Anda di halaman 1dari 9

A.

DEFINISI ABSES MAMAE


Menurut Purwoastuti dan Walyani (2015) abses payudara adalah akumulasi nanah
pada bagian payudara, hal ini biasanya disebabkan oleh infeksi pada payudara. Ia juga
merupakan komplikasi akibat peradangan payudara yang sering timbul pada minggu kedua
post partum (setelah melahirkan), karena a danya pembengkakan payudara akibat tidak
menyusui dan lecet pada puting susu. Abses payudara merupakan penyakit yang sulit
sembuh sekaligus mudah untuk kambuh. Peluang kekambuhan bagi yang pernah
mengalaminya berkisar diantara 40-50%. Abeses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya
terjadi akibat dari suatu infeksi bakteri. Jika bakteri menyusup kedalam jaringan yang sehat,
maka akan terjadi infeksi (Irianto, 2015).
Sedangkan menurut Astutik (2014) mastitis atau abses payudara adalah peradangan
payudara. Payudara menjadi merah, bengkak dan kadang kala diikuti rasa nyeri, panas, serta
suhu tubuh meningkat. Dalam payudara terasa ada massa padat (lump) dan di luarnya kulit
menjadi merah. Kejadian ini terjadi pada masa nifas 1-3 minggu setelah persalinan
diakibatkan oleh sumbatan saluran susu yang berlanjut.
Jadi dapat disimpulkan bahwa abses payudara adalah komplikasi dari peradangan
pada payudara (mastitis) yang menyebabkan terdapatnya akumulasi nanah pada bagian
payudara.
B. ETIOLOGI
Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa
cara:
1. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang tidak
steril
2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
3. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak
menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.

Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :

1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi


2. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
3. Terdapat gangguan sistem kekebalan
Bakteri tersering penyebab abses adalah Staphylococus Aureus
C. TANDA DAN GEJALA

Menurut Purwoastuti dan Walyani (2015) tanda dan gejala dari abses payudara
diantaranya adalah :

a. Sakit pada payudara ibu tampak lebih parah


b. Payudara lebih mengkilap dan berwarna merah
c. Benjolan terasa lunak karena berisi nanah. Kadang-kadang keluar cairan nanah melalui
puting susu. Bakteri terbanyak penyebab nanah padapayudara adalah stafilokokus
aureus dan spesies streptokokus.
d. Pada lokasi yang terkena akan tampak membengkak. Bengkak dengan getah bening
dibawah ketiak.
e. Nyeri dan teraba massa yang fluktuatif atau empuk
f. Sensasi rasa panas pada area yang terkena
g. Demam dan kedinginan, menggigil
h. Rasa sakit secara keseluruhan
i. Malaise, dan timbul limfadenopati pectoralis, axillar, parasternalis, dan subclavia.
D. PATOFISIOLOGI
Peradangan payudara adalah suatu hal yang sangat biasa pada wanita yang pernah
hamil. Pada umumnya yang dianggap sebagai kuman penyebab ialah puting susu yang luka
atau lecet, dan kuman per kontinuitatum menjalar ke duktulus-duktulus dan sinus. Sebagian
besar yang ditemukan pada biakan pus ialah stafilokokus aureus (Mitayani, 2009).
Jika bakteri menyusup kedalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi.
Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang
terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi,
bergerak kedalam rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati.
Sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah, yang mengisi rongga tersebut.
Akibat dari penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong. Jaringan
pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses; hal in
merupakan mekanisme tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut
(Irianto,2015).
E. PATHWAY
Sumber : Nurarif dan Kusuma (2015)

- Infeksi bakteri Bakteri mengadakan


Tubuh bereaksi untuk
- Benda asing multiplikasi dan
perlindungan terhadap
- menyebabkan luka merusak jaringan yang
penyebaran infeksi
- Reaksi hypersensitive ditempati
- Agen fisik

Terjadi proses peradangan


Faktor predisposisi

Nyeri akut Abses terbentuk dan


terlokasi (dari matinya
jaringan nekrotik, bakteri,
Resiko infeksi Penyebaran infeksi dan sel darah putih)

Operasi Kurang informasi


Dilepasnya gas
pirogen leukosit
pada jaringan
Kerusakan integritas Defisiensi pengetahuan
jaringan
Panas

Hipertermi
F. Penatalaksanaan
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), penatalaksanaan pada klien dengan
abses diantaranya adalah :
1. Drainase abses dengan menggunakan pembedahan biasanya diindikasikan apabila abses
telah berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap pus yang lebih
lunak. Apabila menimbulkan resiko tinggi, misalnya pada area-area yang kritis,
tindakan pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan terakhir yang
dilakukan.
2. Karena seringkali abses disebabkan oleh bakteri straphylococcus aureus, antibioti
antistafilokokus seperti flucloxacillin atau dicloxacillin sering digunakan. Dengan
adanya kemuncula staphylococcuss aureus resisten methicillin (MRSA) yang ddidapat
melalui komunitas, antibiotic biasa tersebut menjadi tidak efektif. Untuk menangani
MRSA yang didapat melalui komunitas, digunakan antibiotic lain seperti clindamycin,
trimetroprim-sulfamethoxazole, dan doxycycline.
G. Komplikasi
Komplikasi mayor dari abses adalah penyebaran abses ke jaringan sekitar atau
jaringan yang jauh dan kematian jaringan setempat yang ekstensif (gangren). Pada sebagian
besar bagian tubuh, abses jarang dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tindakan medis
secepatnya diindikasikan ketika terdapat kecurigaan akan adanya abses. Suatu abses dapat
menimbulkan konsekuensi yang fatal. Meskipun jarang, apabila abses tersebut mendesak
struktur yang vital, misalnya abses leher dalam yang dapat menekan trakea. (Siregar, 2004)
H. Konsep Pengkajian
Pengkajian merupakan pemikiran dasar proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang klien agar dapat mengidentifikasi, mengenali
masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik fisik, mental, sosial dan
lingkungan. (Dermawan, 2012)
Dalam menegakkan diagnosis tentang gangguan payudara, maka kita perlu
melakukan pengkajian untuk mendapatkan data-data yang akan menunjang dalam
menegakkan diagnosis yang tepat. Wynder dan Feinleib menemukan bahwa kastrasi wanita
sebelum usia 40 tahun mengurangi 25% kemungkinan terkena penyakit ini dibandingkan
dengan wanita dari populasi normal (Mitayani, 2009).
1. Pengumpulan data
a. Biodata
1) Identitas klien
Meliputi pengkajian nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
suku/bangsa, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, no medrec, diagnose medis, dan
alamat klien.
2) Identitas penanggung jawab
Meliputi pengkajian nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan
alamat.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Pengkajian pada riwayat kesehatan sekarang meliputi 2 hal yaitu :
1) Keluhan utama saat masuk rumah sakit
Riwayat penyakit yang diambil secara sistematis dan teliti sebenarnya sudah separuh
dari diagnosis. Biasanya ibu dating pada dokter karena waktu mandi merasa pada
payudaranya ada suatu benjolan. Harus ditanyakan apakah benjolan yang terasa itu
hingga waktu datang pada dokter membesar dan memperlihatkan perubahan. Juga
penting apakah pembesaran yang dirasakan ibu itu hanya waktu sebelum atau pada
waktu haid saja, karena kalau ini yang terjadi ini adalah keadaan fisiologis
(Mitayani, 2009).
2) Keluhan saat dikaji
Berbeda dengan keluhan utama saat masuk rumah sakit, keluhan saat dikaji didapat
dari hasil pengkajian pada saat itu juga.
penjelasan meliputi PQRST :
P : Provokes/palliaters adalah apa yang dapat memperberat dan memperingan
kondisi klien. Biasanya pada klien dengan abses payudara adalah nyeri
Q : Quality adalah seperti apa keluhan nyeri dirasakan dan bagaimana nyeri
dirasakan
R : Region merupakan di daerah mana nyeri dirasakan dan seperti apa nyeri
dirasakan
S : Severity of Scale adalah skala nyeri
T : Time adalah waktu terjadinya keluhan nyeri, kapan mulai terjadi keluhan,
dirasakan terus menerus atau pada waktu tertentu
3) Riwayat kesehatan dahulu
Pada pengkajian riwayat kesehatan dahulu, kaji adakah riwayat klien menderita
penyakit atau keluhan pada payudaranya seperti adakah riwayat peradangan
payudara dan abses payudara atau penyakit pada sistem reproduksi lainnya.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Pada pengkajian riwayat kesehatan keluarga, tanyakan adakah anggota keluarga yang
pernah atau mengalami penyakit abses payudara.
3. Pengkajian psikososial dan spiritual
Pengkajian psikososial didapati peningkatan kecemasan, serta perlunya pemenuhan
informasi intervensi keperawatan dan pengobatan. Pada klien dalam kondisi terminal,
klien dan keluarga membutuhkan dukungan perawat atau ahli spiritual sesuai dengan
keyakinan klien.
4. Pemeriksaan fisik
a. Sistem pernafasan
Pada sistem pernafasan biasanya tidak ditemukan gangguan pola nafas.
b. Sistem kardiovaskuler
Pada sistem kardiovaskuler terdapat takikardi, karena pasien dengan post operasi
abses payudara mengalami nyeri yang disebabkan karena adanya luka pada
payudara.
c. Sistem pencernaan
Pada sistem pencernaan tidak ditemukan rasa mual, muntah tidak terjadi, biasanya
tidak disertai dengan nyeri tekan dibagian abdomen
d. Sistem Reproduksi
Tidak ada gangguan pada sistem genitourinaria. Terdapat edema dan rasa berat
pada payudara. Terdapat bercak eritema dan inflamasi setempat pada payudara
dengan kemungkinan guratan di permukaan payudara.
e. Sistem endokrin
Terdapat pembesaran pada kelenjar getah bening (KGB), terdapat pembesaran
kelenjar tiroid dan paratiroid.
f. Sistem persyarafan
Biasanya tidak ditemukan keluhan pada klien dengan peradangan payudara.
g. Sistem integument
Suhu tubuh meningkat (38,4 oC atau lebih), terdapat luka terbuka didaerah payudara
dan terdapat rasa mengigil.
h. Sistem musculoskeletal
Biasanya ditemukan adanya rasa pegal dan nyeri pada otot daerah payudara.
i. Sistem penglihatan
Kaji apakah ada gangguan pada penglihatan klien.
j. Wicara dan THT
Bentuk bibir simetris, klien dapat menjawab pertanyaan perawat dengan baik dan
jelas, bahasa mudah dimengerti, berbicara jelas. Bentuk telinga simetris, tidak ada
lesi, daun telinga tidak terasa keras (tulang rawan), tidak terdapat nyeri pada daun
telinga, pasien tidak menggunakan alat batu pendengaran, pendengaran klien baik
dibuktikan dengan klien menyimak, mendengarkan, dan merespon pembicaraan
dengan baik, tidak terdapat serumen.
I. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d Agens cedera fisik (mis: abses, prosedur bedah, trauma)
b. Kerusakan integritas jaringan b.d Prosedur Bedah
c. Risiko infeksi b.d Trauma
J. Intervensi Keperawatan
N Diagnosa Rencana Keperawatan
Tujuan (NOC) Intintervensi (NIC)
o Keperawatan
1 Nyeri akut b.d Agens Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri:
cedera fisik (mis: abses, selama 2x24 jam diharapkan nyeri pada 1. Kaji keadaan umum.
prosedur bedah, trauma) pasien dapat teratasi dengan kriteria: 2. Observasi TTV
Kontrol Nyeri 3. Kaji nyeri yang meliputi
no Indikator T lokasi, karateristik, durasi, dan

1. Mengenali kapan nyeri 5 beratnya nyeri.

terjadi 4. Ajarkan penggunaan teknik


2 nonfarmakologi dengan
Menggunakan tindakan 5
pencegahan relaksasi.

Menggambarkan faktor 5 5. Berikan informasi mengenai


3
penyebab nyeri seperti penyebab, nyeri
berapa lama dirasakan.
Ket:
1= tidak pernah menunjukkan
2= jarang menunjukkan
3= kadang-kadangg menunjukkan
4= sering menunjukkan
5=secara konsisten menunjukkan

2. Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan


jaringan b.d Prosedur selama 2x24 jam diharapkankerusakan
Bedah inteegritas jaringan pada pasien dapat
teratasi dengan kriteria:
Integritas Jaringan: Kulit & Membran
Mukosa
No Indikator
1 Eritema/ kemerahan 5
2 Wajah pucat 5
3 Pigmentasi abnormal 5
4 Nekrosis 5

Ket:
1= berat
2= cukup berat
3= sedang
4= ringan
5= tidak ada

Anda mungkin juga menyukai