Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS (DM)

DISUSUN OLEH

NUR ASYIA, S. Kep


2019032064

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA
PALU
2020
BAB I
KONSEP TEORITIS

A. Definisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan”
(siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit
diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan
kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan
ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin
(Prabowo, 2015).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam
pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Nugroho, 2017) International Diabetes Federation
(IDF) menyebutkan bahwa prevalensi diabetes mellitus di dunia adalah 1,9% dan telah
menjadikan DM sebagai penyebab kematian urutan ke tujuh di dunia sedangkan tahun 2013
angka kejadian diabetes di dunia adalah sebanyak 382 juta jiwa dimana proporsi kejadian DM
tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia. Prevalensi kasus Diabetes melitus tipe 2 sebanyak 85-
90% (Indriastuti, 2015).
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja
insulin yang tidak adekuat. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori klinis yaitu :

1. Diabetes melitus tipe 1. Tipe ini disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas sehingga
kekurangan insulin absolut. Umumnya penyakit berkembang kearah ketoasidosis
diabetik yang menyebabkan kematian. Pada diabetes melitus tipe ini biasanya terjadi
sebelum umur 30 tahun dan harus mendapatkan insulin dari luar. Beberapa faktor
resiko dalam diabetes melitus tipe ini adalah : autoimun, infeksi virus, riwayat
keluarga diabetes melitus
2. Diabetes melitus tipe 2. Pada tipe ini pankreas relatif menghasilkan insulin tetapi
insulin yang bekerja kurang sempurna karena adanya resistensi insulin akibat
kegemukan. Faktor genetis dan pola hidup juga sebagai penyebabnya. Faktor resiko
DM tipe 2 adalah : obesitas, stress fisik dan emosional, kehamilan umur lebih dari 40
tahun, pengobatan dan riwayat keluarga diabetes melitus. Hampir 90% penderita
diabetes melitus adalah diabetes melitus tipe 2.
3. Diabetes melitus dengan kehamilan atau Diabetes Melitus Gestasional (DMG),
merupakan penyakit diabetes melitus yang muncul pada saat mengalami kehamilan
padahal sebelumnya kadar glukosa darah selalu normal. Tipe ini akan normal kembali
setelah melahirkan. Faktor resiko pada DMG adalah wanita yang hamil dengan umur
lebih dari 25 tahun disertai dengan riwayat keluarga dengan diabetes melitus, infeksi
yang berulang, melahirkan dengan berat badan bayi lebih dari 4 kg.
4. Diabetes tipe lain disebabkan karena defek genetik fungsi sel beta, defek genetik
fungsi insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia,
infeksi dan sindrom genetik lain yang berhubungan dengan diabetes melitus. Beberapa
hormon seperti hormon pertumbuhan, kortisol, glukagon, dan epinefrin bersifat
antagonis atau melawan kerja insulin. Kelebihan hormone tersebut dapat
mengakibatkan diabetes melitus tipe ini
B. Anatomi Fisiologi
Anatomi fisiologi pada pasien dengan post debridement dm antara lain dari anatomi fisiologi
pankreas dan kulit.
1. Anatomi Fisiologi Pankreas
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm, lebar5 cm,
mulai dari duodenum sampai ke limpadan beratnya rata-rata 60-90 gram.Terbentang pada
vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.Pankreas merupakan kelenjar endokrin
terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan
(kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan
bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini
merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat
ini.Dari segi perkembanganembriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang
berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.Pankreas terdiri dari dua jaringan utama,
yaitu Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum, pulau Langerhans yang tidak
tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke
darah. Pulau-pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas
tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas.Pulau
langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau
langerhans yang terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah
yang besarnya 100-225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan
antara 1-2 juta.
2. Anatomi Fisiologi Kulit
Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang melindungi tubuh dari pengaruh
lingkungan kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu
15%dari berat tubuh dan luasnya 1,50-1,75 m2. Rata-rata tebal kulit 1-2mm. paling tebal
(6mm) terdapat di telapak tangan dan kaki dan yang paling tipis (0,5mm) terdapat di
penis.Bagian-bagian kulit manusiasebagai berikut :
a. Epidermis : Epidermis terbagi dalam empat bagian yaitu lapisan basal atau stratum
germinativium, lapisan malphigi atau stratum spinosum, lapisan glanular atau stratum
gronulosum, lapisan tanduk atau stratum korneum. Epidermis mengandung juga:
kelenjarekrin, kelenjar apokrin, kelenjar sebaseus, rambut dan kuku. Kelenjar
keringat adadua jenis, ekrin dan apokrin. Fungsinya mengatur suhu, menyebabkan
panas dilepaskan dengan cara penguapan. Kelenjar ekrin terdapat disemua daerah
kulit, tetapi tidak terdapat diselaput lendir. Seluruhnya berjulah antara 2 sampai 5 juta
yang terbanyak ditelapak tangan. Kelenjar apokrin adalah kelenjar keringat besar
yang bermuara ke folikelrambut, terdapat diketiak, daerah anogenital. Puting susu
dan areola. Kelenjar sebaseus terdapat diseluruh tubuh, kecuali di telapak tangan,
tapak kaki dan punggung kaki. Terdapat banyak di kulit kepala, muka, kening, dan
dagu. Sekretnya berupa sebum dan mengandung asam lemak, kolesterol dan zat lain.
b. Dermis : dermis atau korium merupakan lapisan bawah epidermis dan diatas jaringan
sukutan. Dermis terdiri dari jaringan ikat yang dilapisan atas terjalin rapat (pars
papilaris), sedangkan dibagian bawah terjalin lebih longgar (pars reticularis). Lapisan
pars tetucularis mengandung pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar keringat dan
kelenjar sebaseus.
c. Jaringan subkutan, merupakan lapisan yang langsung dibawah dermis. Batas antara
jaringan subkutan dandermis tidak tegas.Sel-sel yang terbanyak adalah limposit yang
menghasilkan banyak lemak.Jaringan sebkutan mengandung saraf, pembuluh darah
limfe. Kandungan rambut dan di lapisan atas jaringan subkutan terdapat kelenjar
keringan. Fungsi dari jaringan subkutan adalah penyekat panas, bantalan terhadap
trauma dan tempat penumpukan energy.
C. Etiologi
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA
(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya. (Perkeni, 2015)
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon
abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
(Perkeni, 2015)
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas. (Perkeni, 2015)
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
a. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi
insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel
sasaran terhadap kerja insulin.Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-
reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang
meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI
terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan
oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel.
Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan
system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang
cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirny sekresi insulin yang
beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Diabetes Melitus tipe II
disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin
Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen
bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi
terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah:
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
D. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati.Di samping
itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada
dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi
glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa
yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika
glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat
dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa
yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino
dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa
hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual,
muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit
sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi
gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah
yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II.Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel
ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa
oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan
kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan
jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya.Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II.Meskipun
demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya
yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih
dari 30 tahun dan obesitas.Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama
bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi.Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-
sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).
(Perkeni, 2015)
E. Pathways

Reaksi autoimun Obesitas , Usia, Genetik

DM Tipe 1 DM Tipe 2

Sel beta pancreas hancur Sel beta pancreas hancur


Defisiensi insulin
Anabolisme protein Lipolisis meningkat
Katabolisme protein
Penurunan
Kerusakan pada antibody pemakaian glukosa
Merangsang hipotalamus
Gliserol asam lemak bebas
Kekebalan tubuh Hiperglikemia
Pusat lapar & haus
Aterosklerosis Ketogenesis
k Neuropati glycosuri Viskosita
sensori
s darah
Resiko
Polidipsi dan Ketonuria
polifagi Osmotic
Diuresis Aliran
Perifer darah
infeksi Ketoasidosis
melambat
Dehidrasi
Klien merasa tidak Ketidakseimbangan  Nyeri abdomen
sakit saat luka Ischemic
Nutrisi Kurang Dari  Mual, muntah
jaringan
Kebutuhan Tubuh  Hiperventilasi
 Nafas bau keton
 Coma
Kekuranga Ketidakefektifa
n volume n perfusi
cairan jaringan perifer
Makro Mikro
vasikuler vasikuler

Jantung Serebral Retina Ginjal

Infark miocard Penyumbatan Retina Neuropati


pada otak Diabetik
Nyeri Gagal Ginjal
Stroke Gangguan
penglihatan

Resiko
cedera

Nekrosis
luka

Ganggren Kerusakan

integritas kulit
F. Manifestasi Klinis
1. Diabetes Tipe I
a. hiperglikemia berpuasa
b. glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. keletihan dan kelemahan
d. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada
perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia,
luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
c. komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah: gula darah puasa 100 - 190 ml/dl, tes toleransi glukosa 80 - 190 mg/dl, 2
jam setelah pemberian glukosa.
2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau peningkatan
semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi merupakan
respon terhadap stress atau infeksi.
8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi (Tipe II)
10. Urine: gula dan aseton positif
11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi luka.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan utama terapi Diabetes Melitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya
komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuannya adalah mencapai kadar glukosa darah
normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas
pasien
1. Diet
Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan berikut
ini :
a. Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin, mineral)
b. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
c. Memenuhi kebutuhan energy
d. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan
kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis
e. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat Bagi semua penderita
Diabetes, perencanaan makan harus mempertimbangkan pula kegemaran pasien
terhadap makanan tertentu, gaya hidup, jam-jam makan yang biasa diikutinya dan
latar belakang etnik serta budayanya.
2. Latihan
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan Diabetes karena efeknya dapat
menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor risiko kardiovaskuler. Latihan
akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh
otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki
dengan berolahraga, latihan dengan cara melawan tahanan (resistance training) dapat
meningkatkan lean body mass dan dengan demikian menambah laju metabolisme laju
istirahat (resting metabolic rate). Semua efek ini sangat bermanfaat pada Diabetes karena
dapat menurunkan berat badan, mengurangi rasa stres dan mempertahankan kesegaran
tubuh. Latihan juga akan mengubah.
kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar HDL-kolesterol dan menurunkan
kadar kolesterol total dan trigliserida. Semua manfaat ini sangat penting bagi penyandang
diabetes mengingat adanya peningkatan risiko untuk terkena penyakit kardiovaskuler pada
Diabetes. Meskipun demikian, penderita Diabetes dengan kadar glukosa darah lebih dari
250mg/dl (14mmol/L) dan menunjukkan adanya keton dalam urin tidak boleh melakukan
latihan sebelum pemeriksaan keton urin memperlihatkan hasil negatif dan kadar glukosa
darah telah mendekati normal. Latihan dengan kadar glukosa darah tinggi akan
meningkatkan sekresi glukagon, growth hormone dan katekolamin. Peningkatan hormon
ini membuat hati melepas lebih banyak glukosa sehingga terjadi kenaikan kadar glukosa
darah.
3. Pemantauan
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri (SMBG:
self-monitoring of blood glucose), penderita diabetes kini dapat mengatur terapinya untuk
mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal. Cara ini memungkinkan deteksi dan
pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemia, dan berperan dalam menentukan kadar
glukosa darah normal yang memungkinkan akan mengurangi komplikasi diabetes jangka
panjang..
4. Terapi insulin dan obat hiperglikemia
Pada diabetes tipe I, tubuh kehilangan kemampuan untuk memproduksi
insulin.Dengan demikian, insulin harus diberikan dalam jumlah tak terbatas. Pada Diabetes
tipe II, insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka panjang untuk mengendalikan
kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya. Di
samping itu, sebagian pasien Diabetes tipe II yang biasanya mengendalikan kadar glukosa
darah dengan diet atau obat oral kadang membutuhkan insulin secara temporer selama
mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan atau beberapa kejadian stres lainnya.
I. Komplikasi
Kondisi kadar gula darah tetap tinggi akan timbul berbagai komplikasi.
Komplikasi pada diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu komplikasi akut dan komplikasi
kronis. Komplikasi akut meliputi: Ketoasidosis diabetic, hiperosmolar non ketotik, dan
hiperglikemia (Perkeni,2015).
Sedangkan yang termasuk komplikasi kronik adalah, makroangiopati,
mikroangiopati dan neuropati. Makroangiopati terjadi pada pembuluh darah besar
(makrovaskular) seperti jantung, darah tepi dan otak. Mikroangipati terjadi pada pembuluh
darah kecil (mikrovaskular) seperti kapiler retina mata, dan kapiler ginjal (Perkeni, 2015).
J. Pencegahan
Pencegahan Primer Terhadap Diabetes Melitus Tipe 2 :
1. Sasaran pencegahan primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor
risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan
kelompok intoleransi glukosa.
Faktor risiko diabetes sama dengan faktor risiko untuk intoleransi glukosa yaitu :
a. Faktor Risiko yang Tidak Bisa Dimodifikasi
1) Ras dan etnik
2) Riwayat keluarga dengan DM
3) Umur: Risiko untuk menderita intolerasi glukosa meningkat seiring dengan
meningkatnya usia. Usia >45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM.
4) Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram atau riwayat pernah
menderita DM gestasional (DMG).
5) Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir dengan
BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi yang lahir
dengan BB normal.
b. Faktor Risiko yang Bisa Dimodifikasi
1) Berat badan lebih (IMT ≥23 kg/m2 ).
2) Kurangnya aktivitas fisik
3) Hipertensi (>140/90 mmHg)
4) Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan/atau trigliserida >250 mg/dl)
5) Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi glukosa dan rendah serat akan
meningkatkan risiko menderita prediabetes/intoleransi glukosa dan DMT2.
c. Faktor Lain yang Terkait dengan Risiko Diabetes Melitus
1) Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang
terkait dengan resistensi insulin
2) Penderita sindrom metabolik yang memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu
(TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya.
3) Penderita yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK, atau
PAD (Peripheral Arterial Diseases) (Perkeni, 2015).
2. Pencegahan Sekunder Terhadap Komplikasi Diabetes Melitus
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada pasien yang telah terdiagnosis DM. Tindakan pencegahan sekunder
dilakukan dengan pengendalian kadar glukosa sesuai target terapi serta pengendalian faktor
risiko penyulit yang lain dengan pemberian pengobatan yang optimal. Melakukan deteksi
dini adanya penyulit merupakan bagian dari pencegahan sekunder.
Tindakan ini dilakukan sejak awal pengelolaan penyakit DM. memegang peran
penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani program pengobatan
sehingga mencapai target terapi yang diharapkan. Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan
pertama dan perlu selalu diulang pada pertemuan berikutnya. (Perkeni, 2015).
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah
mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut serta
meningkatkan kualitas hidup. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin,
sebelum kecacatan menetap. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan
pada pasien dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat
dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal.
Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan komprehensif dan
terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kerjasama yang
baik antara para ahli diberbagai disiplin (jantung, ginjal, mata, saraf, bedah ortopedi, bedah
vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatris, dan lain-lain.) sangat diperlukan
dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier. (Perkeni, 2015).
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian perlu di data
biodata pasiennya dan data-data lain untuk menunjang diagnosa. Data-data tersebut harus
yang seakurat-akuratnya, agar dapat di gunakan dalam tahp berikutnya. Misalnya meliputi
nama pasien, umur, keluhan utama, dan masih banyak lainnya.
1. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang :
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada ekstremitas
bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung, Sakit
kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi,
koma dan bingung.
b. Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti Infart
miokard
c. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
2. Pengkajian Pola Gordon
a. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup
sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk sehingga
menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak
mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6 juta dari
penderita DM tidak menyadari akan terjadinya resiko Kaki diabetik bahkan mereka
takut akan terjadinya amputasi.
b. Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula
darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak
makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi
status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek,
mual/muntah.
c. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan
pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada
eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
d. Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma.
Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan
penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita
mudah mengalami kelelahan.
e. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka , sehingga klien
mengalami kesulitan tidur.
f. Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami penurunan,
gangguan penglihatan .
g. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
h. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan
menarik diri dari pergaulan.
i. Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta
memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Adanya peradangan pada
daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. risiko lebih
tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropati.
j. Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya
karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,
kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
k. Nilai keprercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki
tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola
ibadah penderita.
3. Pemeriksaan Fisik
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda –
tanda vital.
a. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-
kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah
menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
b. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan
shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur
rambut dan kuku.
c. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
d. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi,
hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
e. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat
badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
f. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
g. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah
dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
h. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat,
kacau mental, disorientasi.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut Berhubungan Dengan Agen Cedera Biologis
2. Kerusakan integritas kulit Berhubungan Dengan Gangguan Sirkulasi
3. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer Berhubungan Dengan Diabetes Mellitus.
4. Defisiensi Volume Cairan Berhubungan Dengan Kehilangan cairan secara aktif
5. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Berhubungan Dengan
Ketidakmampuan menggunakan glukose
6. Resiko infeksi Berhubungan Dengan Supresi respon inflamasi
C. Rencana Keperawatan
N DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
O KEPERAW (NOC) (NIC)
ATAN
1 Nyeri Akut Tingkat nyeri Manajemen nyeri : 1. Nyeri
Berhubungan Nyeri terkontrol 1. Lakukan merupakan
Dengan Tingkat pegkajian nyeri pengalaman
Agen Cedera kenyamanan secara subyektif dan
Biologis komprehensif harus dijelaskan
Setelah dilakukan termasuk lokasi, oleh pasien.
asuhan keperawatan karakteristik, Identifikasi
selama 3 x 24 jam, durasi, frekuensi, karakteristik
klien dapat kualitas dan ontro nyeri dan faktor
mengatasi nyeri presipitasi. yang
dengan 2. Pertahankan tirah berhubungan
Kriteria Hasil : baring dan posisi merupakan
1. Mengontrol yang nyaman suatu hal yang
nyeri, dengan 3. Ajarkan teknik amat penting
indikator : relaksasi napas untuk memilih
a. Mengenal dalam intervensi yang
faktor-faktor 4. Monitor Tanda – cocok dan
penyebab tanda vital untuk
b. Mengenal 5. Kolaborasi untuk mengevaluasi
onset nyeri pemberian keefektifan dari
c. Tindakan analgetik terapi yang
pertolongan diberikan.
non 2. dengan adanya
farmakologi tirah baring
d. Menggunaka akan
n analgetik mengurangi
e. Melaporkan nyeri
gejala-gejala 3. teknik relaksasi
nyeri kepada dapat
tim kesehatan mengurangi
f. Nyeri rasa nyeri dan
terkontrol membuat relaks
2. Menunjukkan 4. Mengetahui
tingkat nyeri, perkembangan
dengan indikator kesehatan
: pasien
a. Melaporkan 5. pemberian
nyeri analgetik untuk
b. Frekuensi mengurangi
nyeri nyeri yang
c. Lamanya dirasakan
episode nyeri pasien
d. Ekspresi
nyeri; wajah
e. Perubahan
respirasi rate
f. Perubahan
tekanan darah
g. Kehilangan
nafsu makan
2 Kerusakan Tujuan : Klien 1. Anjurkan untuk 1. Meningkatkan
integritas mampu melakukan latihan aliran darah
kulit mempertahankan ROM (range of kesemua
Berhubungan keutuhan kulit motion) dan daerah
Dengan Setelah dilakukan mobilisasi jika 2. Menghindari
Gangguan asuhan keperawatan mungkin tekanan dan
Sirkulasi selama 3 x 24 jam, 2. Rubah posisi tiap 2 meningkatkan
klien dapat jam aliran darah
mengetahui dan 3. Gunakan bantal 3. Menghindari
mencegah dari luka air atau pengganjal tekanan yang
dengan yang lunak di berlebih pada
Kriteria hasil : bawah daerah- daerah yang
1. Klien mau daerah yang menonjol
berpartisipasi menonjol 4. Menghindari
terhadap 4. Lakukan massage kerusakan-
pencegahan luka pada daerah yang kerusakan
2. Klien menonjol yang kapiler-kapiler
mengetahui baru mengalami 5. Hangat dan
penyebab dan tekanan pada pelunakan
cara pencegahan waktu berubah adalah tanda
luka posisi kerusakan
3. Tidak ada tanda- 5. Observasi jaringan
tanda kemerahan terhadap eritema 6. Mempertahank
atau luka dan kepucatan dan an keutuhan
palpasi area sekitar kulit
terhadap
kehangatan dan
pelunakan jaringan
tiap merubah
posisi
6. Jaga kebersihan
kulit dan
seminimal
mungkin hindari

3 Ketidakefekti Circulation status Peripheral 1. Sirkulasi perifer


fan Perfusi Tissue Prefusion : Sensation dapat
Jaringan cerebral Management menunjukan
Perifer Setelah dilakukan (Manajemen sensasi tingkat keparahan
Berhubungan asuhan keperawatan perifer) penyakit
Dengan selama 3 x 24 jam, 1. Kaji secara 2. Pulsasi yang
Diabetes klien dapat komprehensif lemah
Mellitus menunjukan perfusi sirkulasi perifer menimbulkan
jaringan dengan 2. Evaluasi nadi kardiak output
perifer dan edema menurun
Kriteria Hasil : 3. Elevasi anggota 3. Untuk
0
1. Mendemonstrasi badan 20 atau meningkatkan
kan status lebih venous return
sirkulasi 4. Ubah posisi 4. Mencegah
a. Tekanan pasien setiap 2 komplikasi
systole dan jam dekubitus
diastole 5. Dorong latihan 5. Menggerakan
dalam ROM sebelum otot dan sendi
rentang yang bedrest agar tidak kaku
diharapkan 6. Monitor 6. Nilai
b. Tidak ada laboratorium (Hb, laboratorium
ortostatik hmt) dapat
hipertensi 7. Kolaborasi menunjukan
c. Tidak ada pemberian anti komposisi darah
tanda tanda platelet atau anti 7. Meminimalkan
peningkatan perdarahan adanya bekuan
tekanan 8. Kaji TTV dalam darah
intrakranial 8. Mengetahui
(tidak lebih status pasien
dari 15
mmHg)
2. Mendemonstrasi
kan kemampuan
kognitif yang
ditandai dengan
:
a. Berkomunik
asi dengan
jelas dan
sesuai
dengan
kemampuan
b. Menunjukka
n perhatian,
konsentrasi
dan orientasi
c. Memproses
informasi
d. Membuat
keputusan
dengan
benar
4 Defisiensi Fluid balance Fluid Managemen 1. Mengetahui
Volume Hydration 1. Kaji keadaan dengan cepat
Cairan Nutritional Status umum klien dan penyimpangan
Berhubungan : Food and Fluid tanda-tanda vital. dari keadaan
Dengan Intake 2. Kaji input dan normalnya.
Kehilangan Setelah dilakukan output cairan. 2. Mengetahui
cairan secara tindakan 3. Observasi adanya balance cairan
aktif keperawatan selama tanda-tanda syok dan elektrolit
3x 24 jam defisiensi 4. Anjurkan klien dalam
volume cairan untuk banyak tubuh/homeost
teratasi dengan minum atis
Kriteria hasil: 5. Kolaborasi dengan 3. Agar dapat
1. Mempertahanka dokter dalam segera
n urine output pemberian cairan dilakukan
sesuai dengan I.V. tindakan jika
usia dan BB, BJ terjadi syok.
urine normal, 4. Asupan cairan
2. Tekanan darah, sangat
nadi, suhu tubuh diperlukan
dalam batas untuk
normal menambah
3. Tidak ada tanda volume cairan
tanda dehidrasi, tubuh
Elastisitas turgor 5. Pemberian
kulit baik, cairan I.V
membran sangat penting
mukosa lembab, bagi klien
tidak ada rasa yang
haus yang mengalami
berlebihan deficit volume
4. Orientasi cairan untuk
terhadap waktu memenuhi
dan tempat baik kebutuhan
5. Jumlah dan cairan klien.
irama
pernapasan
dalam batas
normal
6. Elektrolit, Hb,
Hmt dalam batas
normal
7. pH urin dalam
batas normal
8. Intake oral dan
intravena
adekuat
5. Ketidakseim Nutritional Status NIC 1. Pasien dengan
bangan : Food and Fluid Nutrition DM pasti
Nutrisi Intake Management memiliki
Kurang Dari Setelah dilakukan 1. Kaji kebiasaan kebiasaaan pola
Kebutuhan tindakan diet. makan yang
Tubuh keperawatan selama 2. Auskultasi bunyi buruk.
Berhubungan 3x 24 jam Nutrisi usus 2. Penurunan
Dengan klien dapat 3. Berikan bising usus
Ketidakmam terpenuhi dengan perawatan oral menunjukkan
puan 4. Timbang berat penurunan
menggunaka Kriteria Hasil : badan sesuai motilitas gaster
n glukose 1. Intake makanan indikasi. 3. Rasa tidak enak,
peroral yang 5. Konsul ahli gizi bau adalah
adekuat pencegahan
2. Intake NGT utama yang
adekuat dapat membuat
3. Intake cairan mual dan
peroral adekuat muntah.
4. Intake cairan 4. Berguna
yang adekuat menentukan
5. Intake TPN kebutuhan
adekuat kalori dan
evaluasi
keadekuatan
rencana nutrisi
5. Kebutuhan
kalori yang
didasarkan pada
kebutuhan
individu
memberikan
nutrisi Maksimal
6. Resiko Infection Infection 1. Mencegah
infeksi Tujuan : setelah Manegement terjadinya
Berhubungan dilakukan asuhan infeksi
Dengan keperawatan 1.Pertahankan teknik 2. Mencegah
supresi selama 3 x 24 jam aseptif terjadinya
respon diharapkan resiko 2.Cuci tangan infeksi
inflamasi infeksi dapat sebelum dan Nosokomial
dicegah dan sesudah tindakan 3. Merencanakan
teratasi. keperawatan tindakan untuk
3.Monitor tanda dan menghambat
Kriteria Hasil : gejala infeksi tanda gejala
1. Pasien bebas 4.Meningkatkan infeksi
dari tanda intake nutrisi 4. Mencegah
gejala infeksi 5.Berikan perawatan terjadinya
2. Menunjukkan luka pada area kelemahan/
kemampuan epiderma kelelahan pada
untuk 6.Observasi kulit, pasien
mencegah membrane mukosa 5. Membersihkan
timbulnya terhadap luka, mencegah
infeksi kemerahan, panas , resiko infeksi
3. Jumlah lekosit drainase 6. Mengetahui
dlam batas 7.Inspeksi kondisi perkembangan
normal luka/insisi bedah penyembuhan
4. Menunjukkan 8.Kolaborasi luka
perilaku hidup pemberian 7. Mengetahui
sehat antibiotik. kondisi luka
8. Merencanakan
pencegahan
bakteri patologi /
anaerob
menyerang pada
insisi
pembedahan
DAFTAR PUSTAKA

Febriani, D. and Sulistyarini, T. (2016). Pentingnya Sikap Pasien yang Positif dalam
Pengelolaan Diabetes Mellitus. Jurnal Stikes RS Baptis Kediri, 7(1)
Indriastuti, Na. (2015). Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi Pleura dan
Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada
Nugroho, Y.W. and Handono, N.P., (2017). Hubungan Tingkat Kepatuhan Diet terhadap
Kadar Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Mellitus di Kelurahan Bulusulur. Jurnal
KEPERAWATAN GSH, 6(1).
Nanda International, (2018). Diagnosa keperawatan : definisi dan klasifikasi 2018-
2020 (10th ed). Jakarta: ECG
Perkeni, (2015.) Konsensus Pengelolaan dan pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2 tipe 2 di
Indonesia. Jakarta.PB PERKENI
Prabowo, A. and Hastuti, W., (2015). Hubungan Pendidikan dan Dukungan Keluarga Dengan
Kepatuhan Diit pada Penderita Diabetes Mellitus di Wilayah Puskesmas Plosorejo
Giribangun Matesih Kabupaten Karanganyar. Jurnal KEPERAWATAN GSH, 4(2)

Anda mungkin juga menyukai