A. Definisi
Hemodialisa merupakan salah satu bentuk terapi pengganti pada pasien dengan
kegagalan fungsi ginjal, baik yang sifatnya akut maupun kronik atau pada stadium
gagal ginjal, terminal dengan bantuan mesin hemodialisa. Hemodialisa berasal dari
bahasa yunani, hemo berarti darah dan dialisis berarti pemisahan atau filtrsi. Secara
klinis hemodialisa adalah suatu proses pemisahan zat-zat tertentu (toksila uremiak)
dari darah melalui membran semipermiabel di dalam ginjal buatan yang disebut
dialiser dan selanjut nya di buang melalui cairan dialises yang disebut dialisat. Proses
pemisahan (penyaringan) sisa-sisa metabolisme melalui selaput semipermeable dalam
dialisis mesin dialiser. Darah yang sudah bersih dipompa kembali ke dalam tubuh.
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek (beberapa hari
hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal (ESRD;
end-stage renal disease) yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi
permanent. Sehelai membrane sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerulus
serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya itu.
Bagi penderita GGK, hemodialisis akan mencegah kematian. Namun
demikian, hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan
tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolic atau endokrin yang
dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas
hidup pasien. Pasien-pasien ini harus menjalani terapi dialysis sepanjang hidupnya
(biasanya 3 kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi) atau
sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan yang berhasil. Pasien
memerlukan terapi dialysis yang kronis kalau terapi ini diperlukan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mengendalikan gejala uremia.
B. Tujuan
Mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal
pulih kembali. Metode terapi mencakup hemodialisis, hemofiltrasi dan peritoneal
dialysis. Hemodialisis dapat dilakukan pada saat toksin atau zat racun harus segera
dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanent atau menyebabkan kematian.
Hemofiltrasi digunakan untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan. Peritoneal
dialysis mengeluarkan cairan lebih lambat daripada bentuk-bentuk dialysis yang lain.
C. Indikasi
Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih. Pasien-pasien tersebut dinyatakan
memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi :
1. BUN > 100 mg/dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
2. Ureum > 200 mg% dan keadaan gawat pasien uremia, asidosis
metabolik berat, hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema paru ringan atau berat
3. Kreatinin > 100 mg %
4. Hiperkalemia (K > 7 mg/liter)
5. Asidosis metabolik dengan pH darah < 7,2
6. Preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
7. Sindrom kelebihan air
8. Intoksidasi obat jenis barbiturat
D. Prinsip Hemodialisa
Secara keseluruhan sistem hemodialisa terdiri dari 3 elemen dasar ,yaitu sistem
sirkulasi darah diluar tubuh (ekstrakorporeal), dialiser, dan sistem sirkulasi dialisat.
1. Sistem Sirkulasi Darah Ekstrakorporeal
Selama hemodialisa, darah pasien mengalir dari tubuh ke dalam dialiser melalui
akses arteri, kemudian kembali ke tubuh melalui selang vena dan akses vena.
Sistem sirkulasi darah di luar tubuh ini disebut sistem sirkulasi darah extra
corporeal.
2. Dialiser
Dialiser adalah suatu alat berupa tabung atau lempeng, terdiri dari kompartemen
darah dan kompartemen dialisat yang dibatasi oleh membran semipermieabel. Di
dalam dialiser ini terjadi proses pencucian darah melalui proses difusi dan
ultrafiltrasi, sehingga dihasilkan darah melalui yang sudah” bersih” dari zat-zat
yang tidak dikehendaki.
3. Sistem Sirkulasi Dialisat
Dialisat adalah cairan yang digunakan dalam proses diálisis. Dialisat dialirkan ke
dalam kompartemen pada dialiser dengan kecepatan tinggi (1,5 x 500 ml/ mnt).
Prinsip mayor/proses hemodialisa
1. Akses Vaskuler :
Seluruh dialysis membutuhkan akses ke sirkulasi darah pasien. Kondisi kronik
biasanya memiliki akses permanent seperti fistula atau graf, sementara kondisi
akut memiliki akses temporer seperti vascoth.
2. Membran semi permeable
Hal ini ditetapkan dengan dialyser aktual yang dibutuhkan untuk mengadakan
kontak antara darah dan dialisat sehingga dialysis dapat terjadi.
3. Difusi
Dalam dialisat yang konvesional, prinsip mayor yang menyebabkan pemindahan
zat terlarut adalah difusi substansi. Berpindah dari area yang konsentrasi tinggi ke
area dengan konsentrasi rendah. Gradien konsentrasi tercipta antara darah dan
dialisat yang menyebabkan pemindahan zat pelarut yang diinginkan. Mencegah
kehilangan zat yang dibutuhkan.
4. Konveksi
Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan akan
mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan tersebut.
5. Ultrafiltrasi
Proses dimana cairan dipindahkan saat dialysis dikenali sebagai ultrafiltrasi
artinya adalah pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk tekanan. Tiga tipe
dari tekanan dapat terjadi pada membran :
a. Tekanan positip merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan
dalam membran. Pada dialysis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser dan
resisten vena terhadap darah yang mengalir balik ke fistula tekanan positip
“mendorong” cairan menyeberangi membran.
b. Tekanan negatif merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar membran oleh
pompa pada sisi dialisat dari membran tekanan negatif “menarik” cairan
keluar darah.
c. Tekanan osmotik merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang
berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut. Larutan
dengan kadar zat terlarut yang tinggi akan menarik cairan dari larutan lain
dengan konsentrasi yang rendah yang menyebabkan membran permeable
terhadap air.
E. Perangkat Hemodialisa
1. Perangkat khusus
a. Mesin hemodialisa
b. Ginjal buatan (dializer) yaitu : alat yang digunakan untuk mengeluarkan sisa
metabolisme atau zat toksin laindari dalam tubuh. Didalamnya terdapat 2
ruangan atau kompartemen :
1) kompartemen darah
2) kompartemen dialisat.
Kompartemen dialisat
2. Alat-alat kesehatan :
a. Tempat tidur fungsional
b. Timbangan BB
c. Pengukur TB
d. Stetoskop
e. Termometer
f. Peralatan EKG
g. Set O2 lengkap
h. Suction set
i. Meja tindakan.
3. Persiapan pasien.
a. Menimbang BB
b. Mengatur posisi pasien.
c. Observasi KU
d. Observasi TTV
e. Melakukan kanulasi/pungtie untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya
mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti dibawah ini:
o Dengan interval A-V Shunt/fistula cimino
o Dengan eksternal A-V Shunt/schungula.
o Tanpa 1-2 (vena pulmonalis).
G. Komplikasi
1. Hipotensi
Penyebab: terlalu banyak darah dalam sirkulasi mesin, ultrafiltrasi berlebihan,
obat-obatan anti hipertensi.
2. Mual dan muntah
Penyebab: gangguan gastrointestinal, ketakutan, reaksi obat, hipotensi.
3. Sakit kepala
Penyebab: tekanan darah tinggi, ketakutan.
4. Demam disertai menggigil.
Penyebab: reaksi fibrinogen, reaksi transfusi, kontaminasi bakteri pada sirkulasi
darah.
5. Nyeri dada.
Penyebab: minum obat jantung tidak teratur, program hemodialisa yang terlalu
cepat.
6. Gatal-gatal
Penyebab: jadwal dialysis yang tidak teratur, sedang/sesudah transfusi, kulit
kering.
7. Perdarahan cimino setelah dialysis.
Penyebab: tempat tusukan membesar, masa pembekuan darah lama, dosis heparin
berlebihan, tekanan darah tinggi, penekanan, tekanan tidak tepat.
8. Kram otot
Penyebab: penarikan cairan dibawah BB standar. Penarikan cairan terlalu cepat
(UFR meningkat) cairan dialisat dengan Na rendah BB naik > 1 kg. Posisi tidur
berubah terlalu cepat.
2 Resiko cedera b.d. Pasien tidak mengalami 1. Kaji kepatenan AV shunt 1. AV yg sudah tidak baik bila
akses vaskuler & cedera dg kriteria: sebelum HD dipaksakan bisa terjadi rupture
komplikasi kulit pada sekitar AV vaskuler
sekunder terhadap shunt utuh/tidak rusak 2. Monitor kepatenan kateter 2. Posisi kateter yg berubah
penusukan & sedikitnya setiap 2 jam dapat terjadi rupture
pemeliharaan akses Pasien tidak vaskuler/emboli
vaskuler mengalami 3. Kaji warna kulit, keutuhan 3. Kerusakan jaringan dapat
komplikasi HD kulit, sensasi sekitar shunt didahului tanda kelemahan
pada kulit, lecet bengkak,
penurunan sensasi
4. Monitor TD setelah HD 4. Posisi baring lama stlh HD dpt
menyebabkan orthostatik
hipotensi
5. Lakukan heparinisasi pada 5. Shunt dapat mengalami
shunt/kateter pasca HD sumbatan & dapat dihilangkan
dengan heparin
6. Cegah terjadinya infeksi pd 6. Infeksi dpt mempermudah
area shunt/penusukan kateter kerusakan jaringan
3 Kelebihan volume Keseimbangan volume 1. Kaji status cairan 1. Pengkajian merupakan dasar
cairan b.d. : cairan tercapai setelah Timbang BBpre dan untuk memperoleh data,
penurunan dilakukan HD 4-5 jam post hd pemantauan 7 evaluasi dari
haluaran urine dengan kriteria: intervensi
BB post HD sesuai Keseimbangan masukan
diet cairan dry weight dan haluaran
berlebih Udema hilang Turgor kulit dan edema
retensi cairan & Retensi 16-28 x/m Distensi vena leher
2. Pembatasan cairan akan
natrium menetukan dry weight,
kadar natrium darah
Monitor vital sign haluaran urine & respon
132-145 mEq/l terhadap terapi.
2. Batasi masukan cairan
Pada saat priming & wash 3. UF & TMP yang sesuai akan
out hd mengurangi kelebihan
volume cairan sesuai dg
3. Lakukan hd dengan uf & tmp target BB ideal/dry weight
sesuai dg kenaikan BB
interdialisis 4. Sumber kelebihan cairan
dapat diketahui.
4. Identifikasi sumber masukan 5. Pemahaman meningkatkan
cairan masa interdialisis kerjasama klien & keluarga
5. Jelaskan pada keluarga & dalam pembatasan cairan.
klien rasional pembatasan 6. Kebersihan mulut
cairan mengurangi kekeringan
6. Motivasi klien untuk mulut, sehingga menurunkan
meningkatkan kebersihan keinginan klien untuk minum
mulut
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2,
EGC, Jakarta
Bongard, Frederic, S. Sue, darryl. Y, 1994, Current Critical, Care Diagnosis and
Treatment, first Edition, Paramount Publishing Bussiness and Group, Los
Angeles
Haryani dan Siswandi, 2004, Nursing Diagnosis: A Guide To Planning Care, available on:
www.Us.Elsevierhealth.com
McCloskey, 1996, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby, USA
Price, Sylvia A and Willson, Lorraine M, 1996, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses penyakit, Edisi empat, EGC, Jakarta
Ralph & Rosenberg, 2003, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2005-2006,
Philadelphia USA
Soeparman & Waspadji, 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi 3, FKUI,
Jakarta
Widmann, 1995, Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 9, EGC,
Jakarta
www. Us. Elsevierhealth.com, 2004, Nursing Diagnosis: for guide to Palnning care, fifth
Edition
KULIAH PROFESI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UGM
YOGYAKARTA
2011