Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN NSTEMI (ST Elevation

Myocard Infark) DI RUANG ICU RUMAH SAKIT


MUHAMMADIYAH MALANG

DISUSUN OLEH

NUKE YOLANDA JENNIS CANDRA NINGRUM

201910461011025

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2020
A. DEFINISI

Sindrom Koroner Akut (SKA) yang biasa dikenal dengan penyakit jantung
koroner adalah suatu kegawatdaruratan pembuluh darah koroner yang terdiri dari infark
miokard akut dengan gambaran elektrokardiografi (EKG) elevasi segmen ST (ST
Elevation Myocard Infark/ STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (Non
STEMI) dan angina pektoris tidak stabil (APTS). Sindrom koroner akut adalah fenomena
di mana aliran darah menuju ke jantung berkurang secara dramatis. Penyakit ini
merupakan ancaman yang serius bagi kehidupan dan kesehatan. Serangan jantung dan
nyeri dada seperti tertindih benda berat merupakan manifestasi yang biasa terjadi akibat
sindrom koroner akut (Satoto, 2019).

NSTEMI adalah  adanya ketidakseimbangan antara pemintaan dan suplai oksigen


ke miokardium terutama akibat penyempitan arteri koroner akan menyebabkan iskemia
miokardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan
reversibel pada tingkat sel dan jaringan. (Sylvia,2008). NSTEMI adalah infark miokard
akut tanpa elevasi ST yang terjadi dengan mengembangkan oklusi lengkap arteri koroner
kecil atau oklusi parsial arteri koroner utama yang sebelumnya terkena aterosklerosis. Hal
ini menyebabkan kerusakan ketebalan parsial otot jantung (Sudoyo A.,W, 2006).

NSTEMI adalah infark miokard akut tanpa elevasi ST yang terjadi dengan
mengembangkan oklusi lengkap arteri koroner kecil atau oklusi parsial arteri koroner
utama yang sebelumnya terkena aterosklerosis. Hal ini menyebabkan kerusakan
ketebalan parsial otot jantung. Jumlah NSTEMI sekitar 30% dari semua serangan
jantung. Pada APTS dan NSTEMI pembuluh darah terlibat tidak mengalami oklusi total/
oklusi tidak total (patency), sehingga dibutuhkan stabilisasi plak untuk mencegah
progresi, trombosis dan vasokonstriksi. Penentuan troponin I/T ciri paling sensitif dan
spesifik untuk nekrosis miosit dan penentuan patogenesis dan alur pengobatannya.
Sedang kebutuhan miokard tetap dipengaruhi obat-obat yang bekerja terhadap kerja
jantung, beban akhir, status inotropik, beban awal untuk mengurangi konsumsi O2
miokard. APTS dan NSTEMI merupakan SKA yang ditandai oleh ketidakseimbangan
pasokan dan kebutuhan oksigen miokard (Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Beare.
2010).
B. ETIOLOGI
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan peningkatan kebutuhan
oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena
thrombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner, sehingga terjadi iskemia miokard
dan dapat menyebabkan nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih kecil, biasanya
terbatas pada subendokardium. Keadaan ini tidak dapat menyebabkan elevasi segmen ST,
namun menyebabkan pelepasan penanda nekrosis.
Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard yang dihasilkan dari
penyempitan arteri koroner disebabkan oleh thrombus nonocclusive yang telah
dikembangkan pada plak aterosklerotik terganggu. Penyempitan abnormal dari arteri
koroner mungkin juga bertanggung jawab (Elfi, 2015).

C. FAKTOR RESIKO

1) Yang tidak dapat diubah

a) Umur

b) Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat
setelah menopause

c) Riwayat penyakit jantung coroner pada anggota keluarga di usia muda


(anggota keluarga laki-laki muda dari usia 55 tahun atau anggota keluarga
perempuan yang lebih muda dari usia 65 tahun).

d) Hereditas

e) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam

2) Yang dapat diubah

a) Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, Merokok, Diabete, Obesitas, Diet tinggi


lemak jenuh, kalori
b) Minor : Inaktifitas fisik, emosional, agresif, ambisius, kompetitif, stress
psikologis berlebihan

D. MANIFESTASI KLINIS

a. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa terbakar, ditindih
benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang berlangsung ≥ 20
menit, tidak berkurang dengan pemberian nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat,
pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan lemas.

b. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.

c. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.

d. Bisa atipik:

1) Pada manula: bisa kolaps atau bingung

2) Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau gagal jantung bisa
tanpa disertai nyeri dada.

E. PATOFISIOLOGI
Sakit dada pada NSTEMI disebabkan karena timbulnya iskemia miokard atau
karena suplai darah dan oksigen ke miokard berkurang. Aliran darah berkurang karena
penyempitan pembuluh darah koroner (arteri koronaria). Penyempitan terjadi karena
proses ateroskleosis atau spasme pembuluh koroner atau kombinasi proses aterosklerosis
dan spasme.
Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima arteri besar.
Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan mengganggu absorbsi nutrient oleh sel-
sel endotel yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran
darah karena timbunan ini menonjol ke lumen pembuluh darah. Endotel pembuluh darah
yang terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen
menjadi semakin sempit dan aliran darah terhambat. Pada lumen yang menyempit dan
berdinding kasar, akan cenderung terjadi pembentukan bekuan darah. Hal ini
menjelaskan bagaimana terjadinya koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit
tromboemboli, yang merupakan komplikasi tersering aterosklerosis.
Pada mulanya, suplai darah tersebut walaupun berkurang masih cukup untuk
memenuhi kebutuhan miokard pada waktu istirahat, tetapi tidak cukup bila kebutuhan
oksigen miokard meningkat seperti pada waktu pasien melakukan aktivitaas fisik yang
cukup berat. Pada saat beban kerja suatu jaringan meningkat, kebutuhan oksigennya juga
meningkat. Apabila kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang sehat, arteri-arteri
koroner akan berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot
jantung. Akan tetapi apabila arteri koroner mengalami kekakuan atau menyempit akibat
aterosklerosis dan tidak dapatberdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan
oksigen, dan terjadi iskemia(kekurangan suplai darah) miokardium dan sel-sel
miokardium mulai menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan
energinya. Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi No (nitrat
Oksid0 yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif.  Dengan tidak
adanya fungsi ini dapat menyababkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus
koroner yang memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard
berkurang. 
Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala yang begitu nampak bila
belum mencapai 75 %.  Bila penyempitan lebih dari 75 % serta dipicu dengan aktifitas
berlebihan maka suplai darah ke koroner akan berkurang. Proses pembentukan energy ini
sangat tidak efisien dan menyebabkan pembentukan asam laktat. Asam laktat
menurunkan pH miokardium dan menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan NSTEMI.
Apabila kebutuhan energy sel-sel jantung berkurang, suplai oksigen oksigen menjadi
adekut dan sel-sel otot kembali keproses fosforilasi oksidatif untuk membentuk energy.
Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan menghilangnya penimbunan asam
laktat, nyeri NSTEMI mereda (Corwin, EJ. 2009).
F. PATHWAY

Aliran darah koroner menurun Iskemia Miokard

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Aliran darah ke paru Edema dan bengkak Metabolisme an Aliran darah ke ginjal Nyeri Gangguan fungsi
terganggu sekitar miokard aerob menurun vertikel

Mual
Suplai O2 tidak Peningkatan asam Produksi urine Penurunan aliran
Jalur hantaran listrik
seimbang laktat menurun darah
terganggu
Muntah

Meningkatkan Pompa jantung tidak Curah jantung


Menyentuh ujung Retensi Na dan air,
kebutuhan O2 Resiko menurun
terkoordinasi syaraf reseptor Ekskresi Kalium ketidakseimbangan
meningkat nutrisi

Takipneu Vol sekuncup turun Nyeri Dada Suplai O2 ke jaringan


Hipervolemia menurun

Pola nafas tidak Penurunan Curah Nyeri Akut


efektif Jantung Kelemahan

Intoleransi Aktifitas
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Biomarker Jantung:

Troponin T dan Troponin I

Petanda biokimia troponin T dan troponin I mempunyai peranan yang sangat


penting pada diagnostik, stratifikasi dan pengobatan penderita Sindroma Koroner
Akut (SKA).Troponin T mempunyai sensitifitas 97% dan spesitifitas 99% dalam
mendeteksi kerusakan sel miokard bahkan yang minimal sekalipun (mikro infark).
Sedangkan troponin I memiliki nilai normal 0,1. Perbedaan troponin T dengan
troponin I:

1) Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu komponen


inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin.

2) Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi mengikat
tropomiosin.

b. EKG (T Inverted dan ST Depresi)

Pada pemeriksaan EKG dijumpai adanya gambaran T Inverted dan ST depresi


yang menunjukkan adanya iskemia pada arteri koroner. Jika terjadi iskemia,
gelombang T menjadi terbalik (inversi), simetris, dan biasanya bersifat sementara
(saat pasien simptomatik). Bila pada kasus ini tidak didapatkan kerusakan
miokardium, sesuai dengan pemeriksaan CK-MB (creatine kinase-myoglobin)
maupun troponin yang tetap normal, diagnosisnya adalah angina tidak stabil. Namun,
jika inversi gelombang T menetap, biasanya didapatkan kenaikan kadar troponin, dan
diagnosisnya menjadi NSTEMI. Angina tidak stabil dan NSTEMI disebabkan oleh
thrombus non-oklusif, oklusi ringan (dapat mengalami reperfusi spontan), atau oklusi
yang dapat dikompensasi oleh sirkulasi kolateral yang baik.

c. Echo Cardiografi pada Pasien Non-ST Elevasi Miokardial Infark

1. Area Gangguan
2. Fraksi Ejeksi
Fraksi ejeksi adalah daya sembur jantung dari ventrikel ke aorta. Freksi pada
prinsipnya adalah presentase dari selisih volume akhir diastolik dengan volume
akhir sistolik dibagi dengan volume akhir diastolik. Nilai normal > 50%. Dan
apabila < dari 50% fraksi ejeksi tidak normal.

3. Angiografi koroner (Coronari angiografi)

Untuk menentukan derajat stenosis pada arteri koroner. Apabila pasien


mengalami derajat stenosis 50% padapasien dapat diberikan obat-obatan. Dan
apabila pasien mengalami stenosis lebih dari 60% maka pada pasien harus di
intervensi dengan pemasangan stent.

H. Penatalaksanaan Medis
Tatalaksana awal pasien dugaan SKA (dilakukan dalam waktu 10 menit) (Rab, T. 2008):

a. Memeriksa tanda-tanda vital

b. Mendapatkan akses intra vena

c. Merekam dan menganalisis EKG

d. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik

e. Mengambil sediaan untuk pemeriksaan enzim jantung, elektrolit serta pemeriksaan


koagulasi

f. Mengambil foto rongten thorax (<30 menit).

EKG harus dilakukan segera dan dilakukan rekaman EKG berkala untuk
mendapatkan ada tidaknya elevasi segmen ST. Troponin T/I diukur saat masuk, jika
normal diulang 6-12 jam kemudian. Enzim CK dan CKMB diperiksa pada pasien dengan
onset < 6 jam dan pada pasien pasca infark < 2minggu dengan iskemik berulang untuk
mendeteksi reinfark atau infark periprosedural.

Tatalaksana awal SKA tanpa elevasi segmen ST di unit emergency:

a. Oksigen 4 L/ menit (saturasi oksigen dipertahankan > 90%)

b. Aspirin 160 mg (dikunyah)


c. Tablet nitrat 5mg sublingual (dapat diualang 3x) lalu per drip bila  masih nyeri dada.

d. Mofin IV (2,5mg-5mg) bila nyeri dada tidak teratasi dengan nitrat.

