Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Lansia yang diampu oleh :
Disusun oleh :
17 Keperawatan A
2021
VISI DAN MISI
VISI
MISI
TUJUAN
1. Menghasilkan kader Muhammadiyah berakhlakul karimah dan bermanfaat bagi
masyarakat.
2. Terwujudnya penelitian dalam bidang kesehatan dan ilmu keperawatan
sengingga mampu meningkatkan pelayanan dibidang komunitas.
3. Terwujudnya pengabdian kepada masyarakat sehingga mampu meningkatkan
taraf kesehatan masyarakat.
4. Terlaksananya kegiatan seminar, simposium, workshop, temu ilmiah berbasis
kesehatan komunitas baik lokal, nasional, maupun internasional.
5. Terwujudnya kerjasama tingkat nasional maupun internasional dengan berbagai
institusi dalam upaya meningkatkan kompetensi lulusan Fakultas Ilmu
Kesehatan.
VISI DAN MISI
VISI
“ Menjadi Program Studi Ilmu Keperawatan Dan Ners Yang Islami, Profesional
Dan Mandiri Dibidang Keperawatan Komunitas Tingkat Nasional Pada Tahum 2022 “
MISI
TUJUAN
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
banyak nikmat, taufik dan hidayahnya. Sehingga dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan dan Askep Lansia yang berjudul “ Pada Pasien Lansia Gangguan Mental
Halusinasi “ dengan baik. Penyususnan laporan ini dalam rangka memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan Lansia yang diampu oleh Ibu Leya Indah Permatasari M.kep.,
Ners.
Dalam proses penyusunannya tak lepas dari bantuan, arahan dan masukan dari
berbagai pihak. Untuk itu saya ucapkan terima kasih atas segala partisipasinya dalam
menyelesaikan Asuhan Keperawatan ini.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................
1.3 Tujuan ................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata
Keliat, (2011) dalam Zelika, (2015). Sedangkan Menurut WHO, kesehatan jiwa
bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai
karakteristik yang positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan
kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.
Data dari Departemen Kesehatan tahun 2009, jumlah penderita gangguan
jiwa di Indonesia saat ini mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori
gangguan jiwa ringan 11,6% dan 0,46% menderita gangguan jiwa berat. Hasil
penelitian WHO di Jawa Tengah tahun 2009 menyebutkan dari setiap 1.000
warga Jawa Tengah terdapat 3 orang yang mengalami gangguan jiwa. Sementara
19 orang dari setiap 1.000 warga Jawa Tengah mengalami stress Depkes RI,
(2009) dalam Zelika, (2015). Data kunjungan rawat inap RumahSakit Jiwa
Daerah Surakarta pada bulan Januari - April 2013 didapat 785 orang.
Pasien dengan halusinasi menempati urutan pertama dengan angka
kejadian 44% atau berjumlah 345 orang, pasien isolasi sosial menempati urutan
kedua dengan angka kejadian 22% atau berjumlah pasien 173 orang, pasien
dengan resiko perilaku kekerasan menempati urutan ketiga dengan angka
kejadian 18% atau berjumlah pasien 141 orang pasien, pasien dengan harga diri
rendah menempati urutan keempat dengan angka kejadian 12% atau berjumlah
94 orang, sedangkan pasien dengan waham, defisit perawatan diri 4% atau 32
orang Zelika, 2015.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas dan sebagai tugas
untuk memahami keperawatan jiwa yang harus dikuasai 5 kompone salah
satunya halusinasi, maka kelompok di berikan tugas untuk membahas masalah
gangguan jiwa dengan halusinasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari halusinasi?
2. Apa apa saja klasifikasi dari halusinasi?
3. Apa etiologi dari halusinasi?
4. Bagaimana rentang respon dari halusinasi ?
5. Apa saja manifestasi klinis dari halusinasi?
6. Apa saja fase halusinasi ?
7. Bagaimana pathway dari halusinasi ?
8. Apa saja penatalaksanaan dari halusinasi ?
9. Apa saja komplikasi dari halusinasi ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari halusinasi.
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari halusinasi.
3. Untuk mengetahui etiologi dari halusinasi.
4. Untuk mengetahui rentang respon dari halusinasi.
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari halusinasi.
6. Untuk mengetahui fase halusinasi.
7. Untuk mengetahui pathway dari halusinasi.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari halusinasi.
9. Untuk mengetahui komplikasi dari halusinasi.
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata
Keliat, (2011) dalam Zelika, (2015).
Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi
yang tidak sesuai dengan kenyataan Sheila L Vidheak, ( 2001) dalam Darmaja
(2014).
Menurut Surya, (2011) dalam Pambayung (2015) halusinasi adalah
hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal
(pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Halusinasi adalah persepsi atau
tanggapan dari panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal
(Stuart &Laraia, 2001). Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, yang dimaksud dengan halusinasi
adalah gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan sesuatu melalui
panca indera tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi berbeda dengan ilusi,
dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi
pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi, stimulus
internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata ada oleh klien.
B. Klasifikasi
C. Etiologi
Menurut Stuart dan Laraia (2001) dalam Pambayun (2015), faktor-faktor yang
menyebabkan klien gangguan jiwa mengalami halusinasi adalah sebagai berikut :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor genetis
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-kromosom
tertentu. Namun demikian, kromosom ke berapa yang menjadi faktor
penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Anak
kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50%
jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika dizigote,
peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang salah satu orang tuanya
mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara
bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35%.
b. Faktor neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan fungsi otak yang
abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal, khususnya
dopamin, serotonin, dan glutamat.
1) Studi neurotransmitter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan
neurotransmitter. Dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar
serotonin.
2) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat
menjadi faktor predisposisi skizofrenia.
3) Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi
skizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang pencemas,
terlalu melindungi, dingin, dan tak berperasaan, sementara ayah yang
mengambil jarak dengan anaknya.
2. Faktor Presipitasi
1) Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2) Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
3) Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang tidur,
ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat sistem
syaraf pusat, kurangnya latihan, hambatan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan.
4) Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis masalah di rumah
tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola
aktivitas sehari-hari, kesukaran dalam hubungan dengan orang lain, isolasi
social, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja, kurang ketrampilan dalam
bekerja, stigmatisasi, kemiskinan, ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
5) Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah, putus asa,
tidak percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri, merasa punya
kekuatan berlebihan, merasa malang, bertindak tidak seperti orang lain dari
segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kernampuan sosialisasi, perilaku
agresif, ketidakadekuatan pengobatan, ketidakadekuatan penanganan gejala.
Penglihatan Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar giometris, gambar karton
dan atau panorama yang luas dan komplek. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang
menyenangkan / sesuatu yang menakutkan seperti monster.
Penciuman Membau-bau seperti bau darah, urine, fases umumnya bau-bau yang tidak
menyenangkan. Halusinasi penciuman biasanya sering akibat stroke, tumor, kejang
/ dernentia.
Perabaan Mengalami nyeri atau ketidak nyamanan tanpa stimulus yang jelas rasa
tersetrum listrik yang dating dari tanah, benda mati atau orang lain.
Sinestetik Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah divera (arteri), pencernaan
makanan.
Kinestetik Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak
F. Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan
keparahannya Stuart & Sundeen, (2006)dalamBagus, (2014), membagi fase
halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan
kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasi, klien
semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya.
Fase Karakteristik Perilaku pasien
halusinasi
1 2 3
Fase 1 : Klien mengalami keadaan emosi Menyeringai atau tertawa yang tidak
Comforting- seperti ansietas, kesepian, rasa sesuai, menggerakkan bibir tanp
ansietas tingkat bersalah, dan takut serta mencoba amenimbulkan suara, pergerakan mata
sedang, secara untuk berfokus pada penenangan yang cepat, respon verbal yang lambat,
umum, halusinasi pikiran untuk mengurangi ansietas. diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang
bersifat Individu mengetahui bahwa pikiran mengasyikkan.
menyenangkan dan pengalaman sensori yang
dialaminya tersebut dapat
dikendalikan jika ansietasnya bias
diatasi.
(Non psikotik)
(Psikotikringan)
G. Pathway
Resiko perilaku
Gangguan persepsi kekerasan terhadap
sensori diri sendiri dan orang
lain
H. Penatalaksanaan
I. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi atau muncul karena halusinasi,
diantaranya adalah munculnya perilaku untuk mencederai diri sendiri, orang lain
dan lingkungan yang diakibatkan dari persepsi sensori palsu tanpa adanya
stimulus eksternal. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan gangguan
sensori persepsi halusinasi penglihatan dan pendengaran, hambatan komunikasi
yang berhubungan dengan gangguan sensori persepsi halusinasi pendengatan,
perubahan nutrisi yang berhubungan dengan gangguan sensori persepsi
halusinasi : pengecapan dan penciuman.
BAB III
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
1. Pasien
Nama : Ny.B
Umur : 68 tahun
Alamat : Jl. Tengok Duwur blok 76. Kabupaten Cirebon
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Tanggal masuk RS : rabu, 13 Januari 2021
Tanggal Pengkajian : rabu, 13 Januari 2021
Diagnosa Medis : Halusinasi
2. Identitas Penanggungjawab
Nama : Ny.A
Umur : 20 tahun
Alamat : Jl. Tengok Duwur blok 76. Kabupaten Cirebon
Pekerjaan : Mahasiswi
Agama : Islam
Hubungan dengan Pasien : Anak
4. Faktor Presipitasi
Klien dibawa oleh keluarga ke rumah sakit jiwa karena klien mudah marah-
marah dan memukul orang disekitar, melemparinya dengan benda-benda di
sekitarnya, berbicara kacau, sering mendengar suara laki-laki yang diduga
suara suaminya yang mengancam ingin membunuhnya dan sering
menyendiri.
5. Psikososial
a. Genogram
b. Konsep Diri
1) Gambaran Diri
Klien mengatakan tidak ada bagian tubuh yang tidak di sukai, klien
juga tidak memiliki cacat tubuh dan klien dapat menerima semua
anggota tubuhnya.
2) Identitas
Klien menyadari bahwa dirinya seorang wanita berusia 68 tahun
sudah pernah menikah tetapi mengalami kekerasan dalam rumah
tangga dan ditinggal pergi oleh suaminya, dan dikarunai 3 orang
anak dan 3 orang cucu.
3) Peran Diri
Klien adalah seorang ibu rumah tangga dan anggota masyarakat.
Sebelum sakit klien masih bisa melaksanakan tugasnya dengan baik
yaitu menjadi istri dan ibu yang baik untuk anak-anaknya serta
bermain dengan cucu-cucunya. Selama sakit klien hanya berdiam
diri dan melakukan kegiatan yang ada di rumah sakit sebagai pasien.
c. Status Mental
1) Alam perasaan : Klien merasa takut akibat ancaman suaminya dan
sedih karena ditinggal suaminya.
2) Persepsi : Klien mengatakan mendengar suara suaminya bialang
ingin membunuhnya saat klien sendirian, dan frekuensi munculnya
suara itu tidak pasti pada saat klien sendirian.
3) Proses pikir : Klien dapat menjawab pertanyaan dengan baik
walaupun harus diulang pertanyaannya.
4) Isi pikir : Klien merasa mendengar suara suaminya yang melakukan
kekerasan dan mengancam ingin membunuhnya.
d. Status sosial
1. Pendidikan dan pekerjaan
Pendidikan terakhir pasien SMA tidak tamat, pasien seorang ibu
rumah tangga.
2. Hubungan sosial
Semenjak ditinggal suaminya pasien jarang keluar rumah dan
sulit diajak berbicara oleh anaknya, saat dilakukan pengkajian pasien
berbicara sembari berteriak2, selalu menutupi telinganya, menangis
dan tertawa tiba2, tidak menatap lawan bicara, tiba bicara sendiri,
dan susah fokus dalam menjawab pertanyaan
e. Spiritual
Semenjak sakit pasien jarang melakukan ibadah.
6. Pemeriksaan fisik
Pasien tampak sedih, bingung, kuku panjang, pakaian tidak rapi, rambut
terurai, terkadang berteriak histeris.
BB : 48 kg
TB : 148 cm
TD : 160/70 mmHg
Suhu : 35,8 oC
Nadi : 82x/menit
RR : 20x/menit
7. Pemeriksaan penunjang
Skor 9
Interpretasi : Skor 5 – 9 = Depresi sedang
B. Analisa data
NO DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM
1. DS : Ny. A mengatakan Halusinasi Resiko prilaku
ibunya mudah marah-marah kekerasan pada diri
dan memukul orang disekitar, efektifitas koping sendiri dan orang
melemparinya dengan benda- individu lain b.d ancaman
benda di sekitarnya kekerasan
delusi
DO :
- Pasien berteriak histeris, menejemen emosi
dan sedih
- Berbicara kacau dan susah perilaku tidak terorganisir
fokus. dengan baik
- Tidak fokus menatap
lawan bicara saat resiko perilaku kekerasan
menjawab pertanyaan. terhadap diri sendiri dan
- TD : 160/70 mmHg orang lain
Suhu : 35,8 oC
Nadi : 82x/menit
RR : 20x/menit
C. Prioritas masalah
DX 1 : Resiko perilaku kekerasan terhaadap diri sendiri dan orang lain
NO. KRITERIA NILAI BOBOT SKOR PEMBENARAN
1. Sifat Masalah : 1 2/3 × 1 = Karena pikiran pasien selalu
Aktual 3 0.6 dipenuhi oleh rasa takut sehingga hal ini
Resiko 2 selalu memicu resiko terjadinya
Potensial 1 kekerasan baik pada diri sendiri maupun
orang lain.
2. Kemungkinan 2 2/2 × 2 = Dapat di ubah dengan mudah, jika
Masalah dapat 2 pasien mampu ditingkatkan interaksi
diubah : nya agar apa yang dipikirkan atau
Mudah 2 dipersepsikan tidak memengaruhi
Sebagian 1 perilakunya yang negatif
Tidak dapat 0
3. Potensi 1 3/3 × 1 = Potensi masalah untuk dicegah
Masalah untuk 1 tinggi, dimana pasien harus mampu
dicegah : mengenal masalah dan bagaimana
Tinggi 3 menghilangkan bisikan2 yang dapat
Cukup 2 menyebabkan permasalahn baik dalam
Rendah 1 berfikir maupun berperilaku.
4. Menonjolnya 1 2/2 × 1 Harus segera ditangani agar pasien
massalah : =1 mampu mengontrol kembali persepsi
Masalah berat, 2 dan emosinya dengan baik sehingga
harus segera perilaku negatif bisa teratasi.
ditangani
Ada masalah 1
tetapi tidak
perlu ditngani
Masalah tidak 0
dirsakan
Jumlah = 4,6
D. Diagnosa
1. Ganguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan proses berfikir.
2. Resiko perilaku kekerasan (mencederai diri sendiri dan orang lain)
berhubungan dengan pola ancaman kekerasan.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan motivasi.
E. Intervensi
No Diagnosa NOC NIC Rasional
1. Gangguan Domain 5 kelas 3 : - Bina hubungan
sensasi/persepsi
persepsi sensori saling percaya
berhubungan Setelah dilakukan dengan prinsip
tindakan keperawatan
dengan komunikasi
selama 3x24
gangguan Jam diharapkan terapeutik
nyeri akut teratasi.
proses berfikir. - Ajarkan pasien
Dengan kriteria hasil :
teknik menghardik
- Klien dapat
- Bantu klien
menyebutkan
waktu, isi, mengenal dan
frekuensi timbulnya
mengontrol
halusinasi
- Klien dapat halusinanya
mengungkapkan
- Bantu klien dan
perasaanya
terhadap halusinasi keluarga untuk
- Klien dapat
melakukan aktivitas
mengenal
halusinasinya terjadwal dan dapat
memanfaatkan obat
dengan benar
2. Resiko perilaku Domain 11. Kelas 3 : - Bina hubungan
perilaku kekerasan
kekerasan saling percaya
(mencederai diri Setelah dilakukan dengan prinsip
tindakan keperawatan
sendiri dan komunikasi
selama 3x24
orang lain) b.d Jam diharapkan terapeutik
nyeri akut teratasi.
ancaman - Bantu klien
Dengan kriteria hasil :
kekerasan. mengungkapkan
- Dapat
perasaan marahnya
mengidentifikasi
- Beri motivasi klien
factor yang
untuk menceritakan
menyebabkan
rasa kesal
perilaku kekerasan
- Identifikasi
- Dapat
masalah klien
mengidentifikasi
(penyebab, tanda,
cara alternative
akibat dari perilaku
untuk mengatasi
kekerasan)
masalah
- Ajarkan klien
- Dapat menahan diri
teknik relaksasi
dari
nafas dalam
menghancurkan
- Jelaskan kepada
barang barang
klien berbagai
milik orang lain
alternatif pilihan
untuk
mengungkapkan
kekerasan klien
- Jelaskan cara-cara
sehat untuk
mengungkapkan
rasa marah
3 Defisit Domain 4 kelas 5: - Bina hubungan
perawatan diri
perawatan diri saling percaya
b.d penurunan Setelah dilakukan dengan
motivasi tindakan keperawatan komunikasi
selama 3x24 jam terapeutik
klien mampu merawat - Tanyakan
kebersihan dirinya perasaan dan
dengan kriteria hasil : keluhan pasien
- Pasien tidak malas saat ini
mandi - Latih pasien
- Pasien dapat berdandan atau
melakukan berhias meliputi:
perawatan berpakaian,
kebersihan diri menyisir rambut
secara mandiri dan berhias
tanpa dibantu - Latih pasien untuk
- Pasien berpakaian mandi dan
rapi membrsihkan diri.
- Pasien tidak - Ajarkan pasien ke
menolak kamar mandi jika
melakukan ingin BAB dan
perawatan BAK secara
kebersihan diri mandiri
- Beri
reinforcement
positif saat pasien
menjawab
pertanyaan
F. Implementasi
No Hari Diagnosa Implementasi Paraf
1. Kamis, Gangguan persepsi sensori - Membina
14 berhubungan dengan proses hubungan saling
januari berfikir. percaya dengan
2021 prinsip komunikasi
terapeutik
- Mengajarkan
pasien teknik
menghardik
- Membantu klien
mengenal dan
mengontrol
halusinanya
- Membantu klien
dan keluarga untuk
melakukan
aktivitas terjadwal
dan dapat
memanfaatkan obat
dengan benar
2. Kamis, Resiko perilaku kekerasan - Membina
14 (mencederai diri sendiri dan hubungan saling
januari orang lain) b.d ancaman percaya dengan
2021 kekerasan. prinsip
komunikasi
terapeutik
- Membantu klien
mengungkapkan
perasaan
marahnya
- Memberi motivasi
klien untuk
menceritakan rasa
kesal
- Mengidentifikasi
masalah klien
(penyebab, tanda,
akibat dari
perilaku
kekerasan)
- Mengajarkan klien
teknik relaksasi
nafas dalam
- Menjelaskan
kepada klien
berbagai alternatif
pilihan untuk
mengungkapkan
kekerasan klien
- Menjelaskan cara-
cara sehat untuk
mengungkapkan
rasa marah
3. Defisit perawatan diri b.d - Mwmbina
penurunan motivasi hubungan saling
percaya dengan
komunikasi
terapeutik
- Menanyakan
perasaan dan
keluhan pasien
saat ini
- Melatih pasien
berdandan atau
berhias meliputi:
berpakaian,
menyisir rambut
dan berhias
- Melatih pasien
untuk mandi dan
membrsihkan
diri.
- Mengajarkan
pasien ke kamar
mandi jika ingin
BAB dan BAK
secara mandiri
- Beri
reinforcement
positif saat pasien
menjawab
pertanyaan
G. Evaluasi
A: Masalah halusinasi
pendengaran belum teratasi
P:
- Ajarkan klien teknik
relaksasi nafas dalam
- Jelaskan kepada klien
berbagai alternatif
pilihan untuk
mengungkapkan
kekerasan klien
- Jelaskan cara-cara
sehat untuk
mengungkapkan rasa
marah
3. Kamis, Defisit perawatan diri b.d S: Ny A juga mengatakan
14 penurunan motivasi bahwa selama sakit ibunya
januari jarang mandi dan menyisir
2021 rambut, apabila hendak
dimandikan oleh ny A
ibunya selalu histeris.
O:
- Pasien masih sering
berteriak histeris ketika
ingin dimandikan.
A:
Masalah belum sepenuhnya
teratasi.
P:
- Latih pasien untuk
mandi dan membrsihkan
diri.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan
sesuatu melalui panca indera tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi berbeda
dengan ilusi, dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus,
salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang
terjadi, stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata ada oleh
klien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges E. Marylin et. Al. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri edisi
3. (alih bahasa oleh laili Mahmudah, dkk, 2006). Jakarta : EGC
2. Fitria , Nita, 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
3. Stuart, Gail W, 2007, Buku Saku Keperawatan jiwa (alih bahasa , Ramona P
Kapoh. Egi Komara Yudha, 2006), Jakarta: EGC
4. Pambayun, Ahlul H. 2015. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. S Dengan
Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran Ruang 11 (Larasati) RSJD
Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Asuhan Keperawatan Psikiatri Akademi
Keperawatan Widya Husada Semarang
5. Hermand, T.Heather. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan : Definisi dan
Klasifikasi 2018-2020. Edisi 11. Jakarta : EGC