NIM : 202073011
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TA. 2020-2021
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : 202073011
Pada Px. Tn.S Dengan diagnosa medis BPH Di Ruang Primedikasi Rspal Dr. Ramelan Surabaya
Telah diperiksa dan disetujui sebagai tugas dalam praktik klinik keperawatan dasar.
LAPORAN PENDAHULUAN
I. Konsep
I.1 Definisi
ke atas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium
uretra akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara
periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal
yang tersisa, prostat tersebut mengelilingi uretra dan, dan pembesaran bagian periuretral
1. Fraktur Intrakapsular
Fraktur intrakapsular atau fraktur femur proksimal merupakan suatu keadaan dimana
penyatuan kembali atau union pada fraktur terhambat. Fraktur intrakapsular sendiri
dapat dibagi berdasarkan daerah collum femur yang dilalui oleh garis fraktur menjadi:
a. Fraktur Subkapital
Fraktur Subkapital terjadi apabila garis fraktur yang melewati collum femur
b. Fraktur Transervikal
Fraktur Basiliar terjadi apabila garis fraktur melewati bagian basis collum femur.
Fraktur pada daerah ini tidak mengganggu vaskularisasi caput femur sehingga
2. Fraktur Ekstrakapsular
Fraktur ekstrakapsular meliputi fraktur yang terjadi pada daerah intertrochanter dan
daerah subtrochanter.
a. Fraktur Intertrochanter
mayor ke trochanter minor. Kemungkinan penyatuan pada fraktur ini lebih besar
b. Fraktur Subtrochanter
Fraktur Subtrochanter terjadi apabila fraktur terjadi di sebelah bawah dari
trochanter. Perdarahan yang mungkin terjadi pada fraktur ini cenderung lebih
I.3 Etiologi
karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen
pada jaringan adiposa di perifer. Karena proses pembesaran prostat terjadi secara
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai
a) Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
e) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
a) Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b) Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi
I.4 Patofisiologi
BPH terjadi pada umur yang semakin tua (>45 tahun) dimana fungsi testis sudah
Kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia, jika prostat membesar akan meluas ke atas
(bladder), di dalam mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine.
tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk
anatomi dari buli-buli berupa : Hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula,
sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan klien sebagai
keluhan pada saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptom/LUTS.
Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus destrusor
berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak banyak berubah.
Pada fase ini disebut Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan
kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah,
kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi tidak adekuat
sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses miksi berakhir seringkali Prostat
abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia dan haemorhoid
puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya melakukan ekspulsi urine
dan terjadinya retensi urine, keadaan ini disebut sebagai Prostat Hyperplasia
Dekompensata. Fase Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam
beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara berkala akan
mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadi
oleh karena buli-buli tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan
kompensasi adalah ketidak mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi
urine. Retensi urine yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal.
I.5 Pathway
Etiologi
Penuaan
Mesenkim sinus
Perubahan keseimbangan uragential
testosterone + estrogen
Mitrotrouma : trauma, Kebangkitan /
ejakulasi, infeksi Prod. Testosteron ↓ reawakening
II.1 Pengkajian
1) Eliminasi
Pola eliminasi kaji tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya, ragu ragu,
menetes, jumlah pasien harus bangun pada malam hari untuk berkemih (nokturia),
mulai atau mempertahankan aliran kemih. Pasien ditanya tentang defikasi, apakah
ada kesulitan seperti konstipasi akibat dari prostrusi prostat kedalam rectum.
Kaji frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan, jumlah minum tiap
hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau keadaan yang mengganggu nutrisi
Kaji lama tidur pasien, adanya waktu tidur yang berkurang karena frekuensi miksi
Nyeri supra pubis, panggul atau punggung, tajam, kuat, nyeri punggung bawah
alkhohol.
6) Pola aktifitas
ada perubahan sebelum sakit dan selama sakit. Pada umumnya aktifitas sebelum
7) Seksualitas
Kaji apakah ada masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampua seksual
Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami atau dirasakan
pasien sebelum pembedahan dan sesudah pembedahan pasien biasa cemas karena
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar
2. Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara
penilaian :
tulang.
supra pubik.
hidronefrosis.
4. Pemeriksaan Panendoskop : untuk mengetahui keadaan uretra dan buli –
buli.
maupun sagital pada berbagai bidang irisan, namun pameriksaan ini jarang
6. Pemeriksaan sistografi
perdarahan dari atas apabila darah datang dari muara ureter atau batu
2.1.2 Penatalaksanaan
1. Observasi
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 – 6 bulan kemudian setiap
2. Medikamentosa
Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan
3. Pembedahan
a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut.
b. Prostatektomi Suprapubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada kandung
kemih.
c. Prostatektomi retropubis
d. Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi diantara
jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada abdomen bagian bawah,
kelenjar prostat melalui antena yang dipasang melalui /pada ujung kateter.
dengan adekuat.
Pasien menunjukan :
tetesan/kelebihan aliran.
Intervensi/tindakan:
1) Dorong pasien untuk berkemih tiap 2 – 4 jam atau bila pasien tiba-tiba merasa
untuk berkemih.
kemih.
2) Awasi dan catat waktu, jumlah setiap berkemih, perhatikan penurunan haluaran
urin.
Rasional : Retensi urin dapat diketahui dengan palpasi daerah suprapubik, yaitu
perubahan mental.Timbang berat badan setiap hari,ukur intake dan output cairan
setiap hari.
akumulasi sisa toksik ; dapat berlanjut pada terjadinya gagal ginjal total.
uretra prostat.
kateter.
9) Memberiakan antibiotik
2. Nyeri Akut b.d. iritasi mukosa ; distensi kandung kemih, kolik ginjal; infeksi urinaria;
terapi radiasi.
Data Pendukung :
otonomik.
Pasien akan :
- Memberitahukan nyeri hilang/ terkontrol
- Tampak rileks
Intervensi :
1) Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri. Gunakan skala nyeri (0-10) 0
4) Ajarkan teknik mengatasi rasa nyeri : napas dalam untuk menurunkan stress dan
I. PENGKAJIAN
1) Identitas
Nama : Tn.y
Alamat :
Usia : 55 tahun
Pekerjaan :
Agama : islam
2) Keluhan utama
Pasien mengatakan tidak bisa kencing sejak kemarin, pasien datang ke IGD untuk
dilakukan operasi BPH sudah 7 bulan yang lalu. Saat di igd pasien dilakukan tindakan
pemasangan kateter, dan dokter merencanakan untuk operasi kembali. Mengetahui akan
dilakukan operasi pasien mengatakan takut dan cemas dengan keadaanya karena
Tanda-tanda vital :
TD :140/80mmHg
Nadi : 89x/menit
Suhu :36,7o C
RR : 21x/menit
1) B1 (Breathing)
Palpasi : focal fremitus getaran kanan dan kiri sama , gerakan dada kanan
2) B2 (Blood)
tunggal
3) B3 (Brain)
keadaannya
GCS : 4,5 6
P : pasien mengatakan sakit karena tidak bisa kencing
S : skala 6
4) B4 (Bladder)
5) B5 (Bowel)
6) B6 (Bone)
kedua kalinya
DO :
merasa khawatir
TD : 140/80mmHg
Nadi : 89x/menit
RR : 21x/menit
V. Intervensi
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x24 jam ansietas biasa berkurang
Kriteria Hasil :
Rencana tindakan
Observasi
Terapeutik
Edukasi
ansietas
1) Memberikan motivasi
menumbuhkan tenang
2) Memberitahu pada
keluarga untuk
mengurangi
kecemasan
Edukasi
3) Menjelaskan pada
4) Memberikan laihan
VII. Evaluasi
TD : 130/70mmHg, Nadi
84x/menit, RR : 19x/menit
P : intervensi dilanjutkan
klien
- Observasi TTV
III. Daftar Pustaka
Bauldoff, G. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Gangguan (EGC (ed.)).
Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta: EGC.
Huda, Amin. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawtan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan
Hudak and Gallo. 1994. Critical Care Nursing, A Holistic Approach. Philadelpia: JB
Lippincott company
EGC.
Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda, G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah