Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

DHF PADA Tn.U DENGAN MASALAH KEPERAWATAN

TERMOREGULASI DI RUANG SADEWA

RSUD KABUPATEN JOMBANG

Dosen Pembimbing :
Sudarso, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Nama :Nur fadila, S.Kep


Nim :202314901008
Stase praktik :Keperawatan Dasar

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAHRUL ULUM JOMBANG
2023-2024
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan DHF pada Tn. U Dengan


Masalah Keperawatan Termoregulasi di Ruang Sadewa RSUD Kabupaten Jombang
yang dimulai tanggal 30 Oktober 2023.

Yang disusun oleh,

Nama : Nur Fadila

NIM : 202314901008

Tanggal disetujui dan disahkan,

Hari/Tanggal :

Jam :

Mahasiswa

(Nur Fadila.)

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Ruangan

(.........................................................) (......................................................)

Kepala Ruangan

(................................................................)
LEMBAR KONSUL
Nama :
Kelompok :
Ruangan :
Stase praktek :
Nama pembimbing :

No Hari/ Materi TTD TTD


tanggal konsultasi Pembimbing
LAPORAN PENDAHULUAN
DHF (Dengue Haemoragic Fever)

A. Konsep DHF (Dengue Haemoragic Fever)


1. Definisi DHF
DHF (Dengue Haemoragic Fever) atau DBD (Demam Berdarah

dengue) adalah penyakit demam akut yang dapat menyebabkan kematian

dan disebabkan oleh empat serotipe virus dan genus flavivirus, virus RNA

dari keluarga falviviradea. Infeksi oleh satu serotipe virus tersebut, dan

kekebalan sementara dalam waktu pendek terhadap serotipe virus dengue

lainnya (Rahayuningrum, 2019).

Penyakit DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti,

dan aedes albopictus dimana faktor utama penyakit dari DHF sehingga

terjadi sepanjang tahun dan bisa menyerang seluruh kelompok umur

mulai dari anak – anak hingga orang dewasa (Rojali, 2020).

2. Klasifikasi DHF

Menurut WHO dalam Nugraheni (2023) DHF dibagi dalam 4

derajat diantaranya yaitu:

a. Derajat I yaitu demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya

manifestasi perdarahan dalam uji tourniquet positif, trombositopenia,

himokonsentrasi.

b. Derajat II yaitu seperti derajat I, disertai dengan perdarahan spontan

pada kulit atau perdarahan di tempat lain.

c. Derajat III yaitu ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi

cepat dan lemah, tekanan darah menurun (20 mmHg atau kurang)

atau hipotensi disertai dengan sianosis disekitar mulut, kulit dingin

dan lembab dan anak tampak gelisah.

d. Derajat IV yaitu syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak

teratur.
3. Etiologi

DHF atau DBD merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh

Virus Dengue (DENV) serotipe 1-4 yang ditransmisikan oleh nyamuk

Aedes aegpty. Terdapat empat serotipe DENV yang bersirkulasi di

Indonesia, yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3 dan DENV-4. Keempat

serotipe memiliki kemampuan keparahan yang berbeda-beda Penelitian di

Indoneisa menunjukkan Dengue tipe 3 merupakan serotipe virus yang

dominan menyebabkan kasus DHF yang berat (Harapan et.al, 2019).

Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibody terhadap tipe yang

bersangkutan, sedangkan anti body yang terbentuk terhadap tipe lain

sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang

memadai terhadap tipe lain

4. Manifestasi Klinis DHF

Menurut Nugraheni (2023) tanda dan gejala DHF antara lain yaitu:

a. Demam dengue

1) Sakit kepala.

2) Lemas. Mual.

3) Muntah. nyeri abdomen

4) Muncul kemerahan kulit (rash)

b. Demam Berdarah Dengue

1) Petekie.

2) Epistaksis.

3) Pendarahan gusi.

4) Hematemesis.

5) Melena.

6) Hypermenorhea.

7) Hemoglobinuria
c. Sindrom syok dengue

Seluruh kriteria DHF disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu:

1) Penurunan kesadaran, gelisah

2) Nadi cepat, lemah

3) Hipotensi

4) Tekanan darah turun < 20 mmHg

5) Perfusi perifer menurun

6) Kulit dingin lembab

5. Patofisiologi.

Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan

viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu

di hipotalamus sehingga menyebabkan (pelepasan zat bradikinin,

serotinin, trombin, histamin) terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu

viremia menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah yang

menyebabkan perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke

intersisiel yang menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat terjadi

akibat dari penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi

melawan virus (Haerani, 2020).

Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik

kulit seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini

mengakibatkan adanya kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan

mekanisme hemostatis secara normal. Hal tersebut dapat menimbulkan

perdarahan dan jika tidak tertangani maka akan menimbulkan syok. Masa

virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 58 hari. Virus akan masuk ke

dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Pertama tama yang

terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam,

sakit kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di seluruh tubuh, ruam atau

bintik bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain yang
mungkin terjadi pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati atau

hepatomegali (Haerani, 2020).

Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks

virus antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen.

Akibat aktivasi C3 dan C5 akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang

berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai

faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang

mengakibatkan terjadinya pembesaran plasma ke ruang ekstraseluler.

Pembesaran plasma ke ruang eksta seluler mengakibatkan kekurangan

volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia

serta efusi dan renjatan atau syok. Hemokonsentrasi atau peningkatan

hematokrit >20% menunjukan atau menggambarkan adanya kebocoran

atau perembesan sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan

pemberian cairan intravena (Haerani, 2020).

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan

dengan ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu

rongga peritonium, pleura, dan perikardium yang pada otopsi ternyata

melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan

intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukan kebocoran plasma

telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus di kurangi

kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru dan gagal

jantung, sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita akan

mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang

buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik

berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan

kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik (Haerani, 2020).


6. Pathway

virus Dengue
melalui gigitan nyamuk

Bereaksi dengan antibody

Vasudilatasi pembuluh lee Mengeluarkan zat mediator Peningkatan toeojn


Mual Merangsang
lee simpatitis itas dinding
pembuluh darah
Sakit kepala
Merangsang Nafsu makan Diteruskan ke ujung
hipotalamus anterior menurun sarah beba Sel darah putih ke
Sering terbangun saat tidur jaringan tubuh

Suhu tubuh
Defisit nurtisi Nyeri otot
meningkat
Istirahat tidak cukup Hematokrit menurun

Hipertermi Nyeri akut


Gangguan pola Leukopenia menurun
tidur

Resiko infeksi
7. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita DHF

antara lain (Herlambang, 2022)

a. Pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar

hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai

hematokrit yang selalu dijumpai pada DHF merupakan indikator

terjadinya perembesan plasma.

1) Pada demam dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau hari

ketiga.

2) Pada demam berdarah terdapat trombositopenia dan

hemokonsentrasi.

3) Pada pemeriksaan kimia darah: Hipoproteinemia, hipokloremia,

SGPT, SGOT, ureum dan Ph darah mungkin meningkat.

b. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test)

Uji serologi didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita

yang terjadi setelah infeksi. Untuk menentukan kadar antibody atau

antigen didasarkan pada manifestasi reaksi antigen-antibody. Ada tiga

kategori, yaitu primer, sekunder, dan tersier.

1) Reaksi primer merupakan reaksi tahap awal yang dapat berlanjut

menjadi reaksi sekunder atau tersier. Yang mana tidak dapat

dilihat dan berlangsung sangat cepat, visualisasi biasanya

dilakukan dengan memberi label antibody atau antigen dengan

flouresens, radioaktif, atau enzimatik.

2) Reaksi sekunder merupakan lanjutan dari reaksi primer dengan

manifestasi yang dapat dilihat secara in vitro seperti prestipitasi,

flokulasi, dan aglutinasi.


3) Reaksi tersier merupakan lanjutan reaksi sekunder dengan bentuk

lain yang bermanifestasi dengan gejala klinik.

c. Uji hambatan hemaglutinasi

Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan

IgG berdasarkan pada kemampuan antibody-dengue yang dapat

menghambat reaksi hemaglutinasi darah angsa oleh virus dengue yang

disebut reaksi hemaglutinasi inhibitor (HI).

d. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)

Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk

virus dengue. Menggunakan metode plague reduction neutralization

test (PRNT). Plaque adalah daerah tempat virus menginfeksi sel dan

batas yang jelas akan dilihat terhadap sel di sekitar yang tidak terkena

infeksi.

e. Uji ELISA anti dengue

Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji

Hemaglutination Inhibition (HI). Dan bahkan lebih sensitive dari pada

uji HI. Prinsip dari metode ini adalah mendeteksi adanya antibody IgM

dan IgG di dalam serum penderita.

f. Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan

sebagian besar grade II) di dapatkan efusi pleura.

8. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Medis

1) DHF tanpa renjatan Demam tinggi, anoreksia, dan sering muntah

menyebabkan pasien dehidrasi dan haus. Orang tua dilibatkan

dalam pemberian minum pada anak sedikt demi sedikit yaitu 1,5-2

liter dalam 24 jam. Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat

antipiretik dan kompres hangat. Jika anak mengalami kejang-

kejang diberi luminal dengan dosis : anak yang berumur 1 tahun


75mg. atau antikonvulsan lainnya. Infus diberikan pada pasien

DHF tanpa renjatan apabila pasien teruss menerus muntah, tidak

dapat diberikan minum sehingga mengancan terjadinya dehidrasi

atau hematokrit yang cenderung meningkat.

2) DHF disertai renjatan Pasien yang mengalami renjatan (syok)

harus segara dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang

akibat kebocoran plasma. Cairan yang biasanya diberikan Ringer

Laktat. Pada pasien dengan renjatan berat pemberian infus harus

diguyur. Apabila renjatan sudah teratasi, kecepatan tetesan

dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam. Pada 15 pasien dengan

renjatan berat atau renjatan berulang perlu dipasang CVP (central

venous pressure) untuk mengukur tekanan vena sentral melalui

safena magna atau vena jugularis, dan biasanya pasien dirawat di

ICU.

b. Penatalaksaan kepreawatan

1) Perawatan pasien DHF derajat I

Pada pasien ini keadaan umumya seperti pada pasien influenza

biasa dengan gejala demam, lesu, sakit kepala, dan sebagainya,

tetapi terdapat juga gejala perdarahan. Pasien perlu istirahat

mutlak, observasi tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb dan

trombosit secara periodik (4 jam sekali). Berikan minum 1,5-2 liter

dalam 24 jam. Obat-obatan harus diberikan tepat waktunya

disamping kompres hangat jika pasien demam.

2) Perawatan pasien DHF derajat II

Umumnya pasien dengan DHF derajat II, ketika datang dirawat

sudah dalam keadaan lemah, malas minum dan tidak jarang setelah

dalam perawatan baru beberapa saat pasien jatuh kedalam keadaan


renjatan. Oleh karena itu, lebih baik jika pasien segera dipasang

infus. Bila keadaan pasien sangat lemah infus lebih baik dipasang

pada dua tempat. Pengawasan tanda vital, pemeriksaan hematokrit

dan hemoglobin serta trombosit.

3) Perawatan pasien DHF derajat III

Dengue Shock Sindrome (DSS) Pasien Dengue Shock

Sindrome (DSS) adalah pasien gawat maka jika tidak mendapatkan

penanganan yang cepat dan tepat akan menjadi fatal sehingga

memerlukan perawatan yang intensif. Masalah utama adalah

kebocoran plasma yang pada pasien DSS ini mencapai puncaknya

dengan ditemuinya tubuh pasien sembab, aliran darah sangat

lambat karena 16 menjadi kental sehingga mempengaruhi curah

jantung dan menyebabkan gangguan saraf pusat. Akibat terjadinya

kebocoran plasma pada paru terjadi pengumpulan cairan didalam

rongga pleura dan menyebabkan pasien agak dispnea, untuk

meringankan pasien dibaringkan semi-fowler dan diberikan O2.

Pengawasan tanda vital dilakukan setiap 15 menit terutama tekanan

darah, nadi dan pernapasan. Pemeriksaan Ht, Hb dan trombosit

tetap dilakukan secara periodik dan semua tindakan serta hasil

pemeriksaan dicatat dalam catatan khusus.

9. Komplikasi

Menurut (Haerani, 2020) komplikasi DBD ada tujuh, yaitu :

a) komplikasi susunan sistem saraf pusat (SSP) yang dapat berbentuk

konvulsi,

1) kaku kuduk

2) perubahan kesadaran dan varises


b) ensefalopati yaitu komplikasi neurologik yang terjadi akibat

pemberian cairan hipotonik yang berlebihan

1) infeksi

2) kerusakan hati

3) kerusakan otak

4) resiko syok

5) kematian.
DAFTAR PUSTAKA

Harapan, H., dkk (2019). Dengue viruses circulating in Indonesia: A systematic


review and phylogenetic analysis of data from five decades. Reviews in
Medical Virology, 29(4), 1–17. https://doi.org/10.1002/rmv.2037
Haerani, D. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Demam Berdarah
Dengue. Buletin Kesehatan, 4(2), 80-97.

Nugraheni, E. (2023). MANIFESTASI KLINIS DEMAM BERDARAH DENGUE


(DBD). Jurnal Kedokteran dan Kesehatan: Publikasi Ilmiah Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya, 10(3), 267-274.

Rahayuningrum, D. C. (2019). EFFECTS OF RED GUAVA JUICE


CONSUMPTIONONINCREASED THROMBOCYTE LEVELS
INDENGUEHEMORRHAGIC FEVER (DHF) PATIENTS. Jurnal
Kesehatan SaintikaMeditory, 2(1), 28-38.

Rojali. (2020). Volume 6, Nomor 1, Juli2020Perilaku Masyarakat terhadap Kejadian


DBD...37Jurnal KePERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN
DBDDI KECAMATAN CIRACASJAKARTA TIMUR. Jurnal Kesehatan
Manarang, 6(1), 37-49.
LAPORAN PENDAHULUAN

TERMOREGULASI

A. Konsep Termoregulasi
1. Definisi Termoregulasi
Termoregulasi merupakan salah satu hal yang penting dalam

homeostatis. Termoregulasi adalah proses yang melibatkan mekanisme

homeostatis yang mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran normal,

yang dicapai dengan mempertahankan keseimbangan antara panas yang

dihasilkan dalam tubuh dan panas yang dikeluarkan (Triana, 2021).

Termoregulasi adalah suatu pengaturan fisiologis tubuh

manusiamengenai keseimbangan produksi panas sehingga suhu tubuh

dapatdipertahankan secara konstan, termoregulasi manusia berpusat

padahipotalamus anterior. Terdapat 3 komponen atau penyusunan sistem

pengaturan panas. Suhu atau termoregulasi merupakan suatu

perbedaanantara jumlah suhu yang dihasilkan oleh tubuh dengan jumlah

panas yanghilang pada lingkungan eksternal / substansi panas dingin /

permukaan kulit tubuh.

a. Hipertermia

Hipertermia atau peningkatan suhu tubuh merupakan keadaan

dimanaseorang individu mengalami kenaikan suhu tubuh diatas 37oC.

b. Hipotermia

Hipotermia adalah suatu kondisi dimana mekanisme tubuh

untuk pengaturan suhu kesulitan mengatasi tekanan suhu dingin.

Dimana suhudalam tubuh dibawah 35 oC.

2. Etiologi

Pengeluaran Panas Menurut Rosadi, (2021), pengeluaran dan produksi

panas terjadi secara konstan, pengeluaran panas secara normal melalui

radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi.


a. Radiasi Adalah perpindahan panas dari permukaan suatu objek ke

permukaan permukaan objek lain tanpa keduanya keduanya

bersentuhan. bersentuhan. Panas berpindah berpindah melalui

gelombang elektromagnetik. Aliran darah dari organ internal inti

membawa panas ke kulit dan ke pembuluh darah permukaan.

Jumlah panas yang dibawa yang dibawa ke permukaan t permukaan

tergantung dar ergantung dari tingkat tingkat vasokonstriksi

vasokonstriksi dan vasodilatasi yang diatur oleh hipotalamus. Panas

menyebar dari kulit ke setiap objek yang lebih dingi disekelilingnya.

Penyebaran meningkat bila perbedaan suhu antara objek juga

meningk bila perbedaan suhu antara objek juga meningkat.

b. Konduksi Adalah perpindahan panas dari satu objek ke objek lain

dengan kontak langsung. Ketika kulit hangat men kontak langsung.

Ketika kulit hangat menyentuh obje yentuh objek yang lebih dingin, k

yang lebih dingin, panas hilang. hilang. Ketika suhu dua objek sama,

kehilangan kehilangan panas konduktif konduktif terhenti. Panas

berkonduksi melalui benda padat, gas, cair.

c. Konveksi Adalah perpindahan panas karena gerakan udara. Panas

dikonduksi pertama pertama kali pada molekul molekul udara secara

langsung langsung dalam kontak dengan kulit. Arus udara kulit. Arus

udara membawa udara hangat. membawa udara hangat. Pada saat

kecepatan Pada saat kecepatan arus udara meningkat, kehilangan panas

arus udara meningkat, kehilangan panas konvektif me konvektif

meningkat. ningkat.

d. Evaporasi Adalah perpindahan energi panas ketika cairan berubah

menjadi gas. Selama evaporasi, kira-kira 0,6 kalori panas hilang untuk

setiap gram air yang menguap. Ketika suhu tubuh meningkat,

hipotalamus anterior member signal kelenjar keringat untuk


melepaskan keringat. Selama latihan dan stress emosi atau mental,

berkeringat adalah salah satu cara untuk menghilangkan kelebihan

panas yang dibuat melalui peningkatan laju metabolik. Evaporasi

berlebihan dapat menyebabkan kulit gatal dan bersisik, serta hidung

dan faring kering.

e. Diaforesis Adalah prespirasi visual dahi dan toraks atas. Kelenjar

keringat berada dibawah dermis kulit. Kelenjar mensekresi keringat, la

eringat, larutan berair rutan berair yang mengandung natrium dan

klorida, yang melewati duktus kecil pada permukaan kulit.

Kelenjar permukaan kulit. Kelenjar dikontrol oleh sistem dikontrol

oleh sistem saraf simpatis. saraf simpatis. Bila suhu Bila suhu tubuh

meningkat, kelenjar keringat mengeluarkan keringat, yang menguap

dari kulit untuk meningkatkan kehilangan panas. Diaphoresis kurang

efisien bila gerakan udara minimal atau bila kelembaban udara tinggi.

3. Manifestasi Klinis

a. Hipertermia

Keadaan dimana Keadaan dimana ketika seorang ind seorang individu

mengalami ividu mengalami atau 37,8 atau 37,8oC peroral atau

38,8oC per rectal karena factor eksternal.

Pola hipertermi:

1) Terus – menerus Merupakan pola demam yang tingginya menetap

lebih dari 24 jam, bervariasi bervariasi 1oC – 2oC.

2) Intermiten Demam secara berseling dengan suhu normal, suhu

akan kembali normal p normal paling sedikit aling sedikit sekali

24 sekali 24 jam.

3) Remiten Demam memuncak dan turun tanpa kembali kesuhu

normal.
b. Hipotermia

Suatu kondisi dimana mekanisme tubuh untuk pengaturan

suhu, kesulitan mengatasi suhu normal ketika suhunya berada dibawah

35oC (suhu dingin) Gejala :

1) Penderita berbicara nglantur

2) Kulit sedikit berwarna abu – abu (pucat)

3) Detak jantung lemah

4) Tekanan darah men Tekanan darah menurun dan terjadi urun dan

terjadi kontraksi otot sebagai u kontraksi otot sebagai usaha untuk

saha untuk menghasilkan panas

5) Demam (hiperpireksia)

6) Demam (hiperpireksia) adalah kegagalan mekanisme

pengeluaran panas untuk mempertahankan mempertahankan

kecepatan kecepatan pengeluaran pengeluaran kelebihan

kelebihan produksi panas.

7) Kelelahan akibat panas

8) Terjadi bila diaphoresis yang banyak mengakibatkan kehilangan

cairan dan elektrolit secara berlebihan, disebabkan oleh

lingkunang yang terpapar oleh panas.

c. Heat stroke

Paparan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan

dengan suhu tinggi suhu tinggi dapat mempengaruhi dapat

mempengaruhi mekanisme mekanisme pengeluaran panas kondisi

kondisi ini disebut heat stroke.

Tanda dan gejala :

1) Konvulsi, kram otot, inkontinensia


2) Delirium (gangguan mental yang berlangsung singkat, biasanya

mencerminkan keadaan mencerminkan keadaan toksik yang toksik

yang ditandai oleh ditandai oleh halusinasi, dll.)

3) Sangat haus d. Kulit sangat hangat dan kering

4. Patofisiologi

Suhu tubuh kita dalam keadaan normal dipertahankan dikisarkan

36,8oC oleh pusat pengatur suhu didalam otak yaitu hipotalamus.

Dalam pengatauran suhu tersebut tersebut selalu menjaga menjaga

keseimbangan keseimbangan antara jumlah panas yang diproduksi tubuh

dari metabolism dengan panas yang dilepas melalui kulit dan paru – paru

sehingga suhu tubuh dapat mempertahankan dalam kisaran normal.

Walaupun demikian, suhu tubuh dapat memiliki fluktuasi harian, yaitu

sedikit lebih tinggi pada sore hari jika dibandingkan pagi harinya. jika

dibandingkan pagi harinya.

Demam merupakan suatu kedaan dimana terdapat

peningkatan pengaturan pengaturan dipusat pengatur dipusat pengatur

suhu diotak. Hal ini diotak. Hal ini sama dengan pengaturan sama dengan

pengaturan set point ( derajat derajat celcius celcius ) pada remote AC

yang bilamana bilamana set point tersebut tersebut dinaikkan dinaikkan

maka temperature, ruangan maka temperature, ruangan akan menjadi akan

menjadi lebih hangat, lebih hangat, maka nilai maka nilai suhu tubuh

dikatakan dikatakan demam jika demam jika melebihi melebihi 37,2oC

pada pengukuran dipagi hari dan atau melebihi 37,7oC pada pengukuran

sore hari C pada pengukuran sore hari dengan menggunakan dengan

menggunakan thermometer mulut.


5. Pathway
Berbagai pemecahan
Toksin bakteri Komplek imun
pada kerusakan jaringan

Laju metabolic meningkat Pelepasan piregen kedalam

Menstimulasi pusat
termoregulasi
Kerja otot tubuh Intake yang kurang (hipotalamus)
meningkat

Resiko kekurangan
Mengirim implus Gangguan pola
Kelemahan nutrisi kepusat vasomotor tidur

Panas tubuh
Intoleransi aktivitas Daya tahan tubuh
meningkat Hipertermi
menurun

Resiko infeksi Kesalahan Kelenjar kerigat


Vasolidasi
interprestasi bertambah aktif

Kelebihan panas
terpancar Penguapan cairan tubuh
Kecemasan meningkat

Resiko ansietas
Resiko tinggi
kekurangan cairan
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
b. Pemeriksaan darah perifer lengkap
c. Pemeriksaan Pemeriksaan SGOT dan SGPT
d. Pemeriksaan widal
e. Pemeriksan urin
7. Penatalaksanaan medis
Menurut (Arsita, 2021) terdapat tindakan untuk pemenuhan termoregulasi
pada pasien DHF antaranya yaitu:
a. Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi pemberian parachetamol tiap 4–
6 jam 3 x1 bila panas. bila panas. Diberikan infuse Diberikan infuse RL 2
0 tetes / 0 tetes / menit dan untu dan untuk membantu mencukupi
kebutuhan cairan dan membantu jalur masu obat parachetamol–
cefotaxime cefotaxime sebagai antibiotic sebagai antibiotic diberikan
diberikan secara intravena secara intravena dengan dosis 2x 1
g/hari.diberikan makanan rendah serat dan memperbaiki gizi pasien.
b. Perawatan Tirah baring absolute sampai minimal 7 hari bebas demam /
kurang lebih selama 14 hari.
c. Posisi tubuh harus d harus diubah setiap 2 setiap 2 jam untuk jam untuk
mencegah deku mencegah dekubitus
d. Mobilisasi sesuai kondisi
e. Diet
f. Makanan diberikan secara bertahap sesuai dengan keadaan penyakit
Makanan mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein, tidak boleh
mengandung banyak serat.
DAFTAR PUSTAKA
ARSITA, S. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN YANG
MENGALAMI DEMAM THYPOID DENGAN MASALAH HIPERTERMI DI
RSUD KERTOSONO.
Herlambang, T. W. (2022). ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MASALAH
HIPERTERMIA PADA PASIEN DENGUE HAEMORRAHAGIC FEVER
(DHF) DI RSU ANWAR MEDIKA SIDOARJO.
Rosadi, I. U. (2021). EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BEDONG ALUMUNIUM FOIL
PADA BAYI DENGAN HIPOTERMI RINGAN DI TPMBTRI HANDAYANI
SEPUTIH SURABAYA TAHUN 2021.
Triana, D. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DEMAM TYPHOID DENGAN
MASALAH KEPERAWATAN KETIDAKEFEKTIFAN TERMOREGULASI DI
RSUD PRINGSEWU TAHUN 2021.

Anda mungkin juga menyukai