Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

SELULITIS PEDIS
A. Pengertian Selulitis
Selulitis berasal dari kata ”cellule” yaitu susunan tingkat sel, dan kata
“itis” yaitu peradangan, yang berarti adanya peradangan yang ternyata pada suatu
tingkatan sel. Pengertian lain dari selulitis adalah suatu kelainan kulit berupa
infiltrat yang difus di daerah subkutan dengan tanda – tanda radang akut. Selulitis
merupakan inflamasi jaringan subkutan dimana proses inflamasi yang umumnya
dianggap sebagai penyebab adalah bakteri S.aureus dan atau Streptococcus
(Muttaqin,2011). Selulitis adalah infeksi bakteri yang menyebar kedalam bidang
jaringan (Brunner dan Suddarth, 2000).
Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan
jaringan subkutan biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu area yang
robek pada kulit, meskipun demikian hal ini dapat terjadi tanpa bukti sisi entri dan
ini biasanya terjadi pada ekstremitas bawah (Tucker, 2008).
Selulitis merupakan inflamasi jaringan subkutan dimana proses inflamasi
yang umumnya dianggap sebagai penyebab adalah bakteri S.aureus atau
Streptococcus. Selulitis biasa terjadi apabila sebelumnya terdapat gangguan yang
menyebabkan kulit terbuka, seperti luka, terbakar, gigitan serangga atau luka
operasi. Selulitis dapat terjadi di seluruh bagian tubuh, namun bagian tersering
yang terkena selulitis adalah kulit di wajah dan kaki. Selulitis bisa hanya
menyerang kulit bagian atas, tapi bila tidak diobati dan infeksi semakin berat,
dapat menyebar ke pembuluh darah dan kelenjar getah bening (Hasliani, 2021).
Jadi selulitis adalah infeksi pada lapisan kulit yang lebih dalam yang
disebabkan oleh bakteri Stapilokokus aureus, Strepkokus grup A dan Streptokokus
piogenes. Dengan karakteristik sebagai berikut :
a. Peradangan supuratif sampai di jaringan subkutis
b. Mengenai pembuluh limfe permukaan
c. Plak eritematus, batas tidak jelas dan cepat meluas
Perbedaan abses dan selulitis
KARAKTERISTIK SELULITIS ABSES
Durasi Akut Kronis
Sakit Berat dan merata Terlokalisir
Ukuran Besar Kecil
Palpasi Indurasi jelas Fluktuasi
Lokasi Difus Berbatas jelas
Kehadiran pus Tidak ada Ada
Derajat keparahan Lebih berbahaya Tidak darurat
Bakteri Aerob (Streptococcus) Anaerob
(Stafilococcus)
Enzim yang dihasilkan Streptokinase/fibrinolisin, Coagulase
Hyluronidase dan
Streptodornase
Sifat Difus Terlokalisir
(Peterson & Ellis, 2002 ; Topazian & Goldberg, 2002)

B. Klasifikasi Selulitis
Selulitis dapat digolongkan menjadi:
a. Selulitis Sirkumskripta Serous Akut
Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua spasia fasial,
yang tidak jelas batasnya.Infeksi bakteri mengandung serous, konsistensinya
sangat lunak dan spongius.Penamaannya berdasarkan ruang anatomi atau
spasia yang terlibat.
b. Selulitis Sirkumskripta Supurartif Akut
Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta serous akut, hanya
infeksi bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang purulen.
Penamaan berdasarkan spasia yang dikenainya.Jika terbentuk eksudat yang
purulen, mengindikasikan tubuh bertendensi membatasi penyebaran infeksi
dan mekanisme resistensi lokal tubuh dalam mengontrol infeksi.
c. Selulitis Difus Akut
Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu:
 Ludwig’s Angina
 Selulitis yang berasal dari inframylohyoid,
 Selulitis Senator’s Difus Peripharingeal
 Selulitis Fasialis Difus
 Fascitis Necrotizing dan gambaran atypical lainnya
 Selulitis Kronis
Selulitis kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan lambat
karena terbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus gigi.
Biasanya terjadi pada pasien dengan selulitis sirkumskripta yang
tidak mendapatkan perawatan yang adekuat atau tanpa drainase.
 Selulitis Difus yang Sering Dijumpai
Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Phlegmone /
Angina Ludwig’s. Angina Ludwig’s merupakan suatu selulitis difus
yang mengenai spasia sublingual, submental dan submandibular
bilateral, kadang-kadang sampai mengenai spasia pharingeal.
Selulitis dimulai dari dasar mulut. Seringkali bilateral, tetapi bila
hanya mengenai satu sisi/ unilateral disebut Pseudophlegmon.

C. Etiologi
Penyebab Selulitis paling sering pada orang dewasa adalah Staphylococcus

aureus dan Streptokokus beta hemolitikusgrup A sedangkan penyebab Selulitis

pada anak adalah Haemophilus influenzatipe b (Hib), Streptokokus beta

hemolitikusgrup A, dan Staphylococcus aureus. Streptococcuss beta

hemolitikusgroup B adalah penyebab yang jarang pada Selulitis. Selulitis pada

orang dewasa imunokompeten banyak disebabkan oleh Streptococcus

pyogenes dan Staphylococcus aureus sedangkan pada ulkus diabetikum dan

ulkus dekubitus biasanya disebabkan oleh organisme campuran antara kokus

gram positif dan gram negatif aerob maupun anaerob. bakteri mencapai dermis

melalui jalur eksternal maupun hematogen. Pada imunokompeten perlu ada


kerusakan barrier kulit, sedangkan pada imunokopromais lebih sering melalui

aliran darah. onset timbulnya penyakit ini pada semua usia. (Gillespie, 2009).

Penyakit Selulitis antara lain:


1. Infeksi bakteri dan jamur :
a. Disebabkan oleh Streptococcus grup A dan Staphylococcus aureus
b. Pada bayi yang terkena penyakit ini dibabkan oleh Streptococcus
grup B
c. Infeksi dari jamur, tapi infeksi yang diakibatkan jamur termasuk
jarang, biasanya disebabkan dari jamur Aeromonas Hydrophila.
d. S. Pneumoniae (Pneumococcus)
2. Penyebab lain :
a. Gigitan binatang, serangga, atau bahkan gigitan manusia.
b. Kulit kering
c. Kulit yang terbakar atau melepuh
d. Diabetes Mellitus
e. Pembekakan yang kronis pada kaki
f. Cacar air
(Hidayati et al., 2018)

D. Faktor Resiko Selulitis


Terdapat beberapa faktor yang memperparah resiko dari perkembangan
selulitis, antara lain :
a) Usia. Semakin tua usia, kefektifan sistem sirkulasi dalam menghantarkan
darah berkurang pada bagian tubuh tertentu. Sehingga abrasi kulit potensi
mengalami infeksi seperti selulitis pada bagian yang sirkulasi darahnya
memprihatinkan.
b) Melemahnya sistem immun (Immunodeficiency). Dengan sistem immune
yang melemah maka semakin mempermudah terjadinya infeksi. Contoh
pada penderita leukemia lymphotik kronis dan infeksi HIV. Penggunaan
obat pelemah immun (bagi orang yang baru transplantasi organ) juga
mempermudah infeksi.
c) Diabetes mellitus. Tidak hanya gula darah meningkat dalam darah namun
juga mengurangi sistem immun tubuh dan menambah resiko terinfeksi.
Diabetes mengurangi sirkulasi darah pada ekstremitas bawah dan potensial
membuat luka pada kaki dan menjadi jalan masuk bagi bakteri
penginfeksi.
d) Cacar dan ruam saraf. Karena penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang
dapat menjadi jalan masuk bakteri penginfeksi.
e) Pembangkakan kronis pada lengan dan tungkai (lymphedema).
Pembengkakan jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan masuk
bagi bakteri penginfeksi.
f) Infeksi jamur kronis pada telapak atau jari kaki Infeksi jamur kaki juga
dapat membuka celah kulit sehingga menambah resiko bakteri penginfeksi
masuk
g) Penggunaan steroid kronik. Contohnya penggunaan kortikosteroid.
h) Gigitan & sengatan serangga, hewan, atau gigitan manusia.
i) Penyalahgunaan obat dan alkohol. Mengurangi sistem immun sehingga
mempermudah bakteri penginfeksi berkembang.
j) Malnutrisi. Sedangkan lingkungan tropis, panas, banyak debu dan kotoran,
mempermudah timbulnya penyakit ini

E. Patofisiologi
Bakteri patogen yang menembus lapisan epidermis kulit menimbulkan
infeksi pada permukaan kulit atau menimbulkan peradangan. Selulitis biasanya
disebabkan oleh infeksi bakteri pada luka, luka bakar, atau infeksi kulit lainnya,
terutama oleh Streptococcus grup A dan Staphylococcus aureus, tetapi dapat pula
timbul pada pejamu (host) dengan tanggap imun yang lemah (immunodeficiency)
atau menyertai erisipelas. Penyakit ini cenderung menyebar ke rongga jaringan
dan dataran cekung karena pelepasan sejumlah besar hialuronidase yang
memecahkan zat dasar polisakarida. Selain itu juga terjadi fibrinolitik yang
mencernakan barier fibrin dan lesitinase yang menghancurkan membran sel oleh
bakteri.
Penyakit infeksi sering berjangkit pada orang gemuk, rendah gizi, orang
tua dan pada orang dengan diabetes mellitus yang pengobatannya tidak adekuat.
Selulitis yang tidak berkomplikasi paling sering disebabkan oleh streptokokus
grup A, streptokokus lain atau Stafilokokusaureus.
 PATHWAY

Meningkatnya Usia Immunodeficiency Diabetes Mellitus Cacar, ruam kulit Pembengkakan kronis

Sirkulasi darah Peningkatan kadar Luka Terbuka Lymphedema


Infeksi jamur kulit
menurun gula darah
Kulit terluka
Membuka celah kulit
Abrasi kulit Sirkulasi darah pada
ekstremitas menurun

Risiko terluka

POE bakteri patogen

Infeksi Streptococus grup A, Staphilococcus aureus

Defisiensi Kurangnya paparan Selulitis Interitas jaringan tidak Kerusakan Interitas


pengetahuan informasi utuh jaringan
Mekanisme radang

Kalor Dolor Rubor Tumor Fungsiolesa

Proses fagositosis Akselerasi/ Hipotermi Hiperplasia jaringan Intoleransi jaringan/


Deakselerasi saraf ikat organ distal
jaringan sekitar luka
Hipertermi Eritema lokal
Odem jaringan ikat Intoleransi aktivitas

Gangguan rasa Nyeri akut Gangguan Citra Tubuh


nyaman Penekanan jaringan Gangguan rasa
nyaman
F. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya semua
bentuk ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan bengkak.
Penyebaran perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar luka atau
ulkus disertai dengan demam dan lesu. Pada keadaan akut, kadang-kadang timbul
bula. Dapat dijumpai limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif
dapat terjadi supurasi lokal (flegmon, nekrosis atau gangren).
Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam, menggigil,
dan malaise. Daerah yang terkena terdapat 4 kardinal peradangan yaitu rubor
(eritema), color (hangat), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan). Lesi tampak
merah gelap, tidak berbatas tegas pada tepi lesi tidak dapat diraba atau tidak
meninggi. Pada infeksi yang berat dapat ditemukan pula vesikel, bula, pustul, atau
jaringan neurotik. Ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional dan
limfangitis ascenden. Pada pemeriksaan darah tepi biasanya ditemukan
leukositosis.
Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala prodormal
berupa: malaise anoreksia; demam, menggigil dan berkembang dengan cepat,
sebelum menimbulkan gejala-gejala khasnya. Pasien imunokompromais rentan
mengalami infeksi walau dengan patogen yang patogenisitas rendah. Terdapat
gejala berupa nyeri yang terlokalisasi dan nyeri tekan. Jika tidak diobati, gejala
akan menjalar ke sekitar lesi terutama ke proksimal. Kalau sering residif di tempat
yang sama dapat terjadi elefantiasis.
Lokasi selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan pada
orang dewasa paling sering di ekstremitas karena berhubungan dengan riwayat
seringnya trauma di ekstremitas. Pada penggunaan salah obat, sering berlokasi di
lengan atas. Komplikasi jarang ditemukan, tetapi termasuk glomerulonefritis akut
(jika disebabkan oleh strain nefritogenik streptococcus, limfadenitis, endokarditis
bakterial subakut). Kerusakan pembuluh limfe dapat menyebabkan selulitis
rekurens.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
a. CBC (Complete Blood Count), menunjukkan kenaikan jumlah leukosit dan
rata-rata sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya infeksi
bakteri.
b. BUN level, Kreatinin level
c. Kultur darah, dilaksanakan bila infeksi tergeneralisasi telah diduga
d. Mengkultur dan membuat apusan Gram, dilakukan secara terbatas pada
daerah penampakan luka namun sangat membantu pada area abses atau
terdapat bula.
e. Pemeriksaan laboratorium tidak dilaksanakan apabila penderita belum
memenuhi beberapa kriteria; seperti area kulit yang terkena kecil, tidak
terasa sakit, tidak ada tanda sistemik (demam, dingin, dehidrasi, takipnea,
takikardia, hipotensi), dan tidak ada faktor resiko.
Pemeriksaan Imaging
a. Plain-film Radiography, tidak diperlukan pada kasus yang tidak
lengkap (seperti kriteria yang telah disebutkan)
b. CT (Computed Tomography)
Baik Plain-film Radiography maupun CT keduanya dapat digunakan
saat tata klinis menyarankan subjucent osteomyelitis.
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging), Sangat membantu pada diagnosis
infeksi selulitis akut yang parah, mengidentifikasi pyomyositis,
necrotizing fascitiis, dan infeksi selulitis dengan atau tanpa
pembentukan abses pada subkutaneus.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding Selulitis adalah Erisipelas, Flegmon, Dermatitis
Kontak, Mikosis Profunda dan Pioderma Kronik.
1) Erisipelas
Merupakan suatu infeksi akut yang biasanya disebabkan oleh bakteri
Streptokokkus. Gejala utamanya adalah eritema berwarna merah cerah dan
berbatas tegas, dan disertai gejala konstitusi, namun lokalisasinya lebih
superfisial dibandingkan selulitis.
2) Flegmon
Merupakan selulitis yang telah mengalami supurasi, dan diberikan terapi
yang sama dengan selulitis dan ditambahkan dengan insisi.
3) Dermatitis Kontak
Dermatitis Kontak merupakan peradangan pada kulit yang disebabkan
oleh bahan / substansi asing yang menempel pada kulit Dermatitis ini
memberikan gambaran klinis berupa lesi yang berbatas tidak tegas dan
bersifat kronik yang ditandai dengan adanya skuama dan likenifikasi.
4) Mikosis Profunda
Biasanya kronik dan tidak menimbulkan gejala konstitusi.
5) Pioderma Kronik
Infeksi bakteri bersifat kronik dan memberikan gambaran lesi yang
berwarna kehitaman.

H. Penatalaksanaan Medis
Pada pengobatan umum kasus selulitis, faktor hygiene perorangan dan
lingkungan harus diperhatikan.
istemik
1. Berbagai obat dapat digunakan sebagai pengobatan selulitis
a. Penisilin G prokain dan semisintetiknya
1) Penisilin G prokain
Dosisnya 1,2 juta/ hari, I.M. Dosis anak 10000 unit/kgBB/hari.
Penisilin merupakan obat pilihan (drug of choice), walaupun di rumah
sakit kota-kota besr perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya
resistensi. Obat ini tidak dipakai lagi karena tidak praktis, diberikan IM
dengan dosis tinggi, dan semakin sering terjadi syok anafilaktik.
2) Ampisilin
Dosisnya 4x500 mg, diberikan 1 jam sebelum makan. Dosis anak 50-
100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
3) Amoksisilin
Dosisnya sama dengan ampsilin, dosis anak 25-50 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 3 dosis. Kelebihannya lebih praktis karena dapat
diberikan setelah makan. Juga cepat absorbsi dibandingkan dengan
ampisilin sehingga konsentrasi dalam plasma lebih tinggi.
4) Golongan obat penisilin resisten-penisilinase
Yang termasuk golongan obat ini, contohnya: oksasilin, dikloksasilin,
flukloksasilin. Dosis kloksasilin 3 x 250 mg/hari sebelum makan.
Dosis flukloksasilin untuk anak-anak adalah 6,25-11,25 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 4 dosis.
b. Linkomisin dan Klindamisin
Dosis linkomisin 3 x 500 mg sehari. Klindamisin diabsorbsi lebih baik
karena itu dosisnya lebih kecil, yakni 4 x 300-450 mg sehari. Dosis
linkomisin untuk anak yaitu 30-60 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4
dosis, sedangkan klindamisin 8-16 mg/kgBB/hari atau sapai 20
mg/kgBB/hari pada infeksi berat, dibagi dalam 3-4 dosis. Obat ini
efektif untuk pioderma disamping golongan obat penisilin resisten-
penisilinase. Efek samping yang disebut di kepustakaan berupa colitis
pseudomembranosa, belum pernah ditemukan. Linkomisin gar tidak
dipakai lagi dan diganti dengan klindamisin karena potensi
antibakterialnya lebih besar, efek sampingnya lebih sedikit, pada
pemberian per oral tidak terlalu dihambat oleh adanya makanan dalam
lambung.
c. Eritromisin
Dosisnya 4x 500 mg sehari per os. Efektivitasnya kurang dibandingkan
dengan linkomisin/klindamisin dan obat golongan resisten-
penisilinase. Sering memberi rasa tak enak dilambung. Dosis
linkomisin untuk anak yaitu 30-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4
dosis.
d. Sefalosporin
Pada selulitis yang berat atau yang tidak member respon dengan obat-
obatan tersebut diatas, dapat dipakai sefalosporin. Ada 4 generasi yang
berkhasiat untuk kuman positif-gram ialah generasi I, juga generasi IV.
Contohya sefadroksil dari generasi I dengan dosis untuk orang
dewasa2 x 500 m sehari atau 2 x 1000 mg sehari (per oral), sedangkan
dosis untuk anak 25-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis.
2. Topikal
Bermacam-macam obat topikal dapat digunakan untuk pengboatan
selulitis. Obat topical anti mikrobial hendaknya yang tidak dipakai secara
sistemik agar kelak tidak terjadi resistensi dan hipersensitivitas, contohnya
ialah basitrasin, neomisin, dan mupirosin. Neomisin juga berkhasiat untuk
kuman negatif-gram. Neomisin, yang di negeri barat dikatakan sering
menyebabkan sensitisasi, jarang ditemukan. Teramisin dan kloramfenikol
tidak begitu efektif, banyak digunakan karena harganya murah. Obat-obat
tersebut digunakan sebagai salap atau krim.
Sebagai obat topical juga kompres terbuka, contohnya: larutan
permangas kalikus 1/5000, larutan rivanol 1% dan yodium povidon 7,5 %
yang dilarutkan 10 x. yang terakhir ini lebih efektif, hanya pada sebagian
kecil mengalami sensitisasi karena yodium. Rivanol mempunyai
kekurangan karena mengotori sprei dan mengiritasi kulit. Pada kasus yang
berat, dengan kematian jaringan 30 % (necrotizing fasciitis) serta memiliki
gangguan medis lainnya, hal yang harus dilakukan adalah operasi
pengangkatan pada jaringan yang mati ditambah terapi antibiotik secara
infuse, pengangkatan kulit, jaringan, dan otot dalam jumlah yang banyak,
dan dalam beberapa kasus, tangan atau kaki yang terkena harus
diamputasi.
I. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Untuk mengurangi edema dan nyeri, direkomendasikan untuk elevasi /
meninggikan dan mengistirahatkan ekstremitas yang mengalami keluhan.
b. Perlu dipertimbangkan hospitalisasi untuk monitoring ketat dan pemberian
antibiotik intravena pada kasus yang berat, pada bayi, pasien usia lanjut,
dan pasien dengan imunokompromis.
c. Pada kondisi sangat parah dengan nekrosis luas disertai supurasi, perlu
dipertimbangkan dilakukan debridement insisi dan drainase secara bedah.
d. Memberikan edukasi kepada penderita yaitu diberikan informasi mengenai
perawatan kulit dan higiene kulit yang benar, misalnya mandi teratur,
minimal 2 kali sehari, jika terdapat luka hindari kontaminasi dengan
kotoran.

J. Komplikasi
beberapa hal yang dapat terjadi akibat dari selulitis berdasarkan Kimberly,
2012, yaitu :
1. Sepsis : Kondisi medis serius dimana terjadi peradangan seluruh tubuh
akibat infeksi.
2. Trombosis Vena Profunda : Peradangan pada dinding vena serta
tertariknya trombosit dan leokosit pada dinding yang mengalami radang.
3. Perburukan Selulitis
4. Abses lokal : Pengumpulan nanah akibat infeksi bakteri.
5. Tromboflebitis : Kondisi dimana terbentuknya bekuan dalam vena
sekunder akibat inflamasi atau trauma dinding vena karena obstruksi vena
sebagian.
6. Limfangitis : Merupakan infeksi pembuluh limfa.
7. Amputasi : Suatu keadaan ketiadaan sebagian atau seluruh anggota gerak,
prosedur pemotongan.
K. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata : Berisikan nama,tempat tanggal lahir,jenis kelamin, umur,
alamat, suku bangsa, dan penyakit ini dapat menyerang segala usia
penyakit ini dapat menyerang segala usia namun lebih sering
menyerang usia lanjut.
b. Keluhan utama : pasien merasakan demam, malaise, nyeri sendi dan
menggigil.
c. Riwayat penyakit sekarang : pasien merasakan badanya demam,
malaise, disertai dengan nyeri sendi dan menggigil dan luka biasanya
terjadi pada kulit pada eksterimitas bawah.
d. Riwayat penyakit dahulu : apakah pasien sebelumnya pernah
mengalami sakit seperti ini apakah pasien alkoholisme dan malnutrisi.
e. Riwayat penyakit keluarga : adakah keluarga yang mengalami sakit
yang sama sebelumnya, apakah keluarga keluarga ada riwayat
penyakit DM dan malnutrisi
f. Kebiasaan sehari-hari : biasanya selulitis ini timbul pada pasien yang
hygiene atau kebersihanya jelek.
g. Pemeriksaan TTV : Tanda-tanda vital pada pasien selulitis
kemungkinan dalam batas normal, dan pasien dengan infeksi
kemungkinan mengalami peningkatan suhu tubuh, dimana suhunya
>37,5
h. Pemeriksaan Laboratorium :
- Ada peningkatan kadar leukosit meningkat atau >10.800sel/cmm
- Pada pasien dengan riwayat diabetes mellitus : GDS > 200mg/dl
- Pada pemeriksaan kultur luka : ditemukan adanya mukroogranisme
misalnya bakteri pada luka tersebut yang menandakan adanya
infeksi.
i. Pemeriksaan Fisik
- Ekstremitas bawah : adakah luka pada ekstremitas serta edema dan
kemerahan
- Ekstremitas atas : adakah luka pada ekstremitas serta edema dan
kemerahan
- Genitalia : tidak ada kelainan kelainan
- Integumen : terdapat luka pada sampai jaringan subkutan dengan
gejala berupa kemerahan, edema, dan nyeri tekan yang terasa di
suatu daerah yang kecil di kulit. Kulit yang terinfeksi menjadi
panas, tampak bengkak, dan tampak seperti kulit jeruk yang
mengelupas. Pada kulit yang terinfeksi bisa ditemukan lepuhan
kecil berisi cairan atau lepuhan besar berisi cairan (bula) yang bisa
pecah.
(Hasliani, 2021)

2. Diagnosa yang mungkin muncul


1) Gangguan Integritas Kulit & Jaringan b/d kelembaban
2) Resiko Infeksi b/d peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
3) Nyeri Akut b/d agen pencedera fisik
4) Deficit pengetahuan b/d kurang terpapar informasi
(PPNI, 2017)
3. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA
NO SLKI SIKI
KEPERAWATAN
1 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka (I. 14564)
keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi :
Integritas Kulit &
diharapkan masalah pasien dapat 1. Monitor karakteristik luka (mis.
Jaringan b/d teratasi dengan kriteria hasil : drainase, warna, ukuran, bau)
Integritas kulit dan jaringan ( 2. Monitor tanda-tanda infeksi
kelembaban
L. 14125) Terapeutik :
1. Kerusakan jaringan cukup 3. Bersihkan dengan cairan NaCl
menurun (4) atau pembersih nontoksik
2. Kerusakan lapisan kulit 4. Bersihkan jaringan nekrotik
cukup menurun (4) 5. Berikan salep yang sesuai ke
3. Nyeri menurun (5) kulit/lesi
Penyembuhan luka (L.14130) 6. Pasang balutan sesuai jenis luka
4. Penyatuan kulit cukup 7. Pertahankan teknik steril saat
meningkat (4) melakukan perawatan
5. Edema pada sisi luka 8. Ganti balutan sesuai jumlah
menurun (5) eksudat dan drainase
9. Jadwalkan perubahan posisi
setiap 2 jam atau sesuai kondisi
pasien
Edukasi
10. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
11. Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein
Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian antibiotik
2 Resiko Infeksi b/d Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi
keperawatan selama 3 x 24 jam, (I. 14539)
peningkatan
diharapkan masalah pasien dapat Observasi :
paparan organisme teratasi dengan kriteria hasil : 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
Kontrol Resiko (L.14128) lokal dan sistemik
patogen lingkungan
1. Kemampuan mencari Terapeutik :
informasi tentang faktor 2. Berikan perawatan kulit pada
resiko meningkat area luka
2. Kemampuan 3. Cuci tangan sebelum dan setelah
mengidentifikasi faktor kontak dengan pasien dan
resiko meningkat lingkungan pasien
3. Kemampuan melakukan 4. Pertahankan teknik aseptik
strategi kontrol resiko Edukasi :
meningkat 5. Jelaskan tanda dan gelaja infeksi
4. Kemampuan modifikasi 6. Ajarkan cara memeriksa kondisi
gaya hidup meningkat luka operasi
5. Kemampuan mengenali 7. Anjurkan meningkatkan asupan
perubahan status kesehatan nutrisi.
meningkat
Tingkat Infeksi (L. 14137) :
1. Demam menurun
2. Kemerahan menurun
3. Nyeri menurun
4. Bengkak menurun
Kultur darah membaik
3 Nyeri Akut b/d Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (I.08238)
keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi :
agen pencedera
diharapkan masalah pasien dapat 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
fisik teratasi dengan kriteria hasil : durasi, frekuensi, kualitas,
Tingkat nyeri (L.08066) intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri menurun (5) 2. Identifikasi skala nyeri
2. Meringis menurun (5) 3. Identifikasi faktor yang
3. Sikap protektif menurun (5) memperingan dan memperberat
nyeri
Terapeutik :
4. Berikan teknik nonfarmokologi
untuk mengurangi rasa nyeri
5. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
6. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
7. Jelaskan periode, penyebab, dan
pemicu nyeri
8. Ajarkan teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
9. Kolaborasi pemberian analgetik
4 Deficit Setelah dilakukan tindakan Edukasi Proses Penyakit (I.12444)
keperawatan diharapkan Observasi :
pengetahuan b/d
masalah pasien dapat teratasi 1. Identifikasi kesiapan dan
kurang terpapar dengan kriteria hasil: kemampuan menerima informasi
Tingkat Pengetahuan (L.12111) Terapeutik :
1. Perilaku sesuai anjuran 2. Sediakan materi dan media
informasi meningkat (5) pendidikan kesehatan
2. Verbalisasi minat dalam 3. Jadwalkan pendidikan kesehatan
belajar meningkat (5) sesuai kesepakatan
3. Kemampuan menjelaskan 4. Berikan kesempatan untuk
pengetahuan tentang suatu bertanya
topic meningkat (5) Edukasi :
4. Perilaku kesehatan membaik 5. Jelaskan penyebab dan faktor
(5) resiko penyakit
6. Jelaskan tanda dan gejala yang
ditimbulkan oleh penyakit
7. Jelaskan kemungkinan
terjadinya komplikasi
8. Ajarkan cara meredakan atau
mengatasi gejala yang dirasakan
9. Ajarkan cara meminimalkan
efek samping dari intervensi atau
pengobatan
10. Informasikan kondisi pasien saat
ini
11. Anjurkan melaporkan jika
merasakan tanda dan gejala
memberat atau tidak biasa.

4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Pada tahap ini
perawat menerapkan ilmu – ilmu keperawatan dan ilmu lain yang terkait
secara terintegrasi, beberapa faktor dapat mempengaruhi pelaksanaan
rencana pelayanan keperawatan, antara lain sumber – sumber yang ada,
pengorganisasian pekerjaan perawat serta lingkungan fisik untuk
pelayanan keperawatan (Hidayat, A, 2008).
Prinsip tindakan perawat :
a. Independen adalah tindakan keperawatan yang diprakarsai sendiri
oleh perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi masalahya.
b. Interdependen adalah tindakan perawatan atas dasar kerja sama tim
perawat dengan tim kesehatan lain.
c. Dependen adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari
profesi lain.
Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada perencanaan dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal.
5. Evaluasi
Merupakan langkah akhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dan rencana keperawatan
tercapai. Pada tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan, yaitu:
a. Evaluasi proses
Yaitu evaluasi yang dilakukan dengan mengevaluasi selama proses
perawatan berlangsung atau menilai dari respon Pasien.
b. Evaluasi hasil
Merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status
pasien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada
tahap perencanaan. ada beberapa tujuan dalam evaluasi hasil yaitu :
1) Tujuan tercapai
Tujuan ini dikatakan tercapai apabila Pasien telah
menunjukkan perubahan dan kemajuan yang sesuai dengan kriteria
yang telah ditetapkan.
2) Tujuan tercapai sebagian
Tujuan ini dikatakan tercapai sebagian apabila tujuan tidak
tercapai secara keseluruhan sehingga masih perlu dicari berbagai
penyebab atau masalahnya.
3) Tujuan tidak tercapai
Dikatakan tidak tercapai apabila tidak menunjukkan adanya
perubahan kearah kemajuan sebagaimana kriteria yang diharapkan.
Untuk memudahkan dalam evaluasi keperawatan dapat digunakan
format SOAP antara lain :
S : Data subyektif sehubungan dengan masalah Pasien
O : Data obyektif sehubungan dengan masalah Pasien
A : Analisa masalah
P : Perencanaan
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.2008. Edisi ketujuh. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Doenges.2000. Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC
Eron LJ. 2008. Cellulitis and Soft-Tissue Infections. American College of
Physicians.
Fitzpatrick, Thomas B.2008. Dermatology in General Medicine, seventh edition.
New York: McGrawHill
Herchline TE. 2011. Cellulitis. Wright State University, Ohio, United State of
America.
Kertowigno S. 2011. 10 Besar Kelompok Penyakit Kulit. Unsri press, Palembang,
Indonesia, hal: 146-149
McNamara DR, Tleyjeh IM, Berbari EF, et al. 2007. Incidence of lower
extremity cellulitis: a population based stud  in Olmsted county, Minnesota.
82(7):817-21
Morris, AD. 2008. Cellulitis and erysipelas. University Hospital of Wales,
Cardiff, UK. 1708
Muttaqin Ariff. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan.Jakarta: Salemba Medika. Muttaqin Ariff. 2008. Asuhan
Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta: Salemba
Medika.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. EGC : Jakarta 
Swartz MN. 2004. Cellulitis. New England Journal of Medicine. 350:904-12
Wolff K, Johnson RA, Fitspatricks. 2008. color atlas and synopsis of clinically
dermatology. New York: McGrawHill.

Anda mungkin juga menyukai