DI SUSUSN OLEH :
1. Ade Ayu Kartini 195139003
2. Akbar Ariyanto 195139005
3. Debora 195139007
4. Farida Yunimaisah 195139009
5. Erna Atnaningsih 195139011
6. Chika Permata Ali 195139013
7. Siti Atikah Sari 195139015
8. Fery Budiyono 195139017
9. Nurainun Ulfah S 195139019
10. Fahmi Eka Karlina 195139021
11. Eka Rindi Antika 195139023
12. Ari Safaria Yanuar 195139025
13. Vera Trini Yanti P 195139027
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bentuk dari terapi fisik yang dapat diterapkan oleh ibu adalah Pemberian cairan
yang lebih banyak dari kebutuhan anak yang disesuaikan dengan jumlah kebutuhan
cairan menurut umur anak, untuk mencegah dehidrasi saat evaporasi terjadi,
mengusahakan anak tidur atau beristirahat yang cukup supaya metabolismenya menurun,
tidak memberikan anak pakaian panas yang berlebihan pada saat menggigil. Lepaskan
pakaian dan 4 selimut yang terlalu berlebihan. Memakai satu lapis pakaian yang
menyerap keringat dan satu lapis selimut sudah dapat memberikan rasa nyaman kepada
anak, memberi aliran udara yang baik atau pertahankan sirkulasi ruangan yang baik dan
memberikan kompres hangat (tepidsponging) pada anak. Penggunaan kompres air hangat
di lipat ketiak dan lipat selangkangan (inguinal) selama 10-15 menit dengan temperatur
air 30-320C, akan membantu menurunkan panas dengan cara panas keluar lewat pori-pori
kulit melalui proses penguapan. (IDAI, 2014).
B. Tujuan
Tujuan umum : Untuk mengetahui tentang penyakit kejang demam pada anak.
Tujuan khusus : Untuk mengetahui :
1. Definisi penyakit kejang demam pada anak.
2. Etiologi penyakit kejang demam pada anak
3. Manifestasi klinik penyakit kejang demam pada anak.
4. Patofisiologi penyakit kejang demam pada anak.
5. Komplikasi penyakit kejang demam pada anak.
6. Pemeriksaan diagnostik penyakit kejang demam pada anak.
7. Penatalaksanaan penyakit kejang demam pada anak.
8. Asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan
kejang demam.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. PENGERTIAN
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu 38oC.
Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi pada usia 3 bulan-5 tahun.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
mencapai >38C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun
ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai
dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada
anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas
38°C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah
infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. Insiden terjadinya
kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir3% dari
anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih
sering didapatkan pada laki-laki dari pada perempuaan. Hal tersebut disebabkan karena pada
wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan lakilaki (Judha & Rahil,
2011).
B. ETIOLOGI
Peranan infeksi pada sebagian besar kejang demam adalah tidak spesifik dan
timbulnya serangan terutama didasarkan atas reaksi demamnya yang terjadi(Lumbantobing,
2007).Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang
tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya
tonsilitis, ostitis media akut, bronkitis(Judha & Rahil, 2011).Kondisi yang dapat
menyebabkan kejang demam antara lain infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial sperti
tonsilitis, otitis media akut, bronkitis (Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2009).
Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukan penyebab
organik seperti proses infeksi atau toksik dan memerlukan pengamatan menyeluruh.
Tanggung jawab dokter yang paling penting adalah menentukan penyebab demam dan
mengesampingkan meningitis. Infeksi saluran pernapasan atas, dan otitis media akut adalah
penyebab kejang demam yang paling sering (Jessica 2011).
C. KLASIFIKASI
Berdasarakan study epidemiologi kejang dibagi menjadi 3 jenis yaitu kejang
demam sederhana (70-75%) kejang deamam kpmpeks (20-25 %),dan kejang sistomik ( 5
%) . kejang demam sederhana (simple febris convulsion )biasanya terdapat pada anak
umur 6 bulan sampai 5 tahun disertai kenaikan suhu tubuh yang cepat mencapai ≥390C
kejang bersifat umum dan tonik klinik ,umunya berlangsung beberapa menit atau detk
yang jarang sampai 15 menit ,pada akhir demam kemudian diakhiri dengan keadaan
singkat seperti mengantuk (drowsiness) dan bangkitan kejangan terjadi hanya sekali
dalam 24 jam anak tidak mempunyai kelainan neurologic pada pemeriksaan fisis dan
riwayat normal dan demam ukan disebabkan oleh menigititis ,ensefalitis atau penyakit
lain dari otak. (Widagdo,2012) Kejang demam kompleks (complexor complited febrile
convulsion ) dengan sifat berupa lama kejang lebih dari 15 menit atau kejang berulang
lagi daam 24 jam atau terdapat kejang fokal atau temuan fokal dan masa pasca
bangkitan(pos-tistal period ) umur pasien ,status neurogik dan sifat demam adalah sama
degan pada kejang demam sederhana Kejang demam sistomatik atau symptomatic
febrile seizure dengan sifat yaitu umur dan sifat demam dalah sama pada kejang demam
sederhana dan sebelumnya anak telah mengalami kelainanneurologi atau penyakit akut.
(Widagdo,2012)
D. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan elektrolit lainya kecuali ion klorida.
Akibatnya konsentrasi ion kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi natrium
rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis
dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran
yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran di perlukan energi dan bantuan enzim NA-K ATP-ase yang terdapat pada
permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi
ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri
karena penyakit atau keturunan.Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan
mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10 sampai 15% dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.Oleh karena itu kenaikan suhu
tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang
singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel
maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi
kejang. Kejang demam yang berlangsung lama biasanya disertai apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hiposemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi,
artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang
disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak
meningkat (Judha & Rahil, 2011).
Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis media
akut, bronkitis penyebab terbanyak adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik yang
dihasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar keseluruh tubuh melalui hematogen
maupun limfogen. Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus
dengan menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami
bahaya secara sistemik. Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang
kenaikan suhu di bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan
kontraksi otot. Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit jaringan tubuh yang lain akan
disertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostaglandin. Peningkatan
potensial inilah yang merangsang perpindahan ion natrium, ion kalium dengan cepat dari
luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa inilah yang diduga dapat menaikkan fase
depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang. Serangan cepat itulah yang
dapat menjadikan anak mengalami penurunan kesadaran, otot ekstremitas maupun
bronkus juga dapat mengalami spasma sehingga anak beresiko terhadap injuri dan
kelangsungan jalan nafas oleh penutupan lidah dan spasma bronkus (Price, 2007).
E. PATHWAY
F. MANIFESTASI KLINIS
Menurut, Riyadi, Sujono & Sukarmin (2009), manifestasi klinik yang muncul
pada penderita kejang demam :
1. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38°C.
2. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau kinetik.
Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun tetapi
beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan persarafan.
3. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan, cahaya
(penurunan kesadaran)
Selain itu pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone juga dapat
kita jadikan pedoman untuk menetukan manifestasi klinik kejang demam. Ada 7 kriteria
antara lain:
G. PENATALAKSANAAN
1. Primary Survey :
Airway : Kaji apakah ada muntah, perdarahan, benda asing dalam mulut seperti
lendir dan dengarkan bunyi nafas.
Breathing : kaji kemampuan bernafas klien
Circulation : nilai denyut nadi
Menilai koma (coma = C) atau kejang (convulsion = C) atau kelainan status
mental lainnya
Apakah anak koma ? Periksa tingkat kesadaran dengan skala AVPU:
A : sadar (alert)
V : memberikan reaksi pada suara (voice)
P : memberikan reaksi pada rasa sakit (pain)
U : tidak sadar (unconscious)
a. Baringkan klien pada tempat yang rata dan jangan melawan gerakan klien saat
kejang
b. Bila klien muntah miringkan klien untuk mencegah aspirasi ludah atau
muntahan.
c. Bebaskan jalan nafas dengan segera :
Buka seluruh pakaian klien
Pasang spatel atau gudel/mayo (sesuaikan ukuran pada anak)
Bersihkan jalan nafas dari lendir dengan suction atau manual dengan
cara finger sweep dan posisikan kepala head tilt-chin lift (jangan
menahan bila sedang dalam keadaan kejang)
d. Oksigenasi segera secukupnya
e. Observasi ketat tanda-tanda vital
f. Kolaborasikan segera pemberian therapy untuk segera menghentikan kejang
g) Memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10
menit) dengan IV : D5 1/4, D5 1/5, RL.
Tindakan perawatan yang perlu dilakukan pada anak yang sedang dalam
keadaan kejang saat sebelum dan sudah di tempat layanan kesehatan, ialah. 1
Stimulasi saraf vagus (VNS) dibagian kiri dari leher secara intermiten
dapat menurangi kejang setelah 12 bulan terapi. Rangsangan listrik secara
intermiten dapat dilakukan dengan menanam pacemaker sebagai stimulator
dibawah kulit pada bagian atas dada kiri yang diikat pada kabel yang ditempatkan
dileher. (Widagdo,2012)
Terapi simtomatik lain yang perlu diperhatikan ialah bahwa pada kasus
kejang yang disertai dengan demam maka diperlukan tindakan untuk mengatasi
gejala demam yang tinggi atau menyebabkan anak rewel dan tidak tenang.
(Widagdo,2012)
a. Acetaminophen
b. Ibuprofen
1. Ampicillin
2. Oxacillin
3. Cefotaxim
4. Ceftriaxone
Terapi kasual yang lain ilag surih hormone yang dilakukan pada kasus
kejang dengan penyakit defisiensi hormone yang dilakukan pada kasus kejang
dengan penyakit defisiensi hormone sebagai penyakit primernya seperti pada
defisiensi ACTH atau defisiensi hormone adrenal. (Widagdo,2012)
H. KOMPLIKASI
Komplikasi pada kejang demam anak menurut Garna & Nataprawira (2005)
1. Epilepsi : Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh
terjadinya serangan yang bersifat spontan dan berkala. Bangkitan kejang yang terjadi
pada epilepsi kejang akibat lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel neuron
saraf pusat.
2. Kerusakan jaringan otak : Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang
aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor M Metyl D
Asparate (MMDA) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang
merusak sel neuoran secara irreversible.
3. Retardasi mental : Dapat terjadi karena defisit neurologis pada demam neonatus.
4. Aspirasi : Lidah jatuh kebelakang yang mengakibatkan obstruksi jalan napas.
5. Asfiksia : Keadaan dimana bayi saat lahir tidak dapat bernafas secra spontan atau
teratur.
I. Pemeriksaan penunjang
Untuk menentukan factor penyebab dan komplikasi pada ana, diperlukan beberapa
pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium ,fungsi lumbal,
elektroensefalografi dan pencitraan neurologis . pemilihan jenis pemerksaan penunjan ini
ditentukan sesuai dengan kebutuhan, (Antonius, 2015)
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada anak dengan kejang berguna untk mencari
etiologi dan komplikasi akibat kejang lama. Jenis pemeriksaan yang dilakukan
bergantung pada kondisi klinis pasien . pemeriksaan yang dilanjurkan pada pasien
dengan kejang lama adalah kadar glukoa darah, elektrolit ,darah perifer lngkp dan
masa prottombin, pemeriksaan laboratoruim tersebu bukan pemeriksaan rutin
pada kejang demam. Jika dicurigai adanya meningitis bakteriaritis perlu dilakukan
pemeriksaan kultur darah kultur cairan selebrospinal . pemeriksaan polymerase
chain reaction ( PCR ) terhadap virus herpes simpleks dilakukan pada kasus
dengan kecurigaan ensefalitis, (Antonius, 2015)
2. Fungsi lumbal
Fungsi lumbal dapat dipertimbangka pada pasien kejang disertai
penurunan kesadaran atau ganguan statu mental,perdarahan kulit ,kaku
kuduk,kejang lama,gjala infeksi,paresis,peningkatan sel darah putih ,atau pada
kaus yang tidak didapatkan factor pencetus yang jelas fungsi lumbal ulang dapat
dilakukan dalam 48 atau 72 jam setelah fungsi lumbal yang pertama yang
memastikan adanya infeksi susunan saraf pusat. Bila didapatkan kelainan
neurlogis fokal dan peningkatan tekanan intracranial ,dilanjutkan melakuka
pemeriksaan ct-scan kepala berlebih dahulu untuk risiko terjadinya herniasi,
(Antonius, 2015)
The American Academy of pediatrics merekmendasikan bahwa
pemeriksaan fungsi lumbal sangat dianjurkan pada serangan kejang pertama
disertaia demam pada anak usis dibawah 12 bulan karena manifestasi klinis
meningitis tidak jelas atau bahkan tidak ada .pada anak usia 12-18 bulan
dianjurkan melakukan fungsi lumbal , sedangkan pada usia lebih dari 18 bulan
fungsi lumbal dilakukan bila terdapat kecurigaan adanya infeksi intracranial
( meningitis ), (Antonius, 2015)
3. Elektroensefalografi
Pemerikasaan EEG digunakan untuk mengetahui adanya gelombang
epileptiform. Pemeriksaan EEG mempunyai keterbatasan, khusunya intetiktral
EEG . beberapa anak tanpa kejang secara klinis ternyata memperlihatkan
gambaran EEG epileptiform, sedangkan anak lain degan epilepsy berat
mempunyai gambaran intrkiktal EEG yang normal. Sensitivitas EGG interiktal
bervariasi. Hanya sindrom epilepsy saja yang menunjukkan kelainan EGG yang
khas, abnormalitas EGG berhubungan dengan manifestasi klinis kejang, daapat
berupa gelombang paku tajam dengan /gelombang lambat. Kelainan dapat bersifat
umum,multifocal,atau fokal pada daerah temporal maupun frontal. (Antonius,
2015). Pemeriksaan EEG segera atau dalam 24-48 jam setelah kejang atau slep
deprivation dapat memperlihatkan berbagai macam kelainan. Beratnya kelainaan
EGG tidak selalu berhubungan dengan beratnya klinis . gambaran EEG yang
normal atau memperhatikan kelainan minimal menunjukan kemunginan pasien
bebas dari kejang setelah obat ant epilepsy dihentikan. (Antonius, 2015)
4. Pencitraan neurologis
Foto polos kepala memilki nilai diagnostic kecil meskipun dapat
menunjukan adanya fraktur ulang tengkorak. Kelainan jaringan otak pada trauma
tulang kepal dideteksi dengan ct-scan kepala. Kelainan ct-scan kepala dapat
ditemkan pada pasien kejang dengan riwayat trauma kepala ,pemeriksaan
neurologis yang abnormal perubahan pola kejang-kejang berulang riwayat
mendrita penyakit susunan safaf pusat kejang pokal dan riwayat keganasan.
(Antonius, 2015)
Magnestic resonance imaging (MRI ) lebih superior dibandingkan ct-scan
dalam mengevaluasi lesi epileptogenik atau tumor kecil didaerah temoral atau
daerah yang tertutup struktur tulang misalnya daerah selebrum atau batan otak .
MRI dipertimangkan pada anak dengan kejang yang sulit diatasi ,epilepsy lobus
temporalis,perkembangan terlamabat tanpa adanya kelainan pada c-scan dan
adanya lesi ekuivika pada ct-scan. (Antonius, 2015) Tergantung sarana yang
tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi:
a. Darah
1) Glukosa darah:hipoglikemia merupakan predisposisi kejang
(N<200mq/dl)
2) BUN:peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
3) Elektrolit:Kalium, natrium.Ketidakseimbngan elektrolit
merupakan predisposisi kejang
4) Kalium (N 3,80-5,00 meq/dl)
5) Natrium (N 135-144 meq/dl)
b. Cairan cerebo spinal:mendeteksi tekanan abnormal dari CCS
tanda infeksi,pendarahan penyebab kejang
c. X Ray:untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan
adanya lesi
d. Tansiluminasi: suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB
masih terbaik (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu
khusus untuk transiluminasi kepala
e. EEG: teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui
tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang,hasil
biasanya normal. F
f. CT Scan: untuk mengidentifikasi lesi cerebral infark
hematoma,cerebral oedema,trauma,abses,tumor dengan atau tanpa
kontras.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam menurut Paula Krisanty (2008 :
223) :
1. Riwayat Kesehatan :
a. Saat terjadinya demam : keluhan sakit kepala, sering menangis, muntah atau diare,
nyeri batuk, sulit mengeluarkan dahak, sulit makan, tidak tidur nyenyak. Tanyakan
intake atau output cairan, suhu tubuh meningkat, obat yang dikonsumsi
b. Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga
c. Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA, pneumonia,
gastroenteriks, Faringiks, brontrope, umoria, morbilivarisela dan campak.
d. Adanya riwayat trauma kepala
2. Pengkajian fisik Pada kasus kejang demam yang biasanya dikaji adalah :
A : Airway ( jalan nafas ) karena pada kasus kejang demam Inpulsinpuls radang
dihantarkan ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh Hipotalamus
menginterpretasikan impuls menjadi demam Demam yang terlalu tinggi merangsang
kerja syaraf jaringan otak secara berlebihan , sehingga jaringan otak tidak dapat lagi
mengkoordinasi persyarafan-persyarafan pada anggota gerak tubuh. wajah yang
membiru, lengan dan kakinya tesentak-sentak tak terkendali selama beberapa waktu.
Gejala ini hanya berlangsung beberapa detik, tetapi akibat yang ditimbulkannya dapat
membahayakan keselamatan anak balita. Akibat langsung yang timbul apabila terjadi
kejang demam adalah gerakan mulut dan lidah tidak terkontrol. Lidah dapat seketika
tergigit, dan atau berbalik arah lalu menyumbat saluran pernapasan. Tindakan yang
dilakukan :
Semua pakaian ketat dibuka
Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
Evaluasi
B : Breathing (pola nafas) karena pada kejang yang berlangsung lama misalnya lebih
15 menit biasanya disertai apnea, Na meningkat, kebutuhan O2 dan energi meningkat
untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya
asidosis. Tindakan yang dilakukan :
Mengatasi kejang secepat mungkin - Diberikan antikonvulsan secara intravena
jika klien masih dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih
terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara
intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3
dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan
berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4
% secara intravena.
Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
Evaluasi :
Evaluasi :
a. Tanda-tanda vital
b. Status hidrasi
c. Aktivitas yang masih dapat dilakukan
d. Adanya peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan pernafasan, kulit teraba hangat
e. Ditemukan adanya anoreksia, mual, muntah dan penurunan berat badan
f. Adanya kelemahan dan keletihan
g. Adanya kejang
h. Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya peningkatan kalium,
jumlah cairan cerebrospiral meningkat dan berwarna kuning
3. Riwayat Psikososial atau Perkembangan
a. Tingkat perkembangan anak terganggu
b. danya kekerasan penggunaan obat – obatan seperti obat penurun panas \
c. Akibat hospitalisasi
d. Penerimaan klien dan keluarga terhadap penyakit
e. Hubungan dengan teman sebaya
4. Pengetahuan keluarga
a. Tingkatkan pengetahuan keluarga yang kurang
b. Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala kejang demam
c. Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol suhu tubuh
d. Keterbatasan menerima keadaan penyakitnya