Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN TN.

DENGAN KASUS PENYAKIT HEMOROID


DI RUANG AD-DHUHA
RUMAH SAKIT HAJI MAKASSAR

NAMA : SARWIN SANTOSO


NIM : 2107101009
RUANGAN : AD-DHUHA

Preceptor lahan preceptor Institusi

…………………. ……………………

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR
TAHUN AJARAN 2022/202
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji dan Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan kasihnya Kepada Penulis sehingga penulisan Laporan yang berjudul
Asuhan Keperawatan Pada Pasien HEMOROID Di Rumah Sakit Haji Makassar, dapat
terselesaikan dengan sebaik-baiknya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan pendahuluan asuhan


kepeeawatan dengan kasus HEMOROID ini dapat diselesaikan karena adanya bantuan
dan dukungan dalam penulisan banyak sekali pihak yang telah membantu penulis baik
dalam memberi motivasi, bimbingan materi, dan lain sebagainya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Laporan asuhan keperawatan HEMOROID ini


jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak dan nantinya yang akan digunakan untuk perbaikan di masa
mendatang baik untuk pendidikan, pengetahuan dan pengembangan ilmu keperawatan
yang professional.

Penulis

SARWIN SANTOSO
DAFTAR ISI
Daftar isi
Kata Pengantar
BAB I LAPORAN PENDAHULUAN
A. KONSEP DASAR HEMOROID
1. Pengertian Hemoroid
2. Patofisiologi
3. Etiologi
4. Panifestasi klinik
5. Komplikasi
6. Penatalasanaan
7. Penunjang kepearawatan
BAB II KONSEP KEPERAWATAN
B. KONSEP KEPERAWATAN HEMOROID
1. Pengkajian
2. Diagnose keperawatan
3. Intervensi
4. Implementasi
5. Evaluasi dan dokumentasi
BAB III ASKEP PENGKAJIAN PASIEN
1. Pengkajian
2. Analisa data
3. Diagnosa keperawatan
4. Rencana asuhan keperawatan
5. Implementasi keperawatan
6. Evaluasi keperawatan
Patofisiologi dan penyimpagan KDM
Daftar Pustaka
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP HEMOROID
1. PENGERTIAN
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus
yang berasal dari plexus homorrhoidalis. Hemoroid eksterna adalah pelebaran vena
yang berada dibawah kulit (subkutan) di bawah atau luar linea dentate. Hemoroid
interna adalah pelebaran vena yang berada dibawah mukosa (submukosa) diatas atau
di dalam linea dentate. Hemorhoid adalah varikositis akibat pelebaran (dilatasi)
pleksus vena hemorrhoidalis interna. Mekanisme terjadinya hemorhoid belum
diketahui secara jelas. Hemorhoid berhubungan dengan konstipasi kronis disertai
penarikan feces. Pleksus vena hemorrhoidalis interna terletak pada rongga submukosa
di atas valvula morgagni. Kanalis anal memisahkannya dari pleksus vena
hemorrhoidalis eksterna, tetapi kedua rongga berhubungan di bawah kanalis anal,
yang submukosanya melekat pada jaringan yang mendasarinya untuk membentuk
depresi inter hemorrhoidalis.
Hemorhoid sangat umum dan berhubungan dengan peningkatan tekanan
hidrostatik pada system porta, seperti selama kehamilan, mengejan waktu berdefekasi,
atau dengan sirosis hepatis.
Pada sirosis hepatic terjadi anatomosis normal antara system vena sistemik dan
portal pada daerah anus mengalami pelebaran. Kejadian ini biasa terjadi pada
hipertensi portal.
Hipertensi portal menyebabkan peningkatan tekanan darah (>7 mmHg) dalam vena
portal hepatica, dengan peningkatan darah tersebut berakibat terjadinya pelebaran
pembuluh darah vena di daerah anus. Hemorrhoides atau wasir merupakan salah satu
dari gangguan sirkulasi darah. Gangguan tersebut dapat berupa pelebaran (dilatasi)
vena yang disebut venectasia atau varises daerah anus dan perianus yang disebabkan
oleh bendungan dalam susunan pembuluh vena. Hemorhoid disebabkan oleh obstipasi
yang menahun dan uterus gravidus, selain itu terjadi bendungan sentral seperti
bendungan susunan portal pada cirrhosis hati, herediter atau penyakit jantung
kongestif, juga pembesaran prostat pada pria tua, atau tumor pada rectum.
2. PATOFISIOLOGI
Hemoroid dapat terjadi pada individu yang sehat. Hemoroid umumnya
menyebabkan gejala ketika mengalami pembesaran, peradangan atau prolapse
sebagaian besar penulis setuju bahwa diet rendah serat menyebabkan bentuk fases
mnjadi kecil, yang bias menyebabkan kondisi mengejan selama BAB peningkatan
tekanan ini menyebabkan pembengkakan dari hemoroid, kemungkinan gangguan
venous return.
Hemoroid eksterna diklasifikasi sebagai akut dan kronis. Bentuk akut berupa
pembekakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan suatu
hematoma. Trombosis akut biasa berkaitan dengan peristiwa tertentu seperti tenaga
fisik, berusaha dengan mengejan, diare atau perubahan dalam diet. Kondisi hemoroid
eksternal memberikan menifestasi kurang higenis akibat kelembaban dan rangsangan
akumulasi mukus. Keluarnya mukus dan terdapat feses pada pakaian dalam
merupakan ciri hemoroid yang mengalami prolapse menetap.
Hemoroid dapat di sebabkan oleh tekanan abdominal yang mampu menekan vena
hemoroidalis sehingga 11 menyebabkan dilatasi pada vena, dapat di bagi menjadi 2,
yaitu Interna dan Eksterna. Yang pertama Interna (dilatasi sebelum spinter) yang di
tandai dengan bila membesar baru nyeri, bila vena pecah BAB berdarah sehingga
dapat menyebabkan anemia. Eksterna (dilatasi sesudah spinter) di tandai dengan nyeri
dan bila vena pecah BAB berdarah-trombosit-inflamasi.
Hemoroid dapat terjadi pada individu yang sehat. Hemoroid umumnya
menyebabkan gejala ketika mengalami pembesaran, peradangan, atau prolapse. Diet
rendah serat menyebabkan bentuk fases menjadi kecil yang bisa menyebabkan kondisi
mengejan selama BAB, peningkatan tekanan ini menyebabkan pembengkakan dari
hemoroid.

3. ETIOLOGI
Hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi vena hemoroidalis
yang disebabkan oleh faktor-faktor risiko/pencetus, seperti:
1. Mengedan pada buang air besar yang sulit
2. Pola buang air besar yang salah (lebih banyak menggunakan jamban duduk,
lebih lama duduk dijamban sambil membaca,merokok)
3. Peningkatan penekanan intra abdomen karena tumor (tumor udud, tumor
abdomen.
4. Kehamilan (disebabkan tekanan jenis pada abdomen dan perubahan hormonal)
5. Usia tua
6. Konstipasi kronik
7. Diare akut yang berlebihan dan diare kronik
8. Hubungan seks peranal
9. Kurang minum air putih makan makanan berserat (sayur dan buah)
10. Kurang olahraga/imobisasi Berdasarkan gambaran klinis hemoroid interna
dibagi atas:
a. Derajat 1 : Pembesaran hemoroid yang tidak prolaps ke luar kanal anus, hanya
dapat dilihat dengan anorektoskop
b. Derajat 2 : Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk
sendiri ke dalam anus secara spontan.
c. Derajat 3 : Pembesaran hemoroid yang prolapse dapat masuk lagi ke dalam
anus dengan bantuan dorongan jari.
d. Derajat 4 : Prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung untuk
mengaladami thrombosis dan infark. Secara anoskopi hemoroid dapat dibagi
atas:
a) Hemoroid eksterna (diluar/dibawah linea dentate)
b) Hemoroid interna (didalam/diatas linea dentate)

4. MANIFESTASI KLINIS
Menurut (Jitowiyono & Kristiyanasari, 2012) tanda dan gejala pada hemoroid
yaitu :
1. Rasa gatal dan nyeri, bersifat nyeri akut. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi
setelah cedera akut, penyakit, atau intervensi bedah dan memiliki 10 proses
yang cepat dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan yang
berlangsung sangat singkat.
2. Pendarahan berwarna merah terang pada saat pada saat BAB.
3. Pada hemoroid eksternal, sering timbul nyeri hebat akibat inflamasi dan edema
yang disebabkan oleh thrombosis (pembekuan darah dalam hemoroid) sehingga
dapat menimbulkan iskemia dan nekrosis pada area tersebut
5. KOMPLIKASI
Rektum akan relaksasi dan harsat untuk defekasi hilang apabila defekasi tidak
sempurna. Air tetap terus di absorsi dari masa feses yang menyebabkan feses menjadi
keras, sehingga defekasi selanjutnya lebih sukar. Tekanan fases berlebihan
menyebabkn kongesti vena hemoroidalis interna dan eksterna, dan merupakan salah
satu penyebab hemoroid (vena varikosa rektum). Daerah anorektal sering merupakan
tempat abses dan fistula, kanker kolon dan rektum merupakan kanker saluran cerna
yang paling sering terjadi pada penderita konstipasi. Komplikasi lain yang dapat
terjadi adalah: hipertensi arterial, impaksi fekal, fisura, serta mengakolon.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Colok Dubur Diperlukan untuk menyingkirkan kemugkinan
karsinoma rektum. Pada hemoroid interna tidak dapat diraba sebab tekanan vena
di dalamnya tidak cukup tinggi dan biasanya tidak nyeri
2. Anoskop Diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang tidak menonjol
keluar
3. Proktosigmoidoskopi Untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh
proses radang atau proses keganasan di tingkat yang lebih tinggi

7. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Penatalaksanaan Konservatif :
a. Koreksi konstipasi jika ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan
menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi seperti kodein.
b. Perubahan gaya hidup lainnya seperti meningkatkan konsumsi cairan,
menghindari konstipasi dan mengurangi mengejan saat buang air besar.
c. Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid,dan antiseptik dapat
mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid.
Penggunaan steroid yang berlama-lama harus dihindari untuk mengurangi
efek samping. Selain itu suplemen flavonoid dapat membantu mengurangi
tonus vena, mengurangi hiperpermeabilitas sertaefek anti inflamasi meskipun
belum diketahui bagaimana mekanismenya.
2. Pembedahan
Apabila hemoroid internal derajat 1 yang tidak membaik dengan
penatalaksanaan konservatif maka dapat dilakukan tindakan pembedahan. HIST
(hemorrhoid institute of south texas) menetapkan indikasi tatalaksana
pembedahan hemoroid antara lain:
a. Hemoroid internal derajat II berulang.
b. Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala.
c. Mukosa rectum menonjol keluar anus.
d. Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fissure.
e.  Kegagalan penatalaksanaan konservatif.
f.  Permintaan pasien.
Penatalaksanaan luka post operasi hemoroidektomi merupakan tindakan untuk
merawat luka dan melakukan pembalutan dengan tujuan mencegah infeksi
silang (masuk melalui luka) dan mempercepat penyembuhan luka. Selain itu,
perawatan hemoroidektomi juga dapat dilakukan dengan cara keluhan dikurangi
rendam duduk menggunakan larutan hangat untuk mengurangi nyeri atau
gesekan pada waktu berjalan dan sedasi.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN HEMEROID

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita post operasi
hemoroid menurut Price dan Wilson (2012) meliputi : nama, jenis kelamin, umur,
pekerjaan, alamat, agama, status perkawinan, no. register, tanggal MRS, diagnose
keperawatan.
a. Umur
Pada penderita hemoroid sering dijumpai 35% penduduk yang berusia sekitar 45-
65 tahun.laki-laki maupun perempuan bisa mengalami hemoroid.
b. Pekerjaan
Karena faktor pekerjaan seperti angkat berat, mengejan saat defekasi, pola makan
yang salah bisa mengakibatkan feses menjadi keras dan terjadinya hemoroid.
c. Keluhan utama
Pada pasien post operasi hemoroid mengeluh nyeri pada anus akibat sesudah
operasi.
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit diare kronik, konstipasi kronik, pembesaran prostat dan
sebelumnya pernah memiliki riwayat penyakit hemoroid.
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada riwayat penyakit hemoroid dalam satu keluarga.
f. Riwayat psikososial
a) Pola persepsi dan konsep diri
Kaji tentang persepsi klien terhadap penyakit yang diderita. Pasien merasa malu
dengan keadaanya, ansietas, dan rendah diri.
b) Pola istirahat dan tidur
Pada pasien post hemoroid biasanya mengalami gangguan tidur karena nyeri
pada anus sesudah operasi.
c) Pola aktivitas
Pada pasien post hemoroid mengalami keterbatasan aktivitas karena nyeri pada
anus akibat sesudah operasi.
g. Pemeriksaan fisik
a) Tingkat kesadaran :
kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar-tidak sadar (composmenti-coma)
untung mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien. Kesadaran :
composmentis tingkat GCS : E : 4, V : 5, M : 6.
b) Tanda-tanda vital
1) Tekanan darah : normalnya 120/80 mmHg.
2) Suhu : normalnya 36,5C – 37,2C.
3) Nadi : normalnya 60-100 x/menit.
4) Respirasi rate : normalnya 16-24x/menit. 18
c) Pemeriksaan kepala dan muka
1) Kepala

a) Rambut : termasuk kuantitas, penyebaran dan tekstur antara : kasar dan


halus.

b) Kulit kepala : termasuk benjolan, lesi.

c) Tulang tengkorak : termasuk ukuran dan kontur.

d) Muka/wajah : termasuk simetris dan ekspresi wajah.

d) Pemeriksaan telinga
1) Daun telinga dilakukan inspeksi : simetris kana kiri.
2) Lubang telinga : produksi serumen tidak sampai mengganggu diameter
lubang.
3) Gendang telinga : kalau tidak tertutup serumen berwarna putih keabuan dan
masih dapat bervariasi dengan baik apabila tidak mengalami infeksi
sekunder.
4) Pendengaran : pengkajian ketajaman terhadap bisikan atau tes garputala
dapat mengalami penurunan.
e) Pemeriksaan mata
Yang perlu di kaji yaitu lapang pandang dari masing-masing mata (ketajaman
menghilang). Inspeksi :
1) Posisi dan kesejajaran mata : mungkin muncul eksoftalmikus, strabismus.
2) Alis mata : dermatitis, seborea.
3) Sklera dan konjungtiva : seklera mungkin ikterik. Konjungtiva anemis pada
penderita yang sulit tidur karena merasakan nyeri setelah operasi.
4) Pupil : miosis, midriasis atau anisokor

f) Pemeriksaan mulut dan faring Inspeksi

1) Bibir : sianosis, pucat

2) Mukosa oral : mungkin kering, basah.

3) Gusi perlu diamati kalau ada gingivitis.

4) Lidah mungkin berwarna keputihan dan berbau akibat penurunan oral


hygiene.

5) Faring mungkin terlihan kemerahan akibar peradangan.

g) Pemeriksaan leher

Pada inspeksi jarang tampak distensi vena jugularis, pembesaran kelenjar

limfe leher dapat muncul apabila ada infeksi sistemik.

h) Pemeriksaan thorak dan paru

1) Inspeksi frekuensi : irama, kedalaman dan upaya bernafas antara


laintakipnea, hipernea, dan pernafasan chyne stoke (pada kondis
ketoasidosis).

2) Amati bentuk dada : normal atau barrel chest, funnel chest dan pigeon chest.

3) Dengarkan pernafasan pasien

4) Stidor pada obstruksi jalan nafas.

5) Mengi (apabila penderita mempunyai riwayat asma atau bronchitis kronik).

i) Pemeriksaan jantung

1) Inspeksi : pada inspeksi bagaimana kondisi dada, simetris atau tidak, ictus
cordis nampak atau tidak.

2) Palpasi : terdapat ictus cordis teraba di ICS 4-5.


3) Perkusi : perkusi jantung terhadap suara jantung pekak (padat).

4) Auskultasi : auskultasi bunyi jantung normal BJ 1 (dup), BJ 2 (lup) dan suara


terdengar tunggal.

j) Pemeriksaan abdomen

1) Inspeksi : pada kulit apakah ada strie dan simetris adanya pembesaran organ.

2) Auskultasi : auskultasi bising usus apakah terjadi penurunan atau peningkatan


motilitas.

3) Perkusi : perkusi abdomen terhadap proporsi dan pola tymphani serta


kepekaan.

4) Palpasi : palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan atau massa.

k) Pemeriksaan genetalia dan anus

1) Genetalia : pada inspeksi apakah ada timosis pada preposium dan apakah ada
kemerahan pada kulit skrotum.

2) Anus

a) Inspeksi : pada inspeksi terdapat luka post operasi, apakah ada tanda
infeksi, apakah adanya pus (nanah) atau tidak, apakah masih terjadi
pendarahan berlebih.

b) Palpasi : palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan, adanya pus (nanah)
atau tidak.

l) Pemeriksaan ekstremitas

Inspeksi bentuk, adanya luka, edema baik ekstremitas atas maupun bawah.
Pemeriksaan kekuatan otot (skala 1-5)

a) : lumpuh.

b) : adanya kotraksi otot.

c) : melawan gravitasi dengan sokongan.


d) : melawan gravitasi tetapi tidak ada tahanan.

f) : melawan gravitasi dengan tahanan sedikit.

g) : melawan gravitasi dengan kekuatan penuh.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan resiko pendarahan
b. Ketidakseimbangan nutrisi/ cairan kurang dari kebutuhan tubuh
c. Risiko infeksi

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa NOC NIC


1 Nyeri akut  Kontrol nyeri Manajemen nyeri
berhubungan Indikator : 1. Lakukan pengkajian nyeri
dengan resiko 1. Tidak pernah secara komprehensif
pendarahan menunjukkan termasuk lokasi,
manajemen nyeri karakteristik, durasi,
2. Jarang menunjukkan frekuensi, kualitas dan
manajemen nyeri intensitas atau keparahan
3. Kadang-kadang nyeri, dan faktor
menunjukkan presipitasinya
manajemen nyeri 2. Observasi isyarat
4. Sering menunjukkan nonverbal
manajemen nyeri ketidaknyamanan,
5. Secara konsisten khususnya pada mereka
menunjukkan yang tidak mampu
manajemen nyeri berkimunikasi efektif
Hasil yang diharapkan 2 3. Berikan informasi tentang
kriteria hasil: nyeri seperti penyebab
1. Mengenali kapan nyeri nyeri, berapa lama nyeri
terjadi akan berkurang dan
2. Menggunakan tindakan antisipasi
pencegahan ketidaknyamaanan
3. Menggunakan tindakan prosedur
pengurangan nyeri tanpa 4. Ajarkan tentang teknik
analgesik non farmakologi: nafas
4. Melaporkan nyeri yang dalam
terkontro 5. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi: massase
area punggung
6. berikan pasien penurun
nyeri yang optimal
dengan peresepan
analgesik
Pemberian analgesik
7. Cek perintah pengobatan
meliputi obat, dosis, dan
frekuensi obat analgesik
yang diresepkan
8. Cek adanya riwayat alergi
obat
9. Berikan kebutuhan
kenyamanan dan aktivitas
lain yang dapat membantu
relaksasi untuk
memfasilitasi penurunan
nyeri
2 Ketidak seimban  Kontrol pola makan Control
gan nutrisi dari k Indikator: 1. Kaji nafsu makan klien
ebutuhan tubuh 1. Makan tepat waktu 2. Hal-hal yang membuat
berhubungan den 2. Memberi makan sedikit klien tidak nafsu makan
gan menurunya tapi sering 3. Mengetahui perubahan
nafsu 3. Berat badan normal pasien

3 Risiko infeksi  Kontrol risiko proses Infection Control (Kontrol


berhubungan. infeksi infeksi)
Indikator : 1. Kaji faktor yang dapat
1. Tidak pernah meningkatkan
mennjukkan kerentanan terhadap
2. Jarang menunjukkan infeksi (misalnya, usia
3. Kadang-kadang lanjut, usia kurang dari 1
menunjukkan tahun, sistem imun
4. Sering menunjukkan lemah, dan malnutrisi).
5. Secara konsisten 2. pantau tanda dan gejala
menunjkkan infeksi
Hasil yang diharapkan 4-5 3. amati penampilan
dengan kriteria hasil: praktik hygiene personal
1. Terbebas dari tanda dan 4. instruksikan untuk
gejala infeksi menjaga hygiene
2. Memperlihatkan personal (misalnya
hygiene personal yang mencuci tangan)
adekuat 5. ajarkan pasien teknik
3. Melaporkan tanda dan mencuci tangan yang
gejala infeksi serta benar
mengikuti prosedur 6. ajarkan kepada
skrining dan pengunjung untuk
pemantauan mencuci tangan sewaktu
masuk dan
meninggalkan ruang
pasien
7. batasi jumlah
pengunjung bila perlu
8. hitung jumlah leukosit
(leukosit normal 4000-
10000 sel/mm3)
9. kolaborasi pemberikan
terapi antibiotik, bila
diperlukan
4. IMPLEMENTASI
a. Manajemen nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, 
durasi, frekuensi, kualitas dan intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor
presipitasinya
2. Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada mereka yang 
tidak mampu berkimunikasi efektif
3. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri
akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamaanan prosedur
4. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: nafas dalam
5. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: massase area punggung
6. berikan pasien penurun nyeri yang optimal dengan peresepan analgesik
7. Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan frekuensi obat analgesik
yang diresepkan
8. Cek adanya riwayat alergi obat
9. Berikan kebutuhan kenyamanan dan aktivitas lain yang dapat membantu
relaksasi untuk memfasilitasi penurunan nyeri
b. Ketidakseimbangan nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan 
menurunya nafsu
1. Kaji nafsu makan klien
2. Hal-hal yang membuat klien tidak nafsu makan
3. Mengetahui perubahan pasien
c. Risiko infeksi
1. Kaji faktor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi (misalnya, u
sia lanjut, usia kurang dari 1 tahun, sistem imun lemah, dan malnutrisi).
2. pantau tanda dan gejala infeksi
3. amati penampilan praktik hygiene personal
4. instruksikan untuk menjaga hygiene personal (misalnya mencuci tangan)
5. ajarkan pasien teknik mencuci tangan yang benar
6. ajarkan kepada pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk dan
meninggalkan ruang pasien
7. batasi jumlah pengunjung bila perlu
8. hitung jumlah leukosit (leukosit normal 4000-10000 sel/mm3)
9. kolaborasi pemberikan terapi antibiotik, bila diperlukan

5. EVALUASI DAN DOKUMENTASI

Evaluasi adalah langkah terakhir dalam asuhan keperawatan, evaluasi dilakukan


dengan pendekatan SOAP (data subjektif, data objektif, analisa dan planning). Dalam
evaluasi ini dapat ditemukan sejauh mana keberhasilan rencana tindakan keperawatan
yang harus dimodifikasi.

PATOFISIOLOGI DAN PENYIMPANGAN


( KDM)

Konstipasi

Peningkatan intra Peningkatan tekanan


addomen venaHaemorrhoidalis
Nutrisi kurang
mengandung serat

Peleburan pembuluh darah vena pada pleksus haemorrhoidalis (pada saluran anus)

Pre op Post op

Fisokologis Fisik
Resiko injuri Terombosit

Trauma defekasi Prolap hemoroid


Merangsang

Luka
Resiko Takut BAB
pendarahan
Resiko nyeri
Pendarahan Resiko infeksi

Resiko kekurangan
cairan

DAFTAR PUSTAKA

Bulchek, G. M., & dkk. (2016). Nursing Interventions Classification (NIC). United Kingdom:
Elsevier.
Haryono, R. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Kelainan Bawaan Sistem Perencanaan.
Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). NANDA International Inc. Diagnosis


Keperawatan; Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.

Liu, T., & Campbell, A. (2011). Case Files Ilmu Bedah. Jakarta: Karisma Publishing
Group.

Moorhead, S., & dkk. (2016). Nursing Outcomes Classification (NOC). United Kingdom:
Elsevier.

Sjamsuhidajat, R. J. (2014). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai