Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PERTUSIS

Disusun Oleh :

AISYAH PUTRI F. SIREGAR (211151001)

Pembimbing :
Mohamad Ikhsan, SKM.,MPH

PRODI DIII KEPERAWATAN SINTANG


POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK
2023
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan
pengetahuan sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah Keperawatan Anak yang berjudul
“Pertussis” sesuai dengan waktu yang ditentukan.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak Semester IV
dengan dosen pembimbing Mohamad Ikhsan, SKM.,MPH yang telah memberikan arahan dan
bimbingan dalam pembuatan makalah ini.
Akhirnya penulis sampaikan terima kasih atas perhatiaannya terhadap makalh ini, saya
berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Dengan segala kerendahan hati, saran
dan kritikan yang konstruktif sangat penulis harapkan dari pembaca guna meningkatkan pembuatan
tugas yang lain.

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
Bab I Tinjauan Pustaka.........................................................................................................................1
a. Definisi Pertusis........................................................................................................................1
b. Etiologi Pertusis........................................................................................................................1
c. Gambaran Klinik/ Patofisiologi Pertusis...................................................................................2
d. Pemeriksaan Diagnostik............................................................................................................3
e. Penatalaksanaan.........................................................................................................................4
Bab 2 Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Paratusis..................................................................5
a. Pengkajian Keperawatan...........................................................................................................5
b. Rumusan Diagnosa Keperawatan..............................................................................................6
c. Intervensi Keperawatan.............................................................................................................6
Daftar Pustaka......................................................................................................................................8
Lampiran..............................................................................................................................................9

ii
Bab I
Tinjauan Pustaka
a. .Definisi Pertusis
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri bernama Bordetella Pertussis menyerang
orang tak pandang bulu. Pada sebagian orang, kekebalan tubuh yang lemah akan sangat 82
gampang terserang pertusis. Jika dipandang dari kategori umur, mulai dari bayi, balita, anak-
anak, remaja, dewasa, hingga lansia dapat terserang penyakit ini. Dalam sebuah kasus,
kebanyakan bayi berusia dibawah 6 bulan tidak akan sanggup melawan pertusis dan
kemudian meninggal dunia. Sehingga tercatat bahwa pertusis merupakan salah satu
penyebab kematian bayi pada tahun 1940 di AS. Pada bayi yang di diagnose terserang
penyakit ini akan mengalami apnea (kesulitan bernafas) dan episodesianotik (memar-
memar). Namun, pada abad ini pertusis dapat dicegah dengan melakukan vaksinasi pada
bayi. Meskipun bayi telah diberikan vaksinasi, tidak menutup kemungkinan bahwa bayi
akan terhindar 100% dari penyakit pertusis ini. (Sariadji, 2016)
Pada diagnosis lainnya, balita dan anak-anak yang sedang terserang penyakit ini
akan mengalami batuk disertai dengan muntah, flu, dan demam. Pada bayi atau anak-anak
yang tidak melakukan vaksinasi, akan mengalami gejala yang cukup parah serta dapat
mengakibatkan komplikasi yang serius. (Nataprawira, 2018).
Penyakit ini ditandai dengan demam dan berkembang batuk semakin berat. Batuk
adalah gejala khas dari batuk rejan atau pertussis. Serangan batuk terjadi tiba- tiba dan
berlanjut terus tanpa henti hingga seluruh udara di dalam paru- paru terbuang keluar.
Akibatnya saat napas berikutnya pasien pertussis telah kekurangan udara sehingga bernapas
dengan cepat, suara pernapasan berbunyi seperti bayi yang baru lahir berumur kuran dari 6
bulan dan pada orang dewasa bunyi ini sering tidak terdengar. Batuk pada pertussis biasanya
sangat parah hingga muntah- muntah dan penderita sangat kelelahan setelah serangan batuk.
(Fitri Anggraini, 2020)

b. Etiologi Pertusis
Menurut Arif Mansjour (2000) dalam Zuriati & Yuanita (2017), Pertusis pertama kali
diisolasi pada tahun 1990 oleh Bordet dan Gengou, kemudian pada tahun 1906 kuman
pertusis dapat dikembangkan dalam media buatan. Genus Bordetella mempunyai 4 spesies
yaitu Bordotella Pertusis, Bordetella Parapertusis, Bordotella Bronkiseptika, dan Bordotella
Avium. Bordotella Pertusis adalah satu- satunya penyebab pertusis yaitu bakteri gram
negatif, tidak bergerak dan ditemukan dengan melakukan swab pada daerah nasofaring dan
ditanamkan pada media agar Bprdet Gengou.
Adapun ciri- ciri organisme ini antara lain :
1
a) Berbentuk batang (coccobacilus)
b) Tidak dapat bergerak
c) Bersifat gram negative
d) Ukuran panjang 0,5- 1 um dan berdiameter 0,2- 0,3 um
e) Tidak berspora mempunyai kapsul
1
f) Mati pada suhu 55C selama jam dan tahan pada suhu (0C- 10C)
2
g) Mengahsilkan 2 macam toksin yaitu:
1) Toksin tidak tahan panas (Heat Labile Toxin)
2) Endotoksin (Lipopolisakarida)
h) Menghasilkan beberapa antigen antara lain:
1) Toksin pertusis (PT)
2) Filamentous hemaggutinin (FHA)
3) Aglutinogen fimbriae
4) Adenylcyclase
5) Tracheal cytotoxin
i) Dapat dibiakkan di media pembenihan yang disebut Berdet Gengou (Potato-
Blood- Glycerol) yang diberi penisilin G 0,5 mikrogran/ ml untuk menghambat
pertumbuhan organisme lain.
c. Gambaran Klinik/ Patofisiologi Pertusis
Secara umum, riwayat alamiah penyakit terdiri atas dua kelompok yaitu tahap
prepatogenesis dan tahap patogenesis.
1. Tahap prepatogenesis ialah salah satu kondisi dimana individu mulai
terpapar. Pada tahap ini, agen, host, dan environtment saling berkaitan satu
sama lain sehingga menyebabkan suatu infeksi dikemudian hari. sedangkan
tahap patogenesis adalah salah satu kondisi berkembangnya host ataupun
agen yang ada setelah terpapar penyakit ataupun masuk ke inang baru. Pada
makalah ini akan dijelaskan bagaimana riwayat alamiah suatu penyakit
bernama pertusis atau batuk rejan.
Pada dasarnya batuk rejan ialah penyakit yang dimediasi oleh toksin yang
memiliki tiga fase gejala, yaitu: (Solomon, 2020)
a) Stadium Catarrhal
Pada tahap awal ditandai dengan timbulnya pilek yang berbahaya, bersin,
demam ringan, dan batuk ringan. Pasien yang tidak diobati dapat
menularkan infeksi selama tiga minggu atau lebih setelah timbulnya
serangan batuk mengi (bunyi khas saat udara melwati saluran pernapasan
yang mengecil) atau whoop . Secara bertahap, batuk ini akan parah.
b) Stadium Spasmodik
Tahap ini ditandai dengan batuk yang lebih sering dan kejang. Pada
tahap ini juga ditandai dengan semburan atau paroxysms, batuk cepat
2
yang banyak dikarenakan kesulitan mengeluarkan lender yang kental dari
trakeobronkial. Selama terinfeksi, pasien bisa menjadi sianotik
(membiru). Pada bayi dan anak-anak, pada fase ini akan tampak sangat
sakit dan juga tertekan. Kelelahan dan muntah juga ikut serta pada fase
ini. Gejala-gejala yang ada fase ini biasanya sering menyerang di waktu
malam hari dengan rata-rata 15 serangan/24jam. Di setiap minggu
berikutnya, serangan dan gejala yang ada fase ini kian meningkat.
c) Stadium Konvalesen
Tahap pemulihan ini ditandai dengan batuk yang lebih jarang dan tidak
terlalu parah. Biasanya pada tahap ini memulih secara bertahap. Batuk
mulai jarang menyerang terutama di malam hari.
Salah satu tahap awal sebelum terserang penyakit bernama tahap prepatogenesis.
Pada tahap ini, bakteri Bordetella pertussis masuk kedalam inangnya melalui mata, hidung,
dan mulut. Kebanyakan bakteri ini lebih sering masuk melalui hidung atau saluran
pernapasan. Ia menempel pada silia yang ada pada saluran pernapasan. Bakteri bordetella
pertusis akan tinggal di saluran pernafasan antara bronkus maupun trakea. Bakteri ini akan
memperbanyak diri dan memproduksi toksin yang dapat melemahkan kerja sel-sel yang
bertugas untuk membersihkan lendir-lendir yang ada pada dinding paru-paru. Hal ini
menyebabkan terjadinya penumpukan lendir pada saluran pernapasan dan membuat
penderitanya mengalami sesak. Seperti yang kita ketahui, bakteri pertusis dapat berpindah
inang dan menyebar dari orang ke orang. Ia akan masuk melalui mulut, hidung, atau mata.
Mekanismenya ialah saat orang yang terinfeksi sedang bersin atau batuk, bakteri yang ada
pada cairan akan bersatu ke udara. Nah, jika kita berada di sekitar orang yang terinfeksi,
maka besar kemungkinan akan ikut terinfeksi. Tak hanya itu, bakteri bordetella pertussis
ini juga dapat berpindah inang jika si penderita dan calon korban memakai alat makan
yang sama. Bahkan, sapu tangan yang digunakan orang yang terinfeksi dipegang calon
korban juga dapat membuat si bakteri ini berpindah inang.
Menurut Kilgore (2016) dalam Zata Ismah (2021), hal yang
menyebabkan pertusisi ini tidak memiliki gejala yang khas pada beberapa
kelompok usia dikarenakan para penderitanya mungkin sudah diberikan
vaksinasi saat bayi. Berikut gejala klinis pertussis :
a) Batuk disertai mengi dan muntah,
Saat sedang terinfeksi bakteri bordetella pertussis, batuk akan disertai
mengi atau bunyi “whoop” dan juga muntah. Biasanya batuk pada saat
terinfeksi pertusis berlangsung lebih dari 2 minggu. Saat dalam kondisi
seperti ini, penderita dianjurkan untuk memakan dengan porsi yang lebih
sedikit namun dalam jumlah yang sering guna untuk mengisi makanan
yang sudah dimuntahkan agar tidak mengalami penurunan imun yang

3
drastis. Tak hanya itu, pada orang yang terinfeksi juga mengalami batuk
paroksismal (batuk yang berulang-ulang disertai semburan cairan).
b) Apnea
Apnea juga merupakan salah satu gejala yang terjadi pada sesorang jika
terserang pertusis. Pada saat terinfeksi pertusis, bakteri bordetella pertusis
akan tinggal di saluran pernapasan antara bronkus maupun trakea. Bakteri
ini akan memperbanyak diri dan memproduksi toksin yang dapat
melemahkan kerja sel-sel yang bertugas untuk membersihkan lendir-
lendir yang ada pada dinding paru-paru. Hal ini menyebabkan terjadinya
penumpukan lendir pada saluran pernapasan dan membuat penderitanya
mengalami Apnea (kesulitan bernapas).
c) Demam ringan
Demam ringan juga merupakan salah satu gejala yang dialami oleh para
penderita pertusis. Gejala yang satu ini terkadang membuat dokter atau
ahli medis lainnya sedikit kebingungan dikarenakan gejala yang
ditimbulkan tidak signifikan. Sehingga hal ini membuat para penderita
pertusis menularkan penyakitnya kepada orang lain.
d) Hidung berair atau tersumbat
Hidung berair atau tersumbat juga salah satu gejala yang dialami oleh
para penderita pertusis. Banyak orang yang salah mengira bahwa hidung
berair atau tersumbat hanyalah gejala penyakit flu ringan. Sehingga juga
dapat menambah penularan penyakit.
e) Bersin-bersin
Sama seperti sebelumnya, gejala-gejala yang seperti ini sering dianggap
sepele oleh para penderitanya maupun para ahli kesehatan. Banyak
penderitanya mengira bahwa ia hanya mengalami flu ringan atau alergi
debu.
f) Wajah para penderita pertusis tampak berwarna merah atau keunguan.
Gejala ini merupakan salah satu gejala yang cukup terlihat sehingga
orang yang terinfeksi mulai mengambil langkah yang serius jika sudah
mengalami gejala yang satu ini. Gejala ini biasanya ditimbulkan
bersamaan saat sedang batuk.
2. Tahap Patogenesis
Setelah di diagnosa terserang penyakit ini, sudah dipastikan dengan jelas
bahwa bakteri ini telah melekat pada silia yang ada pada saluran pernapasan.
FHA, LPF/PT serta protein 69-Kd merupakan organ atau toksin yang
berperan pada proses melekatnya bakteri bordetella pertussis pada silia.
Kemudian setelah melekat pada satu permukaan epitel saluran pernapasan,
bordetella pertussis ini terus berkembang dan menyebar di dalam saluran
pernapasan. Selama bakteri ini tumbuh dan berkembang di dalam inangnya,

4
ia dapat menyebabkan penyakit yang kita kenal sebagai pertussis atau batuk
rejan. Bakteri ini juga mengeluarkan beberapa toksin yang ada pada
tubuhnya. Toksin yang dihasilkan oleh Bakteri Bordetella Pertussis antara
lain ialah toksin adenilate cylase (AC), Pertussis toxin (PT), tracheal
cytotoxin, toksin dermonekrotik (DNT). Bakteri ini juga diduga merusak sel-
sel yang ada di pankreas yang menyebabkan hyperinsuline yang jarang
menyerang sebagai hipoglikemia pada bayi dibawah umur 6 bulan.
Cara penularan pertusis melalui : (Zuriati & Yuanita 2017)
a) Droplet infection
b) Kontak tidak langsung dari alat- alat yang terkontaminasi
c) Penyakit ini dapat ditularkan penderita kepada orang lain melalui
percikan- percikan ludah penderita pada saat batuk dan bersin
d) Dapat pula melalui sapu tangan, handuk, dan alat- alat makan yang
dicemari kuman- kuman penyakit tersebut. Tanpa melakukan
perawatan, orang yang menderita pertussis dapat menularkannya
kepada orang lain selama 3 minggu setelah batuk dimulai.
d. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriiksaan diagnostik yang dilakukan pada anak dengan pertussis adalah: (Ismiah, 2021)
1) Memeriksa penyakit dengan uji PCR atau kultur.
2) Mengambil sampel dari lender yang ada di lubang hidung atau
tenggorokan lalu diteliti di laboratorium guna melihat apakah ada
bakteri Bordetella Pertussi.
3) Tes darah, guna melihat apakah infeksi terjadi dikarenakan
peningkatan sel putih.
4) Rontgen dada, guna melihat kondisi dada apakah ada peradangan
ataupun penumpukan cairan pada paru- paru maupun saluran
pernapasan.
e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medik antara lain : (Zuriati & Yuanita, 2017)
 Medik
a) Terapi antimicrobial, seperti aritromisisin, untuk membatasi penyebaran
infeksi. Eritromisin yang diberikan 40- 50mg/kg /24 jam yang
diberikansecara oral dengan dosis terbagi 4 (maksimum 2g/ 24jam) selama
14 hari.
b) Pemberian immunoglobulin pertusis
c) Imunisasi sebagai upaya pencegahan dengan vaksin pertusi.
d) Dukungan ventilator mungkin dibutuhkan untuk gagal napas dengan apneu
yang lama.

5
Penatalaksanaan keperawatan anatara lain : (Ismah, 2021)
 Keperawatan
a) Bedrest
b) Memberikan nebulizer
c) Peningkatan pemberian oksigen
d) Menggunakan masker atau penutup mulut
e) Rajin mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun
f) Melakukan penyedotan dahak atau lender dari saluran pernapasan (section)
g) Jika penderita pertussis sulit bernapas, maka akan diberikan oksigen melalui
alat bantu pernapasan seperti nasal kanul, simple mask, dll
h) Memposisikan pasien di ruangan terpisah atau ruangan isolasi guna
mencegah penyebaran penyakit pertussis
i) Jika penderita sulit menelan makanan dan mengunyah makanan maka
perawat dapat memberikan zat nutrisi dan juga cairan bernutrisi melalui infus

6
Bab 2
Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Paratusis

a. Pengkajian Keperawatan
1. Data Subjektif :
1) Paling banyak terdapat pada tempat yang padat penduduknya usia yang
paling rentan terkena penyakit pertussis adalah anak dibawah usia 5 tahun
2) Cara penularannya sangat cepat
3) Imunisasi dapat mengurangi angka kejadian dan kematian yang disebabkan
oleh pertussis
4) Batuk ini disebabkan karena Bordetella Pertusis
2. Data Objektif :
1) Anak tiba- tiba batuk keras secara terus menerus
2) Batuk yang sukar berhenti
3) Mukia menjadi merah
4) Batuk yang sampai keluar air mata
5) Terkadang sampai muntah disertai keluarnya sedikit darah, karena batuk
yang sangat keras
6) Biasanya terjadi pada malam hari
1. Identitas klien

a) Identitas anak
1) Nama: untuk menghindari kekeliruan antara identitas anak satu dengan
anak yang lainnya
2) Umur: untuk menentukan dalam pemberian intervensi
3) Agama: untuk menentukan koping yang digunakan anak dan keyakinan
anak
4) Suku bangsa: untuk mengetahui apakah ada keyakinan yang dianut oleh
anak pada saat masa penyembuhan
5) Alamat
6) Diagnose medis
7) No rekam medik
8) Tanggal masuk
b) Identitas keluarga anak

7
1. Identitas penanggung jawab mencakup nama, umur, jenis kelamin,
pekerjaan, pendidikan, alamat, dan hubungan dengan anak
2. Riwayat kesehatan
a) Keluhan saat masuk rumah sakit : menguraikan saat pertama kali dirasakan
tindakan yang dilakukan sampai anak datang ke rumah sakit, tindakan yang
sudah di dapatkan sampai anak menjalani perawatan.
3. Keluhan utama saat dikaji : keluhan utama secara terperinci menggunakan PQRST :
P : Provokatif- Paliatif : apa penyebabnya?
Q : Qualitas- Quantitas : seberapa berat keluhannya?
R : Region : lokasi keluhan dimana?
S : Skala : tingkat keluhannya
T : Time : kapan keluhannya timbul
Tanyakan aktifitas apa yang memperberat dan memperingan sesak?
Lihat retraksi pada dada klien
4. Riwayat kesehatan dahulu : menjelaskan tentang riwayat perawatan selama di rumah
sakit, apakah ada alergi atau tidak dan riwayat operasi. Selain itu menjelaskan tentang
riwayat penyakit yang ada hubungan dengan penyakit yang diderita seperti riwayat
panas, batuk, pilek atau penyakit serupa pengobatan yang dilakukan.
5. Riwayat kesehatan keluarga : menjelaskan keadaan kondisi anggota keluarga apakah ada
yang pernah menderita penyakit serupa.
6. Pemeriksaan fisik
 Keadaan atau penampilan umum
Dilihat apakah klien lemah, sakit ringan, sakit berat, gelisah, rewel
 Tingkat kesadaran
Dilihat apakah ada resiko penurunan kesadaran mulai dari apatis, samnolen,
spoor, sampai koma dinilai menggunakan PCS.
7. Pertumbuhan dan perkembangan
 Menurut Soetjiningsih (2015) dalam Siti Nur (2020) menanyakan tentang status
perumbuhan pada anak, pernah terjadi gangguan dalam pertumbuhan dan
terjadinya pada saat umur berapa dengan menanyakan atau melihat catatan
kesehatan tentang berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar dada,
lingkar kepala.
 Menurut Soetjiningsih (2015) dalam Siti Nur (2020), menanyakan tentang
perkembangan bahsa, motoric kasar, motoric halus, dan social. Dan data ini juga
dapat diketahui melalui penggunaan perkembangan.
8. Riwayat Imunisasi
 Tanyakan tentang riwayat imunisasi dasar seperti Bacilus Calmet Guirnet (BCG),
Difteri Pertusis Tetanus (DPT), Polio, Hepatitis, dan campak
9. Pemeriksaan fisik
 Keadaan atau penampilan umum; lemah, sakit ringan, sakit berat, gelisah, rewel
8
 Tingkat kesadaran; mulai dari apatis, samnolen, spoor, sampai koma dinilai
menggunakan PCS
 Pemeriksaan Head To Toe
10. Tanda- tanda vital
 Pengkajian respirasi : apakah anaknya kesulitan untuk bernapas, napas cepat atau
lambat, apakah otot bantu dadanya berkontraksi (ter engah- engah atau tidak),
bunyi nafas terdengar ronchi atau mengi.
 Pemeriksaan denyut nadi : cepat atau lambat, nadi terasa kuat atau lambat
 Pemeriksaan tekanan darah
 Pemeriksaan suhu tubuh
 Pemeriksaan kulit : pucat atau sianosis atau tidak.
 Pemeriksaan head to toe
11. Data psikologis
 Data psikologis klien: pada saat dilakukan pengkajian, apakah klien merasa
gelisah dan menangis.
 Data psikologis keluarga: pada saat dilakukan pengkajian kepada klien, keluarga
klien tampak terlihat cemas dengan kondisi klien saat ini.
 Data sosial: klien lebih banyak diam, tidak suka bermain, ketakutan terhadap
orang lain meningkat.
 Data spiritual: nilai spiritual meningkat sering dengan kebutuhan untuk mendapat
sumber kesembuhan dari Tuhan.
12. Data penunjang
 Pemeriksaan darah
 Pemeriksaan radiologi
13. Analisa data : kemampuan kognitif perawat dalam daya berpikir dan penalaran yang
dipengaruhi oleh latar belakang ilmu pengetahuan, pengalaman, dan pengertian
substansi ilmu keperawatan dan proses keperawatan (Nursalam, 2013).
Terdapat analisa seperti data sunjektif dan objektif.

b. Rumusan Diagnosa Keperawatan


Diagnosa diambil dalam buku SDKI PPNI (2017) :
a) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekresi tertahan (SDKI : D.0001)
Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah ketidakmampuan membersihkan sekret
atau obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten.
b) Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolus- kapiler)
Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau kekurangan oksigen dan/atau
eliminasi karbondioksida pada membrane alveolus-kapiler.
c) Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan (SDKI : D. 0019)
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolism.
d) Hipertermia b.d proses penyakit (SDKI : D.0130)
9
Suhu meningkat diatas rentang normal.

c. Intervensi Keperawatan
e) Bersihan jalan napas tidak efektif b. d sekresi yang tertahan
Kriteria hasil (SLKI) :
1. Batuk efektif meningkat
2. Produksi sputum menurun
3. Dyspnea menurun
4. Frekuensi napas membaik
5. Pola napas membaik
Intervensi (SIKI) :
1. Identifikasi kemampuan batuk
2. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
3. Atur posisi semi fowler atau fowler
4. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
5. Anjurkan Tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8 detik
6. Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu
1. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan
Kriteria hasil (SLKI) :
1. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
2. Kekuatan otot menelan makanan
3. Perasaan cepat kenyang menurun
4. Frekuensi makan membaik
5. Nafsu makan membaik
6. Membran mukosa membaik

Intervensi (SIKI) :
1. Identifikasi status nutrisi
2. Monitor asupan makanan
3. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
4. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
7. Ajarkan diet yang diprogramkan
8. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
2. Hipertermia b. d proses penyakit
10
Kriteria hasil (SLKI) :
1. Kulit merah meningkat
2. Suhu tubuh membaik
3. Suhu kulit membaik
4. Pengisian kapiler membaik
5. Tekanan darah membaik
Intervensi keperawatan (SIKI) :
1. Identifikasi penyebab hipertermia
2. Monitor suhu tubuh
3. Monitor komplikasi akibat hipertermia
4. Sediaka lingkungan yang dingin
5. Longgarkan atau lepaskan pakaian
6. Berikan cairan oral*
7. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hyperhidrosis
(keringat berlebih)
8. Kolaborsi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

11
Daftar Pustaka
Asyabah, Zaidin., Kharis, Muhammad., & Waluya S B. (2018). Pemodelan Sir untuk
Penyebaran Penyakit Pertusis dengan Vaksinasi pada Populasi Manusia Konstan.
UNNES Journal of Mathematics 7(1): 96-10, diakses
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujm/article/view/11878, pada 15 Maret
2023.
Amanda, Yuanita., Suriya, Melty., dan Zuriati. (2017). Buku Ajar Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah Sistem Respirasi Aplikasi Nanda NIC & NOC. Padang : Sinar Ultima
Indah. diakses https://repository.binawan.ac.id/1075/1/Buku%20Ajar%20Asuhan
%20Keperawatan%20Medikal%20Bedah.pdf. pada 15 Maret 2023.
Azizah, Sitti Nur,. (2020). “Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan anak dengan
bersihan jalan napas tidak efektif”. LKTI. Universitas Kencana Bandung. diakses
http://repository.bku.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/719/Sitti%20Nur
%20Azizah-1-61.pdf?sequence=1&isAllowed=y. pada 15 Maret 2023.
Fitriani, Angraini,. (2020). “Pertusis Pada Anak”. diakses
https://www.academia.edu/32494319/Pertusis_pada_anak, pada 15 Maret 2023.
Ismiah, Zata. 2021. Buku Ajar Epidemiologi Penyakit Menular Jilid 1. Medan:
Yayasan Markaz Khidmat Al- Islam, diakses BUKU 2 AJAR EPM TEMPLATE paratusis.pdf. pada
18 Maret 2023.

12
Lampiran

13
14
15

Anda mungkin juga menyukai