Anda di halaman 1dari 14

HEMODIALISA

A. Definisi
Hemodialisa merupakan salah satu bentuk terapi pengganti pada pasien dengan
kegagalan fungsi ginjal, baik yang sifatnya akut maupun kronik atau pada stadium
gagal ginjal, terminal dengan bantuan mesin hemodialisa. Hemodialisa berasal dari
bahasa yunani, hemo berarti darah dan dialisis berarti pemisahan atau filtrsi. Secara
klinis hemodialisa adalah suatu proses pemisahan zat-zat tertentu (toksila uremiak)
dari darah melalui membran semipermiabel di dalam ginjal buatan yang disebut
dialiser dan selanjut nya di buang melalui cairan dialises yang disebut dialisat. Proses
pemisahan (penyaringan) sisa-sisa metabolisme melalui selaput semipermeable dalam
dialisis mesin dialiser. Darah yang sudah bersih dipompa kembali ke dalam tubuh.
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek (beberapa hari
hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal (ESRD;
end-stage renal disease) yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi
permanent. Sehelai membrane sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerulus
serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya itu.
Bagi penderita GGK, hemodialisis akan mencegah kematian. Namun
demikian, hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan
tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolic atau endokrin yang
dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas
hidup pasien. Pasien-pasien ini harus menjalani terapi dialysis sepanjang hidupnya
(biasanya 3 kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi) atau
sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan yang berhasil. Pasien
memerlukan terapi dialysis yang kronis kalau terapi ini diperlukan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mengendalikan gejala uremia.

B. Tujuan
Mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal
pulih kembali. Metode terapi mencakup hemodialisis, hemofiltrasi dan peritoneal
dialysis. Hemodialisis dapat dilakukan pada saat toksin atau zat racun harus segera
dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanent atau menyebabkan kematian.
Hemofiltrasi digunakan untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan. Peritoneal
dialysis mengeluarkan cairan lebih lambat daripada bentuk-bentuk dialysis yang lain.

C. Indikasi
Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih. Pasien-pasien tersebut dinyatakan
memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi :
1. BUN > 100 mg/dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
2. Ureum > 200 mg% dan keadaan gawat pasien uremia, asidosis
metabolik berat, hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema paru ringan atau berat
3. Kreatinin > 100 mg %
4. Hiperkalemia (K > 7 mg/liter)
5. Asidosis metabolik dengan pH darah < 7,2
6. Preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
7. Sindrom kelebihan air
8. Intoksidasi obat jenis barbiturat

D. Prinsip Hemodialisa
Secara keseluruhan sistem hemodialisa terdiri dari 3 elemen dasar ,yaitu sistem
sirkulasi darah diluar tubuh (ekstrakorporeal), dialiser, dan sistem sirkulasi dialisat.
1. Sistem Sirkulasi Darah Ekstrakorporeal
Selama hemodialisa, darah pasien mengalir dari tubuh ke dalam dialiser melalui
akses arteri, kemudian kembali ke tubuh melalui selang vena dan akses vena.
Sistem sirkulasi darah di luar tubuh ini disebut sistem sirkulasi darah extra
corporeal.
2. Dialiser
Dialiser adalah suatu alat berupa tabung atau lempeng, terdiri dari kompartemen
darah dan kompartemen dialisat yang dibatasi oleh membran semipermieabel. Di
dalam dialiser ini terjadi proses pencucian darah melalui proses difusi dan
ultrafiltrasi, sehingga dihasilkan darah melalui yang sudah” bersih” dari zat-zat
yang tidak dikehendaki.
3. Sistem Sirkulasi Dialisat
Dialisat adalah cairan yang digunakan dalam proses diálisis. Dialisat dialirkan ke
dalam kompartemen pada dialiser dengan kecepatan tinggi (1,5 x 500 ml/ mnt).
Prinsip mayor/proses hemodialisa
1. Akses Vaskuler :
Seluruh dialysis membutuhkan akses ke sirkulasi darah pasien. Kondisi kronik
biasanya memiliki akses permanent seperti fistula atau graf, sementara kondisi
akut memiliki akses temporer seperti vascoth.
2. Membran semi permeable
Hal ini ditetapkan dengan dialyser aktual yang dibutuhkan untuk mengadakan
kontak antara darah dan dialisat sehingga dialysis dapat terjadi.
3. Difusi
Dalam dialisat yang konvesional, prinsip mayor yang menyebabkan pemindahan
zat terlarut adalah difusi substansi. Berpindah dari area yang konsentrasi tinggi ke
area dengan konsentrasi rendah. Gradien konsentrasi tercipta antara darah dan
dialisat yang menyebabkan pemindahan zat pelarut yang diinginkan. Mencegah
kehilangan zat yang dibutuhkan.
4. Konveksi
Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan akan
mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan tersebut.
5. Ultrafiltrasi
Proses dimana cairan dipindahkan saat dialysis dikenali sebagai ultrafiltrasi
artinya adalah pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk tekanan. Tiga tipe
dari tekanan dapat terjadi pada membran :
a. Tekanan positip merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan
dalam membran. Pada dialysis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser dan
resisten vena terhadap darah yang mengalir balik ke fistula tekanan positip
“mendorong” cairan menyeberangi membran.
b. Tekanan negatif merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar membran oleh
pompa pada sisi dialisat dari membran tekanan negatif “menarik” cairan
keluar darah.
c. Tekanan osmotik merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang
berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut. Larutan
dengan kadar zat terlarut yang tinggi akan menarik cairan dari larutan lain
dengan konsentrasi yang rendah yang menyebabkan membran permeable
terhadap air.
E. Perangkat Hemodialisa
1. Perangkat khusus
a. Mesin hemodialisa
b. Ginjal buatan (dializer) yaitu : alat yang digunakan untuk mengeluarkan sisa
metabolisme atau zat toksin laindari dalam tubuh. Didalamnya terdapat 2
ruangan atau kompartemen :
1) kompartemen darah
2) kompartemen dialisat.

Darah kembali kebadan

darah dari fistula


heparin
kompartemen darah

Kompartemen dialisat

Pembuangan dialisat dialirkan pompa


c. Blood lines: selang yang mengalirkan darah dari tubuh ke dializer dan kembali
ke tubuh. Mempunyai 2 fungsi :
1) Untuk mengeluarkan dan menampung cairan serta sisa-sisa metablolisme.
2) Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialysis.

2. Alat-alat kesehatan :
a. Tempat tidur fungsional
b. Timbangan BB
c. Pengukur TB
d. Stetoskop
e. Termometer
f. Peralatan EKG
g. Set O2 lengkap
h. Suction set
i. Meja tindakan.

3. Obat-obatan dan cairan :


a. Obat-obatan hemodialisa: heparin, frotamin, lidocain untuk anestesi.
b. Cairan infus: NaCl 0,9%, Dex 5% dan Dex 10%.
c. Desinfektan: alkohol 70%, Betadin, Sodium hypochlorite 5%
d. Obat-obatan emergency
e. Dialisat
Komponen-komponen Estándar Dialisat Asetat dan Bikarbonat

Komponen Dialisat asetat Dialisat Bikarbonat


(MEq/liter) (MEq/liter)
Natrium 135 - 145 135 -145
Kalium 0 – 4,6 0 – 4,6
Kalsium 2,5 – 3,5 2,5 – 3,5
Magnesium 0,5 1,0 0,5 – 1,0
Florida 100-114 100 – 124
Asetat 35 - 38 2 -4
Bikarbonat 0 30 – 36
Dextrosa 11 11
PCO3 0,5 80 – 100
PH Bervariasi 7,1-7,3
F. Pedoman pelaksanaan hemodialisa
1. Perawatan sebelum hemodialisa
a. Sambungkan selang air dari mesin hemodialisa.
b. Kran air dibuka.
c. Pastikan selang pembuka air dan mesin hemodialisis sudah masuk keluar atau
saluran pembuangan.
d. Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak.
e. Hidupkan mesin.
f. Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit.
g. Matikan mesin hemodialisis.
h. Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat.
i. Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin
hemodialisis.
j. Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap).
2. Menyiapkan sirkulasi darah.
a. Bukalah alat-alat dialisat dari setnya.
b. Tempatkan dialiser pada holder (tempatnya) dan posisi ‘inlet’ (tanda merah) di
atas dan posisi ‘outlet’ (tanda biru) di bawah.
c. Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung ‘inlet’ dari dialiser.
d. Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung ‘outlet’ dari dialiser dan
tempatkan buble trap di holder dengan posisi tengah.
e. Set infus ke botol NaCl 0,9 % 500 cc.
f. Hubungkan set infus ke slang arteri.
g. Bukalah klem NaCl 0,9%. Isi slang arteri sampai ke ujung selang lalu klem.
h. Memutarkan letak dialiser dengan posisi ‘inlet’ di bawah dan ‘outlet’ di atas,
tujuannya agar dialiser bebas dari udara.
i. Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin.
j. Buka klem dari infus set ABL, UBL.
k. Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/mnt, kemudian
naikkan secara bertahap sampai 200 ml/mnt.
l. Isi buble tap dengan NaCl 0,9% sampai 3/4 cairan.
m. Memberikan tekanan secara intermitten pada UBL untuk mengalirkan udara
dari dalam dialiser, dilakukan sampai dengan dialiser bebas udara (tekanan
tidak lebih dari 200 mmHg).
n. Melakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9 % sebanyak 500 cc
yang terdapat pada botol (kalf). Sisanya ditampung pada gelas ukur.
o. Ganti kalf NaCl 0,9 % yang kosong dengan kalf NaCl 0,9 % baru.
p. Sambungkan ujung biru UBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan
konektor.
q. Menghidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dialiser baru 15-20
menit, untuk dialiser reuse dengan aliran 200-250 ml/mnt.
r. Mengembalikan posisi dialiser ke posisi semula dimana ‘inlet’ diatas dan
‘outlet’ dibawah.
s. Menghubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit
siap untuk dihubungkan dengan pasien (soaking).

3. Persiapan pasien.
a. Menimbang BB
b. Mengatur posisi pasien.
c. Observasi KU
d. Observasi TTV
e. Melakukan kanulasi/pungtie untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya
mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti dibawah ini:
o Dengan interval A-V Shunt/fistula cimino
o Dengan eksternal A-V Shunt/schungula.
o Tanpa 1-2 (vena pulmonalis).

G. Komplikasi
1. Hipotensi
Penyebab: terlalu banyak darah dalam sirkulasi mesin, ultrafiltrasi berlebihan,
obat-obatan anti hipertensi.
2. Mual dan muntah
Penyebab: gangguan gastrointestinal, ketakutan, reaksi obat, hipotensi.
3. Sakit kepala
Penyebab: tekanan darah tinggi, ketakutan.
4. Demam disertai menggigil.
Penyebab: reaksi fibrinogen, reaksi transfusi, kontaminasi bakteri pada sirkulasi
darah.
5. Nyeri dada.
Penyebab: minum obat jantung tidak teratur, program hemodialisa yang terlalu
cepat.
6. Gatal-gatal
Penyebab: jadwal dialysis yang tidak teratur, sedang/sesudah transfusi, kulit
kering.
7. Perdarahan cimino setelah dialysis.
Penyebab: tempat tusukan membesar, masa pembekuan darah lama, dosis heparin
berlebihan, tekanan darah tinggi, penekanan, tekanan tidak tepat.
8. Kram otot
Penyebab: penarikan cairan dibawah BB standar. Penarikan cairan terlalu cepat
(UFR meningkat) cairan dialisat dengan Na rendah BB naik > 1 kg. Posisi tidur
berubah terlalu cepat.

H. Diagnosa Keperawatan klien HD


1. Pola nafas tidak efektif b.d: edema paru, asidosis metabolik, Hb ≤ 7 gr/dl,
Pneumonitis, perikarditis
2. Resiko cedera b.d akses vaskuler & komplikasi sekunder terhadap penusukan &
pemeliharaan akses vaskuler
3. Kelebihan volume cairan b.d: penurunan haluaran urine, diet cairan berlebih,
retensi cairan & natrium
4. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d: anoreksia, mual &
muntah, pembatasan diet, perubahan membrane mukosa oral
5. Intoleransi aktivitas b.d.: keletihan, anemia, retensi produk sampah, prosedur
dialisis
6. Harga diri rendah b.d: ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra tubuh
dan fungsi seksual
7. Resiko infeksi b.d prosedur invasif berulang
G. Rencana Keperawatan
Diagnosa Rencana keperawatan
No keperawatan/ Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasional
masalah kolaborasi
1 Pola nafas tidak Pola nafas efektif setelah 1. Kaji penyebab nafas tidak 1. Untuk menentukan tindakan
efektif b.d. : dilakukan tindakan HD efektif yang harus segera dilakukan
 Edema paru 4-5 jam, dengan criteria: 2. Kaji respirasi & nadi 2. Menentukan tindakan
 Asidosis  nafas 16-28 x/m 3. Berikan posisi semi fowler 3. Melapangkan dada klien
metabolic  edema paru hilang sehingga nafas lebih longgar
 Hb ≤ 7 gr/dl  tidak sianosis 4. Ajarkan cara nafas yang 4. Hemat energi sehingga nafas
 Pneumonitis efektif tidak semakin berat
 Perikarditis 5. Berikan O2 5. Hb rendah, edema, paru
pneumonitis, asidosis,
perikarditis menyebabkan
suplai O2 ke jaringan
berkurang
6. Lakukan SU pada saat HD 6. SU adalah penarikan secara
cepat pada HD, mempercepat
pengurangan edema paru
7. Kolaborasi pemberian tranfusi 7. Untuk meningkatkan Hb,
darah sehingga suplai O2 ke jaringan
cukup
8. Kolaborasi pemberian 8. Untuk mengatasi infeksi paru
antibiotik & perikard
9. Kolaborasi foto thorak 9. Follow up penyebab nafas
tidak efektif
10. Evaluasi kondisi klien pada 10. Mengukur keberhasilan
HD berikutnya tindakan dan untuk follow up
kondisi klien

2 Resiko cedera b.d. Pasien tidak mengalami 1. Kaji kepatenan AV shunt 1. AV yg sudah tidak baik bila
akses vaskuler & cedera dg kriteria: sebelum HD dipaksakan bisa terjadi rupture
komplikasi  kulit pada sekitar AV vaskuler
sekunder terhadap shunt utuh/tidak rusak 2. Monitor kepatenan kateter 2. Posisi kateter yg berubah
penusukan & sedikitnya setiap 2 jam dapat terjadi rupture
pemeliharaan akses  Pasien tidak vaskuler/emboli
vaskuler mengalami 3. Kaji warna kulit, keutuhan 3. Kerusakan jaringan dapat
komplikasi HD kulit, sensasi sekitar shunt didahului tanda kelemahan
pada kulit, lecet bengkak,
penurunan sensasi
4. Monitor TD setelah HD 4. Posisi baring lama stlh HD dpt
menyebabkan orthostatik
hipotensi
5. Lakukan heparinisasi pada 5. Shunt dapat mengalami
shunt/kateter pasca HD sumbatan & dapat dihilangkan
dengan heparin
6. Cegah terjadinya infeksi pd 6. Infeksi dpt mempermudah
area shunt/penusukan kateter kerusakan jaringan
3 Kelebihan volume Keseimbangan volume 1. Kaji status cairan 1. Pengkajian merupakan dasar
cairan b.d. : cairan tercapai setelah  Timbang BBpre dan untuk memperoleh data,
 penurunan dilakukan HD 4-5 jam post hd pemantauan 7 evaluasi dari
haluaran urine dengan kriteria: intervensi
 BB post HD sesuai  Keseimbangan masukan
 diet cairan dry weight dan haluaran
berlebih  Udema hilang  Turgor kulit dan edema
 retensi cairan &  Retensi 16-28 x/m  Distensi vena leher
2. Pembatasan cairan akan
natrium menetukan dry weight,
 kadar natrium darah
 Monitor vital sign haluaran urine & respon
132-145 mEq/l terhadap terapi.
2. Batasi masukan cairan
 Pada saat priming & wash 3. UF & TMP yang sesuai akan
out hd mengurangi kelebihan
volume cairan sesuai dg
3. Lakukan hd dengan uf & tmp target BB ideal/dry weight
sesuai dg kenaikan BB
interdialisis 4. Sumber kelebihan cairan
dapat diketahui.
4. Identifikasi sumber masukan 5. Pemahaman meningkatkan
cairan masa interdialisis kerjasama klien & keluarga
5. Jelaskan pada keluarga & dalam pembatasan cairan.
klien rasional pembatasan 6. Kebersihan mulut
cairan mengurangi kekeringan
6. Motivasi klien untuk mulut, sehingga menurunkan
meningkatkan kebersihan keinginan klien untuk minum
mulut

4 Ketidakseimbangan Keseimbangan nutrisi 1. Kaji status nutrisi: 1. Sebagai dasar untuk


nutrisi, kurang dari tercapai setelah  Perubahan BB memantau perubahan &
kebutuhan tubuh dilakukan HD yang intervensi yang sesuai
b.d. : adekuat (10-12 jam/mg)  Pengukuran antropometri
 anoreksia, mual selama 3 bulan, diet  Nilai lab. (elektrolit, BUN,
& muntah protein terpenuhi, dengan kreatinin, kadar albumin,
 pembatasan diet kriteria: protein 2. Pola diet dahulu & sekarang
 perubahan  tidak terjadi 2. Kaji pola diet berguna untuk menentukan
membrane penambahan atau menu
mukosa oral penurunan BB yang 3. Memberikan informasi,
cepat 3. Kaji faktor yang berperan faktor mana yang bisa
 turgor kulit normal dalam merubah masukan dimodifikasi.
tanpa udema nutrisi 4. Tindakan HD yang adekuat,
 kadar albumin plasma 4. Kolaborasi menentukan menurunkan kejadian mual-
3,5-5,0 gr/dl tindakan HD 4-5 jam 2-3 muntah & anoreksia,
minggu sehingga meningkatkan nafsu
 konsumsi diet nilai
makan
protein tinggi 5. Pemberian albumin lewat
5. Kolaborasi pemberian infus infus iv akan meningkatkan
albunin 1 jam terakhir HD albumin serum
6. Protein lengkap akan
6. Tingkatkan masukan protein meningkatkan keseimbangan
dengan nilai biologi tinggi: nitrogen
telur, daging, produk susu
7. Kalori akan meningkatkan
7. Anjurkan camilan rendah energi, memberikan
protein, rendah natrium, tinggi kesempatan protein untuk
kalori diantara waktu makan pertumbuhan
8. Meningkatkan pemahaman
8. Jelaskan rasional pembatasan klien sehingga mudah
diet, hubungan dengan menerima masukan
penyakit ginjal dan ↑urea dan
kreatinin 9. untuk menentukan status
9. Anjurkan timbang BB tiap cairan & nutrisi
hari 10. Penurunan protein dapat
10. Kaji adanya masukan protein menurunkan albumin,
yang tidak adekuat pembentukan udema &
perlambatan penyembuhan
 Edema
 Penyembuhan yang lama
 Albumin serum turun
5 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan 1. Kaji faktor yang menimbulkan 1. Menyediakan informasi
b.d.: tindakan keperawatan & keletihan: tentang indikasi tingkat
 Keletihan HD, klien mampu  Anemia keletihan
berpartisipasi dalam
 Anemia aktivitas yang dapat  Ketidakseimbangan cairan
 Retensi produk ditoleransi, dengan & elektrolit
sampah kriteria:  Retensi produk sampah
 2. Meningkatkan aktifitas
 Prosedur dialisis berpartisipasi dalam  Depresi ringan/sedang &
aktivitas perawatan 2. Tingkatkan kemandirian
mandiri yang dipilih memperbaiki harga diri
dalam aktifitas perawatan diri
 berpartisipasi dalam yang dapat ditoleransi, bantu 3. Mendorong latihan &
peningkatan aktivitas jika keletihan terjadi aktifitas yang dapat
dan latihan 3. Anjurkan aktivitas alternatif ditoleransi & istirahat yang
 istirahat & aktivitas sambil istirahat adekuat
seimbang/bergantian 4. Adanya perubahan
4. Anjurkan untuk istirahat keseimbangan cairan &
setelah dialisis elektrolit yang cepat pada
proses dialisis sangat
melelahkan.
6 Harga diri rendah Memperbaiki konsep 1. Kaji respon & reaksi klien & 1. Menyediakan data klien &
b.d: diri, dengan criteria: keluarganya terhadap penyakit keluarga dalam menghadapi
 Ketergantungan  Pola koping klien dan & penanganannya. perubahan hidup
 Perubahan peran keluarga efektif 2. Kaji hubungan klien dan 2. Penguatan & dukungan
 Perubahan citra keluarga terdekat terhadap klien diidentifikasi
tubuh dan fungsi  Klien & keluarga bisa 3. Kaji pola koping klien & 3. Pola koping yang efektif
seksual mengungkapkan keluarganya dimasa lalu bisa berubah jika
perasaan & reaksinya menghadapi penyakit &
terhadap perubahan penanganan yang ditetapkan
hidup yang sekarang
diperlukan 4. Ciptakan diskusi yang terbuka 4. Klien dapat mengidentifikasi
tentang perubahan yang terjadi masalah dan langkah-langkah
akibat penyakit & yang harus dihadapi
penangannya
 Perubahan peran
 Perubahan gaya hidup
 Perubahan dalam pekerjaan
 Perubahan seksual

Ketergantungan dg center 5. Bentuk alternatif aktifitas
dialisis seksual dapat diterima.
5. Gali cara alternatif untuk
ekspresikan seksual lain selain 6. Seksualitas mempunyai arti
hubungan seks yang berbeda bagi tiap
6. Diskusikan peran memberi individu, tergantung dari
dan menerima cinta, maturitasnya.
kehangatan dan kemesraan
7 Resiko infeksi b.d Pasien tidak mengalami 1. Pertahankan area steril selama 1. Mikroorganisme dapat
prosedur infasif infeksi dengan kriteria: penusukan kateter dicegah masuk kedalam
berulang  Suhu dbn tubuh saat insersi kateter
2. Pertahankan teknik steril 2. Kuman tidak masuk kedalam
 Angka lekosit dbn
selama kontak dengan akses area insersi
 Tak ada kemerahan
vaskuler: penusukan,
sekitar shunt
pelepasan kateter
 Area shunt tidak 3. Monitor area akses HD 3. Inflamasi/infeksi ditandai dg
nyeri/bengkak terhadap kemerahan, bengkak, kemerahan, nyeri, bengkak
nyeri
4. Beri pernjelasan pada pasien 4. Gizi yang baik meningkatkan
pentingnya peningkatan satus daya tahan tubuh
gizi
5. Kolaborasi pemberian 5. Pasien HD mengalami sakit
antibiotik kronis, penurunan imunitas

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2,
EGC, Jakarta

Bongard, Frederic, S. Sue, darryl. Y, 1994, Current Critical, Care Diagnosis and
Treatment, first Edition, Paramount Publishing Bussiness and Group, Los
Angeles

Haryani dan Siswandi, 2004, Nursing Diagnosis: A Guide To Planning Care, available on:
www.Us.Elsevierhealth.com
McCloskey, 1996, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby, USA

Price, Sylvia A and Willson, Lorraine M, 1996, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses penyakit, Edisi empat, EGC, Jakarta

Ralph & Rosenberg, 2003, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2005-2006,
Philadelphia USA

Soeparman & Waspadji, 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi 3, FKUI,
Jakarta

Widmann, 1995, Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 9, EGC,
Jakarta

www. Us. Elsevierhealth.com, 2004, Nursing Diagnosis: for guide to Palnning care, fifth
Edition

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HEMODIALISA


DI RUANG HEMODIALISA RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Profesi Ners


Stase Keperawatan Medikal Bedah
Disusun Oleh:
YULI IKA PURNAMASARI
06/195467/KU/11845

KULIAH PROFESI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UGM
YOGYAKARTA
2011

Anda mungkin juga menyukai