Oleh :
YESSI ELITA OKINAWATI
NIM. 40219023
( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGUE HAEMORHAGIC FEVER (DHF) DI
RUANG DAHLIA 2 RSUD NGUDI WALUYO WLINGI
KABUPATEN BLITAR
A. DEFINISI
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue
haemorhagic fever//DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disetai
leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada
DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi
(peningkatan hemotokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom
renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan atau syok (Sudoyo Aru, dkk 2009).
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus sebagai berikut (Nurarif & Kusuma,
2015) :
1. Derajat I : Demam disertai gejala klinik 2 atau lebih tanda : mialgia, sakit
kepala, nyeri retroorbital, artralgia dan satu-satunya manifestasi perdarahan
dalam uji tourniquet positif, trombositopenia, himokonsentrasi.
2. Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan pada kulit atau tempat
lain.
3. Derajat III : Ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi cepat dan
lemah, tekanan darah turun (20 mm Hg) atau hipotensi disertai dengan kulit
dingin dan gelisah.
4. Derajat IV : Kegagalan sirkulasi, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak
terukur, biasa disebut DSS (Dengue Syock Syndrom)..
C. ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue yang tergolong arbovirus yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus (Nurarif
& Kusuma, 2015).
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Demam Dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau
lebih manifestasi klinis sebagai berikut :
a. Nyeri kepala
b. Nyeri retro-orbital
c. Mialgia/artralgia
d. Ruam kulit
e. Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif)
f. Leukopenia
g. Pemeriksaan serologi dengue positif; atau ditemukan DD/DBD yang sudah
dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
2. Demam Berdarah Dengue
a. Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat bifasik.
b. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa:
- Uji tourniquet positif
- Petekie, ekimosis, atau purpura
- Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna, tempat
bekas suntikan
- Hematemesis atau melena
c. Trombositopenia < 100.00/ul
d. Kebocoran plasma yang ditandai dengan
- Peningkatan nilai hematrokrit > 20% dari nilai baku sesuai umur dan jenis
kelamin.
- Penurunan nilai hematokrit > 20% setelah permberian cairan yang
adekuat.
e. Tanda kebocoran plasma seperti: hipoproteinemi, asites, efusi pleura
3. Sindrom Syok Dengue
Seluruh kriteria DBD diatas disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu:
a. Penurunan kesadaran, gelisah
b. b.Nadi cepat, lemah
c. Hipotensi
d. Tekanan darah turun <20 mmHg
e. Perfusi perifer menurun
f. Kulit dingin-lembab
E. PATOFISIOLOGI
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan
viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di
hipotalamus sehingga menyebabkan ( pelepasan zat bradikinin, serotinin, trombin,
Histamin) terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu viremia menyebabkan
pelebaran pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan perpindahan cairan
dan plasma dari intravascular ke intersisiel yang menyebabkan hipovolemia.
Trombositopenia dapat terjadi akibat dari, penurunan produksi trombosit sebagai
reaksi dari antibodi melawan virus.
Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit
seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan adanya
kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis secara
normal. Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak tertangani
maka akan menimbulkan syok. Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8
hari.
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aeygypty.
Pertama tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita
menalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di seluruh tubuh,
ruam atau bintik bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain yang
mungkin terjadi pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati
(hepatomegali).
Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus
antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen. Akibat
aktivasi C3 dan C5 akan akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang berdaya
untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor
meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibtkan
terjadinya pembesaran plasma ke ruang ekstraseluler. Pembesaran plasma ke ruang
eksta seluler mengakibatkan kekurangan volume plasma, terjadi hipotensi,
hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).
Hemokonsentrasi (peningatan hematokrit >20%) menunjukan atau
menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) sehingga nilai hematokrit
menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan dengan
ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium,
pleura, dan pericardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan
melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit
menunjukan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena
harus di kurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru dan
gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita akan
mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk
bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lam
akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak
segera diatasi dengan baik (Nurarif & Kusuma, 2015).
F. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi dari DHF (Nurarif & Kusuma, 2015) adalah:
1. Perdarahan
Disebabkan oleh perubahan vaskuler, penurunan jumlah trombosit dan
koagulopati, dan trombositopeni dihubungkan meningkatnya megakoriosit
muda dalam sel-sel tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi
perdarahan dapat dilihat pada uji torniquet positif, ptekie, ekimosis, dan
perdarahan saluran cerna, hematemesis, dan melena.
2. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syock Syndrom) terjadi pada hari ke 2-7 yang disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi
cairan serosa ke ronnga pleura dan peritoneum, hiponatremia, hemokonsentrasi,
dan hipovolemi yang mngekaibatkan berkurangnya aliran balik vena,
penurunan volume sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi disfungsi atau
penurunan perfusi organ. DSS juga disertai kegagalan hemeostasis yang
mengakibatkan aktivitas dan integritas sistem kardiovaskular, perfusi miokard
dan curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemi
jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversible, terjadi
kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan meninggal dalam wakti 12-24
jam.
3. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang dihubungkan dengan
nekrosis karena perdarahan yang terjadi pada lobulus hati dan sel-sel kapiler.
Terkadang tampak sel metrofil dan limphosit yang lebih besar dan lebih banyak
dikarenakan adanya reaksi atau komplek virus antibody.
4. Efusi Pleura
Terjadi karena kebocoran plasma yang mngekibatkan ekstrasi cairan
intravaskuler sel, hal tersebut dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga
pleura dan adanya dipsnea.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Langkah - langkah pemeriksaan :
1. Pemeriksaan hematokrit (Ht) : ada kenaikan bisa sampai 20%, normal: pria 40-
50%; wanita 35-47%
2. Uji torniquit: caranya diukur tekanan darah kemudian diklem antara tekanan
systole dan diastole selama 10 menit untuk dewasa dan 3-5 menit untuk anak-
anak. Positif ada butir-butir merah (petechie) kurang 20 pada diameter 2,5
inchi.
3. Tes serologi (darah filter) : ini diambil sebanyak 3 kali dengan memakai kertas
saring (filter paper) yang pertama diambil pada waktu pasien masuk rumah
sakit, kedua diambil pada waktu akan pulang dan ketiga diambil 1-3 mg setelah
pengambilan yang kedua. Kertas ini disimpan pada suhu kamar sampai
menunggu saat pengiriman.
4. Isolasi virus: bahan pemeriksaan adalah darah penderita atau jaringan-jaringan
untuk penderita yang hidup melalui biopsy sedang untuk penderita yang
meninggal melalui autopay. Hal ini jarang dikerjakan. (Nurarif & Kusuma,
2015).
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan (Nurarif & Kusuma, 2015) :
Pada dasarnya DBD atau DHF bersifat simtomatis dan suportif. Pengobatan
terhadap virus ini sampai sekarang bersifat menunjang agar pasien dapat bertahan
hidup. Pasien yang diduga kuat mengalami DBD harus dirawat di rumah sakit
karena memerlukan pengawasan terhadap kemungkinan terjadinya syok atau
perdarahan yang dapat mengancam keselamatan pasien.
1. DBD Tanpa Renjatan (Syok)
Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan klien dehidrasi dan
haus. Pada pasien ini harus diberi banyak minum, yaitu 1 ½ sampai 2 liter
dalam waktu 24 jam. Dapat juga diberikan teh manis, susu, sirum, ataupun
oralit. Keadaan hiperpireksia adapat diatasi dengan kolaborasi pemberian
antipiretik dan kompres hangat. Jika terjadi kejang harus luminal atau
pemberian anti konvulsan lainnya. Infus diberikan pada klien DBD tanpa
renjatan bila pasien terus menerus muntah dan tidak dapat diberi minum
sehingga terjadi resiko tinggi dehidrasi dan peningkatan hematokrit. Jika
hematokrit cenderung meningkat berarti menunjukkan derajat adanya
kebocoran plasma dan biasanya mendahului munculnya perubahan tanda-tanda
vital secara klinis (hipotensi dan penurunan nadi). Sedangkan turunnya nilai
trombosit biasanya mendahului naiknya hematokrit. Oleh karena itu, pada
pasien DBD harus diperikasa Hb, Ht, dan trombosit setiap hari untuk
menentukkan apakah klien perlu dipasang infus atau tidak.
2. DBD Disertai Renjatan (DSS)
Pasien yang mengalami renjatan atau syok harus segera dipasang infus karena
sebagai pengganti cairan akibat kebocoran plasma. Cairan yang harus diberikan
adalah Ringer laktat, namun jika pemberian cairan tidak dapat mengatasi syok
maka harus diberikan plasma sebanyak 20-30 ml/kg berat badan. Sedangkan
untuk klien yang mengalami renjatan berat harus diberikan cairan dengan cara
diguyur. Pada pasien yang mengalami renjatan berkali-kali harus dipasang CVP
(Central Venous Pressure) yang berfungsi sebagai pengaturan vena sentral
untuk mngukur tekanan vena sentral melalui vena jugularis. Biasanya
pemasangan alat ini dilakukan pada klien yang dirawat di ICU. Transfusi darah
dapat diberikan pada klien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat.
Kadang-kadang perdarahan gastrointestinal dapat digunakan sebagai indikasi
jika klien terjadi penurunan HB dan Ht sedangkan tidak terlihat tanda
perdarahan di kulit.
I. WOC
Terlampir
J. PENATALAKSANAAN
a. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Keluhan yang paling dirasakan pasien : suhu tubuh diatas normal.
3. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit yang di derita pasien saat berada di rumah sakit : suhu
tubuh diatas normal, menggigil, mual muntah.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit seperti hipertensi, diabetes militus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,
kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.
6. Aktivitas/istirahat:
Adanya kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa, paralisis,
hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
7. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF,
polisitemia dan hipertensi arterial. Akral hangat atau akral dingin, pucat,
adanya sianosis, CRT <2 detik atau >2 detik, nadi teraba kuat atau lemah,
irama jantung teratur atau tidak teratur.
8. Integritas ego.
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
9. Eliminasi
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK. Misalnya inkoontinentia urine,
anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.
10. Makanan/cairan :
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan,
dysfagia.
11. Neuro Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan intrakranial.
Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur,
dyspalopia, lapang pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada
bagian yang berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi
yang sama di muka.
12. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka.
13. Respirasi
Memeriksa ventilasi meningkat/menurun, kapasitas vital
meningkat/menurun, diameter thoraks anterior-posterior
meningkat/menurun, tekanan ekspirasi meningkat/menurun, tekanan
inspirasi meningkat/menurun, ada/tidak dipsnea, ada/tidak pernapasan
cuping hidung, frekuensi napas, kedalaman napas, ketidakmampuan
menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Adanya suara nafas tambahan :
whezing, ronchi, veskuler, bronkhoveskuler.
14. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan
persepsi dan orientasi Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan
mengatur kebutuhan nutrisi. Tidak mampu mengambil keputusan.
15. Interaksi sosial
Gangguan dalam bicara, ketidakmampuan berkomunikasi.
b. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermia.
2. Resiko perdarahan.
3. Resiko syok.
4. Pola nafas tidak efektif.
5. Nausea.
6. Defisit nutrisi
c. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen
Penyebab : tindakan asuhan Hipertermia
Dehidrasi keperawatan ...x... jam Observasi :
Terpapar lingkungan diharapkan termogulasi 1. Identifikasi
panas membaik. penyebab
Proses penyakit Kriteria Hasil : hipertermia (mis.
(mis. infeksi, 1. Menggigil menurun dehidrasi, terpapar
kanker) 2. Kulit merah menurun lingkungan panas,
Ketidaksesuaian 3. Kejang menurun penggunaan
pakaian dengan suhu 4. Akrosianosis inkubator)
lingkungan menurun 2. Monitor suhu
Peningkatan laju 5. Konsumsi oksigen tubuh
metabolisme menurun 3. Monitor kadar
Respon trauma 6. Piioereksi menurun elektrolit
7. Vasokonstriksi perifer 4. Monitor haluaran
Aktivitas berlebihan
Penggunaan menurun urine
inkubator 8. Kutis memorata 5. Monitor
Ditandai dengan : menurun komplikasi akibat
Gejala dan Tanda 9. Pucat menurun hipertermia
Mayor 10. Takikardi menurun Terapeutik :
Objektif : 11. ` Takipnea menurun 1. Sediakan
1. Suhu tubuh diatas 12. Bradikardi menurun lingkungan yang
nilai normal. 13. Dasar kuku sianoiik dingin
Gejala dan Tanda menurun 2. Longgarkan atau
Minor 14. Hipoksia menurun lepaskan pakaian
Objektif : 15. Suhu tubuh membaik 3. Basahi dan kipasi
1. Kulit merah 16. Suhu kulit membaik permukaan tubuh
2. Kejang 17. Kadar glukosa darah 4. Berikan cairan oral
3. Takikardi membaik 5. Ganti finen setiap
4. Takipnea 18. Pengisian kapiler hari atau lebih
5. Kulit terasa hangat membaik sering jika
19. Ventilasi membaik mengalami
hiperhidrosis
(keringat berlebih)
6. Lakukan
pendinginan
eksternal (mis.
selimut hipotermia
atau kompres
dingin pada dahi,
leher,
7. dada, abdomen,
aksila)
8. Hindari pemberian
antipiretik atau
aspirin
9. Berikan oksigen,
jika perlu
Edukasi :
1. Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena, jika
perlu
2. Resiko perdarahan Setelah dilakukan Observasi :
Penyebab : tindakan asuhan 1. Monitor tanda dan
Aneurisma keperawatan ...x... jam gejala perdarahan.
Gangguan koagulasi tingkat perdarahan 2. Monitor
menurun. hemoglobin/hemato
Kriteria Hasil : krit sebelum dan
1. Kelembaban sesudah kehilangan
membran mukosa darah
meningkat. 3. Monitor tanda-tanda
2. Kelembaban kulit vital ortostatik.
meningkat. 4. Monitor koagulasi.
3. Hemoptisi menurun Terapeutik :
4. Hematemesis 1. Pertahankan bed
menurun rest selama
5. Hematuria menurun perdarahan.
6. Hemoglobin 2. Batasi tindakan
membaik invasif.
7. Hematokrit membaik 3. Gunakan kasur
8. Tekanan darah penvegah
membaik dikubitus.
9. Suhu membaik Edukasi
1. Jelaskan tanda dan
gejala perdarahan.
2. Anjurkan
meningkatkan
asupan makanan
dan vitamin K.
3. Anjurkan segera
melapor jika terjadi
perdarahan.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi obat
pengontrol
perdarahan, jika
perlu.
2. Kolaborasi
pemberian produk
darah, jika perlu.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi Dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
Sudoyo Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1, 2, 3 edisi keempat.
Internal Publishing : Jakarta.