Disusun Oleh :
2019032064
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengertian
Angina pectoris berasal dari bahasa yunani yang berarti “cekikan
dada” yaitu gangguan yang sering terjadi karena atherosclerotic heart
disease. Terjadinya serangan angina menunjukan adanya iskemia. Iskemia
yang terjadi pada angina terbatas pada durasi serangan dan tidak
menyebabkan kerusakan permanaen jaringan miokard. Namun, angina
merupakan hal yang mengancam kehidupan dan dapat menyebabkan disritmia
atau berkembang menjadi infark miokard.(Wajan, 2016).
Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis di mana pasien mendapat
serangan dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang
seringkali menjalar ke lengan kiri. Sakit dada tersebut biasanya timbul pada
waktu pasien melakukan suatu aktivitas dan segera hilang bila pasien
menghentikan aktivitasnya (Mansjoer dkk, 2017).
Angina pectoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan
terjadi sebagai respon terhadap suplai oksigen yang tidak adequate ke sel-sel
miokardium. Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke punggung, ke
rahang, atau ke daerah abdomen (Corwin, 2016).
B. Anatomi fisiologi
Angina
pectoris
Tidak mampu
mengalirkan darah Iskemik miokard Ketidakefektifan
& O2 adekuat ke pefusi jaringan
jantung
perifer
Reseptor nyeri
terangsang Kelelahan
Pola napas
tidak
Nyeri akut Sesak
efektif
Ekspansi paru O2 tidak
menurun seimbang
E. Manifestasi klinis
Beberapa Tanda dan Gejala yang dapat menyebabkan angina pectoris sebagai
berikut:
1. Angina pectoris stabil.
a. Muncul ketika melakukan aktifitas berat.
b. Biasanya dapat diperkirakan dan rasa nyeri yang muncul biasanya sama
dengan rasa nyeri yang datang sebelumnya.
c. Hilang dalam waktu yang pendek sekitar 5 menit atau kurang.
d. Hilang dengan segera ketika anda beristirahat atau menggunakan
pengobatan terhadap angina.
e. Rasa sakitnya dapat menyebar ke lengan, punggung atau area lain.
f. Dapat dipicu oleh tekanan mental atau stres.
2. Angina pectoris tidak stabil.
a. Angina yang baru pertama kali atau angina stabil dengan karakteristik
frekuensi berat dan lama nya meningkat.
b. Timbul waktu istirahat/kerja ringan.
c. Biasanya lebih parah dan hilang dalam waktu yang lebih lama.
d. Dapat tidak akan hilang saat beristirahat ataupun pengobatan angina.
e. EKG: Deviasi segment ST depresi atau elevasi.
3. Angina variant.
a. Angina yang terjadi spontan umumnya waktu istirahat dan pada waktu
aktifitas ringan. Biasanya terjadi karena spasme arteri coroner.
b. EKG deviasi segment ST depresi atau elevasi yang timbul pada waktu
serangan yang kemudian normal setelah serangan selesai.
F. Pemeriksaan penunjang
1) EKG
Setiap penderita dengan gejala yang mengarah pada angina harus
dilakukan EKG 12 lead. Namun hasil EKG akan normal pada 50 % dari
penderita dengan angina pectoris. Depresi atau elevasi segmen ST
menguatkan kemungkinan adanya angina dan menunjukkan suatu
ischemia pada beban kerja yang rendah.
2) pemeriksaan Laboratorium
pemeriksaan enzim; CPK, SGOT atau LDH. Enzim tersebut akan
meninggi pada infark jantung akut sedangkan pada angina kadarnya
masih normal. Pemeriksaan lipid darah seperti kadar kolesterol LDH dan
LDL. Trigliserida perlu dilakukan untuk menemukan faktor resiko seperti
hyperlipidemia dan pemeriksaan gula darah perlu dilakukan untuk
menemukan diabetes mellitus yang juga merupakan factor resiko bagi
pasien angina pectoris.
3) Foto dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau
aneurisma ventrikuler.
4) Tes uji latih ekokardiografi dianalisa berdasarkan penilaian penebalan
miokard pada saat uji latih dibandingkan dengan saat istirahat. Gambaran
ekokardiografi yang mendukung adanya ischemia miokard adalah:
penurunan gerakan dinding pada 1 atau lebih segmen ventrikel kiri,
berkurangnya ketebalan dinding saat sistol atau lebih segmen pada saat
uji latih beban, hiperkinesia kompensasi pada segmen dinding yang
berkaitan atau yang tidak ischemia.
G. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan medis adalah memperkecil kerusakan jantung
sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya komplikasi.
Adapun penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien yang menderita
angina pektoris adalah sebagai berikut :
1) Tirah baring, posisi semi fowler.
2) Monitor EKG
3) Infus D5% 10 – 12 tetes / menit
4) Oksigen 2 – 4 liter / menit
5) Analgesik : morphin 5 mg atau petidin 25 – 50 mg
6) Obat sedatif : diazepam 2 – 5 mg
7) Bowel care : laksadin
8) Antikoagulan : heparin tiap 4 – 6 jam / infus
9) Diet rendah kalori dan mudah dicerna
10) Psikoterapi untuk mengurangi cemas.
H. Komplikasi
a. Infraksi miokardium yang akut (serangan jantung)
b. Kematian karena serangan jantung secara mendadak.
c. Aritma kardiak.
d. Hipoksemia
e. Trombosis vena dalam
f. Syok kardiogenik
g. Miocard infark
h. Unstable angina terjadi karena iskemia pada otot jantung yang sudah
meluas sehingga nyeri yang dirasakan akibat penimbunan asam laktat
lebih sering terjadi.
i. Sudden death ; terjadi akibat kelelahan jantung yang memompa darah
terus menerus dengan frekuensi yang tidak stabil dan diperberat oleh
nekrosis otot jantung yang makin meluas
I. Pencegahan
Berikut adalah beberapa tindakan pencegahan angina:
1. Berhenti merokok.
2. Menurunkan berat badan jika mengalami obesitas.
3. Mengkonsumsi makanan rendah lemak dan tinggi serat.
4. Olahraga teratur terbukti efektif mencegah angina.
5. Hindari stres yang tidak perlu dan belajar teknik relaksasi.
6. Kurangi konsumsi alcohol dan garam
7. Mengurangi aktivitas berat
BAB II
A. Pengkajian Primer
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
1. Airway
- Lidah jatuh kebelakang
- Benda asing/ darah pada rongga muluT
Adanya secret
2. Breathing
- pasien sesak nafas dan cepat letih
Pernafasan Kusmaul
3. Circulation
- TD meningkat
- Nadi kuat
- Disritmia
- Adanya peningkatan JVP
- Capillary refill > 2 detik
- Akral dingin
4. Disability : pemeriksaan neurologis è GCS menurun
- Allert : Sadar penuh, respon bagus
- Voice Respon :Kesadaran menurun, berespon thd suara
- Pain Respon : Kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, berespon
Terhadap nyeri atau rangsangan nyeri
- Unresponsive : Kesadaran menurun, tidak merespon terhadap suara, tdk
bersespon terhadap nyeri
B. Pengkajian Sekunder
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau
penenganan pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
- Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
- Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
C. Diagnose keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agent cedera biologis
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kerusakan vetrikel
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen miocard dan kebutuhan.
D. Intervensi keperawatan
a) Nyeri akut berhubungan dengan agent cedera biologis
NOC :
Setelah di lakukan tindakan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri akut
dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri
- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
- Tanda vital dalam rentang normal
NIC
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif yg meliputi : lokasi,
karakteristik, durasi,frekuansi, kualitas, intensitas, dan faktor predisposisi
Rasional : Mengetahui status nyeri yg dirasakan
2. Observasi adanya petunjuk non verbal mengenai ketidaknyamanan
Rasiona : Untuk mengetahui tingkat ketidaknyaman klien terhadap nyeri
3. Ajarkan teknik non farmakologi untuk menghilangkan nyeri misalnya:
teknik napas dalam, dan kompres hangat
Rasional : Untuk menambah pengetahuan klien tentang koping bila nyeri
timbul
4. Kolaborasi dengan dokter pemberian obat analgetik
Rasional : Analgetik dapat menurunkan intensitas nyeri
b) Penurunan curah jantung berhubungan dengan kerusakan vetrikel
NOC :
Setelah dilakukan asuhan selama 3 x 24 jam diharapkan penurunan
kardiak output klien teratasi dengan kriteria hasil:
- Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi)
- Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
- Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites
- Tidak ada penurunan kesadaran
- AGD dalam batas normal
- Tidak ada distensi vena leher
- Warna kulit normal
NIC :
1. Auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi dan irama jantung
Rasional : Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat)
untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
2. Catat bunyi jantung
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa.
Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke
serambi yang distensi. Murmur dapat menunjukkan inkompetensi/
stenosis katup.
3. Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya
nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat
hilang atau tidak teratur
4. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder
terhadap tidak adekuatnya curah jantung, vasokontriksi dan anemia.
5. Berikan obat sesuai indikasi
Rasional : Tipe dan dosis diuretik tergantung pada derajat gagal jantung
dan status fungsi ginjal. Penurunan preload paling banyak digunakan
dalam mengobati pasien dengan curah jantung relative normal ditambah
dengan gejala kongesti. Diuretik mempengaruhi reabsorpsi natrium dan
air. Vasodilator digunakan untuk meningkatkan curah jantung,
menurunkan volume sirkulasi dan tahanan vaskuler sistemik, juga kerja
ventrikel. Antikoagulan digunakan untuk mencegah pembentukan
thrombus/emboli pada adanya faktor risiko seperti statis vena, tirah
baring, disritmia jantung.
6. Pantau EKG dan perubahan foto dada
Rasional : Depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi
karena peningkatan kebutuhan oksigen miokard, meskipun tak ada
penyakit arteri koroner. Foto dada dapat menunjukan pembesaran
jantung.
c) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen miocard dan kebutuhan.
NOC :
- Self Care : ADLs
- Toleransi aktivitas
- Konservasi eneergi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Pasien bertoleransi
terhadap aktivitas dengan Kriteria Hasil :
a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan
tekanan darah, nadi dan RR
b. Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
c. Keseimbangan aktivitas dan istirahat
NIC :
1. Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan
sesudah aktifitas
Rasional : hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena
efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretik) atau pengaruh
fungsi jantung
2. Bantu klien memilih aktivitas yang sesuai dengan kondisi.
Rasional :Aktivitas yang teralau berat dan tidak sesuai dengan
kondisi klian dapat memperburuk toleransi terhadap latihan.
3. Monitor hasil pemeriksaan EKG klien saat istirahat dan aktivitas (bila
memungkinkan dengan tes toleransi latihan).
Rasional : EKG memberikan gambaran yang akurat mengenai
konduksi jantung selama istirahat maupun aktivitas.
4. Anjurkan klien untuk membatasi aktivitas yang cukup berat seperti
berjalan jauh, berlari, mengangkat beban berat, dll.
Rasional : Mencegah timbulnya sesak akibat aktivitas fisik yang
terlalu berat.
5. Batasi jumlah pengunjung.
Rasional : Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk klien
beristirahat.
E. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku
keperawatan, dimana perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
(Potter & Perry 2016)
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, EJ. 2016. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Mansjoer, A Dkk. 2017. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes.
4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan
tahun 1992)