I. Komplikasi

Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien NSTEMI, adalah:

a. Disfungsi ventrikuler

Setelah NSTEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial dalambentuk,


ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses
inidisebut remodeling ventikuler dan umumnya mendahului berkembangnya gagal
jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark.

b. Gangguan hemodinamik

Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama kematian di rumah


sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan
tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark ) dan sesudahnya.
Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3
dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.

c. Gagal jantung

d. Syok kardiogenik

e. Perluasan Infark Miokard

f. Emboli sitemik/pilmonal

g. Perikardiatis

h. Ruptur

i. Ventrikrel

j. Otot papilar

k. Kelainan septal ventrikel


l. Disfungsi katup

m. Aneurisma ventrikel

n. Sindroma infark pascamiokardias

J. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum

Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien IMA biasanya baik atau
compos mentis (CM) dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan
perusi sistem saraf pusat.

b. B1 (Breathing)
Klien terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal dan mengeluh sesak napas
seperti tercekik. Dispnea kardiak biasanya ditemukan. Sesak napas terjadi akibat
pengerahan tenaga dan disebabkan oleh kenaikan tekanan akhir diastolic ventrikel
kiri yang meningkatkan tekanan vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena terdapat
kegagalan peningkatan curah darah oleh ventrikel kiri pada saat melakukan kegiatan
fisik. Dispnea kardiak pada infark miokardium yang kronis dapat timbul pada saat
istirahat.
c. B2 (Blood)
1. Inspeksi : adanya jaringan parut pada dada klien. Keluhan lokasi nyeri
biasanya di daerah substernal atau nyeri atas pericardium. Penyebaran nyeri
dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan
bahu dan tangan.
2. Palpasi : denyut nadi perifer melemah. Thrill pada IMA tanpa komplikasi
biasanya tidak ditemukan.
3. Auskultasi : tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume
sekuncup yang disebabkan IMA. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan
katup biasanya tidak ditemukan pada IMA tanpa komplikasi.
4. Perkusi: batas jantung tidak mengalami pergeseran
d. B3 (Brain)
Kesadaran umum klien biasanya CM. Pengkajian objektif klien, yaitu wajah
meringis, menangis, merintis, merenggang, dan menggeliat yang merupakan
respons dari adanya nyeri dada akibat infark pada miokardium. Tanda klinis lain
yang ditemukan adalah takikardia, dispnea pada saat istirahat maupun saat
beraktivitas.
e. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine dengan intake cairan klien. Oleh karena
itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria pada klien dengan IMA karena
merupakan tanda awal syok kardiogenik.
f. B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi abdomen
ditemukan nyeri tekan pada keempat kuadran, penurunan peristaltic usus yang
merupakan tanda utama IMA.
g. B6 (Bone)
Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Klien sering merasa
kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga
teratur. perubahan postur tubuh.
K. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri


ditandai dengan :

1) nyeri dada dengan / tanpa penyebaran

2) wajah meringis

3) gelisah

4) delirium

5) perubahan nadi, tekanan darah.

b. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan factor-faktor


listrik, penurunan karakteristik miokard
c. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan , iskemik, kerusakan otot
jantung, penyempitan /penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria ditandai
dengan :

1) Daerah perifer dingin

2) EKG elevasi segmen ST & Q patologis pada lead tertentu

3) RR lebih dari 24 x/ menit

4) Kapiler refill Lebih dari 3 detik

5) Nyeri dada

6) Gambaran foto torak terdpat pembesaran jantung & kongestif paru (tidak
selalu)

7) HR lebih dari 100 x/menit, TD > 120/80AGD dengan : pa O2 < 80 mmHg, pa


Co2 > 45mmHg dan Saturasi < 80 mmHg

8) Nadi lebih dari 100 x/ menit

9) Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL

10) Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan


penurunan perfusi ginjal,peningkatan natrium / retensi air, peningkatan
tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.

d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli


atau Kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar- kapiler (atelektasis,
kolaps jalan nafas/alveolar edema paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan
aktif) ditandai dengan :

1) Dispnea berat

2) Gelisah

3) Sianosis

4) perubahan GDA
5) hipoksemia

e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai


oksigen miocard dan kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik jaringan miocard
ditandai dengan gangguan frekuensi jantung,tekanan darah dalam aktifitas,
terjadinya disritmia, kelemahan umum

f. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan Depresi pusat pernafasan (iskemia
miokard)
NO DIAGNOSA SLKI SIKI
1 Pola nafas tidak efektif Tingkat nyeri PEMANTAUAN RESPIRASI (I.01014)
b.d Depresi pusat Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Observasi
pernafasan (iskemia 3x24 jam pola nafas membaik dengan kriteria o Monitor frekuensi, irama, kedalaman,
miokard) hasil (L.01004) : dan upaya napas
Dispnea menurun (5) o Monitor pola napas (seperti bradipnea,
Penggunaan otot bantu nafas menurun (5) takipnea,
RR membaik (5) hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes,
Kedalaman nafas membaik (5) Biot, ataksik0
o Monitor kemampuan batuk efektif
o Monitor adanya produksi sputum
o Monitor adanya sumbatan jalan napas
o Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
o Auskultasi bunyi napas
o Monitor saturasi oksigen
o Monitor nilai AGD
o Monitor hasil x-ray toraks
2. Terapeutik
o Atur interval waktu pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
o Dokumentasikan hasil pemantauan
3. Edukasi
o Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
o Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu

2 Penurunan curah ·    setelah dilakukan tindakan keperawatn PERAWATAN JANTUNG (I.02075)


jantung b.d perubahan selama 3x24 jam curah jantung meningkat 1. Observasi
frekuensi jantung dengan kriteria hasil (L.02008): o Identifikasi tanda/gejala primer
Penurunan curah jantung (meliputi
1. Bradikardi menurun (5) dispenea, kelelahan, adema ortopnea
2. Edema menunrun (5) paroxysmal nocturnal dyspenea,
3. DVJ menurun (5) peningkatan CPV)
4. Dispnea menurun (5) o Identifikasi tanda /gejala sekunder
5. Pucat dan sianosis (5) penurunan curah jantung (meliputi
6. Suara jantung S3 menurun (5) peningkatan berat badan, hepatomegali
7. Suara jantung S4 menurun (5) ditensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi
8. Tekanan darah membaik (5) basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
9. CRT Membaik (5) o Monitor tekanan darah (termasuk
     tekanan darah ortostatik, jika perlu)
·     o Monitor intake dan output cairan
o Monitor berat badan setiap hari pada
waktu yang sama
o Monitor saturasi oksigen
o Monitor keluhan nyeri dada (mis.
Intensitas, lokasi, radiasi, durasi,
presivitasi yang mengurangi nyeri)
o Monitor EKG 12 sadapoan
o Monitor aritmia (kelainan irama dan
frekwensi)
o Monitor nilai laboratorium jantung (mis.
Elektrolit, enzim jantung, BNP, Ntpro-
BNP)
o Monitor fungsi alat pacu jantung
o Periksa tekanan darah dan frekwensi
nadisebelum dan sesudah aktifitas
o Periksa tekanan darah dan frekwensi nadi
sebelum pemberian obat (mis.
Betablocker, ACEinhibitor, calcium
channel blocker, digoksin)
2. Terapeutik
o Posisikan pasien semi-fowler atau fowler
dengan kaki kebawah atau posisi nyaman
o Berikan diet jantung yang sesuai (mis.
Batasi asupan kafein, natrium, kolestrol,
dan makanan tinggi lemak)
o Gunakan stocking elastis atau pneumatik
intermiten, sesuai indikasi
o Fasilitasi pasien dan keluarga untuk
modifikasi hidup sehat
o Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stres, jika perlu
o Berikan dukungan emosional dan
spiritual
o Berikan oksigen untuk memepertahankan
saturasi oksigen >94%
3. Edukasi
o Anjurkan beraktivitas fisik sesuai
toleransi
o Anjurkan beraktivitas fisik secara
bertahap
o Anjurkan berhenti merokok
o Ajarkan pasien dan keluarga mengukur
berat badan harian
o Ajarkan pasien dan keluarga mengukur
intake dan output cairan harian
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika
perlu
o Rujuk ke program rehabilitasi jantung

3 Hipervolemia b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama PEMANTAUAN CAIRAN (I.03121)
kelebihan asupan natrim 3x24 jam keseimbangan cairan meningkat dengan 1. Observasi
(retensi Na dan air) kriteria hasil (L.03020): o Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
1. Asupan cairan meningkat (5) o Monitor frekuensi nafas
2. Asupan makan meningkat (5) o Monitor tekanan darah
3. Edema menurun (5) o Monitor berat badan
4. Dehidrasi menurun (5) o Monitor waktu pengisian kapiler
5. Tekanan darah membaik (5) o Monitor elastisitas atau turgor kulit
6. Turgor kulit membaik (5) o Monitor jumlah, waktu dan berat jenis
urine
o Monitor kadar albumin dan protein total
o Monitor hasil pemeriksaan serum (mis.
Osmolaritas serum, hematocrit, natrium,
kalium, BUN)
o Identifikasi tanda-tanda hipovolemia
(mis. Frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan darah menurun,
tekanan nadi menyempit, turgor kulit
menurun, membrane mukosa kering,
volume urine menurun, hematocrit
meningkat, haus, lemah, konsentrasi
urine meningkat, berat badan menurun
dalam waktu singkat)
o Identifikasi tanda-tanda hypervolemia
9mis. Dyspnea, edema perifer, edema
anasarka, JVP meningkat, CVP
meningkat, refleks hepatojogular positif,
berat badan menurun dalam waktu
singkat)
o Identifikasi factor resiko
ketidakseimbangan cairan (mis. Prosedur
pembedahan mayor, trauma/perdarahan,
luka bakar, apheresis, obstruksi
intestinal, peradangan pankreas, penyakit
ginjal dan kelenjar, disfungsi intestinal)
2. Terapeutik
o Atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
o Dokumentasi hasil pemantauan
3. Edukasi
o Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
o Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
4 Nyeri berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri :
dengan iskemia jaringan didapatkan Kontrol Nyeri, adekuat dengan
sekunder terhadap kriteria hasil: Observasi
sumbatan arteri 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
1. Melaporkan nyeri terkontrol meningkat (5) kualitas dan intensitas nyeri
2. Kemampuan mengenali onset nyeri meningkat 2. Identifikasi skala nyeri
(5) 3. Identifikasi faktor yang memperberat dan
3. Kemampuan mengenali penyebab nyeri memperingan nyeri
meningkat (5)
4. Kemampuan menggunakan teknik non Terapeutik
farmakologi meningkat (5) 4. Berikan teknik non farmakologi untuk mengurangi
5. Keluhan nyeri menurun (5) nyeri (kompres air hangat)
6. Penggunaan analgesic menurun (5) 5. Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi
6. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
7. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri

Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian analgesic, jika diperlukan
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Elfi, E. F. (2015). Laporan Kasus Sindrom Koroner Akut dengan Komplikasi Udem Paru Akut
dan Henti Jantung. Jurnal Kesehatan Andalas, 4(2), 613–617.
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Satoto, H. H. (2019). Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner Coronary Heart Disease
Pathophysiology. Jurnal Anastesiologi Indonesia, 209–224.
Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Beare. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Ed. 8. Vol. 3. Jakarta : EGC.
Sudoyo A.,W, (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke Empat-Jilid III.
Universitas Indonesia: Jakarta
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), 
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai