Elevation Myocard Infark/ STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (Non
STEMI) dan angina pektoris tidak stabil (APTS). Sindrom koroner akut adalah fenomena
di mana aliran darah menuju ke jantung berkurang secara dramatis. Penyakit ini
merupakan ancaman yang serius bagi kehidupan dan kesehatan. Serangan jantung dan
nyeri dada seperti tertindih benda berat merupakan manifestasi yang biasa terjadi akibat
sindrom koroner akut (Satoto, 2019).
NSTEMI adalah infark miokard akut tanpa elevasi ST yang terjadi dengan
mengembangkan oklusi lengkap arteri koroner kecil atau oklusi parsial arteri koroner
utama yang sebelumnya terkena aterosklerosis. Hal ini menyebabkan kerusakan
ketebalan parsial otot jantung. Jumlah NSTEMI sekitar 30% dari semua serangan
jantung. Pada APTS dan NSTEMI pembuluh darah terlibat tidak mengalami oklusi total/
oklusi tidak total (patency), sehingga dibutuhkan stabilisasi plak untuk mencegah
progresi, trombosis dan vasokonstriksi. Penentuan troponin I/T ciri paling sensitif dan
spesifik untuk nekrosis miosit dan penentuan patogenesis dan alur pengobatannya.
Sedang kebutuhan miokard tetap dipengaruhi obat-obat yang bekerja terhadap kerja
jantung, beban akhir, status inotropik, beban awal untuk mengurangi konsumsi O2
miokard. APTS dan NSTEMI merupakan SKA yang ditandai oleh ketidakseimbangan
pasokan dan kebutuhan oksigen miokard (Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Beare.
2010).
B. ETIOLOGI
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan peningkatan kebutuhan
oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena
thrombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner, sehingga terjadi iskemia miokard
dan dapat menyebabkan nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih kecil, biasanya
terbatas pada subendokardium. Keadaan ini tidak dapat menyebabkan elevasi segmen ST,
namun menyebabkan pelepasan penanda nekrosis.
Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard yang dihasilkan dari
penyempitan arteri koroner disebabkan oleh thrombus nonocclusive yang telah
dikembangkan pada plak aterosklerotik terganggu. Penyempitan abnormal dari arteri
koroner mungkin juga bertanggung jawab (Elfi, 2015).
C. FAKTOR RESIKO
a) Umur
b) Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat
setelah menopause
d) Hereditas
D. MANIFESTASI KLINIS
a. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa terbakar, ditindih
benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang berlangsung ≥ 20
menit, tidak berkurang dengan pemberian nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat,
pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan lemas.
c. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.
d. Bisa atipik:
2) Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau gagal jantung bisa
tanpa disertai nyeri dada.
E. PATOFISIOLOGI
Sakit dada pada NSTEMI disebabkan karena timbulnya iskemia miokard atau
karena suplai darah dan oksigen ke miokard berkurang. Aliran darah berkurang karena
penyempitan pembuluh darah koroner (arteri koronaria). Penyempitan terjadi karena
proses ateroskleosis atau spasme pembuluh koroner atau kombinasi proses aterosklerosis
dan spasme.
Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima arteri besar.
Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan mengganggu absorbsi nutrient oleh sel-
sel endotel yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran
darah karena timbunan ini menonjol ke lumen pembuluh darah. Endotel pembuluh darah
yang terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen
menjadi semakin sempit dan aliran darah terhambat. Pada lumen yang menyempit dan
berdinding kasar, akan cenderung terjadi pembentukan bekuan darah. Hal ini
menjelaskan bagaimana terjadinya koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit
tromboemboli, yang merupakan komplikasi tersering aterosklerosis.
Pada mulanya, suplai darah tersebut walaupun berkurang masih cukup untuk
memenuhi kebutuhan miokard pada waktu istirahat, tetapi tidak cukup bila kebutuhan
oksigen miokard meningkat seperti pada waktu pasien melakukan aktivitaas fisik yang
cukup berat. Pada saat beban kerja suatu jaringan meningkat, kebutuhan oksigennya juga
meningkat. Apabila kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang sehat, arteri-arteri
koroner akan berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot
jantung. Akan tetapi apabila arteri koroner mengalami kekakuan atau menyempit akibat
aterosklerosis dan tidak dapatberdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan
oksigen, dan terjadi iskemia(kekurangan suplai darah) miokardium dan sel-sel
miokardium mulai menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan
energinya. Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi No (nitrat
Oksid0 yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak
adanya fungsi ini dapat menyababkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus
koroner yang memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard
berkurang.
Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala yang begitu nampak bila
belum mencapai 75 %. Bila penyempitan lebih dari 75 % serta dipicu dengan aktifitas
berlebihan maka suplai darah ke koroner akan berkurang. Proses pembentukan energy ini
sangat tidak efisien dan menyebabkan pembentukan asam laktat. Asam laktat
menurunkan pH miokardium dan menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan NSTEMI.
Apabila kebutuhan energy sel-sel jantung berkurang, suplai oksigen oksigen menjadi
adekut dan sel-sel otot kembali keproses fosforilasi oksidatif untuk membentuk energy.
Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan menghilangnya penimbunan asam
laktat, nyeri NSTEMI mereda (Corwin, EJ. 2009).
F. PATHWAY
B1 B2 B3 B4 B5 B6
Aliran darah ke paru Edema dan bengkak Metabolisme an Aliran darah ke ginjal Nyeri Gangguan fungsi
terganggu sekitar miokard aerob menurun vertikel
Mual
Suplai O2 tidak Peningkatan asam Produksi urine Penurunan aliran
Jalur hantaran listrik
seimbang laktat menurun darah
terganggu
Muntah
Intoleransi Aktifitas
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Biomarker Jantung:
2) Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi mengikat
tropomiosin.
1. Area Gangguan
2. Fraksi Ejeksi
Fraksi ejeksi adalah daya sembur jantung dari ventrikel ke aorta. Freksi pada
prinsipnya adalah presentase dari selisih volume akhir diastolik dengan volume
akhir sistolik dibagi dengan volume akhir diastolik. Nilai normal > 50%. Dan
apabila < dari 50% fraksi ejeksi tidak normal.
H. Penatalaksanaan Medis
Tatalaksana awal pasien dugaan SKA (dilakukan dalam waktu 10 menit) (Rab, T. 2008):
EKG harus dilakukan segera dan dilakukan rekaman EKG berkala untuk
mendapatkan ada tidaknya elevasi segmen ST. Troponin T/I diukur saat masuk, jika
normal diulang 6-12 jam kemudian. Enzim CK dan CKMB diperiksa pada pasien dengan
onset < 6 jam dan pada pasien pasca infark < 2minggu dengan iskemik berulang untuk
mendeteksi reinfark atau infark periprosedural.
I. Komplikasi
a. Disfungsi ventrikuler
b. Gangguan hemodinamik
c. Gagal jantung
d. Syok kardiogenik
f. Emboli sitemik/pilmonal
g. Perikardiatis
h. Ruptur
i. Ventrikrel
j. Otot papilar
m. Aneurisma ventrikel
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien IMA biasanya baik atau
compos mentis (CM) dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan
perusi sistem saraf pusat.
b. B1 (Breathing)
Klien terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal dan mengeluh sesak napas
seperti tercekik. Dispnea kardiak biasanya ditemukan. Sesak napas terjadi akibat
pengerahan tenaga dan disebabkan oleh kenaikan tekanan akhir diastolic ventrikel
kiri yang meningkatkan tekanan vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena terdapat
kegagalan peningkatan curah darah oleh ventrikel kiri pada saat melakukan kegiatan
fisik. Dispnea kardiak pada infark miokardium yang kronis dapat timbul pada saat
istirahat.
c. B2 (Blood)
1. Inspeksi : adanya jaringan parut pada dada klien. Keluhan lokasi nyeri
biasanya di daerah substernal atau nyeri atas pericardium. Penyebaran nyeri
dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan
bahu dan tangan.
2. Palpasi : denyut nadi perifer melemah. Thrill pada IMA tanpa komplikasi
biasanya tidak ditemukan.
3. Auskultasi : tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume
sekuncup yang disebabkan IMA. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan
katup biasanya tidak ditemukan pada IMA tanpa komplikasi.
4. Perkusi: batas jantung tidak mengalami pergeseran
d. B3 (Brain)
Kesadaran umum klien biasanya CM. Pengkajian objektif klien, yaitu wajah
meringis, menangis, merintis, merenggang, dan menggeliat yang merupakan
respons dari adanya nyeri dada akibat infark pada miokardium. Tanda klinis lain
yang ditemukan adalah takikardia, dispnea pada saat istirahat maupun saat
beraktivitas.
e. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine dengan intake cairan klien. Oleh karena
itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria pada klien dengan IMA karena
merupakan tanda awal syok kardiogenik.
f. B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi abdomen
ditemukan nyeri tekan pada keempat kuadran, penurunan peristaltic usus yang
merupakan tanda utama IMA.
g. B6 (Bone)
Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Klien sering merasa
kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga
teratur. perubahan postur tubuh.
K. Diagnosa Keperawatan
2) wajah meringis
3) gelisah
4) delirium
5) Nyeri dada
6) Gambaran foto torak terdpat pembesaran jantung & kongestif paru (tidak
selalu)
1) Dispnea berat
2) Gelisah
3) Sianosis
4) perubahan GDA
5) hipoksemia
f. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan Depresi pusat pernafasan (iskemia
miokard)
NO DIAGNOSA SLKI SIKI
1 Pola nafas tidak efektif Tingkat nyeri PEMANTAUAN RESPIRASI (I.01014)
b.d Depresi pusat Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Observasi
pernafasan (iskemia 3x24 jam pola nafas membaik dengan kriteria o Monitor frekuensi, irama, kedalaman,
miokard) hasil (L.01004) : dan upaya napas
Dispnea menurun (5) o Monitor pola napas (seperti bradipnea,
Penggunaan otot bantu nafas menurun (5) takipnea,
RR membaik (5) hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes,
Kedalaman nafas membaik (5) Biot, ataksik0
o Monitor kemampuan batuk efektif
o Monitor adanya produksi sputum
o Monitor adanya sumbatan jalan napas
o Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
o Auskultasi bunyi napas
o Monitor saturasi oksigen
o Monitor nilai AGD
o Monitor hasil x-ray toraks
2. Terapeutik
o Atur interval waktu pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
o Dokumentasikan hasil pemantauan
3. Edukasi
o Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
o Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
3 Hipervolemia b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama PEMANTAUAN CAIRAN (I.03121)
kelebihan asupan natrim 3x24 jam keseimbangan cairan meningkat dengan 1. Observasi
(retensi Na dan air) kriteria hasil (L.03020): o Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
1. Asupan cairan meningkat (5) o Monitor frekuensi nafas
2. Asupan makan meningkat (5) o Monitor tekanan darah
3. Edema menurun (5) o Monitor berat badan
4. Dehidrasi menurun (5) o Monitor waktu pengisian kapiler
5. Tekanan darah membaik (5) o Monitor elastisitas atau turgor kulit
6. Turgor kulit membaik (5) o Monitor jumlah, waktu dan berat jenis
urine
o Monitor kadar albumin dan protein total
o Monitor hasil pemeriksaan serum (mis.
Osmolaritas serum, hematocrit, natrium,
kalium, BUN)
o Identifikasi tanda-tanda hipovolemia
(mis. Frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan darah menurun,
tekanan nadi menyempit, turgor kulit
menurun, membrane mukosa kering,
volume urine menurun, hematocrit
meningkat, haus, lemah, konsentrasi
urine meningkat, berat badan menurun
dalam waktu singkat)
o Identifikasi tanda-tanda hypervolemia
9mis. Dyspnea, edema perifer, edema
anasarka, JVP meningkat, CVP
meningkat, refleks hepatojogular positif,
berat badan menurun dalam waktu
singkat)
o Identifikasi factor resiko
ketidakseimbangan cairan (mis. Prosedur
pembedahan mayor, trauma/perdarahan,
luka bakar, apheresis, obstruksi
intestinal, peradangan pankreas, penyakit
ginjal dan kelenjar, disfungsi intestinal)
2. Terapeutik
o Atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
o Dokumentasi hasil pemantauan
3. Edukasi
o Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
o Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
4 Nyeri berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri :
dengan iskemia jaringan didapatkan Kontrol Nyeri, adekuat dengan
sekunder terhadap kriteria hasil: Observasi
sumbatan arteri 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
1. Melaporkan nyeri terkontrol meningkat (5) kualitas dan intensitas nyeri
2. Kemampuan mengenali onset nyeri meningkat 2. Identifikasi skala nyeri
(5) 3. Identifikasi faktor yang memperberat dan
3. Kemampuan mengenali penyebab nyeri memperingan nyeri
meningkat (5)
4. Kemampuan menggunakan teknik non Terapeutik
farmakologi meningkat (5) 4. Berikan teknik non farmakologi untuk mengurangi
5. Keluhan nyeri menurun (5) nyeri (kompres air hangat)
6. Penggunaan analgesic menurun (5) 5. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
6. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
7. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian analgesic, jika diperlukan
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Elfi, E. F. (2015). Laporan Kasus Sindrom Koroner Akut dengan Komplikasi Udem Paru Akut
dan Henti Jantung. Jurnal Kesehatan Andalas, 4(2), 613–617.
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Satoto, H. H. (2019). Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner Coronary Heart Disease
Pathophysiology. Jurnal Anastesiologi Indonesia, 209–224.
Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Beare. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Ed. 8. Vol. 3. Jakarta : EGC.
Sudoyo A.,W, (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke Empat-Jilid III.
Universitas Indonesia: Jakarta
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia