Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN OTITIS MEDIA EFUSI


DI RUANG OPERASI (RUANG OK)
RSUD Dr. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

OLEH :

ANNAS ASROPIN HOMSA FEBRIA

P07120119008

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : ANNAS ASROPIN HOMSA FEBRIA

NIM : P07120119008

JUDUL : LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN OTITIS MEDIA EFUSI DI RUANG OPERASI (RUANG OK)
RSUD Dr. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

Banjarmasin, November 2021

Mengetahui,

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik


KONSEP DASAR OTITIS MEDIA EFUSI
A. Pengertian
Otitis media adalah suatu inflamsi atau infeksi sebagian atau seluruh mukosa saluran
telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel sel mastoid. Otitis media sering terjadi
setelah infeksi saluran nafas atas oleh bakteri yang menyebabkan peradangan di mukosa.
Secara mudah otitis media terbagi atas otitis media akut, otitis media effusi dan otitis media
surpuratif kronis. (Nanda Nic Noc, 2015)
Otitis media efusi adalah inflamasi pada telinga tengah, yaitu di belakang gendang
telinga. yang ditandai dengan adanya penumpukan cairan efusi di telinga tengah dengan
membran timpani utuh tanpa adanya tanda dan gejala inflamasi akut. Apabila efusi tersebut
encer disebut otitis media serosa dan apabila efusi tersebut kental seperti lem disebut otitis
media mukoid. Infeksi telinga ini paling sering terjadi pada anak-anak, tetapi dapat juga
terjadi pada orang dewasa. (Widodo, 2016)
B. Etiologi
1. Gangguan fungsi tuba
Gangguan fungsi tuba menyebabkan mekanisme aerasi ke rongga telinga tengah
terganggu, Akibat gangguan tersebut rongga telinga tengah akan mengalami tekanan
negatif. Tekanan negatif di telinga tengah menyebabkan peningkatan permaebilitas kapiler
dan selanjutnya terjadi transudasi. Akibatnya terdapat akumulasi sekret di rongga telinga
tengah. Inflamasi kronis di telinga tengah akan menyebabkan terbentuknya jaringan
granulasi, fibrosis, destruksi tulang dan diikuti retraksi membran timpani. Orang dewasa
biasanya akan mengeluh adanya rasa tak nyaman, rasa penuh atau rasa tertekan serta
timbul gangguan pendengaran ringan. Jika keadaan ini berlangsung dalam jangka waktu
lama cairan akan tertarik keluar dari membran mukosa telinga tengah, menimbulkan
keadaan yang kita sebut dengan otitis media serosa.
2. Infeksi
Infeksi bakteri merupakan faktor penting dalam patogenesis terjadinya OME sejak
dilaporkan adanya bakteri di telinga tengah. Streptococcus Pneumonia, Haemophilus
Influenzae, Moraxella Catarrhalis dikenal sebagai bakteri pathogen terbanyak ditemukan
dalam telinga tengah. Meskipun hasil yang didapat dari kultur lebih rendah. Penyebab
rendahnya angka ini diduga karena :
a. Penggunaan antibiotik jangka lama sebelum pemakian ventilation tube akan
mengurangi proliferasi bakteri patogen,
b. Sekresi immunoglobulin dan lisosim dalam efusi telinga tengah akan menghambat
proliferasi patogen,
c. Bakteri dalam efusi telinga tengah berlaku sebagai biofilm
3. Status Imunologi
Faktor imunologis yang cukup berperan dalam OME adalah sekretori Ig A.
Immunoglobulin yang diproduksi oleh kelenjar di dalam mukosa kavum timpani. Sekretori
Ig A terutama ditemukan pada efusi mukoid dan di kenal sebagai suatu imunoglobulin
yang aktif bekerja dipermukaan mukosa respiratorik. Kerjanya yaitu menghadang kuman
agar tidak kontak langsung dengan permukaan apitel, dengan cara membentuk ikatan
komplek. Kontak langsung dengan dinding sel epitel adalah tahap pertama dari penetrasi
kuman untuk infeksi jaringan. Dengan demikian Ig A aktif mencegah infeksi kuman.
4. Alergi
Bagaimana faktor alergi berperan dalam menyebabkan OME masih belum jelas.
Akan tetapi dari gambaran klinis di percaya bahwa alergi memegang peranan. Dasar
pemikirannya adalah analogi embriologik, dimana mukosa timpani berasal sama dengan
mukosa hidung. Setidak-tidaknya manifestasi alergi pada tuba Eustachius merupakan
penyebab okulasi kronis dan selanjutnya menyebabkan efusi. Namun demikian dari
penelitian kadar Ig E yang menjadi kriteria alergi atopik, baik kadarnya dalam efusi
maupun dalam serum tidak menunjang sepenuhnya alergi sebagai penyebab.
C. Patofisiologi
Otitis media dengan efusi (OME) dapat terjadi selama resolusi otitis media akut (OMA).
Di antara anak-anak yang telah memiliki sebuah episode dari otitis media akut, sebanyak 45
% memiliki efusi persisten setelah 1 bulan, tetapi jumlah ini menurun menjadi 10 % setelah 3
bulan. Terdapat 3 fungsi utama tuba eustachius yaitu ventilasi untuk menjaga agar tekanan
udara antara telinga tengah dan telinga luar selalu sama, pembersihan sekret dan sebagai
proteksi pada telinga tengah. Gangguan fungsi yang dapat disebabkan oleh sejumlah keadaan
dari penyumbatan anatomi peradangan sekunder terhadap alergi, infeksi saluran pernafasan
atas (ISPA) atau trauma. Jika gangguan fungsi tuba eustachius berlangsung terus-menerus,
tekanan negatif berkembang dalam telinga tengah dari penyerapan dan penyebaran nitrogen
serta oksigen ke dalam sel mukosa telinga tengah.
Hampir keseluruhan otitis media efusi disebabkan kerena gangguan fungsi tuba
eustachius. Apabila peradangan dan infeksi bakteri akut telah terjadi, kegagalan dari
mekanisme pembersihan telinga tengah memungkinkan terjadinya efusi pada telinga tengah.
Banyak faktor yang berperan dalam kegagalan dari mekanisme pembersihan, termasuk
gangguan fungsi siliar, edema mukosa, hiperviskositas efusi, dan tekanan udara antar telinga
tengah dan telinga luar yang tidak baik.
D. Manifestasi Klinis
Gejala OME ditandai dengan rasa penuh dalam telinga, terdengar bunyi berdengung
yang hilang timbul atau terus menerus, gangguan pendengaran dan rasa nyeri yang ringan.
Dizziness juga dirasakan penderita - penderita OME. Gejala kadang bersifat asimtomatik
sehingga adanya OME diketahui oleh orang yang dekat dengan anak misalnya orang tua
atau guru. Anak-anak dengan OME juga kadang-kadang sering terlihat menarik-narik
telinga mereka atau merasa seperti telinganya tersumbat. Pada kasus yang lanjut sering
ditemukan adanya gangguan bicara dan perkembangan berbahasa. Kadang-kadang juga
ditemui keadaan kesulitan dalam berkomunikasi dan keterbelakangan dalam pelajaran.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Otoskopi
Pemeriksaan otoskopi dilakukan untuk kondisi, warna, dan translusensi membrana
timpani. Macam-macam perubahan atau kelainan yang terjadi pada membran timpani
dapat dilihat sebagaimana berikut :
a. Membran timpani yang suram dan berwarna kekuningan yang menggati gambaran
tembus cahaya selain itu letak segitiga reflek cahaya pada kuadran antero inferior
memendek, mungkin saja didapatkan pula peningkatan pembuluh darah kapier pada
membran timpani tersebut.
b. Membran timpani berwarna biru gelap atau ungu diperlihatkan pada kasus
hematotimpanum yang disebabkan oleh fraktur tulang temporal, leukemia, tumor
vaskuler telinga tengah. Sedangkan warna biru yang lebih muda mungkin disebabkan
oleh barotraumas.
c. Gambaran lain adalah ditemukan sikatrik dan bercak kalisifikasi. Pada pemeriksaan
otoskopi menunjuk kecurigaan OME apabila ditemukan tanda-tanda :
- Tidak didapatkan tanda-tanda radang akut.
- Terdapat perubahan warna membrana timpani akibat refleksi dari adanya cairan
didalam kavum timpani.
- Membran timpani tampak lebih menonjol.
- Membran timpani retraksi atau atelektasis.
- Didapatkan air fluid levels atau buble, atau
- Mobilitas membran berkurang
2. Radiologi
Pemeriksaan radiologi foto mastoid dahulu efektif digunakan untuk skrining OME,
tetapi sekarang jarang dikerjakan. Anamnesis riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
banyak membantu diagnosis penyakit ini. CT Scan sangat sensitive dan tidak diperlukan
untuk diagnosis. Meskipun CT scan penting untuk menyingkirkan adanya komplikasi dari
otitis media missal mastoiditis, trombosis sinus sigmoid ataupun adanya kolesteatoma.
CT scan penting khususnya pada pasien dengan OME unilateral yang harus dipastikan
adanya massa di nasofaring telah disingkirkan.
3. Tes garpu tala
Pemeriksaan dilakukan sebagai salah satu langkah skrining ada tidaknya penurunan
pendengaran yang biasa timbul pada otitis media efusi. Pada pasien dilakukan tes Rinne,
Weber, dan Swabach. Pada otitis media didapatkan gambaran tuli konduktif.
F. Penatalaksanaan
Pengobatan konservatif secara lokal ( obat tetes hidung atau spray ) dan sistemik antara
lain antibiotika spektrum luas, antihistamin, dekongestan, dengan atau tanpa kortikosteroid.
Pengobatan dan control terhadap alergi dapat mengurangi atau menyembuhkan otitis media
efusi.
Pengobatan secara operatif dilakukan pada kasus dimana setelah dilakukan pengobatan
konservatif selam lebih dari 3 bulan tidak sembuh. Untuk memberikan hasil yang baik
terhadap drainase dilakukan miringotomi dan pemasangan pipa ventilasi. Pipa ventilasi
dipasang pada daerah kuadran antero inferior atau antero superior. Pipa ventilasi akan
dipertahankan sampai fungsi tuba ini paten. Penatalaksanaan secara operatif meliputi
mirigotomi dengan atau tanpa pemasangan pipa ventilasi dan adenoidektomi dengan atau
tanpa tonsilektomi. Tujuan pemasangan pipa ventilasi adalah menghilangkan cairan pada
telinga tengah, mengatasi gangguan pendengaran yang terjadi, mencegah kekambuhan,
mencegah gangguan perkembangan kognitif, bicara, bahasa dan psikososial.
PATHWAY

Invasi Bakteri

Otitis Media

Terdapat efusi di timpani

Otitis Media
c Efusi

Peningkatan produksi cairan serosa

Tindakan Operasi

Kurang informasi Penggunaan obat anestesi, suhu lingkungan,


/ pengetahuan alat bantu jalan nafas efek anestesi

Ansietas / Cemas Resiko jalan nafas Hipotermi


Tidak efektif
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN OME (OTITIS MEDIA EFUSI)

A. Pre operatif
Preoperatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi atau
pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi. Pada tahap ini
perawat melakukan pengkajian yang berkaitan dengan kondisi fisik, khusus nya yang
berkaitan erat dengan kesiapan tubuh pasien untuk menjalani operasi.
1. Pengkajian
a. Kaji ulang klien di ruangan
b. Pemeriksaan fisik klien (apakah klien puasa atau tidak)
c. Pemeriksaan psikis klien (kesiapan klien saat mau operasi)
2. Diagnosa
a. Ansietas / cemas b.d prosedur operasi, kurang informasi tentang prosedur operasi
B. Intra operatif
Intra operatif pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi
tebaik untuk klien. Tujuan utama dari manajement keperawatan saat ini adalah untuk
menciptakan kondisi optimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan. Perawat
berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan, pemasukan okisgen yang
adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas, pencegahan injuri selama operasi dan
dimasa pemulihan kesadaran.
1. Pengkajian
a. Persiapan klien
b. Persiapkan alat instrument
c. Persiapkan lingkungan (suhu)
d. Persiapkan obat-obatan anestesi
2. Diagnosa
a. Resiko jalan napas tidak efektif b.d penggunaan alat bantu jalan nafas
C. Post operatif
Pada masa post operatif perawat harus berusaha untuk mempertahankan tanda-tanda
vital klien selama klien belum sadar secara rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalan
nafas, mempertahankan oksigenasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang
selama operasi dan mencegah injuri. tindakan perawatan secara umum yaitu menstabilkan
kondisi klien dan mempertahankan kondisi optimum klien. Berikutnya fokus perawatan lebih
ditekankan pada peningkatan kemampuan klien untuk membentuk pola hidup yang baru.
1. Pengkajian
a. Kaji kesadaran
b. Perhatikan airway (jalan nafas klien)
c. Kaji pernapasan
d. Kaji respon nyeri klien
e. Monitor aktivitas klien
2. Diagnosa
a. Hipotermi b.d efek anestesi, lingkungan

N DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


O
1. Ansietas / Cemas Setelah dilakukan tindakan - Diskusikan dengan klien
b.d prosedur keperawatan selama 2x24 jam, tentang prosedur yang akan
operasi, kurang diharapkan dapat berkurang dijalani
informasi tentang dengan kriteria hasil : - Beri kesempatan klien
prosedur - Pasien mampu bertanya
operasi/anestesi mengidentifikasi dan - Ajak keluarga mendampingi
mengungkapkan gejala klien salama persiapan
cemas. - Anjurkan klien berdoa
- Vital sign dalam batas - Kolaborasi pemberian obat
normal. penenang
- Postur tubuh, ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan tingkat
aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan.
2. Resiko jalan Setelah dilakukan tindakan - Pastikan alat bantu jalan
napas tidak keperawatan selama kegiatan nafas tersedia
efektif b.d operasi jalan nafas tetap efektif - Rencanakan alat bantu jalan
penggunaan alat dengan kriteria hasil : nafas dengan baik
bantu jalan nafas - Atur posisi klien untuk
- Tidak ada suara nafas kepatenan jalan nafas
tambahan - Monitor TTV dan SpO2
- Tidak ada sianosis - Kaji jaringan perifer dan
- Alat bantu jalan nafas mukosa
berfungsi dengan baik - Kolaborasi pemberian
bronchodilator
3. Hipotermi b.d Setelah dilakukan tindakan - Modifikasi suhu lingkungan
efek anestesi, keperawatan selama 30 menit - Beri selimut
lingkungan hipotermi dapat teratasi dengan - Pasang pemanas
kriteria hasil : - Kolaborasi pemberian
- Suhu tubuh 36,5 - 37,5 antagonis obat anestesi
- Pasien mengatakan tidak
kedinginan
- Tidak menggigil
DAFTAR PUSTAKA

Lestari, D. K. (2020). Miringotomi (Operasi gendang telinga). Jakarta: sehat.com.

Rahayu. (2016). Laporan Pendahuluan Otitis Media Efusi. Jakarta: All Right

Nurarif, Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Nanda NIC NOC : Mediaction

Septyaningsih, A. (2014). Otitis Media Efusi (OME). Jakarta: Attribution Non

Widodo, (2016). Diagnosis Otitis Media. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Anda mungkin juga menyukai