Anda di halaman 1dari 31

SEMINAR KASUS

POST LAPARATOMI ILEUS OBSTRUKSI


EC HERNIA INCARCERATA + KOLOSTOMI

OLEH :

MUH ISWAN: 14420211010 SULASTRIASTUTI : 14420211048


DAHNIAR : 14420211084 ANDY NUR AISYAH : 14420211080
SAMSINAR : 14420211089 DELA ANGRAINA : 14420211048
SADRIAH : 14420211015 IRSANI DAMAYANTI : 14420211088

CI LAHAN CI INSTITUSI

(________________) ( ________________)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSSAR
2021
KONSEP MEDIS
A. Ileus Obstruksi
Ileus obstruksi merupakan ganguan aliran normal isi usus akibat hambatan
mekanik atau sumbatan pada usus, sehingga terjadi akumulasi isi usus pada
bagian proksimal obstruksi. Peristaltic usus pada keadaan obstruksi pada
awalnya normal, kemudian meningkat untuk mendorong isi usus ke distal pada
akhirnya bisa melemah bahkan hilang jika sudah kelelahan atau terjadi
komplikasi. Penumpukan isi usus pada bagian proksimal sumbatan
menyebabkan pertumbuhan kuman menjadi berlebihan sehingga bisa terjadi
translokasi kuman ke aliran darah yang selanjutnya menyebabkan infeksi dan
sepsi(dr. Murni Rauf, 2021).
B. Kolostomi
Kolostomi adalah pembuatan lubang sementara atau permanen dari usus
besar melalui dinding perut dengan tindakan bedah bila jalan ke anus tidak bisa
berfungsi, dengan cara pengalihan aliran feses dari kolon karena gangguan
fungsi anus. Tujuan kolostomi adalah untuk mengatasi proses patologis pada
kolon dista dan untuk proses dekompresi karena sumbatan usus besar distal dan
selalu dibuat pada dinding depan abdomen. Indikasi kolostomi pada klien
meliputi sumbatan di lumen rektum, anus karena infeksi berat lama, fibrosis
pasca infeksi, sumbatan diluar lumen (proses infeksi pada pelvis), trauma anus-
rektum. Kolostomi dibuat berdasarkan indikasi dan tujuan tertentu, sehingga
jenisnya ada beberapa macam tergantung dari kebutuhan klien. Kolostomi
dapat dibuat secara permanen maupun sementara.
Berikut jenis-jenis kolostomi(Dumanauw, 2020):
1. Kolostomi permanen
Pembuatan kolostomi permanen biasanya dilakukan apabila klien sudah
tidak memungkinkan untuk defekasi secara normal karena adanya
keganasan, perlengketan (adhesi), atau pengangkatan kolon sigmoid atau
rektum sehingga tidak memungkinkan feses melalui anus. Kolostomi
permanen biasanya berupa kolostomi single barrel (dengan satu ujung
lubang).
2. Kolostomi temporer/sementara
Pembuatan kolostomi temporer biasanya untuk tujuan dekompresi
kolon atau untuk mengalirkan feses sementara dan kemudian kolon akan
dikembalikan seperti semula dan abdomen ditutup kembali. Kolostomi
temporer ini mempunyai dua ujung lubang yang dikeluarkan melalui
abdomen yang disebut kolostomi double barel.
C. Definisi Hernia
Hernia berasal dari bahasa latin, herniaeartinya penonjolan isi suatu
dinding rongga. Dinding rongga yang lemah itu membentuk kantong dengan
pintu berupa cincin. Hernia bisa juga disebut dengan burut, yaitu lubang atau
robekan pada otot yang menutupi rongga perut di bawah lapisan kulit. Hernia
inguinalis yaitu isi perut (usus) menonjol melalui defek pada lapisan musculo-
aponeurotik dinding perut melewati canalis inguinalisdan turun hingga ke
rongga scrotum. Dengan kata lain, hernia scrotalis adalah hernia inguinalis
lateralis yang mencapai rongga scrotum(Samantha & Almalik, 2019).
Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah
dari dinding rongga bersangkutan. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi
hernia. Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas hernia bawaan atau
kongenital dan hernia dapatan atau akuisita. Berdasarkan letaknya, hernia
diberi nama sesuai dengan lokasi anatominya, seperti hernia diafragma,
inguinal, umbilikalis, femoralis, dan lain-lain. Sekitar 75% hernia terjadi di
sekitar lipat paha, berupa hernia inguinal direk, indirek, serta hernia
femoralis(Fanny & Listianti, 2017).
D. Anatomi
1. Dinding Perut
Anatomi dari dinding perut dari luar ke dalam terdiri dari(Muhammadiyah
& Utara, 2018):
a. Kutis
b. Lemak subkutis
c. Fasia skarpa
d. Muskulus obligus eksterna
e. Muskulus obligus abdominis interna
f. Muskulus abdominis tranversal
g. Fasia transversalis
h. Lemak peritoneal
i. Peritoneum

E. Etiologi
Biasanya tidak ditemukan sebab yang pasti, meskipun kadang sering di
hubungkan dengan angkat berat. Hernia dapat terjadi karena anomaly
congenital atau sebab yang didapat, hernia dapat di jumpai pada semua usia,
lebih banyak pada pria dari pada wanita. Berbagai faktor penyebab berperan
pada pembentukan pintu masuk pada annulus internus yang cukup lebar
sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Disamping itu diperlukan
pula faktor yang dapat mendorong isi hernia untuk melewati pintu yang cukup
lebar tersebut. Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus
vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan dalam rongga perut dan kelemahan
otot dinding perut karena usia.
Sebagian besar tipe hernia inguinalis adalah hernia inguinalis scrotalis, dan
laki-laki lebih sering terkena dari pada perempuan (9:1), hernia dapat terjadi
pada waktu lahir dan dapat terlihat pada usia berapa pun. Insidensi pada bayi
populasi umum 1% dan pada bayi-bayi prematur dapat mendekati 5 %, hernia
inguinal dilaporkan kurang lebih 30% kasus terjadi pada bayi laki-laki dengan
berat badan 1000 gr atau kurang.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hernia scrotalis,
antara lain: kelemahan aponeurosis dan fasia tranversalis, prosesus vaginalis
yang terbuka (baik kongenital maupun didapat), tekanan intra abdomen yang
meninggi secara kronik, hipertrofi prostat, konstipasi, dan asites, kelemahan
otot dinding perut karena usia, defisiensi otot, dan hancurnya jaringan
penyambung oleh karena merokok, penuaan atau penyakit
sistemik(Muhammadiyah & Utara, 2018).
F. Klasifikasi Hernia
Klasifikasi hernia adalah sebagai berikut(KARTIKO, 2020):
1. Macam – macam hernia menurut terlihat dan tidaknya
a. Hernia Internal: Tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui lubang
dalam rongga perut (Tidak terlihat dari luar)
b. Hernia Eksternal: Tonjolan menonjol keluar dari rongga abdomen
melalui dinding abdomen (terlihat dari luar)
2. Macam – macam hernia menurut penyebab
a. Hernia Kongenital: Hernia yang disebabkan karena kelemahan dinding
otot andomen yang bersumber dari lahir atau bawaan.
b. Hernia Traumatik: Hernia yang disebabkan karena dinding abdomen
lemah akibat sayatan atau pembedahan sebelumnya, seperti post
laparotomy dan prostatektomy.
c. Hernia Akuisitas: Hernia yang didapat setelah dewasa atau pada usia
lanjut. Disebabkan karena adanya tekanan di intra abdominal yang
meningkat dan dalam waktu yang lama, misalnya batuk kronis,
konstipasi kronis, gangguan proses kencing (hipertropi prostat, struktur
uretra), asites, dan sebagainya.
3. Macam – macam hernia menut sifatnya
a. Hernia reponibilis: Bila isi hernia yang dapat keluar masuk, usus keluar
jika berdiri atau mengejang dan masuk lagi jika berbaring atau duduk
tidak ada keluhan nyeri ataupun obstruksi usus.
b. Hernia ireponibilis: Bila isi hernia berada didalam kantung hernia dan
terjepit cincin sehingga tidak dapat masuk kembali ke dalam rongga
abdomen.
c. Hernia incaserata atau strangula: Bila isi hernia berada di dalam kantong
hernia dan tejepit cincin hernia sehingga tidak dapat masuk kembali
kedalam rongga abdomen, dapat disertai gangrene pasae akibat peredaran
darah terganggu.
4. Macam – macam hernia menurut lokasinya
a. Hernia Opigastrika: Hernia yang keluar defek di linea alba umbilicus dan
procesus xipoideus.
b. Hernia inguinalis: Penonjolan organ intra abdomen melalui lubang
amulus inguinalis, karena bagian lemah dari dinding rongga abfomen
yang terjadi karena didapat atau kongenital. Hernia inguinalis dibedakan
menjadi dua yaitu hernia indirek atau lateral dan herna direk atau
medialis.

Gambar 1.1 : Perbedaan hernia direk dan indirek


c. Hernia Umbilikalis: Hernia yang keluar melalui umbilicus akibat
peningkatan intra abdomen.
d. Hernia Femoralis: Hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral dan
lebih umum pada wanita. Ini mulai sebagai penyumbat lemak dikanalis
femoral yang membesar dan secara bertahap menarik peritoneum dan
hampir tidak dapat dihindari kandung kemih masuk kedalam kantong.

Gambar 1.2 : Macam-macam hernia menurut lokasinya

G. Patofisiologi
Hernia berkembang ketika intra abdominal mengalami pertumbuhan
tekanan seperti pada saat mengangkat sesuatu yang berat, pada saat buang
air besar atau batuk kuat ataupun perpindahan usus ke daerah otot abdominal.
Tekanan yang berlebihan pada daerah abdominal tentunya akan menyebabkan
suatu kelemahan mungkin disebabkan oleh dinding abdominal yang tipis atau
tidak cukup pada daerah tersebut dimana kondisi itu ada sejak proses
perkembangan yang cukup lama. Pertama terjadi keruskan yang sangat kecil
pada dinding abdominal, kemudian terjadilah hernia. Insiden hernia terjadi
karena pertambahan umur karena meningkatnya penyakit yang meninggikan
tekanan intra abdomen dan jaringan penunjang berkurang kekuatannya.
Biasanya hernia pada orang dewasa terjadi karena usia lanjut, karena
bertambahnya usia maka akan terjadi pelemahan rongga otot. Sejalan dengan
bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh mengalamin proses degenerasi.
Pada usia lanjut kanalis itu telah menutup. Namun karena daerah ini
merupakan locus minorsresistence, maka pada keadaan yang menyebabkan
tekanan intra abdomen meningkat seperti batuk-batuk kronik, bersin yang kuat
dan mengankat beban yang berat, dan mengejan. Kanal yang sudah tertutup
dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis karena terdorong
sesuatu jaringan tubuh dan keluar karena efek tersebut(Ilmiah, 2020).
H. Pathway

Bagan 2.1 Pathway Hernia

Factor Pencetus:
Hernia
Aktivitas berat, bayi premature, kelemahan dinding abdominal,Intraabdominal tinggi, adanya tekanan

Hernia umbilikalis kongenital Hernia para umbilikalis Hernia inguinalis

Kantung hernia melewati dinding abdomen


Kantung hernia memasuki celah inguinal
Masuknya omentum organ intestinal ke kantong umbilikalis

Dinding posterior kanalis inguinalis yang lemah


Prostusi hilang timbul
Gangg, suplai darah ke intestinal
Ketidaknyamanan abdominal Benjolan pada region inguinal

Nekrosis internal
Intervensi bedah relative/konservatif
Diatasi ligamentum inguinal mengecil bila berbaring

Pembedahan

Intake makan inadekuat

Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Kantung hernia memasuki rongga thorak

Sumber : (Ilmiah, 2020)


Insisi bedah
Prostusi hilang timbul

I.Resti
Manisfestasi klinis
pedarahan, resti infeksi Nafsu makan menurun
Asupan gizi kurang
Menurut (Ilmiah, 2020):
1. Berupajaringan
Terputusnya benjolan keluar
syaraf masuk/keras dan yang tersering tampak benjolan
di lipat paha.
2. Adanya
Nyerirasa nyeri pada daerah benjolan bila isinya terjepit disertai
perasaan mual.
Kantung hernia memasuki celah insisi
3. Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada komplikasi.
Hernia Insiional
4. Bila terjadi hernia inguinalis strangulate perasaan sakit akan bertambah
Heatus hernia
hebat serta kulit diatasnya menjadi merah dan panas.
5. Hernia femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung kencing sehingga
menimbulkan gejala sakit kencing (dysuria) disertai hematuria (kencing
darah) disamping benjolan dibawah sela paha.
6. Hernia diafragamtika menimbulkan perasaan sakit di daerah perut disertai
sesak nafas.
7. Bila pasien mengejan atas batuk maka benjolan hernia akan bertambah
besar.
J. Komplikasi
Akibat dari hernia dapat menimbulkan beberapa komplikasi antaralain (Dan &
Dini, 2019):
1. Terjadi perlengketan berupa isi hernia sama isi kantung hernia sehingga isi
kantung hernia belum diketahui kembalinya lagi, keadaan ini disebut hernia
inguinalis lateralis ireponibilis. saat kondisi ini tidak gangguan penyaluran
isi usus. Isi hernia yang tersering menyebabkan keadaan ireponibilis, adalah
omentum, karena mudah melekat pada dinding hernia dan isinya dapat
menjadi lebih besar karena infiltrasi lemak. Usus besar lebih sering
menyebabkan ireponibilis dari pada usus halus.
2. Terjadi tekanan pada cincin hernia maka terjadi banyaknya usus yang
masuk. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya isi usus diikuti dengan
gangguan vascular (proses strangulasi) Keadaan ini di sebut hernia
inguinalis strangulata.
K. Penatalaksanaan
Menurut(Ilmiah, 2020) :
1. Konservatif (Townsend CM)
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan
pemakaian penyangga atau penunjang atau mempertahankan isi hernia
yang telah direposisi. Bukan merupakan tindakkan definitive sehingga dapat
kambuh kembalali. Terdiri atas :
a. Reposisi
Reposisi merupakan suatu usaha untuk mengembalikan isi hernia
kedalam cavum peritonii atau abdomen. Reposisi dilakukan secara
bimanual. Reposisi dilakukan pada pasien dengan hernia reoinibilis
dengan cara memakai kedua tangan. Reposisi tidak dilakukan pada
hernia inguinalis strangulate kecuali pada anak-anak.
b. Suntikan
Dilakukan penyuntikan dengan cairan sklerotik berupa alkohol atau kinin
didaerah sekitar hernia, yang menyebabkan pintu hernia mengalami
sclerosis atau penyempitan sehingga isi hernia keluar dan cavum
peritonii.
c. Sabuk Hernia
Diberikan pada pasien yang hernia yang masih kecil dan menolak
dilakukan operasi.
2. Operatif
Operatif merupakan tindakkan paling baik dan dapat dilakukan pada : hernia
reponibilis, hernia irreponibilis, hernia strangulasi, hernia incarserata.
Operasi hernia yang dilakukan :
a. Herniotomy
Membuka dan memotong kantong hernia serta mengembalikan isi hernia
ke cavum peritonii.

b. Hernioraphy
Mulai dari mengangkat leher hernia dan menggantungkannya pada conjoint,
tendon (penebalan antara tepi bebas m.obliquss intra abdominalis dan
m.tranversus abdominalis yang berinsersio dan tuberculum pubicum).
c. Hernioplasty
Menjahit conjoint tendon pada ligementum inguinale agar LMR hingga/
tertutup hingga dinding perut jadi lebih kuat karena tertutup otot.
L. Penatalaksanaan pasca operasi
Penatalaksanaan setelah operasi diantaranya adalah hindari hal-hal yang
memicu tekanan di rongga perut, tindakan operasi dan pemberian analgesik
pada hernia yang menyebabkan nyeri, berikan obat sesuai resep dokter, hindari
mengejan, mendorong atau mengangkat benda berat. Jaga balutan luka operasi
tetap kering dan bersih, mengganti balutan seteril setiap hari pada hari ketiga
setelah operasi kalau perlu. Hindari faktor pendukung seperti konstipasi dengan
mengkonsumsi diet tinggi serat dan masukan cairan yang
adekuat(Nuruzzaman, 2019).
M.Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut (Ilmiah, 2020) :
1. Sinar X abdomen menunjukan abdormalnya kadar gas dalam usus.
2. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukan
hemokonsentrasi (peningkatan hematocrit), peningkatan sel darah putih dan
ketidak seimbangan elektrolit.
3. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam
usus/obstruksi usus.
4. Cek darah lengkap dan serum elektrolit dapat menimbulkan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah putih dan
ketidak seimbangan elektrolit.
Konsep Keperawatan
A. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses


keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-
masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada
tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
1. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
b. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien.
Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya
bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang
terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan
bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung.
Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang.
5. Riwayat Penyakit
Keluarga Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan
kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
6. Riwayat Psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat.
7. Riwayat Penyakit
Lingkunagan Pada pengkajian ini membahas kondisi tempat tinggal, dan
lokasi, meliputi: apakah lokasi dekat dengan pabrik, jalan raya, atau
pedesaan, dan keadaan rumah redup atau terang, suasana rumah ramai atau
tenang.
8. Pengkajian Primer
a. Airway Kaji: bersihan jalan nafas, ada/tidaknya sumbatan pada jalan
nafas, distress pernafasan, tanda-tanda perdarahan di jalan nafas,
muntahan, edema laring
b. Breathing Kaji: frekuensi nafas, usaha, dan pergerakan dinding dada,
suara pernafasan melalui hidung dan mulut, udara yang dikeluarkan dari
jalan nafas
c. Circulation Kaji: denyut nadi karotis, tekanan darah, warna dan
kelembaban kulit, tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
d. Disability Kaji: tingkat kesadaran, gerakan ekstremitas, GCS, ukuran
pupil dan responnya terhadap cahaya
e. Exposure Kaji: tanda-tanda trauma yang ada
9. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu: pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini
perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan
dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi
lebih mendalam. Gambaran umum perlu menyebutkan: Keadaan umum:
baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti: Kesadaran
penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada
keadaan klien. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang,
berat dan pada kasus fraktur biasanya akut. Tanda-tanda vital tidak normal
karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk. Secara sistemik dari
kepala sampai kelamin.
a. Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
1) Kepala :
Tidak ada gangguan yaitu, normocephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri dan tidak ada lesi.
2) Leher :
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
3) Wajah:
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tidak edema.
4) Mata:
Konjungtiva anemis jika terjadi perdaraha hebat dan tidak ada sekret.
5) Telinga:
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
6) Hidung:
Tidak ada deformitas, simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung dan
tidak ada sekret.
7) Mulut dan Faring :
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
8) Thoraks:
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
9) Paru-paru :
- Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung
pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
- Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
- Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan
lainnya.
- Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
10) Jantung
- Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
- Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
- Perkusi: tidak ada pembesaran jantung.
- Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
11) Abdomen
- Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
- Palpasi : Tugor baik, tidak ada benjolan, tidak ada defands
muskuler, hepar tidak teraba.
- Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
- Auskultasi : Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
12) Genetalia-Anus
ada hernia, tidak ada pembesaran lymphe, tidak ada kesulitan BAB.
13) Ekstermitas
Angota gerak atas dan bawah normal .
2.1.1 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan menurut(PPNI, 2017):

a) Nyeri akut berhubungan

b) Gangguan mobilitas fisik

c) Resiko infeksi

d) Gangguan integritas kulit berhubungan

e) Asietas
A. Intervensi

NO Diagnosa Hasil luaran dan kriteria Intervensi Rasional


keperawatan hasil
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Menajemen nyeri (I. 08238) 1. Mengetahui lokasi,
karakteristik, durasi,
tindakan keperawatan Tindakan
frekuensi, kualitas,
selama 1x8 jam diharapkan Obserfasi
intensitas nyeri
tingkat nyeri menurun 1. Identifikasi lokasi, 2. Mengetahui skala
nyeri
dengan kriteria hasil(PPNI, karakteristik, durasi,
3. Mengetahui respon
2019): frekuensi, kualitas,
nyeri nonverbal
1. Kemampuan intensitas myeri, 4. Mengetahui faktor
yang mempeberat
menuntaskan aktivitas 2. Identifikasi skala nyeri
dan memperingan
meningkat 3. Identifikasi respons nyeri
nyeri
2. Keluhan nyeri nonferbal 5. Mengetahui
pengaruh budaya
menurun 4. Identifikasi faktor yang
terhadap respon
3. Meringis menurun memperberat dan nyeri
6. Mengetahui
4. Gelisah menurun memperingan nyeri
pengaruh nyeri pada
5. Kesulitan tidur 5. Identifikasi pengetahuan
kualitas hidup
menurun dan keyakinan tentang 7. Memantau
keberhasilan terapi
6. Anoreksia menurun nyeri
komplementar yang
7. Ketegangan otot 6. Identifikasi pengaruh
sudah di berikan
menurun nyeri pada kualitas hidup 8. Memantau efek
samping
8. Frekuensi nadi 7. Monitor keberhasilan
penggunaan
membaik terapi komplementar yang
analgetik
Tekanan darah membaik sudah di berikan 9. Mengurangi rasa
nyeri
8. Monitor efek samping
10. Meringankan rasa
penggunaan analgetik
nyeri
Traupetik 11. Mengurangi rasa
nyeri
9. Berikan teknik
12. Mengurangi rasa
nonfarmakologis untuk nyeri
13. Mengetahui
mengurangi rasa nyeri
penyebab, periode,
10. Kontrol lingkungan yang
dan pemicu nyeri
memperberat rasa nyeri 14. Mengetahui strategi
meredakan nyeri
11. Fasilitas istirahat dan
15. Memantau nyeri
tidur
secara mandiri
12. Pertimbangkan jenis dan 16. Mengurangi rasa
nyeri
sumber nyeri dalam
17. Mengurangi rasa
pemelihan strategi
nyeri
meredakan nyeri 18. Mengurangi rasa
nyeri
Edukasi

13. Jelaskan penyebab,

periode, dan pemicu nyeri

14. Jelaskan strategi


meredakan nyeri

15. Anjurkan memonitor

nyeri secara mandiri

16. Anjurkan menggunakan

analgetik secara tepat

17. Ajarkan teknis non

farmakologis untuk

mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

18. Kolaborasi pemberian

analgetik, jika perlu


2 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan Dukungan Ambulasi 1. Mengetahui
toleransi fisik
fisik keperawatan selama 1x24 Observasi
melakukan ambulasi
jam kemampuan dalam 1. Identifikasi toleransi fisik
2. Membantu
gerak fisik meningkat melakukan ambulasi. mobilisasi fisik
3. Membantu
dengan kriteria hasil: Terapeutik
mobilisasi fisik
1. pergerakan ekstremitas 2. Fasilitasi melakukan
4. Mengetahui tujuan
meningkat mobilisasi fisik, jika perlu dan prosedur
ambulasi
2. Kekuatan otot meningkat 3. Libatkan keluarga untuk
5. Mengajarkan
3. Rentang gerak ROM membantu pasien dalam
ambulasi sederhana
meningkat meningkatkan ambulasi yang harus
dilakukan (mis.
4. kaku sendi menurun Edukasi
berjalan dari tempat
5.gerakan tidak terkoordinasi 4. Jelaskan tujuan dan
tidur ke kursi roda,
menurun prosedur ambulasi berjalan dari tempat
6. gerakan terbatas menurun 5. Ajarkan ambulasi tidur ke kamar
mandi, berjalan
7. kelemahan fisik menurun sederhana yang harus
sesuai toleransi)
dilakukan (mis. berjalan dari

tempat tidur ke kursi roda,

berjalan dari tempat tidur ke

kamar mandi, berjalan sesuai

toleransi)
3 Resiko infeksi Setelah ilakkan tindakan PENCEGAHAN INFEKSI 1. Memantau tanda dan
Observasi gejala infeksi
keperawatan sama 1x24 jam
1. Monitoring tanda dan 2. mengurangi tingkat
tingkat infeksi menurun
gejala infeksi infeksi nosokomial
dengan kriteria hasil : Terapeutik 3. mengetahui tanda
2. Batasi jumlah pengunjung dan gejala infeksi
1. Demam menurun
Edukasi 4. mengetahui kondisi
2. Kemerahan menurun
3. Jelaskan tanda dan gejala luka klien secara
3. Bengkak menuru infeksi mandiri
4. Ajarkan cara memeriksa 5. mencegah terjadinya
kondisi luka atau luka infeksi
operasi. 6. meningkat imunitas
5. Ajarkan cuci tangan tubuh
dengan benar.
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian
Imunisasi, jika perlu.
4 Gangguan integritas Setelah dilakukan intervensi PERAWATAN LUKA
keperawatan selama 3x24 jam Observasi
kulit
menunjukkan integritas kulit dan 1. Monitoring tanda-tanda 1. Meminimalisir
jaringan luka klien baik dengan infeksi terjadinya infeksi
kriteria hasil: 2. Monitor karakteristik luka 2. Mengetahui tingkat
1. Adanya pemulihan luka Terapeutik pemulihan luka
paska bedah 3. Bersihkan dengan cairan 3. Menjaga luka agar tetap
2. Adanya penyembuhan luka NaCl atau pembersih steril
nontoksik sesuai kebutuhan
4. Pasang balutan sesuai jenis 4. Mempercepat proses
luka penyembuhan luka
Edukasi 5. Mengetahui apakah
5. Jelaskan tanda-tanda infeksi telah terjadi infeksi atau
6. Ajarkan prosedur perawatan tidak
luka secara mandiri 6. Membantu klien dalam
Terapeutik proses merawat luka
7. Kolaborasi pemberian 7. Mengurangi resiko
antibiotik, jika perlu infeksi dan
mempercepat
penyembuhan secara
farmakologis

4 Ansietas Setelah dilakukan tindakan Reduksi ansietas 1. Mengetahui tingkat


ansietas missal
keperawatan selama 1x24 Obervasi
kondisi dan stressor
jam tingkat ansietas menurun 1. Identifikasi saat tingkat
2. Memantau tanda
dengan kriteria hasil : ansietas berubah ansietas
3. Mengurangi ansietas
1. Verbalisasi khawatir (misal kodisi,dan
4. Mengetahui
akibat kondisi yang stressor)
prosedur termasuk
dihadapi menurun 2. Monitor tanda – tanda sensasi yang
mungkin di alami
2. Perilaku gelisah menurun ansietas
5. Mengetahui
3. Perilaku tegang menurun Terapeutik
4. Kosentrasi membaik 3. Ciptakan suasana prosedur termasuk
sensasi yang
pola tidur membaik terapiutik untuk
mungkin di alami
menumbuhkan
6. Mengetahui secara
kepercayaan faktual mengenai
diagnosis,
4. Motivasi
pengobatan dan
mengidentifikasi situasi
prognosis
yang memicu 7. Mengurangi ansietas
8. Menguranfi ansietas
kecemasan
9. Mengurangi ansietas
Edukasi

5. Jelaskan prosedur

termasuk sensasi yang

mungkin di alami

6. Informasikan secara

faktual mengenai
diagnosis, pengobatan

dan pragnosis.

7. Latih kegiatan

pengalihan untuk

mengurangi ketegangan

8. Latih tehnik relaksasi

Kalaborasi

9. Kalaborasi pemberian

obat jika perlu


2.1.2 Implementasi.

Pelaksanaan merupakan realisasi rencana tindakan untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan meliputi

pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan

sesudah pelaksanaan tindakkan, serta menilai data yang baru (Nikmatur dan

saiful, 2012).

2.1.3 Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan

pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.

(Nikmatur dan saiful, 2019). Untuk memudahkan perawat mengevaluasi

atau memantau perkembangan klien, digunakan komponen

SOAP/SOAPIER. Pengertian dari SOAPIER ialah :

S : Data Subjektif.

Catatan ini berhubungan dengan masalah sudut pandang klien, mengenai

keluhan ,dan dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang

berhubungan dengan diagnosa.

O: Data Objektif

Data ini memberikan gejala klinis klien dan fakta yang berhubungan dengan

diagnose.

A: Analisa

Menganalisa dari data objektif dan subjektif masalah yang ditegakan

berdasarkan data atau informasi subjektif maupun objektif yang


dikumpulkan atau disimpulkan, kareana keadaan klien terus

berubah dan selalu ada informasi baru baik subjektif maupun

objektif.

P: Planning

Membuat rencana tindakan saat itu atau yang akan dating. Untuk

mengusahakan tercapainya kondis pasien yang sebaik mungkin

atau menjaga kesejahteraannya.

I: Implementasi

Implementasi adalah tindakkan keperawatan yang dilakukan sesuai

dengan intruksi yang telah teridentifikasi dalanm kompenen

perencanaan, dan tindakkan keperawatan harus mendapatkan

kesetujuan klien.

E: Evaluasi

Evaluasi merupakan tafsiran dari efek tindakkan keperawatan yang

telah diberikan, analisa dari hasil yang sudah dicapai menjadi focus

dari ketetapan nilai tindakkan.

R: Reassesment

Melakukan pengumpulan data kembali atau pengkajian ulang , jika

hasil dari rencana tindakkan tidak sesuai dengan apa yang

diharapkan. Rencana keperawatan dapat dimodifikasi, diubah

ataupun dihentikan.
DAFTAR PUSTAKA

Dan, R., & Dini, M. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN POST


OPERASI PADA Tn . H DENGAN HERNIA INGUINALIS DEXTRA DALAM
PENERAPAN INTERVENSI INOVASI TEKNIK RUANGAN RAWAT INAP
BEDAH PERINTIS PADANG PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME.

dr. Murni Rauf, dr. M. I. K. (2021). bedah emergensi bidang degestif. Bintang
Pustaka Madani.

Dumanauw, J. (2020). ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CA


REKTUM DI RUANG KEMOTERAPI RSUD DR. KANUJOSO
DJATIWIBOWO BALIKPAPAN KALIMANTAN TIMURNo Title.

Fanny, F., & Listianti, D. (2017). Hernioraphy Cyto pada Pasien Hernia Inguinalis
Dekstra Inkarserata. Jurnal Ilmu Bedah, 6, 119–122.

Ilmiah, K. T. (2020). HERNIORAPHY ATAS INDIKASI HERNIA INGUINALIS.

KARTIKO, G. J. (2020). ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN POST


OPERASI HERNIORAPHY DENGAN INDIKASI HERNIA INGUINALIS
NYERI AKUT DI RUANGAN MELATI IV RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
TASIKMALAYA.

Muhammadiyah, U., & Utara, S. (2018). Universitas Muhammadiyah Sumatera


Utara.

Nuruzzaman, M. R. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn. M


DENGAN DIAGNOSA MEDIS POST OPERASI HIL (HERNIA INGUINALIS
LATERALIS) DI RUANG MELATI RSUD BANGIL.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Jakarta


Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Samantha, R., & Almalik, D. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN
POST OPERASI HERNIA SCROTALIS SINISTRA DALAM
PEMENUHAN KEBUTUHAN AMAN DAN NYAMAN. Tjyybjb.Ac.Cn,
3(2), 58–66.

Anda mungkin juga menyukai