Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

Inguinal Abscess

Disusun untuk memenuhi tugas


Program Profesi Ners
Stase Keperawatan Medikal Bedah

Oleh:
VENIA DHAMAYANTI 14B020024

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2020
A. DEFINISI
Abses inguinalis adalah abses yang berkembang di daerah
selangkangan, bagian tubuh, antara paha dan tubuh. Seperti abses lainnya,
abses inguinalis adalah akumulasi nanah, yang secara bertahap akan
menghancurkan jaringan di sekitarnya. Abses inguinalis disebabkan oleh
infeksi lokal dan memiliki gejala yang sama dengan peradangan.
Tergantung pada jenis dan terutama lokasi abses, pengobatan mungkin
termasuk minum antibiotik serta menusuk atau mengangkat abses inguinal
dengan pembedahan (Smeltzer & Bare 2002).
B. ETIOLOGI
Menurut (Underwood 1999), terdapat beberapa penyebab abses yaitu:
- Infeksi microbial
Virus menyebabkan kematian sel dengan cara multiplikasi intraseluler.
Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik yaitu suatu sintesis
kimiawi yang secara spesifik mengawali proses radang atau
melepaskan endotoksin yang ada hubungannya dengan dinding sel.
- Reksi hipersensitivitas terjadi apabila perubahan kondisi imunologi
mengakibatkan tidak sesuainya atau berlebihannya reaksi imun yang
akan merusak jaringan
- Agens fisik : kerusakan jaringan yang terjadi pada proses radang dapat
melalui trauma fisik, ultraviolet atau radiasi ion, terbakar atau dingin
yang berlebih (frostbite)
- Bahan kimia iritan dan korosif
Bahan kimiawi yang menyebabkan korosif ( bahan oksidan, asam,
basa) akan merusak jaringan yang kemudian memicu terjadinya proses
radang atau inflamasi.
- Nekrosis jaringan
Aliran darah yang tidak mencukupi akan menyebabkan berkurangnya
pasukan oksigen dan makanan pada daerah bersangkutan yang
menyebabkan terjadinya kematian jaringan, kemudian akan menjadi
inflamasi akut
C. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko abses kulit meliputi:
- Pertumbuhan berlebih bakteri
- Trauma yang mendahului (terutama bila ada benda asing)
- Imunosupresi
- Sirkulasi terganggu
Bakteri penyebab abses kulit biasanya berasal dari kulit di area
yang terkena. Untuk abses pada batang tubuh, ekstremitas, aksila, atau
kepala dan leher, organisme yang paling umum adalah Staphylococcus
aureus (dengan S. aureus [MRSA] yang resisten methicillin menjadi yang
paling umum di AS) dan streptokokus.
Abses di daerah perineum (yaitu inguinal, vagina, pantat,
perirectal) mengandung organisme yang ditemukan dalam tinja, umumnya
anaerob atau kombinasi dari aerob dan anaerob (Dhar 2019).
D. MANIFESTASI KLINIS
Benjolan dengan ukuran bervariasi yang menyakitkan saat
disentuh, yang juga bisa disebut tumefaksi. Jika abses inguinal dalam,
mungkin tidak terlihat dengan palpasi, tetapi menyebabkan nyeri
tergantung lokasinya.
Gejala yang paling umum adalah: sensasi panas di area bengkak;
nyeri terlokalisasi; kemerahan; demam. Jika abses inguinal menusuk,
keluarnya nanah dapat terjadi.
E. PATOFISIOLOGI
Kuman penyakit yang masuk ke dalam tubuh akan menyebabkan
kerusakan jaringan dengan cara mengeluarkan toksin. Underwood, J.C.E
(1999: 232) menjelaskan bahwa bakteri melepaskan eksotoksin yang
spesifik yaitu suatu sintesis, kimiawi yang secara spesifik mengawali
proses radang atau melepaskan endotoksin. Reaksi hipersensitivitas terjadi
bila perubahan kondisi respons imunologi mengakibatkan tidak sesuainya
atau berlebihannya reaksi imun yang akan merusak jaringan. Sedangkan
agen fisik dan bahan kimiawi yang iritan dan korosif akan menyebabkan
kerusakan jaringan. Kematian jaringan merupakan stimulus yang kuat
untuk terjadi infeksi.
Underwood (1999) mengemukakan bahwa pada peradangan terjadi
perubahan diameter pembuluh darah sehingga darah mengalir ke seluruh
kapiler, kemudian sel-sel darah mulai mengalir mndekati dinding
pembuluh darah di daerah zona plasmatik. Keadaan ini memungkinkan
leukosit menempel pada epitel, sebagai langkah awal terjadinya emigrasi
leukosit ke dalam ruang ektravaskuler. Lambatnya aliran darah yang
menikuti fase hiperemia menyebabkan meningkatnya permeabilitas
vaskuler, mengakibatkan keluarnya plasma untuk masuk ke dalam
jaringan, sedangkan sel darah tertinggal dalam pembuluh darah akibat
peningkatan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan osmotik sehingga
terjadi akumulasi cairan didalam rongga ektravaskuler yang merupakan
bagian dari cairan eksudat yaitu edema. Regangan dan distorsi jaringan
akibat edema dan tekanan pus dalam rongga Abses menyebabkan rasa
sakit. Beberapa mediator kimiawi pada radang akut termasuk bradikinin,
prostaglandin dan serotonin akan merangsang dan merusakkan ujung saraf
nyeri sehingga menurunkan ambang stimulus terhadap reseptor
mekanosensitif dan termosensitif sehingga menimbulkan nyeri.
Inflamasi terus terjadi selama masih ada pengrusakan jaringan. Bila
penyebab kerusakan jaringan bisa diatasi maka debris akan di fagositosis
dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi kesembuhan. Bila trauma
berlebihan, reaksi sel fagosit kadang berlebihan sehingga debris yang
berlebihan terkumpul dalam suatu rongga membentuk Abses atau
bertumpuk di sel jaringan tubuh yang lain membentuk flegmon. Trauma
yang hebat, berlebihan, dan terus menerus menimbulkan reaksi tubuh yang
juga berlebihan berupa fagositosis debris yang diikuti dengan
pembentukan jaringan granulasi vaskuler untuk mengganti jaringan yang
rusak. Fase ini disebut fase organisasi. Bila dalam fase ini pengrusakan
jaringan berhenti akan terjadi fase penyembuhan melalui pembentukan
jaringan granulasi fibrosa. Tetapi bila pengrusakan jaringan berlangsung
terus, akan terjadi fase inflamasi kronik yang akan sembuh bila rangsang
yang merusak hilang. Abses yang tidak diobati akan pecah dan
mengeluarkan pus kekuningan sehingga terjadi kerusakan integritas kulit.
Sedangkan Abses yang di insisi dapat meningkatkan risiko penyebaran
infeksi.
F. PATHWAY

Infeksi Reaksi Agen fisik Kimiawi Nekrosis jaringan:


mikrobial hipersensitivitas infark iskemik

Endotoksin Eksotoksin

Inflamasi

Perubahan pembuluh darah Polimorf dan makrofag

Peningkatan aliran darah


Merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen

Peningkatan permeabilitas Mempengaruhi pusat thermoregulator di


vaskuler hipotalamus (titik setel termostat di
hipotalamus meningkat)
Peningkatan tekanan hidrostatik Dilatasi pembuluh darah
dan penurunan tekanan osmotik
Mengalir ke Peningkatan produksi panas
mikrosirkulasi lokal
Edema
MK2: hipertermi
Hiperemia
Berkurangnya gerak
jaringan
Rubor

Bengkak (tumor)

Resolusi Pus tertimbun dalam jaringan


Fungsiolaesa
Tertimbunnya mediator
Pus dikelilingi membran
MK 4: kerusakan kimiawi (bradikinin,
piogenik
mobilitas fisik prostaglandin, serotinin

Abses
Regangan dan
distrosi jaringan Merangsang dan
merusakkan ujung saraf
Dolor nyeri

MK 3: nyeri

Menurunkan ambang stimulus resptor


mekanosensitif dan termosensitif
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Tes darah
Investigasi laboratorium sangat membantu, tetapi tidak untuk
diagnostik. Pada orang dewasa, terutama mereka dengan infeksi
sistemik, mungkin terdapat trombositopenia, sedangkan anak-anak
sering mengalami trombositosis. Kultur darah dapat menumbuhkan
organisme penyebab infeksi, terutama pada mereka dengan penyebaran
hematogen dan pada IV penyalahgunaan narkoba.
- Pemeriksaan radiologi
Radiografi memberikan informasi yang berguna tidak lebih dari 20%
kasus, dan meskipun mielografi akan menunjukkan keberadaan lesi
inguinal dalam.
- Mikrobiologi
Sebagian besar infeksi disebabkan oleh bakteri tetapi abses
mikobakteri, jamur dan parasit juga terjadi. Spektrum infeksi
tergantung pada populasi yang diteliti. Di dunia 'maju' organisme yang
paling sering ditemui adalah Staphylococcus aureus (57-93% kasus),
Streptococci (18%) dan berbagai basil Gram-negatif (13%) (Hocking,
Grewal & Wildsmith 2015)
H. PENATALAKSANAAN
- Pembedahan dan drainase
- Terkadang antibiotic
Beberapa abses kecil sembuh tanpa pengobatan, sampai pada titik
tertentu dan mengering. Kompres hangat membantu mempercepat
prosesnya. Insisi dan drainase diindikasikan jika terdapat nyeri, nyeri
tekan, dan pembengkakan yang signifikan; tidak perlu menunggu
fluktuasi. Dalam kondisi steril, anestesi lokal diberikan sebagai injeksi
lidokain atau semprotan beku.
Pasien dengan abses yang besar dan sangat nyeri dapat mengambil
manfaat dari sedasi IV dan analgesia selama drainase. Tusukan tunggal
dengan ujung pisau bedah seringkali cukup untuk membuka abses. Setelah
nanah terkuras, rongga tersebut harus diperiksa secara untuk
membersihkan lokulasi.
Antibiotik secara tradisional dianggap tidak perlu kecuali pasien
memiliki tanda-tanda infeksi sistemik, selulitis, banyak abses,
immunocompromise, atau abses wajah di daerah yang dikeringkan oleh
sinus kavernosus. Dalam kasus ini, terapi empiris harus dimulai dengan
obat yang aktif melawan MRSA (misalnya, trimetoprim / sulfametoksazol,
klindamisin; untuk infeksi berat, vankomisin) menunggu hasil kultur
bakteri. Namun, penelitian terbaru menunjukkan hasil yang sedikit lebih
baik ketika antibiotik ditambahkan ke pengobatan biasa bahkan untuk
abses yang tidak rumit (Dhar 2019).

I. PEMERIKSAAN FISIK
a. Pengkajian
- Identitas Pasien : Nama, umur, alamat, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan
b. Keluhan Utama : Biasanya pasien mengeluh nyeri pada luka infeksi,
biasanya bengkak dan terdapat pus
c. Riwayat Kesehatan :
- Riwayat penyakit sekarang : Tanyakan sejak kapan merasakan
keluhan
- Riwayat penyakit dahulu : Apakah dulu pasien pernah menderita
penyakit seperti ini
- Riwayat penyakit keluarga : Apakah ada anggota keluarga yang
pernah menderita penyakit seperti ini
- Riwayat psikososial : apakah pasien merasakan cemas yang
berlebihan.
d. Pemeriksaan Fisik :
- Kepala : Dilihat kebersihan, bentuk, adakah oedem atau tidak
- Mata : anemis atau tidak, apakah icterus atau tidak, reflek cahaya
- Hidung : Tidak ada pernafasan cuping
- Mulut : Kebersihan, tidak pucat
- Telinga : Tidak ada serumen
- Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar
- Jantung : apakah ada peningkatan denyut jantung
- Ekstremitas : Adakah luka pada ekstremitas
- Integumen : Gejala awal berupa kemerahan dan nyeri tekan yang
terasa di suatu daerah yang kecil di kulit. Kulit yang terinfeksi
menjadi panas dan bengkak, dan tampak seperti kulit jeruk yang
mengelupas (peau d’orange). Pada kulit yang terinfeksi bisa
ditemukan lepuhan kecil berisi cairan (vesikel) atau lepuhan besar
berisi cairan (bula), yang bisa pecah.
J. ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan Tindakan Rasional


D.0077 L.08066 I.08238 1. Dengan mengindetifikasi
Nyeri akut berhubungan dengan Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri lokasi dan skala nyeri yang
agen pencedera biologis ditandai Setelah dilakukan intervensi Observasi : dirasakan memudahkan
dengan terdapat luka abses pada selama 3x24 jam diharapkan 1. Identifikasi lokasi, membantu menentukan
pangkal paha kanan atas karakteristik, durasi, intervensi yang tepat dan
tingkat nyeri menurun, dengan
frekuensi, kualitas, intensitas untuk mengevaluasi
kriteria hasil: nyeri keefektifan dari terap yang
Indikator Awal Akhir 2. Identifikasi skala nyeri diberikan
Teraupetik : 2. Teknik relaksasi nafas dalam
Keluhan 2 4
1. Berikan teknik dan murotal dapat
nyeri nonfarmakologis untuk menurunkan nyeri dengan
Meringis 2 4 mengurangi nyeri (relaksasi merilekskan ketegangan otot.
nafas dalam, murotal) 3. Analgetik dapat membantu
Keterangan :
Edukasi : memblok rasa nyeri.
1. Meningkat
1. Jelaskan penyebab, periode,
2. Cukup Meningkat
dan pemicu nyeri
3. Sedang 2. Jelaskan strategi meredakan
4. Cukup Menurun nyeri
5. Menurun 3. Mengajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri dengan
terapi nafas dalam dan
murotal
Kolaborasi :
1. Berikan analgetik (Inj
ketorolac)
Gangguan integritas jaringan L.14130 I.06202 1. Mengetahui adanya tanda-
Penyembuhan Luka Perawatan Luka tanda infeksi
Setelah dilakukan tindakan Observasi 2. Perawatan luka untuk
selama 3x24 jam diharapkan 1. Monitor karakteristik luka mencegah infeksi dan
penyembuhan luka klien dan tanda-tanda infeksi mempercepat penyembuhan
meningkat dengan kriteria hasil : Terapeutik luka
Indikator Awal Tujuan 1. Lepaskan balutan dan plester 3. Agar klien dan keluarga
Peradanga 1 3 secara perlahan dapat melaporkan adanya
n luka 2. Bersihkan dengan cairan gejala infeksi
Infeksi 1 3 NaCl 4. Untuk mencegah infeksi
Keterangan : 3. Pertahankan teknik steril
1. meningkat Edukasi
2. cukup meningkat 1. Jelaskan tanda dan gejala
3. sedang infeksi
4. cukup menurun Kolaborasi
5. menurun 1. Kolaborasi pemberian
antibiotok
D. 0142 L.14137 I.14539 1. Dengan memonitor agar
Risiko infeksi berhubungan Tingkat Infeksi Pencegahan Infeksi mengetahui adanya tanda dan
dengan agen pencedera biologis Setelah dilakukan intervensi Observasi gejala yang bahaya.
dibuktikan dengan luka di selama 3x24 jam maka tingkat 1. Memonitor tanda dan gejala 2. Agar terhindar dari infeksi
pangkal paha kanan atas terdapat infeksi menurun, dengan kriteria infeksi lokal dan sistemik oleh mikroorganisme
pus dan pecah Teraupetik 3. Menghindari adanya
hasil: 1. Memberikan perawatan kulit mikroorganisme yang ada di
Indikator Awal Akhir pada area luka tangan perawat ke klien.
2. Mencuci tangan sebelum dan 4. Dengan menganjurkan
Kemerahan 2 4 sesudah kontak dengan klien peningkatan asupan nutrisi
Bengkak 2 4 dan lingkungan klien dan cairan membuat luka
Keterangan : 3. Mempertahankan teknik operasi cepat sembuh
5. Meningkat aseptic 5. Dengan pemberian antibiotic
Edukasi mengurangi terjadinya infeksi
4. Cukup Meningkat
1. Menjelaskan tanda dan pada luka pasein
3. Sedang
gejala infeksi.
2. Cukup Menurun
2. Mengajarkan cara memeriksa
1. Menurun
kondisi luka operasi.
3. Menganjurkan peningkatan
asupan nutrisi dan cairan
Kolaborasi
1. Pemberian obat antibiotic (inj
cefazoline)
DAFTAR PUSTAKA

Dhar, A.D. 2019, ‘Cutaneus Abscess’,


https://www.msdmanuals.com/professional/dermatologic-disorders/bacterial
-skin-infections/cutaneous-abscess.

Hocking, G., Grewal, S. & Wildsmith, J. 2015, ‘Epidural Abscesses’, British


Journal of Anaesthesia, vol. 96, no. 3, pp. 292–302.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddart, 8th edn, EGC, Jakarta.

Underwood, J.C.. 1999, Patologi Umum dan Sistematik, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai