Anda di halaman 1dari 30

Nama Kelompok : Yoga Andi Pratama (201510420311069)

Nuke Yolanda Jennis (201510420311070)


Nadia Maratu Solihah (201510420311071)
Departemen : Panca Indera
Kelompok : 23

Skenario 1

Pada saat jaga malam ada seorang pasien datang ke RS UMM dengan keluhan
diare yang terus menerus sampai mengalami dehidrasi berat sehingga harus di rawat
inap di ruang Melati. Ranti adalah seorang perawat yang bertugas saat pasien tersebut
datang ke RS UMM. Ranti mencoba menghubungi dr. Harry melalui telepon dan
menyampikan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Ranti. Setelah mendapatkan
pesan dari dr. Harry maka ranti melaksanakan protokol pelayanan kesehatan. Selain
itu dr. Harry meminta bila terjadi perubahan pada kondisi pasien diminta untuk
melaporkan melalui telepon atau ponsel. Sesuai dengan perintah dr. Harry maka Ranti
membuat resep kebagian apotik dan memberikan ke keluarga pasien agar mengambil
obat yang akan diberikan ke pasien dan salah satunya infus. Setelah di infus ternyata
kondisi pasien tidak tambah membaik malah makin memburuk dan Ranti sudah
menyampaikan ke dr. Harry, namun dr. Harry belum juga datang ke RS UMM untuk
visite. Karena pasien makin memburuk melalui telepon dr. Harry menyampaikan agar
dirujuk ke RSSA saja. Setelah dirujuk ke RSSA, Ranti melihat bahwainfus yang
diberikan ke pasien ternyata sudah kadaluarsa tahun 2013. Ranti menyampaikan ke
bagian farmasi dan melaporkan ke dr. Harry atas temuan hal tersebut
Rumusan Masalah

1. Bagaimana peran masing-masing tenaga kesehatan?


2. Bagaimana kolaborasi dan kerjasama antar tenaga kesehatan ?
3. Bagaimana komunikasi efektif dan terapeutik yang digunakan tenaga kerja
kesehatan ?
Jawaban Rumusan Masalah

1. Peran masing-masing tenaga kesehatan


A. Peran Perawat

Menurut UU No. 38 Pasal 29 Tahun 2014 dalam menyelenggarakan praktik


keperawatan, perawat bertugas sebagai :

a. Pemberi asuhan keperawatan


b. Penyuluhan dan konselor bagi klien
c. Pengelola pelayanan keperawatan
d. Peneliti keperwatan
e. Pelaksana tugas berdasarkan limpahan wewenang dan/atau
f. Pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu

Menurut UU no. 38 pasal 30 tahun 2014 dalam menjalankan tugas sebagai


pemberian asuhan keperawatan dibidang upaya kesehatan perorangan, perawat
berwenang sebagai :

a. Melakukan pengkajian keperawatan secara holistik


b. Menetapkan diagnosis keperawatan
c. Merencanakan tindakan keperawatan
d. Melaksanakan tindakan keperawatan
e. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan
f. Melakukan rujukan
g. Memberikan tindakan pada keadaan gawat darurat sesuai dengan
kompetensi
h. Memberikan konsultasi keperawatan dan berkolaborasi dengan dokter
i. Melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling, dan
j. Melakukan penatalaksanaan pemberian obat pada klien sesuai dengan
obat yang diresepkan oleh tenaga medis atau obat bebas dan obat terbatas.

Kode etik perawat terhadap pasien (Nursalam, 2016) yakni :


1. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien
menghargai harkat dan martabat manusia, keunikan pasien, dan tidak
terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, suku, warna kulit, umur, jenis
kelamin, aliran politik dan agama yang dianut serta kedudukan sosial.
2. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa memelihara
suasana lingkungan yang menghormati nila-nilai budaya adat istiadat, dan
kelangsungan hidup beragama dari pasien.
3. Tanggungjawab utama perawat adalah kepada meraka yang membutuhkan
asuhan keperawatan.
4. Perawat wajib merahasiakan segala seuatu yang diketahui sehubungan
dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh
yang berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

B. Peran Farmasi
Menurut PERMENKES RI No. 72 Pasal 3 tahun 2016 standar pelayanan
kefarmasian dirumah sakit meliputi standar :
(1)Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
dan
(2)Pelayanan farmasi klinik

Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
sebagaimana yang dimaksud pada no (1) meliputi :

a. Pemilihan
b. Perencanaan kebutuhan
c. Pengadaan
d. Penerimaan
e. Penyimpanan
f. Pendistribusian
g. Pemusnahan dan penarikan
h. Pengendalian dan
i. Administrasi

Pelayanan farmasi klinik yang dimaksud pada no (2) meliputi :

a. Pengkajian dan pelayanan resep


b. Penelusuran riwayat penggunaan obat
c. Rekonsiliasi obat
d. Pelayanan informasi obat (PIO)
e. Konseling
f. Visiter
g. Pemantauan terapi obat (PTO)
h. Monitor efek samping obat (MESO)
i. Evaluasi penggunaan obat
j. Dispensing sediaan steril, dan
k. Pemantauan kadar obat dalam darah

C. Dokter

Menurut UU No. 29 Pasal 35 Tahun 2004, dokter atau dokter gigi yang
telah memiliki surat tanda registrasi memiliki wewenang melakukan praktik
kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, terdiri
atas:

a. Mewaancarai pasien
b. Memeriksa fisik dan mental pasien
c. Menentukan pemeriksaan penunjang
d. Menegakkan diagnosis
e. Menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien
f. Melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
g. Menuliskan resep obat dan alat kesehatan
h. Menerbitkan surat dokter atau dokter gigi
i. Menyimpan obat dalam jenis dan jumlah yang diizinkan, dan
j. Meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di
daerah terpencil yang tidak ada apotek.

Menurut UU No. 29 Pasal 51 Tahun 2004, dokter atau dokter gigi dalam
melaksanakan praktik kedokteran memiliki kewajiban yakni :

a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar


prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien
b. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang memiliki keahlian
atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan
c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan
juga setelah pasien meninggal dunia
d. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila
ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu untuk melakukannya,
dan
e. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu

2. Kolaborasi dan kerjasama antar tenaga kesehatan


Kolaborasi interprofesi adalah kerja sama antar profesi kesehatan dari
latar belakang profesi yang berbeda dengan pasien dan keluarga pasien untuk
memberikan kualitas pelayanan yang terbaik (WHO, 2010 dalam Utami,
Hapsari, & Widyandana, 2016). Dalam jurnal (Utami, Hapsari, &
Widyandana, 2016) yang berjudul Hubungan Antara Sikap Dan Perilaku
Kolaborasi Dan Praktik Kolaborasi Interprofesional Di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rapih. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah,
Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat
digunakan untuk mencapai tujuan kolaborasi team :
a. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan
menggabungkan keahlian unik profesional.
b. Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
c. Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
d. Meningkatnya kohesifitas antar profesional
e. Kejelasan peran dalam berinteraksi antar professional
f. Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan
memahami orang lain.

3. Komunikasi efektif dan terapeutik


Komunikasi efektif merupakan komunikasi yang tepat sasarna, artinya
pesan yang disampaikan oleh komunikator sampai kepada komunikan, dan
komunikan memberikan respon sesuai dengan harapan komunikator (Nofrion,
2016). Komunikasi tim kesehatan yang efektiflebih dari sekedar meneruskan
informasi tetapi juga pembentukan tim kesehtan dengan budaya yang
bervariasi. Prijosaksono dan Sembel (2002) dalam Ermanto dan Emidar (2013:
250-252) mengemukakan bahwa ada 5 hukum komunikasi efektif yang
dirangkum dalam satu kata yakni “REACH” (Respect, Emphaty, Audible,
Clarity, Humble). Respect, dalam berkomunikasi komunikator harus memiliki
rasa hormat kepada pendengarnya. Semua komunikator harus menyadari bahwa
semua manusia ingin dihargai dan dihormati. Emphaty, merupakan sikap atau
kemampuan seorang komunikator untuk bisa menempatkan diri terhadap
kondisi yang sedang dialami oleh komunikan. Audible, berarti pesan yang
disampaikan oleh monukiator harus bisa didengar oleh komunikan dengan baik,
Clarity, merupakan kejelasan pesan atau informasi yang disampaikan oleh
komunikator kepada komunikan. Humble, yang berarti rendah hati dimana
komunikator tidak bersikap sombong dengan menganggap komunikator lebih
rendah (Nofrion, 2016).
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi antara perawat dan klien
yang dirancang untuk memfasilitasi tujuan terapi dalam pencapaian tingkat
kesembuhan yang optimal dan efektif. Harapannya dengan adanya kegiatan
komunikasi terapeutik, lama hari rawat klien menjadi lebih singkat. Terjadinya
hubungan terapeutik adalah ketika didahului hubungan saling percaya antara
perawat dan klien. Terdapat beberapa jenis komunikasi terapeutik (Muhith &
Siyoto, 2018) yakni meliputi ;
1. Komunikasi verbal dan non verbal
Ungkapan sebuah peraaan, ide dan respon emosional manakala
seseorang menampilkan sebuah kode yang bisa diartikan. Dari kode itulah
seseorang bisa mengartikan kode tersebut kedalam sebuah lambang
dengan kode-kode tertentu. Kode-kode yang bisa diartikan sebuah
lambang yang biasa ditemukan saat berkomunikasi adalah kode verbal
dan non verbal, sehingga bisa disebut komunikasi verbal dan non verbal.
2. Komunikasi verbal
Merupakan pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan
dengan tatap muka yang menggunakan bahasa. Melalui bahasa seseorang
akan mengkomunikasikan dan menginterpretasikan kata secara verbal.
Sehingga bahasa dapat didefinisikan seperangkat kata yang telah disusun
secara berstruktur sehingga menjadi himpunan kalimat yang memiliki
makna. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan
komunikasi verbal yakni bahasa yang digunakan jelas dan ringkas,
perbendaharaan kata yang tepat dan penggunaan kata-kata yang tepat
supaya tidak terjadi salah tafsir antara perawat dank lien.
3. Komunikasi non verbal
Merupakan komunikasi yang disampaikan menggunakan kode yang
disebut juga bahasa isyarat atau bahasa diam. Kode non verbal tersebut
didapatkan ditemukan melalui melakukan pengamatan cermat yang
dimulai saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan. Perawat
perlu menyadari adanya komunikasi non verbal tersebut dikarenakan
kode non verbal menambah dan member arti terhadap pesan verbal,
meyakinkan apa yang diucapkan, mengungkapkan perasaan emosi yang
tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Teknik komunikasi terapeutik(Muhith & Siyoto, 2018) yakni sebagai berikut :


1. Mendengarkan dengan penuh perhatian
Ketika perawat mau mendengarkan keluhan klien dengan seksama,
hal tersebut menimbulkan kesan perawat akan memperhatikan klien.
Dengan demikian akan menimbulkan rasa kepercayaan klien terhadap
perawat sehingga pasien akan menyampaikan keluhan yang lengkap
dan terperinci serta secara sistematis untuk memudahkan perawat
menentukan diagnosis keperawatan.
2. Menunjukkan penerimaan
Menerima tidak berarti menyetujui, hal tersebut tercermin dalam
perilaku yang disampaikan oleh klien yang merupakan masukan
berharga bagi perawat. Walaupun terkadang apa yang diucapkan tidak
sesuai dengan penyakit yang diderita aatau tanda gejala yang dihadapi
oleh klien. Dalam hal tersebut, perawat tidak perlu menampakkan
penolakan maupun keraguan terhadap apa yang disampaikan klien
yang akan membuat klien merasa tidak bebas dalam
mengutarakannya.
3. Klarifikasi
Apabila terjadi kesalah pahaman perawat perlu menghentikan
pembicaraan untuk menyamakan pengertian, maksud dan ruang
lingkup pembicaraan oleh karena informasi sangat penting untuk
memberikan pelayanan keperawatan. Klarifikasi identik dengan
validasi yaitu menanyakan kepada klien tentang apa yang belum
dimengerti agar pesan yang disampaikan lebih jelas.
4. Memfokuskan
Metode ini bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga
lebuh spesifik dan dimengerti. Masalah yang akan didiskusikan
mengerucut pada salah satu masalah saja, yang terpenting yakni
konsisten dan berkesinambungan serta tidak menyimpang dari topic
pembicaraan dan tujuan komunikasi.
5. Diam
Diam yang dilakukan perawat bertujuan untuk menunggu respon klien
untuk mengorganisir dan menyusun pikiran atau ide untuk
mengungkapkan perasaannya.
6. Meringkas
Meringkas merupakan pengulangan ide utama yangtelah
dikomunikasikan secara singkat dalam rangka meningkatkan
kepahaman.
7. Memberikan penghargaan
Pemberian penghargaan dapat berupa pujian atau bentuk dorongan
psikologis untuk memicu klien lebih baik lagi.
8. Refleksi
Refleksi ini bertujuan untuk mengembalikan lagi pikiran dan perasaan
yang merupakan bagian dari dirinya sendiri sehingga klien mencoba
untuk menilai lagi pikiran dan perasaan yang telah ada sebagai upaya
untuk mengevaluasi dan menimbang-nimbang keoutusan yang akan
diambil.
9. Menganjurkan klien untuk menguraikan presepsinya
Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat
semuanya dari perspektif klien.
10. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Teknik ini digunakan untuk mengarahkan klien ke pembicaraan, yang
mengindikasi bahwa klien mengikuti apa yang sedang dibicarakan.
DAFTAR PUSTAKA

Muhith, A., & Siyoto, S. (2018). Aplikasi Komunikasi Terapeutik Nursing & Health.
Yogyakarta: ANDI.

Nofrion. (2016). Komunikasi Pendidikan Penerapan Teori dan Konsep Komunikasi


dalam Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Nursalam. (2016). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional Edisi 5. Jakarta Selatan: Salemba Medika.

Utami, L., Hapsari, S., & Widyandana. (2016). Hubungan Antara Sikap dan Perilaku
Kolaborasi dan Praktik Kolaborasi Interprofesional Di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rapih. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 1(12), 7–15.
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai