Anda di halaman 1dari 128

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN.

D
DENGAN DIAGNOSA MEDIS HARGA DIRI RENDAH DI
RSUD dr.DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Oleh :
DISUSUN OLEH
NAMA :
SUSED 2018.C.10a.0986

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S-1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini disusun oleh :


Nama : Sused
NIM : 2018.C.10a.0986
Program Studi : S1- Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.D
Dengan Diagnosa Medis Harga Diri Rendah

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persayaratan untuk menyelesaikan Praktik


Pra Klinik Keperawatan III Program Studi Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Eka Harap Palangka Raya

Laporan Keperawatan ini telah disetujui oleh :

Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 Keperawatan, Pembimbing Akademik

Meilitha Carolina, Ners., M.Kep Efri Dulie ,S.Kep.,Ners


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan yang berjudul
“Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. K Dengan Diagnosa Medis
Harga Diri Rendah”.Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK III).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, saya
ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKES Eka Harap Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners STIKES Eka Harap
Palangka Raya.
3. Efrie Dulie,S.Kep.,Ners selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberikan
arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan keperawatan ini
4. Ibu Ika Paskaria,S.Kep., Ners selaku koordinator Praktik Pra Klinik Keperawatan III
Program Studi Sarjana Keperawatan.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan pengabdian kepada
masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan dan jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan
sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, 09 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii

KATA PENGANTAR............................................................................................iii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iv

BAB IPENDAHULUAN.........................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................2

1.4 Manfaat Penulisan..........................................................................................3

BAB IITINJAUAN PUSTAKA...............................................................................4

2.1 Konsep Penyakit..........................................................................................4

2.1.1 Anatomi Fisiologi........................................................................................4

2.1.2 Definisi........................................................................................................5

2.1.3 Etiologi........................................................................................................6

2.1.4 Klasifikasi Glaukoma..................................................................................6

2.1.5 Patofisiologi (Pathway)...............................................................................8

2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)......................................................10

2.1.7 Komplikasi................................................................................................10

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................10

2.1.9 Penatalaksanaan Medis..............................................................................12

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan.............................................................13

2.2.1 Pengkajian.................................................................................................13

2.2.2 Diagnosa Keperawatan..............................................................................15

2.3.3 Intervensi Keperawatan.............................................................................15

2.2.4 Implementasi Keperawatan.......................................................................18


2.2.5 Evaluasi Keperawatan...............................................................................18

BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN..................................................................19

3.1 Pengkajian....................................................................................................19

3.2 Tabel Analisa Data.......................................................................................27

3.3 Rencana Keperawatan..................................................................................30

3.4 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan....................................................32

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................34

SAP
LEAFLET
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap perubahan situasi kehidupan baik positif maupun negatif dapat mempengaruhi
keseimbangan fisik, mental, dan psikososial seperti konflik yang dialami sehingga berdampak
sangat besar terhadap kesehatan jiwa seseorang yang berarti akan meningkatkan jumlah pasien
gangguan jiwa (Keliat, 2011). Gangguan jiwa merupakan manifestasi dari bentuk penyimpangan
perilaku akibat adanya distorsi emosi sehingga ditemukan ketidakwajaran dan bertingkah laku.
Hal ini terjadi karena menurunnya semua fungsi kejiwaan (Muhith,2011). Menurut (Herman,
2011) gangguan jiwa adalah terganggunya kondisi mental atau psikologi seseorang dipengaruhi
dari faktor diri sendiri dan lingkungan. Hal-hal yang dapat mempengaruhi prilaku manusia ialah
keturunan dan konstitusi, umur dan sex, keadaan badaniah, keadaan psikologik, keluarga, adat-
isitadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan
kematian orang yang dicintai, rasa permusuhan hubungan antar manusia.Gangguan jiwa
menyebabkan pasien tidak sanggup menilai dengan baik kenyataan, tidak dapat lagi menguasai
diri untuk mencegah mengganggu orang lain atau merusak/menyakiti diri sendiri untuk itu perlu
dilakukan asuhan keperawatan jiwa.
World Health Organization (WHO) atau Badan Kesehatan Dunia 2016 menunjukkan
tidak kurang dari 450 juta penderita mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang dewasa
mengalami gangguan jiwa saat ini, 25% diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia
tertentu. Gangguan jiwa yang mencapai 13%, kemungkinan akan berkembang 25% pada tahun
2030. Menurut WHO gangguan jiwa ditemukan sebanyak 450 juta orang di dunia terdiri dari 150
juta depresi, 90 juta gangguan penggunaan zat dan alkohol 38 juta epilepsi, 25 juta skizofrenia,
serta hampir 1 juta melakukan bunuh diri di setiap tahun, dan hampir ¾ beban global penyakit
neuropsikiatrik didapati berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah. Jumlah pasien
gangguan jiwa di Indonesia saat ini menurut Riskesdas (2013) adalah 236 juta orang dengan
kategori gangguan jiwa ringan 6% dari populasi dan 0,17% menderita gangguan jiwa berat,
14,3% diantaranya mengalami pasung. Tercatat sebanyak 6% penduduk berusia 15,24 tahun
mengalami gangguan jiwa. Dari 34 provinsi di Indonesia, Sumatera Barat merupakan peringkat
ke 9 dengan jumlah gangguan jiwa sebanyak 50.608 jiwa dan prevalensi masalah skizofrenia
pada urutan ke-2 sebanyak 1.9 permil. Peningkatan gangguan jiwa yang terjadi saat ini akan
menimbulkan masalah baru yang disebabkan ketidakmampuan dan gejala-gejala yang
ditimbulkan oleh pasien.
Gangguan jiwa yang menjadi masalah utama di negara-negara berkembang adalah
skizofrenia. Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan
timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan prilaku yang aneh dan terganggu. Skizofrenia
terbentuk secara bertahap dan klien tidak menyadari ada sesuatu yang tidak beres dalam otaknya
dalam kurun waktu yang lama. Kerusakan yang perlahan-lahan ini yang akhinya menjadi
skizofrenia akut. Periode skizofrenia akut adalah gangguan yang singkat dan kuat, yang meliputi
penyesatan pikiran (delusi), dan kegagalan berpikir, dan harga diri rendah (Yosep, 2011). Harga
diri rendah adalah suatu perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya kepercayaan diri, gagal
mencapai tujuan yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung. Harga diri rendah
merupakan semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan tentang dirinya dan mempengaruhi orang
lain. Harga diri tidak terbentuk dari lahir, tetapi dipelajari dari pengalaman unik seseorang dalam
dirinya sendiri, dengan orang terdekat, dan dengan lingkungan (Stuart, 2013). Menurut (Keliat,
2011) tanda dan gejala harga diri rendah yaitu mengkritik diri sendiri, perasaan tidak mampu,
pandangan hidup yang pesimis, penurunan produktifitas, penolakan terhadap kemampuan diri.
Selain tanda dan gejala diatas, dapat juga mengamati penampilan seorang dengan harga diri
rendah yang tampak kurang memperhatikan diri, berpakaian tidak rapi, selera makan menurun,
tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk dan bicara lambat dengan nada suara
rendah. Pasien dengan harga diri rendah beresiko muncul masalah gangguan jiwa lain apabila
tidak segera diberikan terapi dengan benar, karena pasien dengan harga diri rendah cenderung
mengurung diri dan menyendiri, kebiasaan itulah yang memicu munculnya masalah isolasi
sosial. Isolasi sosial menyebabkan pasien tidak dapat memusatkan perhatian yang menyebabkan
suara atau bisikan muncul sehingga menimbulkan masalah halusinasi, masalah lain yang
kemudian terjadi adalah resiko perilaku kekerasan, rasa tidak terima tentang suatu hal karena
merasa direndahkan seseorang maupun suara bisikan yang menghasut untuk melakukan tindakan
merusak lingkungan dan menciderai orang lain (Direja, 2011).
Berdasarkan masalah tersebut,saya tertarik untuk memberikan informasi yang
komprehensif tentang “Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis membatasi
penelitian bagaimana pemberian Asuhan Keperawatan pada pasien Tn.K
dengan Harga Diri Rendah di RSUD Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman langsung tentang
bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan Dengan Diagnosa Medis Harga Diri Rendah .
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar Harga Diri Reandah?
1.3.2.3 Mahasiswa mampu menjelaskan Manajemen Asuhan Keperawatan Pada Pasien Harga
Diri Rendah?
1.3.2.4 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan Pasien Harga Diri Rendah?
1.3.2.5 Mahasiswa mampu menentukan dan menyusun intervensi keperawatan pada Pasien
Harga Diri Rendah?
1.3.2.6 Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada Pasien Harga Diri
Rendah?
1.3.2.7 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Pasien Harga Diri Rendah?
1.3.2.8 Mahasiswa mampu menyusun dokumentasi keperawatan pada Pasien Harga Diri
Rendah ?
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Manfaat Untuk Mahasiswa
Mengedukasi pembaca agar lebih memahami dan menjadi bahan referensi bagi perawat
dalam memberikan pendidikan pentingnya pengetahuan tentang asuhan keperawatan yang
komprehensif pada pasien dengan Harga Diri Rendah.
1.4.2 Untuk Klien Dan Keluarga
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan informasi atau wawasan bagi pasien dan
Keluarga pada pasien Harga Diri Rendah.

1.4.3 Untuk Institusi (Pendidikan dan Rumah Sakit)


Laporan kasus ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan evaluasi pelaksanaan
asuhan keperawatan pada pasien Harga Diri Rendah.
1.4.4 Untuk IPTEK
Hasil dari laporan kasus ini diharapkan dapat bermanfaat bagii ilmu pengetahuan dan
teknologi khususnya dalam bidang kesehatan terutama untuk fisioterapi
BAB 2
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Harga Diri Rendah
2.1.1 Definisi
Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berharga,tidak berarti,
rendah diri, yang menjadikan evaluasi negatif terhadap dirisendiri dan kemampuan diri (Keliat,
2011).
Harga diri rendah merupakan evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri
yang negatif terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal dalam
mencapai keinginan (Direja, 2011)
Harga diri rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri negatif
tentang kemampuan dirinya (Fitria, 2012).
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa harga diri rendah yaitu dimana individu
mengalami gangguan dalam penilaian terhadap dirinya sendiri dan kemampuan yang dimiliki,
yang menjadikan hilangnya rasa kepercayaan diri akibat evaluasi negatif yang berlangsung
dalam waktu yang lama karena merasa gagal dalam mencapai keinginan.
2.1.2 Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi diri Konsep diri Harga diri rendah Kerancuan Depersonalisasi

Positif identitas

Respon adaptif terhadap konsep diri meliputi:


a. Aktualisasi diri
Pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang pengalaman nyata
yang sukses dan dapat diterima individu dapat mengapresiasikan kemampuan yang dimilikinya
b. Konsep diri positif
Apabila individu mempunyai pengalaman positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari
hal-hal positif maupun yang negatif dari dirinya. Individu dapat mengidentifikasi kemampuan
dan kelemahannya secara jujur dalam menilai suatu masalah individu berfikir secara positif dan
realistis.Sedangkan respon maladaptif dari konsep diri meliputi:
c. Harga diri rendah
adalah individu cenderung untuk menilai dirinya negative dan merasa lebih rendah dari
orang lain.
b. Kekacauan identitas
Suatu kegagalan individu mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak-kanak
kendala kepribadian psikososial dewasa yang harmonis.
c. Depersonalisasi
Perasaan yang tidak realitas dan asing terhadap diri sendiri yang berhubungan dengan
kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan dirinya dengan orang lain.
2.1.3 Etiologi
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri seseorang. Menurut
Kemenkes RI (2016) faktor predisposisi dan presipitasi ini dapat dibagi sebagai berikut:
1. Faktor predisposisi
a. Faktor Biologis
Pengaruh faktor biologis meliputi adanya faktor herediter anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa, riwayat penyaakit atau trauma kepala.
b. Faktor psikologis
Pada pasien yang mengalami harga diri rendah, dapat ditemukan adanya
pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, seperti penolakan dan harapan
orang tua yang tidak realisitis, kegagalan berulang, kurang mempunyai tanggung
jawab personal, ketergantungan pada orang lain, penilaian negatif pasien terhadap
gambaran diri, krisis identitas, peran yang terganggu, ideal diri yang tidak realisitis,
dan pengaruh penilaian internal individu.
c. Faktor sosial budaya
Pengaruh sosial budaya meliputi penilaian negatif dari lingkungan terhadap
pasien yang mempengaruhi penilaian pasien, sosial ekonomi rendah, riwayat
penolakan lingkungan pada tahap tumbuh kembang anak,dan tingkat pendidikan
rendah.

2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehilangan bagian
tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan atau produktifitas yang
menurun. Secara umum gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi
secara situasional atau kronik. Secara situsional misalnya karena trauma yang muncul
tiba-tiba, sedangkan yang kronik biasanya dirasakan klien sebelum sakit atau sebelum
dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan memingkat saat dirawat (yosep,
2016).
Menurut Kemenkes RI (2012) faktor presipitasi harga diri rendah antara lain:
1) Trauma: penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan peristiwa yang
mengancam kehidupan
2) Ketegangan peran: berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dan
individu mengalaminya sebagai frustasi
a) Transisi peran perkembangan: perubahan normatif yang berkaitan dengan
pertumbuhan
b) Transisi peran situasi: terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota
keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c) Transisi peran sehat-sakit: sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat dan
keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh;
perubahan ukuran, bentuk, penampilan atau fungsi tubuh; perubahan fisik yang
berhubungan dengan tumbuh kembang normal; prosedur medis dan keperawatan.
2.1.4 Klasifikasi
 Klasifikasi harga diri rendah dalam diagnosa keperawatan NANDA 2010 adalah:
1. Harga diri rendah situasional
Harga diri rendah situasional adalah persepsi negatif tentang diri sendiri karena adanya
situasi yang terjadi seperti, karena adanya trauma yang muncul secara tiba-tiba misalnya, harus
dioperasi, kecelakaan, perkosaan atau dipenjara termasuk dirawat di rumah sakit bisa
menyebabkan harga diri rendah karena penyakit fisik atau pemasangan alat bantu yang membuat
lingkungan klien tidak nyaman, kegagalan yang dialami, perubahan peran sosial dan adanya
penolakan dari lingkungan. Tanda dan gejala adalah merasa tidak mampu menghadapi suatu
peristiwa, merasa bimbang, merasa tidak berguna, bicara lambat, dan perilaku tidak asertif
(tidak mampu mengkomunikasikan keinginannya).
2. Harga diri rendah kronik
Perasaan negatif tentang diri sendiri yang berlangsung lama. Individu dengan harga diri
rendah kronik sebelum sakit atau sebelum dirawat klien sudah memiliki negatif dan meningkat
saat dirawat. Faktor pendukung peyebab harga diri rendah kronik yaitu tidak dapat beradaptasi
dengan lingkungan, kurang kasih sayang, kurang mengambil bagian dalam suatu masyarakat,
tidak dianggap di lingkungan, ketidaksesuaian perilaku dengan norma yang ada, tidak melakukan
aturan norma spiritual, merasa tidak dihargai orang lain, gangguan psikiatrik, mengalami
kegagalan yang berulang, berpikir negatif, adanya peristiwa yang mengakibatkan trauma. Tanda
dan gejala adalah bergantung dengan orang lain, merasa tidak mampu mengahadapi suatu
peristiwa, berpikir negatif yang berlebihan tentang diri sendiri, merasa bersalah, merasa malu,
sering kurang berhasil dalam suatu kegiatan, tidak mau mencoba situasi baru, merasa ragu,
kontak mata kurang, perilaku tidak asertif, mengkritik diri sendiri dan menolak hal positif yang
ada pada dirinya (menolak diri sendiri).
2.1.5 Patofisiologi (Pathway)
Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari harga diri rendah
situasional yang tidak terselesaikan. Atau dapat juga terjadi karena individu tidak pernah
mendapat feed back dari lingkungan tentang prilaku klien sebelumnya bahkan kecendrungan
lingkungan yang selalu memberi respon negatif mendorong individu menjadi harga diri rendah.
Harga diri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor. Awalnya individu berada pada suatu
situasi yang penuh dengan stressor (krisis), individu berusaha menyelesaikan krisis tetapi tidak
mampu atau merasa gagal menjalankan fungsi dan peran. Penilaian individu terhadap diri sendiri
karena kegagalan menjalankan fungsi dan peran adalah kondisi harga diri rendah situasional, jika
lingkungan tidak memberi dukungan positif atau justru menyalahkan individu dan terjadi secara
terus menerus akan mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis.
Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Effect Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

Isolasi Sosial

Core Problem Harga Diri Rendah

Causa Koping Individu Tidak Efektif

(Fitria, 2014)

2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)


Tanda dan gejala harga diri rendah dapat dinilai dari ungkapan pasien yang menunjukkan
penilaian tentang dirinya dan didukung dengan data hasil wawancara dan observasi (Kemenkes,
RI)
a. Data subjektif
Pasien mengungkapkan tentang:
1) Hal negatif diri sendiri atau orang lain
2) Perasaan tidak mampu
3) Pandangan hidup yang pesimis
4) Penolakan terhadap kemampuan diri
b. Data objektif
1) Penurunan produktifitas
2) Tidak berani menatap lawan bicara
3) Lebih banyak menundukkan kepala saat berinteraksi
4) Bicara lambat dengan nada suara rendah
Manifestasi yang bisa muncul pada klien gangguan jiwa dengan harga diri rendah
menurut Fitria (2009) adalah:
1) Mengkritik diri sendiri
2) Perasaan tidak mampu
3) Pandangan hidup yang pesimistis
4) Tidak menerima pujian
5) Penurunan produktivitas
6) Penolakan terhadap kemampuan diri
7) Kurang memperhatikan perawatan diri
8) Berpakaian tidak rapi
9) selera makan kurang
10) Tidak berani menatap lawan bicara
11) Lebih banyak menunduk
12) Bicara lambat dengan nada suara lema
2.1.7 Komplikasi
a. Jangka pendek
1) Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis: pemakaian obat-obatan,
kerja keras, nonton TV terus menerus.
2) Kegiatan mengganti identitas sementara (ikut kelompok sosial, keagaman, politik).
3) Kegiatan yang memberi dukungan sementara (kompetisi olahraga kontes popularitas).
4) Kegiatan mencoba menghilangkan identitas sementara (penyalahgunaan obat).
b. Jangka panjang
1) Menutup identitas
2) Identitas negatif: asumsi yang bertentangan dengan nilai dan
harapan masyarakat.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Psikologi
a. Pemeriksaan Psikiater
b. Pemeriksaan Psikometri
2. Pemeriksaan lain jika diperlukan
Darah rutin,fungsi hepar,faal ginjal ,Enzim hepar,EKG,CT Scan,EEG
2.1.9 Penatalaksanaan Medis
1. Penggunaan Obat Antipsikosis
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati skizofrenia disebut antipsikosis yang
bekerja mengontrol halusinasi ,delusi dan perubahan pola piker yang terjadi pada
pasien skizofrenia.Terdapat 3 kategori obat antipsikosis yang dikenal saat ini,yaitu :
a. Antipsikotik konvensial
Obat antipsikotik konvensial merupakan obat yang digunakan paling lama serta
mempunyai efek samping yang serius .contoh : obat antipsikotik konvesional
antara lain :
1) Haloperidol sediaan tablet 0,5 mg, 1,5 mg, 5 mg dan injeksi 5mg/ml.dosis 5-
15mg/hari.
2) Stelazine (trifluoperazin)sediaan tablet 1 mg dan 5 mg.dosis 10-15 mg/hari.
3) Mellaaril (thioridazine) sediaan tioridazin tablet 150 dan 600 mg/hari.
4) Thorazine (Chlopromazine) sediaan tablet 25 dan 100 mg dan injeksi 25
mg/ml,dosis 150-600 mg/hari.
5) Trilafon (perphenazine) sediaan tablet 2,4,8 dosis 12-24 mg/hari.
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan proses pengumpulan data yang dilakukan secara sistemik
mengenai kesehatan. Pasien mengelompokkan data menganalisis data tersebut sehingga dapat
pengkajian adalah memberikan gambaran secara terus menerus mengenai keadaan pasien
.Adapun tujuan utama dari pada pengkajian adalah memberikan gambaran secara terus-menerus
mengenai keadaan pasien yang mungkin perawat dapat merencanakan asuhan keperawatan. (Arif
mutaaq 2013).
Pengkajian pada laparatomu meliputi identitas klien keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit psikososial.
2.2.2 Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
2.2.3  Keluhan Utama
Biasanya pasien datang ke rumah sakit jiwa atau puskesmas dengan alas an masuk pasien
sering menyendiri, tidak berani menatap lawan bicara, sering menunduk dan nada suara rendah.
2.2.4 Tipe Keluarga
Menjelaskan mengenai tipe keluarga beserta kendala mengenai jenis tipe keluarga atau
masalah yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tradisional dan nontradisional.
2.2.5 Suku Bangsa
Membahas tentang suku bangsa keluarga serta mengidentifikasi budaya suku bangsa
tersebut kaitannya dengan kesehatan.
2.2.6 Agama
Menjelaskan tentang agama yang dianut oleh masing-masing keluarga, perbedaan
kepercayaan yang dianut serta kepercayaan yang dapat memengaruhi kesehatan
2.2.7 Status Sosial dan Ekonomi
Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan baik dari kepala keluarga
maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu status sosial ekonomi keluarga ditentukan pula oleh
kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang yang dimiliki oleh
keluarga.
2.2.8 Aktivitas Rekreasi Keluarga
Rekreasi keluarga tidak hanya dilihat dari kapan saja keluarga pergi bersama-sama untuk
mengunjungi tempat rekreasi tertentu, namun dengan menonton televisi dan mendengarkan radio
juga merupakan aktivitas rekreasi
2.2.9 Riwayat keluarga dan Tahap Perkembangan
a) Tahap perkembangan keluarga saat ini
Dari beberapa tahap perkembangan keluarga, identifikasi tahap perkembangan keluarga
saat ini. Tahap perkembangan keluarga ditentukan oleh anak tertua dari keluarga inti.

b) Tahap Perkembangan keluarga yang belum tercapai


Identifikasi tahap perkembangan keluarga yang sudah terpenuhi dan yang belum
terpenuhi. Pengkajian ini juga menjelaskan kendala – kendala yang membuat tugas
perkembangan keluarga tersebut belum terpenuhi.
c) Riwayat keluarga inti
Pengkajian dilakukan mengenai riwayat kesehatan keluarga inti, meliputi riwayat
penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing – masing anggota keluarga meliputi penyakit yang
pernah diderita oleh keluarga, terutama gangguan jiwa.
d) Riwayat keluarga sebelumnya
Pengkajian mengenai riwayat kesehatan orang tua dari suami dan istri, serta penyakit
keturunan dari nenek dan kakek mereka. Berisi tentang penyakit yang pernah diderita oleh
keluarga klien, baik berhubungan dengan panyakit yang diderita oleh klien, maupun penyakit
keturunan dan menular lainnya.

2.2. 2 Diagnosa Keperawatan


2.2.10.1 Harga diri rendah (kronis, situasional dan resiko situasional)
2.3.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Harga Diri TUM Setelah 3 intervensi 1. Bina hubungan 1. Beri dorongan untuk
Rendah 1.Pasien terlindung 1. Pasien saling percaya mengungkapkan
dari kecelakaan menunjukkan 2. Beri salam perasaannya dan
2.Pasien dapat tanda-tanda setiap mengatakan bahwa
memenuhi kebutuhan percaya pada Berinteraksi perawat
nutrisi dan kebutuhan perawat 3. Perkenalkan memahamiapayang
sehari-hari 2. Pasien dapat nama panggilan dirasakan pasien
TUK: menggunakan perawat dan tujuan
1. Pasien dapat koping adaptif perawat berkenalan
membina hubungan 4. Tanyakan dan
saling percaya panggil nama
2. Pasien dapat kesukaan klien
meningkatkan 5. Tunjukan sikap
pengertian tentang empati,jujur dan
respon maladaptive menepati janji
danmengembangka setiap kali
n respon yang berinterasi
adaptif 6. Tanyakan
perasaan klien dan
masalah yang
dihadapi klien
7. Buat kontrak
interaksi yang jelas
8. Dengarkan
dengan penuh
perhatian
ungkapkan
perasaan klien

Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Keperawatan
1. Harga Diri TUM : Setelah 3Intervensi 2. Bantu klien mengungkapkan Menentukan mekanisme
3. Klien tanda-tanda harga diri
Rendah 1.Pasien terlindung koping yang dimiliki
menceritakan rendah yang dialaminya :
dari kecelakaan penyebab - Motivasi klien klien dalam menghadapi
harga diri menceritakan kondisi
2.Pasien dapat masalah serta sebagai
rendah fisik saat merasakan
memenuhi kebutuhan a.Menceritakan harga diri rendah langkah awal dalam
penyebab - Motivasi klien
nutrisi dan kebutuhan menyusun strategi
perasaan malu menceritakan kondisi
sehari-hari dan mudah emosinya saat terjadi berikutnya
marah baik dari harga diri rendah
TUK:
diri sendiri - Motivasi klien
1. Pasien dapat maupun menceritakan kondisi
membina lingkungannya psikologis saat terjadi
harga diri rendah
hubungan
- Motivasi klien
saling percaya menceritakan kondisi
hubungan dengan orang
2. Pasien dapat
lain saat terjadi harga
meningkatkan diri rendah
pengertian
tentang respon
maladaptive
dan
mengembanga
n respon yang
adaptif
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Menurut Kemenkes RI (2012) evaluasi kemampuan pasien dan keluarga dalam
merawat harga diri rendah adalah:
a. Evaluasi kemampuan pasien harga diri rendah berhasil apabila pasien dapat:
1) Mengungkapkan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Menilai dan memilih kemampuan yang dapat dikerjakan
3) Melatih kemampuan yag dapat dikerjakan
4) Membuat jadwal kegiatan harian
5) Melakukan kegiatan sesuai jadwal kegiatan harian
6) Merasakan manfaat melakukan kegiatan positif dalam mengatasi harga diri rendah
b. Evaluasi kemampuan keluarga (pelaku rawat) harga diri rendah berhasil apabila
keluarga dapat:
1) Mengenal harga diri rendah yang dialami pasien (pengertian, tanda dan gejala, proses
terjadinya harga diri rendah, dan akibat jika harga diri rendah tidak diatasi)
2) Mengambil keputusan merawat harga diri rendah
3) Merawat harga diri rendah
4) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung pasien untuk
meningkatkan harga dirinya
5) Memantau peningkatan kemampuan pasien dalam mengatasi harga diri rendah
6) Melakukan follow up ke puskesmas, mengenal tanda kambuh, dan melakukan rujukan.
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah dilakukan intervensi
keperawatan dan mengkaji ulang asuhan keperawatan yang telah diberikan (Deswani,
2009).
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk
menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan
dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana keperawatan (Manurung,
2011). Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP.
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN
Tanggal MRS : 10 Maret 2021
Tanggal Dirawat di Ruangan : 10 Maret 2021
Tanggal Pengkajian : 10 Maret 2021
Ruang Rawat :-
I. IDENTITAS KLIEN
Nama (Inisial ) :Tn.D
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 28 Tahun
Alamat : Jl.Kecipir Lewu Tatau 02 No.112
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Agama : Kristen Protestant
Suku/Bangsa : Dayak,Indonesia
Diagnosa Medis : Harga Diri Rendah
RM No. :00-53XX
II Identitas Penanggung Jawab (Informan)

Nama : Tn. K
Umur : 30 Tahun
Hub. Dengan Pasien : Saudara Pasien
Pekerjaan                   : Kuli Bangunan
Alamat                       : Jl. Kecipir Lewu Tatau 02 No.112

III. ALASAN MASUK


a. Data Primer
Pasien masuk ke RSJ dua hari yang lalu pada tanggal 8 maret 2021 di antar oleh
keluarganya untuk pengobatan Pasien mangatakan sering marah-marah dengan
saudaranya
b. Data Sekunder
Pada Tanggal 8 Maret 2021 pasien dibawa oleh keluarganya ke IGD RSJ Kalawa Atei,
pasien datang ke RSJ pukul 09:00 WIB. Kemudian perawat menanyakan apa yang
menjadi penyebab klien dibawa ke RSJ, dan keluarga menjawab pasien sering marah-
marah dengan saudaranya
c. Keluhan Utama Saat Pengkajian
Pasien sering marah-marah dengan saudaranya sekarang,kemudian dirinya malu dengan
saudara-saudaranya dan tetangga disana selain itu pasien malu dengan anak dan istrinya
dirumah penampilan pasien nampak belum rapi,Nampak lesu,sering mengantuk,nada
suara sangat rendah dan kadang-kadang kontak mata kurang ,saat di pengkajian dengan
TTV : TD : 120/90 Mmhg Nadi : 70 x/mnt RR : 22x/mnt dan S : 36,5 °C,kemudian di
beri terapi obat haloperidol 2x1 mg,Amitripline 3x1 dan aprazolam 1x1.
IV .RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG (FAKTOR PRESIPITASI)
Dirumah pasien sering marah-marah dengan saudaranya sekarang kemudian pasien
mengatakan enggan pulang kerumah dikarenakan dirinya malu dengan saudara-saudaranya
dan tetangga disana selain itu pasien malu dengan anak dan istrinya dirumah,kemudian oleh
kakak korban di bawa ke RSJ Kalawa Atei penampilan pasien nampak belum rapi,Nampak
lesu,serinng mengantuk,nada suara sangat rendah dan kadang-kadang kontak mata kurang

V. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU (FAKTOR PREDISPOSISI)


1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu ? √Ya Tidak
2. Pengobatan sebelumnya. Berhasil Kurang Berhasil Tidak Berhasil
Jika Ya,Jelaskan kapan,tanda gejala/keluhan :
Pasien pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu karena sering meneriman penolakan
dari orang tua,seperti tidak dikasih pujian pada saat klien mendapatkan prestasi saat
sekolah dan sikap orang tua yang terlalu mengekang.dan pada saat klien tidak
mendapatkan prestasi klien menerima ejekan dari saudara sehingga klien menjadi prustasi
dan merasa tidak berguna lagi serta merasa rendah diri.
3. Pengalaman Pelaku/Usia Korban/Usia Saksi/Usia
Aniaya fisik

Aniaya seksual

Penolakan

Kekerasan dalam keluarga

Tindakan kriminal
Jelaskan No. 1, 2, 3 : 1. Pasien penah mengalami gangguan jiwa
2. Pasien pernah berobat sebelumnya tetapi tidak berhasil
3. Pasien pernah mengalami penolakan
Masalah Keperawatan : Regimen Koping Tidak Efektif
4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa Ya Tidak
Hubungan keluarga Gejala Riwayat pengobatan/perawaran
…………………… ……………………. ………………….
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Pasien menikah,di karunia seorang anak perempuan kemudian sekitar 3 bulan pasien
tidak mampu menafkahi keluarga karena di PHK.pasien juga pernah bekerja di luar negeri
tetapi tidak di gaji kemudian pulang tetapi belum memiliki pekerjaan yang tetap
Masalah Keperawatan: Koping individu tidak efektif
VI.FISIK
1. Tanda vital : TD : 120/90 mmh N :70 x menit
2. Ukur : TB : 154 cm BB :40 kg
3. Keluhan fisik : Ya Tidak
Jelaskan :-
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
VII.PSIKOSOSIAL

Keterangan :
1. Meninggal Dunia
2. Klien
3. Laki-laki
4. Tinggal Serumah
5. Perempuan

1. Genogram : Pasien mengatakan ia adalah anak pertama dari 4 bersaudara


Jelaskan : Pasien dapat menjelaskan statusnya
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

2. Konsep diri :
a. Gambaran diri :Pasien mengatakan tidak ada bagian tubuh yang tidak disukai /kecacatan
di tubuh klien
b. Identitas : klien merasa puas menjadi seorang laki-laki
c. Peran : klien mangatakan dirumah berperan sebagai seorang pekerja tidak tetap
d. Ideal diri : Pasien mengatakan sebagai seorang ayah dan kepala keluarga
seharusnya menafkahi anak dan istrinya tetapi karena pasien berada di rumah sakit maka
tidak dapat menafkahi seperti kepala keluarga yang lain.
e. Harga diri : klien mangatakan bahwa hubungannya dengan orang-orang sekitarnya
tidak baik seperti pada saat di Rumah sakit ini berinteraksi dengan orang lain jika ada hal
yang penting-penting saja, dikarenakan pasien kurang percaya diri.
Masalah Keperawatan :Harga Diri Rendah
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti : Klien mengatakan orang yang berarti baginya adalah
orang tua,saudara dan anaknya
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat : klien mangatakan kurang aktif dalam
ruangan pada saat dirumah sakit saat ini ,berinteraksi dengan orang lain jika ada hal yang
penting-penting saja,
c. Hambatan dalam berbuhungan dengan orang lain : pasien merasa dirinya tidak bisa
merangkai kata-kata ,merasa minder juga ingin bergaul dengan teman-temannya dan
merasa malu untuk berhubungan dengan orang lain sehingga pasien sering menyendiri dan
melamun
Masalah keperawatan : Kerusakan Interaksi sosial
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan :Pasien beragama kristen dan pasien mengatakan
Ibadah itu sangat penting
b. Kegiatan ibadah :Selama pasien di rawat pasien selalu menjalankan
Ibadah pada hari minggu seperti biasanya
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
IV. STATUS MENTAL
1. Penampilan
√ Tidak rapi Penggunaan pakaian √ Cara berpakaian
tidak sesuai tidak seperti biasanya
Jelaskan : Klien belum mampu berpakaian rapi dan berpakaian seperti biasa
Masalah Keperawatan: Defisit Perawatan Diri
2. Pembicaraan
Cepat Keras Gagap Inkoheren
Apatis √ Lambat Membisu Tidak mampu memulai
pembicaraan
Jelaskan : klien tidak berbicara dengan jelas dan nada suara sangat rendah
Masalah Keperawan : Kerusakan Komunikasi
3. Aktivitas Motorik:
Lesu Tegang Gelisah Agitasi
Tik Grimasen Tremor Kompulsifmemulai
Jelaskan : Pasien tampak lesu
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
4. Alam perasaaan
Sedih Ketakutan Putus asa Khawatir Gembira berlebihan
Jelaskan : Klien mengatakan sedih karena bercerai
Masalah Keperawatan :Tidak ada masalah keperawatan
5. Afek
Datar Tumpul Labil Tidak sesuai
Jelaskan :Ekspresi wajah datar saat diajak berinteraksi
Masalah Keperawatan :Tidak ada masalah keperawatan
6. lnteraksi selama wawancara
Bermusuhan Tidak kooperatif Mudah tersinggung

√ Kontak mata kurang Defensif Curiga


Jelaskan : Selama berinteraksi dengan perawat pasien kontak mata kurang
Masalah Keperawatan : Kerusakan Komunikasi
7. Persepsi
Pendengaran Penglihatan Perabaan
Pengecapan Penghidu Curiga
Jelaskan : Tidak ada gangguan persepsi
Masalah Keperawatan :Tidak ada masalah keperawatan
8. Proses Pikir
sirkumtansial tangensial kehilangan asosiasi
flight of idea blocking pengulangan pembicaraan/persevarasi
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

9. Isi Pikir
Obsesi Fobia Hipokondria
Depersonalisasi Ide yang terkait Pikiran Magis
Waham
Agama Somatik Kebesaran Curiga
Nihilistic Sisip pikir Siar pikir Kontrol pikir
Jelaskan : -
Masalah Keperawatan :Tidak ada masalah keperawatan
10. Tingkat kesadaran
Bingung Sedasi Stupor
Disorientasi
Waktu Tempat Orang
Jelaskan : Pasien sadar dan tidak mengalami disorientasi, waktu,
tempat danorang
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
11. Memori
Gangguan daya ingat jangka panjang Gangguan daya ingat jangka pendek
Gangguandaya ingat saat ini Konfabulasi
Jelaskan : Saat di kaji Pasien dapat mengingat dengan baik
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

12. Tingkat konsentrasi dan berhitung


Mudah beralih Tidak mampu konsentrasi Tidak mampu berhitung sederhana
Jelaskan : Klien mampu berhitung 1-10 ,klien juga dapat menyebutkan nama-
nama hari
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
13. Kemampuan penilaian
Gangguan ringan Gangguan bermakna
Jelaskan : Pasien dapat mengambil keputusan dengan baik seperti memilih
mandi sebelum makan/cuci tangan sebelum makan
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
14. Daya tilik diri
Mengingkari penyakit yang diderita Menyalahkan hal-hal diluar dirinya
Jelaskan : Pasien tidak mengingkari penyakit yang di derita saat dilakukan
pengkajian klien mangatakan mau berobat agara sembuh
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
V. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
1. Kemampuan klien memenuhi /menyediakan kebutuhan
Ya Tidak Ya Tidak

Makanan Pakaian

Keamanan Uang

Tempat tinggal Transportasi

Perawatan
kesehatan

Jelaskan : Pasien dapat memenuhi kebutuhan pulangnya dengan baik


Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah Keperawatan
2. Kegiatan hidup sehari-hari
a. Perawatan diri
Bantuan minimal Bantuan total

Mandi

BAB/BAK

Kebersihan

Ganti Pakaian

Makan

Jelaskan : Pasien dapat memenuhi kebutuhan pulangnya dengan baik


Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah Keperawatan
b. Nutrisi
Ya Tidak
- Apakah anda puas dengan pola makan Anda?

- Apakah Anda memisahkan diri?

Jika ya, jelaskan alasannya ………………………….

- Frekuensi makan per hari 3 kali

- Frekuensi kudapan per hari 3 kali

- Nafsu makan

- BB : 58 kg

- Diet khusus

Jelaskan : Pasien tidak memiliki perubahan nafsu makan


Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah Keperawatan

c. Tidur
Ya Tidak

- Apakah ada masalah?

- Apakah Anda merasa segar setelah bangun tidur?

- Apakah ada kebiasaan tidur siang?

- Apa yang menolong anda tidur?

- Waktu tidur malam jam 23.30 , waktu bangun jam 03.00

- Berikan tanda “ “ sesuai dengan keadaan pasien

Sulit untuk tidur Terbangun saat tidur

Bangun terlalu pagi Gelisah saat tidur

Somnabulisme Berbicara dalam tidur

Jelaskan : Pasien mengalami sulit tidur


Masalah Keperawatan : Gangguan Pola tidur
3. Kemampuan pasien dalam
Ya Tidak

- Mengantisipasi kebutuhan sendiri

- Membuat keputusan berdasarkan keinginan sendiri

- Mengatur penggunaan obat

- Melakukan pemeriksaan kesehatan (follow up)

Jelaskan : Tidak ada keluhan


Masalah Keperawatan :Tidak ada masalah keperawatan

4. Klien memiliki sistem pendukung


Ya Tidak Ya Tidak

Keluarga Teman sejawat

Profesional /terapis Kelompok sosial

Jelaskan : Pasien mengatakan semangat karena orang tua,saudara dan anak


sebagai mendukungnya
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

5. Apakah pasien menikmati saat bekerja, kegiatan yang menghasilkan atau hobi
Ya Tidak
Jelaskan : Pasien mengatakan tidak ingin melakukan kegiatan
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

VI. MEKANISME KOPING


Adaptif Maladaptif
Bicara dengan orang lain Minum alkohol
Mampu menyelesaikan masalah Reaksi lambat/berlebih
Teknik relaksasi Bekerja berlebihan
Aktivitas konstruktif Menghindar
Olahraga Mencederai diri
Lainnya .. Lainnya...................................

IX.MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


Masalah dengan dukungan kelompok, spesifik: pasien tidak memiliki pendukung
kelompoknya
Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik: pasien tidak mengalami masalah
lingkungan seperti penolalakan oleh warga seperti melakukan tindakan criminal
Masalah dengan pendidikan, spesifik:pasien lulus SMA
Masalah dengan pekerjaan, spesifik:pasien tidak bekerja dan tidak memiliki pekerjaan
Masalah dengan perumahan, spesifik: sering marah dengan saudaranya
Masalah ekonomi, spesifik: klien tidak mempunyai pekerjaan yang tetap sehingga
klien sulit untuk memenuhi ekonominya
Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifik:tidak ada masalah pelayanan kesehatan
Masalah lainnya, spesifik:tidak ada
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

X. PENGETAHUAN KURANG TENTANG


Penyakit jiwa Sistem pendukung
Faktor presipitasi Penyakit fisik
Koping Obat-obatan
Lainnya ........................................
Masalah Keperawatan : Kurang pengetahuan Tentang Harga Diri Rendah
XI.ASPEK MEDIK
Diagnose medik : Skizofrenia
Terapi medik - Haloperdol 2x1 mg
-Amitriptiline 3 x1
-Aprazolam 1x1
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
XII.DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN
1. Regimen Koping Tidak Efektif
2. Gangguan Konsep diri : Harga Diri Rendah
3. Kerusakan Interaksi sosial
4. Defisit Perawatan Diri
5. Kerusakan Komunikasi
6. Gangguan Pola Tidur
7. Kurang pengetahuan Tentang Harga Diri Rendah

XIII.DAFTAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1. Gangguan Konsep diri:Harga Diri Rendah


ANALISA DATA
No DATA DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. DS :
-Pasien mengatakan dirumah sering marah-marah
dengan saudaranya sekarang kemudian pasien
mengatakan enggan pulang kerumah dikarenakan Gangguan Konsep diri : Harga diri rendah
dirinya malu dengan saudara-saudaranya dan
tetangga disana selain itu pasien malu dengan anak
dan istrinya dirumah
DO:
- Pasien tampak lesu
- Pasien tampak mengantuk
- Penampilan belum terlalu rapi
- Pasien tampak bingung
- Pasien kurang kontak mata saat berkomunikasi
- Pasien tampak susah tidur
Waktu tidur malam jam 23.30 , waktu bangun
jam 03.00
XIV.POHON MASALAH

Regimen
individu Kerusakan Kerusakan Interaksi
Isolasi sosial tidak
Effect komunikasi Sosial
efektif

Core problem Gangguan Konsep diri : harga diri rendah Gangguan Pola Tidur

Cause Koping individu tidak efektif

Defisit Perawatan Diri

Kurang pengetahuan
Tentang Harga Diri Rendah

Palangka Raya,10 Maret 2021

Sused
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Nama Klien: Tn.D Diagnosa Medis : Harga Diri Rendah
NIRM : ` Ruangan :

Diagnosa Perencanaan
NO Tgl. Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Rabu, Gangguan TUM: Setelah 1x Intervensi SP 1:
10-03-2021 Konsep diri : - Pasien terlindung Klien menunjukkan tanda- 1.Bina hubungan saling
harga diri dari kecelakaan tanda percaya kepada percaya
09.20 WIB rendah - Pasien dapat memenuhi perawat : 2.nama panggilan perawat
kebutuhan nutrisi dan 1. Wajah cerah, dan tujuan perawat
kebutuhan sehari-hari tersenyum berkenalan
2. Mau berkenalan 3. Tanyakan dan panggil
TUK: Bersedia menceritakan nama kesukaan klien
-Pasien dapat membina perasaan 4.Tanyakan perasaan klien
hubungan saling percaya dan masalah yang
3. Pasien menunjukkan
-Pasien dapat dihadapi klien
tanda-tanda percaya
meningkatkan pengertian 5. Dengarkan dengan
pada perawat
tentang respon maladaptive penuh perhatian ungkapan
4. Pasien dapat
dan mengembangkan perasaan klien
menggunakan koping
respon yang adaptif 6.Buat kontak interaksi
adaptif
dengan jelas
2. Kamis, 11 Harga diri TUM : Setelah tindakan Setelah 1x Intervensi SP 2 :
Maret 2021 rendah keperawatan selama 1 Klien dapat :
1.Bina hubungan saling
11:00 WIB hari klien melakukan 1. Menjelaskan
percaya
aktivitas yang cara-cara sehat
2.Harga diri rendah yang
konstruktif sesuai mengatasi harga diri
timbul pada dirinya dapat
dengan minatnya yang rendah
diminimal-kan
dapat mengalihkan 2. Diskusikan
focus klien dari harga hobi/ aktivitas yang 3. Menghargai
diri rendah disukainya kemampuan klien serta
3. Anjurkan menunjukkan kemampuan
klien memilih dan yang klien miliki selain
melakukan aktivitas kemampuan yang klien
yang membutuhkan miliki sebelumnya
perhatian dan
4. Memasukkan kegiatan
keterampilan fisik
dalam jadwal kegiatan
4. Ikutsertakan
harian merupakan proses
klien dalam aktivitas
untuk membiasakan klien
fisik yang
melakukan aktifitas rutin
membutuhkan
yang dapat meningkatkan
perhatian sebagai
pengisi waktu luang harga diri
5. Bicara
dengan klien topic-
topik yang nyata
6. Anjurkan
klien untuk
bertanggung jawab
secara personal dalam
mempertahankan/
meningkatkan
kesehatan dan
pemulihannya
7. Beri
penghargaan bagi
setiap upaya klien
yang positif
3. Jumat, 12 Harga diri 3.Klien mendapat Setelah 1x Intervensi SP 3 :
Maret 2021 rendah dukungan keluarga Keluarga : 1. Diskusikan pentingnya
11.00 WIB untuk mengontrol 1. Menjelaskan cara peran serta keluarga
perasaan harga diri merawat klien perasaan sebagai pendukung
rendah negative harga diri rendah klien untuk mengatasi
2. Mengungkapkan rasa harga diri rendah
puas dalam merawat klien 2. Diskusikan potensi
keluarga untuk
membantu klien
mengatasi harga diri
rendah
3. Jelaskan pengertian
penyebab, akibat dan
cara merawat klien
dengan harga diri
rendah yang dapat
dilaksanakan oleh
keluarga
4. Peragakan cara
merawat klien
(menangani HDR)
5. Beri kesempatan
keluarga untuk
memperagakan ulang
6. Beri pujian kepada
keluarga setelah
peragaan
7. Tanyakan perasaan
keluarga setelah
mencoba cara yang
dilatihkan
4. Sabtu, 13 Harga diri 4. Klien menggunakan 4. Setelah 1x Intervensi SP 4 :
Maret 2021 rendah obat sesuai program Klien menjelaskan 1. Jelaskan manfaat
11:00 WIB yang telah ditetapkan - Manfaat minum obat menggunakan obat
- Kerugian tidak minum secara teratur dan
obat kerugian jika tidak
- Nama obat menggunakan obat
- Bentuk dan warna obat 2. Jelaskan kepada klien :
- Dosis yang diberikan - Jenis obat (nama,
kepadanya warna, dan bentuk
- Waktu pemakaian obat)
- Cara pemakaian - Dosis yang tepat
- Efek yang dirasakan untuk klien
- Klien menggunakan - Waktu pemakaian
obat sesuai program - Cara pemakaian
- Efek yang akan
dirasakan klien
3. Anjurkan klien
- Minta dan
menggunakan obat
tepat waktu
- Lapor ke
perawat/dokter jika
mengalami efek yang
tidak biasa
4. Beri pujian terhadap
kedisplinan klien
menggunakan obat
DOKUMENTASI HASIL ASUHAN KEPERAWATAN
Nama Klien : Tn.D Diagnosa Medis : Harga Diri Rendah
NIRM : Ruangan :
TGL IMPLEMENTASI EVALUASI
Rabu, 10-03-2021 SP 1: S:
1. Membina hubungan saling percaya - Pasien mengatakan “Nama
09.20 WIB 2. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan saya D”
perawat berkenalan O:
3. Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien - Pasien tampak tenang
4. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi - Pasien tampak kooperatif
klien ketika ditanyakan
5. Membantu klien mengenal harga diri rendah - Kontak mata (+) meski hanya
6. Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan perasaan sekali-sekali saja
klien A: Gangguan Konsep diri : Harga
7. Mengajarkan klien untuk melakukan kegiatan agar diri rendah
meningkatkan kontrol dan rasa percaya diri. P:
8. Memotivasi klien melakukan kegiatan dan aspek - Pertahankan hubungan saling
positif yang dimiliki setiap kali perasaan harga diri percaya
rendah datang - Masukkan ke dalam jadwal
9. Buat kontak interaksi dengan jelas. kegiatan harian
- Lanjutkan intervensi SP 2
mengikut sertkan pasien
dalam aktivitas fisik yang
membutuhkan perhatian
sebagai pengisi waktu luang.

Kamis, 11 Maret 2021 Mengajarkan SP 2 Pasien : S:


13:00 WIB 1. Klien mengatakan ingin
1. Mendiskusikan hobi/ aktivitas yang disukainya
melakukan kegiatan masak-
2. Menganjurkan klien memilih dan melakukan masak
aktivitas yang membutuhkan perhatian dan 2. Klien juga mengatakan untuk
mengisi waktu luangnya klien
keterampilan fisik
memasak
3. Mengikutsertakan klien dalam aktivitas fisik yang
membutuhkan perhatian sebagai pengisi waktu O :
1. Klien tampak tenang
luang
2. Klien tampak kooperatif saat
4. Membicara dengan klien topic-topik yang nyata membicarakan idola klien
5. Meanjurkan klien untuk bertanggung jawab secara 3. Kontak mata (+)
4. Klien tampak
personal dalam mempertahankan/ meningkatkan
memperhatikan
kesehatan dan pemulihannya 5. Klien tampak senang saat di
6. Memberi penghargaan bagi setiap upaya klien yang berikan pujian
6. Klien dapat mengontrol
positif
harga diri
7. TTV :
TD : 120/90
N : 80x/menit
S : 36,5%
RR : 20x/menit
A:
1. SP 2 dapat teratasi

P:
8. Pertahankan hubungan
dengan klien
9. Masukan ke dalam
jadwal kegiatan harian
10. Lanjutkan Intervensi SP
3
Menjelaskan kepada keluarga
pengetian HDR dan latihan Kegiatan
pada klien HDR

Jumat, 12 Maret 2021 Mengajarkan SP 3 Keluarga Pasien : S: - Keluarga mengatakan mengerti


1. Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai
13.00 WIB dan paham tentang harga diri
pendukung klien untuk mengatasi HDR
2. Diskusikan potensi keluarga untuk membantu klien rendah
mengatasi HDR
- Keluarga merasa senang setelah
3. Jelaskan pengertian penyebab, akibat dan cara
merawat klien HDR yang dapat dilaksanakan oleh mengetahui cara merawat pasien
keluarga
O:
4. Peragakan cara merawat klien (menangani HDR)
5. Beri kesempatan keluarga untuk memperagakan ulang - Keluarga tampak kooperatif dan
6. Beri pujian kepada keluarga setelah peragaan mengikuti pembicaraan
7. Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara - Kontak mata ada (+)
- Keluarga memperhatikan
yang dilatihkan
- Keluarga turut mendukung dan
mendampingi ketika perawat
melatih pasien cara mengontrol
perasaan negative dengan cara
melakukan kegiatan dan
memberi pujian kepada pasien
A : Gangguan Konsep diri : Harga
diri rendah
P:
- Pertahankan hubungan saling
percaya dengan keluarga
maupun dengan pasien
- Pertahankan teknik cara
merawat pasien HDR
- Lanjutkan intervensi SP 4
pentingnya dalam pemberian
obat pada pasien
Sabtu, 13 Maret 2021 Mengajarkan SP 4 Pasien : S : - Pasien mengetahui manfaat obat yang
13:00 WIB 1. Jelaskan manfaat menggunakan obat secara diberikan dan akibat berhenti minum obat
teratur dan kerugian jika tidak O:
menggunakan obat - Pasien tampak tenang
2. Jelaskan kepada klien : - Pasien mengetahui warna obat dan waktu
- Jenis obat (nama, warna, dan bentuk pemakaian
obat) - Pasien kooperatif ketika diminta untuk
- Dosis yang tepat untuk klien meminum obatnya tepat waktu
- Waktu pemakaian - Memberikan pujian kepada pasien setelah
- Cara pemakaian pasien mau meminum obat tepat waktu
- Efek yang akan dirasakan klien - TTV:
3. Anjurkan klien TD : 120/90 mmh
- Minta dan menggunakan obat tepat N :87x/menit
waktu RR : 18x/menit
- Lapor ke perawat/dokter jika mengalami S : 36,50C
efek yang tidak biasa A: Gangguan Konsep diri : Harga diri rendah
4. Beri pujian terhadap kedisplinan klien
P : - Pertahankan hubungan saling percaya
menggunakan obat
dengan keluarga maupun dengan pasien
- Pertahankan SP 4 untuk mengajurkan klien
meminum obat secara rutin
P. Pasien
Berlatih mengontrol perasaan harga diri
rendah dengan cara fisik, verbal, sosial,
spiritual dan minum obat, serta bercakap-
cakap dengan keluarga.
P. Perawat
Melatih pasien untuk mengontrol harga diri
rendah dengan aktivitas/kegiatan positif
maupun bercakap-cakap.
LAMPIRAN
LAPORAN 6 KASUS SINGKAT
LAMPIRAN API

(ANALISA PROSES INTERAKSI)


LAMPIRAN SPTK
LAMPIRAN
RESUME ECT
TUGAS INDIVIDU

RESUME

TERAPI ELECTRO CONVULSIF THERAPY (ECT)

Di Susun Oleh:
NAMA :
SUSED 2018.C.10a.0986

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S-1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-
Nya makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu walaupun ada beberapa halangan yang
mengganggu proses pembuatan makalah ini, namun penulis dapat mengatasinya tentu
atas campur tangan Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis berharap makalah ini akan berguna bagi pembaca dan mahasiswa
terutama yang berada di STIKes Eka Harap tentang“TERAPI ELECTRO CONVULSIF
THERAPY (ECT)” sehingga diharapkan dengan mempelajari makalah ini mahasiswa
maupun lainnya mendapatkan tambahan pengetahuan.
Kami menyadari bahwa makalah ini mungkin terdapat kesalahan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan masukan yang membangun
dari pembaca dan dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya,11 Maret 2021

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah Electro Convulsif Therapy (ECT) merupakan terapi penunjang untuk
mengobati berbagai gangguan jiwa, yang masih digunakan hingga saat ini. Electro
Convulsif Therapy adalah perlakukan dengan melakukan serangan pada otak
menggunakan listrik.1 Terapi ini menggunakan aliran listrik melalui elektroda dan
dipasang pada kepala sehingga menyebabkan kejang. Dokter psikiatri sering
menggunakan Electro Convulsif Therapy untuk mengobati pasien gangguan jiwa karena
hasilnya sangat efektif dan proses penyembuhanya lebih cepat. Indikasi dilakukan Electro
Convulsif Therapy pasien dengan gangguan jiwa menurut pedoman American Psychiatric
Association (APA) dalam Dian Sita Hapsari dan Suksmi Yitnamurti (2014), pada tahun
2001 dan kumpulan data serta consensus sebelum dipertimbangkan untuk Electro
Convulsif Therapy pasien harus memenuhi tiga kriteria meliputi: diagnosis gangguan
bipolar, depresi mayor atau mania persisten dengan atau tanpa gejala psikotik, gangguan
skizoafektif, skizofrenia, keparahan gejala dan derajat gangguan fungsional yang dialami
pasien yaitu berat atau ada agitasi ekstrim dan berkelanjutan, sedang dengan gejala telah
ada bertahun–tahun, pasien berada pada situasi yang mengancam kehidupan berupa
kelemahan akibat kurang makanan, resiko bunuh diri atau membunuh dan kurangnya
respon pengobatan yaitu kegagalan untuk merespon pada setidaknya dua uji coba
psikofarmakologi yang adekuat.2 Sedangkan indikasi dilakukan Electro Convulsif
Therapy menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.02.02/Menkes/73/2015 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa yaitu:
skizofrenia katatonik dan skizofrenia refrakter, tendensi bunuh diri berulang, gangguan
afektif bipolar (GB), gangguan obsesif kompulsif.
Electro Convulsif Therapy dapat dilakukan segera bila pasien gangguan jiwa tidak
menunjukan perbaikan dengan pengobatan farmokologi, jika terapi Electro Convulsif
Therapy menunjukan perbaikan maka dokter psikiatri dapat melakukan kembali terapi
tersebut. Tindakan Electro Convulsif Therapy mempunyai efek samping dan resiko,
untuk mencegah adanya hal-hal yang tidak diinginkan dokter psikiatri melakukan
tindakan Electro Convulsif Therapy harus melaksanakan praktik kedokteran sesuai
dengan Standar Operasional Prosedur (SPO) yang telah dibuat oleh rumah sakit sehingga
meminimalkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dan perlunya dokter psikiatri
memberikan informasi kepada pasien atau keluarga pasien terkait tindakan yang akan
dilakukan. Electro Convulsif Therapy juga mempunyai beberapa efek samping yaitu
dapat menyebabkan kesehatan dan fisik karena obat anestesi dan obat relaksasi otot dapat
berefek pada jantung, trauma fisik dan nyeri, kejang yang berlangsung lama dan
kematian, resiko kerusakan memori ingatan. Pasien atau keluarga pasien harus diberikan
informasi tentang resiko hilang ingatan untuk sementara tergantung kondisi pasien dan
kerusakan pada alat Electro Convulsif Therapy, sebelum melakukan tindakan ECT alat
harus dipersiapkan terlebih dahulu dan di cek kembali apakah dapat digunakan atau
alatnya mengalami kerusakan karena akan mempengaruhi dengan hasil terapi yang tidak
optimal.
Efek sampingnya dari tindakan adalah gangguan memori sementara, sakit kepala,
nyeri otot, henti nafas, detak jantung/irama jantung tidak teratur, patah tulang atau
fraktur. Untuk meminimalkan terjadinya resiko dapat dilakukan pemberian anestesi
sebelum dilakukan tindakan Electro Convulsif Therapy yang dikenal dengan Electro
Convulsif Therapy Premedikasi dengan aliran arus listrik terkendali yang telah
diperhitungkan secara medis, Electro Convulsif Therapy (ECT) termasuk tindakan medis
yang beresiko dilakukan secara tim, sehingga sebelum melakukan tindakan Electro
Convulsif Therapy harus meminta Informed Consent terlebih dahulu pada pasien atau
keluarga pasien. Dokter harus meminta persetujuan kepada keluarga pasien karena
sebagai perlindungan hukum bagi pasien, persetujuan tindakan medis disebut Informed
Consent. Informed Consent adalah suatu izin (consent) atau pernyataan setuju dari pasien
yang diberikan dengan bebas dan rasional, sesudah mendapatkan informasi dari dokter
dan sudah dimengerti olehnya.Pemberian informed consent harus diberikan oleh dokter
yang merawat pasien, kemudian dokter berkewajiban memberikan informasi secara
lengkap kepada pasien atau keluarga pasien dengan bahasa yang mudah dipahami
sehingga informasi yang diberikan dapat tersampaikan dengan baik.
Peraturan yang mengatur tentang Informed Consent adalah Undang-Undang Nomor
29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
290 Tahun 2008 Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran dan menjelaskan “Semua
tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat
persetujuan”.Tindakan medis yang diberikan pada pasien dapat diberikan setelah pasien
menyetujui dan menerima penjelasan Informed Consent yang diberikan sekurang-
kurangnya mencakup diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis yang
dilakukan, alternatif tindakan lain dan risikonya, komplikasi terhadap tindakan serta
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.Tetapi pasien dengan gangguan jiwa tidak
cakap hukum untuk melakukan persetujuan tindakan kedokteran karena mengalami
gangguan mental sehingga tidak mampu membuat keputusan secara bebas.Walaupun
Orang Dengan Gangguan Jiwa tidak berkompeten memberikan persetujuan tetapi dalam
rekam medis harus ada tanda tangan pasien. Karena sudah diatur dalam Undang–Undang
Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa bahwa, “Persetujuan
tindakan medis secara tertulis dilakukan oleh Orang Dengan Gangguan Jiwa yang
bersangkutan”. Dalam hal Orang Dengan Gangguan Jiwa dianggap tidak cakap dalam
membuat keputusan, persetujuan tindakan medis dapat diberikan oleh suami/istri, orang
tua, anak, atau saudara sekandung yang paling sedikit berusia 17 (tujuh belas) tahun, wali
atau pengampu atau pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dalam penentuan kecakapan Orang Dengan Gangguan Jiwa untuk
mengambil keputusan dalam memberikan persetujuan tindakan medis dilakukan oleh
dokter spesialis kedokteran jiwa atau dokter yang memberikan layanan medis saat itu.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dalam penelitian tesis ini dapat
dibuat perumusan masalah, yaitu sebagai berikut:
1.2.1 Mahasiswa mampu mengetahui Definisi Electro Convulsive Therapy (ECT)
1.2.2 Mahasiswa mampu mengetahui Pemeriksaan ECT
1.2.3 Mahasiswa mampu mengetahui Indikasi Electro Convulsive Therapy (ECT)
1.2.4 Mahasiswa mampu mengetahui Kontraindikasi ECT
1.2.5 Mahasiswa mampu mengetahui Komplikasi Electro Convulsive Therapy (ECT)
1.2.6 Mahasiswa mampu mengetahui Persiapan Alat Electro Convulsive Therapy (ECT)
1.2.7 Mahasiswa mampu mengetahui Persiapan ECT (Pra-ECT)
1.2.8 Mahasiswa mampu mengetahui Pelaksanaan ECT
1.2.9 Mahasiswa mampu mengetahui Post ECT
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk Mengidentifikasi dan Mendeskripsikan Hak Atas Informed Consent pada Pasien
Gangguan Jiwa dalam Tindakan Electro Convulsif Therapy Premedikasi.
2. Untuk Mengidentifikasi dan Mendeskripsikan Tugas dan Wewenang Dokter dan
Perawat Terkait Hak Atas Informed Consent pada Pasien Gangguan Jiwa.
3. Untuk Mengidentifikasi dan Mendeskripsikan Faktor–Faktor yang Mempengaruhi
Terhambatnya Hak Atas Informed Consent sebelum dilakukan Tindakan Electro
Convulsif Therapy Premedikasi pada Pasien
BAB 2
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Electro Convulsive Therapy (ECT)
ECT (Electroconvulsive) adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan
menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik. Tindakan ini adalah bentuk
terapi pada klien dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempelkan pada
pelipis klien untuk membangkitkan kejang grandmall. Terapi elektrokonvulsif (ECT) merupakan
suatu jenis pengobatan somatik dimana arus listrik digunakan pada otak melalui elektroda yang
ditempatkan pada pelipis. Arus tersebut cukup menimbulkan kejang grand mal, yang darinya
diharapkan efek yang terapeutik tercapai. Mekanisme kerja ECT sebenarnya tidak diketahui,
tetapi diperkirakan bahwa ECT menghasilkan perubahan-perubahan biokimia didalam otak
(Peningkatan kadar norepinefrin dan serotinin) mirip dengan obat anti depresan. Jadi bukan
kejang yang ditampilkan secara motorik melainkan respon bangkitan listrik di otak. Terapi ini
dilakukan dengan cara mengalirkan listrik sinusoid ke tubuh sehingga penderita menerima aliran
yang terputus – putus. Alatnya dinamakan konvulsator, di dalamnya ada pengatur voltase
(tekanan listrik) dan pengatur waktu yang secara otomatis memutuskan aliran listrik yag keluar
sesudah waktu yang ditetapkan. Setelah aliran listrik yang masuk dikepalanya, pasien menjadi
tidak sadar seketika. Konvulsi terjadi mirip epilepsy, diikuti fase kloni, kemudian relaksasi otot
dengan pernapasan dalam dan keras. Kemudian tidak sadar (kurang lebih 5 menit) dan setelah
bangun kemudian timbul rasa kantuk, kemudian pasien tertidur.
Terapi elektrokonvulsif (ECT) merupakan suatu jenis pengobatan somatik dimana arus listrik
digunakan pada otak melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis. Arus tersebut cukup
menimbulkan kejang grand mal, yang darinya diharapkan efek yang terapeutik tercapai.
Mekanisme kerja ECT sebenarnya tidak diketahui, tetapi diperkirakan bahwa ECT menghasilkan
perubahan-perubahan biokimia didalam otak (Peningkatan kadar norepinefrin dan serotinin)
mirip dengan obat anti depresan. 
2.2 Pemeriksaan ECT
Pada penanganan klien gangguan jiwa di Rumah Sakit baik kronik maupun pasien baru
biasanya diberikan psikofarmaka, psikotherapi, terapi modalitas yang meliputi terapi individu,
terapi lingkungan, terapi kognitif, terapi kelompok terapi perilaku dan terapi keluarga. Biasanya
pasien menunjukan gejala yang berkurang dan menunjukan penyembuhan, tetapi pada beberapa
klien kurang atau bahkan tidak berespon terhadap pengobatan sehingga diberikan terapi
tambahan yaitu ECT (Electro Convulsive Therapy).
2.3 Indikasi
1. Gangguan afek yang berat: pasien dengan depresi berat atau gangguan bipolar,     atau
depresi menunjukkan respons yang baik pada pemberian ECT (80-90% membaik versus
70% atau lebih dengan antidepresan). Pasien dengan gejala vegetatif yang jelas (seperti
insomnia, konstipasi; riwayat bunuh diri, obsesi rasa bersalah, anoreksia, penurunan berat
badan, dan retardasi psikomotor) cukup bersespon.
2. Skizofrenia: skizofrenia katatonik tipe stupor atau tipe excited memberikan
respons   yang baik dengan ECT. Tetapi pada keadaan schizofrenia kronik hal ini tidak
teralalu berguna.
3. Indikasi terapi kejang listrik adalah klien depresi pada psikosa manik depresi, klien
schizofrenia stupor katatonik dan gaduh gelisah katatonik. ECT lebih efektif dari
antidepresan untuk klien depresi dengan gejala psikotik (waham, paranoid, dan gejala
vegetatif), berikan antidepresan saja (imipramin 200-300 mg/hari selama 4 minggu)
namun jika tidak ada perbaikan perlu dipertimbangkan tindakan ECT. Mania (gangguan
bipolar manik) juga dapat dilakukan ECT, terutama jika litium karbonat tidak berhasil.
Pada klien depresi memerlukan waktu 6-12x terapi untuk mencapai perbaikan, sedangkan
pada mania dan katatonik membutuhkan waktu lebih lama yaitu 10-20x terapi secara
rutin. Terapi ini dilakukan dengan frekuensi 2-3 hari sekali. Jika efektif, perubahan
perilaku mulai kelihatan setelah 2-6 terapi.
2.4 Kontraindikasi
1. Tumor intra kranial, karena dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
2. Kehamilan, karena dapat mengakibatkan keguguran
3. Osteoporosis, karena dapat berakibat terjadinya fraktur tulang.
4. Infark Miokardium, karena dapat terjadi henti jantung.
5. Asthma bronchiale, dapat memperberat keadaan penyakit yang diderita
2.5 Komplikasi
1. Amnesia (retrograd dan anterograd) bervariasi dimulai setelah 3-4 terapi berakhir     2-3
bulan (tetapi kadang-.kadang lebih lama dan lebih berat dengan metode bilateral, jumlah
terapi yang semakin banyak, kekuatan listrik yang meningkat dan adanya organik
sebelumnya.
2. Sakit kepala, mual, nyeri otot.
3. Kebingungan. 
4. Reserpin dan ECT diberikan secara bersamaan akan berakibat fatal
5. Fraktur jarang terjadi dengan relaksasi otot yang baik.
6. Suksinilkolin diperlama pada .keadaan defisiensi hati dan bisa menyebabkan hipotonia.
2.6 Persiapan Alat
Persiapan klien
a. Anjurkan klien dan keluarga untuk tenang dan beritahu prosedur tindakan yang akan
dilakukan.
b. Lakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya kelainan
yang merupakan kontraindikasi ECT
c. Siapkan surat persetujuan
d. Klien berpuasa 4-6 jam sebelum ECT
e. Lepas gigi palsu, lensa kontak, perhiasan atau penjepit rambut yang mungkin dipakai
kliendapun alat-alat yang perlu disiapkan sebelum tindakan ECT, adalah sebagai berikut:
a. Konvulsator set (diatur intensitas dan timer)
b. Tounge spatel atau karet mentah dibungkus kain
c. Kain kasa
d. Cairan Nacl secukupnya
e. Spuit disposibel
f. Obat SA injeksi 1 ampul
g. Tensimeter
h. Stetoskop
i. Slim suiger
j. Set konvulsator
2.7 Persiapan ECT (Pra-ECT)
1. Lengkapi anamnesis dan pemeriksaan fisik, konsentrasikan pada peme¬riksaan jantung
dan status neurologic, pemeriksaan darah perifer lengkap, EKG, EEG atau CT Scan jika
terdapat gambaran Neurologis tidak abnormal. Hal ini penting mengingat terdapat
kontraindikasi pada gangguan jantung, pernafasan dan persarafan.
2. Siapkan pasien dengan, informasi, dan. dukungan, psikologis.
3. Puasa setelah tengah malam. 
4. Kosongkan kandung kemih dan lakukan defekasi
5. Pada keadaan ansietas berikan 5 mg diazepam 1-2 jam sebelumnya
6. Antidepresan, antipsikotik, diberikan sehari sebelumnya
7. Sedatif-hipnotik, dan antikonvulsan (dan sejenisnya) harus dihentikan -sehari
sebelumnya.
2.8 Pelaksanaan ECT
1. Buat pasien merasa nyaman. Pindahkan ke tempat dengan permukaan rata dan cukup
keras. 
2. Hiperekstensikan punggung dengan bantal.
3. Bila sudah siap, berikan premedikasi dengan atropin (0,6-1,2 mg SC, IM atau IV).
Antikolinergik ini mengendalikan aritmia vagal dan menurunkan sekresi gastrointestinal.
4. Sediakan 90-100% oksigen dengan kantung oksigen ketika respirasi tidak spontan.
5. Beri natrium metoheksital (Brevital) (40-100 mg IV, dengan cepat). Anestetik barbiturat
kerja singkat ini dipakai untuk menghasilkan koma yang ringan.
6. Selanjutnya, dengan cepat berikan pelemas otot suksinilkolin (Anectine) (30-80 mg IV,
secara cepat awasi kedalaman relaksasi melalui fasikulasi otot yang dihasilkan) untuk
menghindari kemungkinan kejang umum (seperti plantarfleksi) meskipun jarang.
7. Setelah lemas, letakkan balok gigi di mulut kemudian berikan stimulus listrik (dapat
dilakukan secara bilateral pada kedua pelipis ataupun unilateral pada salah satu pelipis
otak yang dominan)
2.9 Post ECT
1. Awasi pasien dengan hati-hati sampai dengan klien stabil kebingungan biasanya timbul
kebingungan pasca kejang 15-30 menit. 
2. Pasien berada pada resiko untuk terjadinya apneu memanjang dan delirium pascakejang
(5 10 mg diazepam IV dapat membantu)

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik
danmenimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik. Tindakan ini
adalahbentuk terapi pada klien dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda
yangditempelkan pada pelipis klien untuk membangkitkan kejang grandmall. Therapi
ECTmerupakan peubahan untuk penderita psikiatrik berat, dimana pemberian arus
listriksingkat dikepala digunakan untuk menghasilkan kejang tonik klonik
umum.Padaterapi ECT ini,ada efek samping yang di hasilkan.Oleh karena itu perawat
harusmemperhatikan efek samping yang akan terjadi.Dan peran perawat dalam
terapiECT yaitu perawat sebelum melakukan terapi ECT, harus mempersiapkan alat
danmengantisipasi kecemasan klien dengan menjelaskan tindakan yang akandilakukan.
3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan dan sasarannya. Untuk
segala kekurangan dalam makalah ini maka kami selalu membuka diri untuk menerima saran dan
kritik dari semua pihak yang sama-sama bertujuan membangun makalah ini demi perbaikan dan
penyempurnaan dalam pembuatan makalah kami ke depannya.
DAFTAR PUSTAKA

Guze, B., Richeimer, S., dan Siegel, D.J. (2019). The Handbook of Psychiatry.
California: Year Book Medical Publishers
Kaplan, H.I., Sadock, B.J., dan Grebb, J.A. (2019). Synopsis of Psychiatry. New York:
Williams and Wilkins
Stuart, G.W. dan Laraia, M.T. (2019). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. (Ed
ke-7). St. Louis: Mosby,
Inc.   http://www.neurotherapy.asia/eeg_brain_mapping.htm     
Dalami, Ermawati dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.
Jakarta : Trans Info Media Maramis, W.F. 1994. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya
: Airlangga University    

                                                
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2018. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC.

Azizah, L.M., dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa Teori dan Aplikasi Praktik
Klinik. Yogyakarta: Indomedia Pustaka.

Carpenito-Moyet, L. J. 2017. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 10. Jakarta: EGC

Direja Surya, Herman Ade. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika

Erna Cahyani. 2016. Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Harga diri rendah.
(Online. Available) From: https://www.scribd.com/document/320503011/LP-SP-Hargadiri
rendah

Hawari, Dadang. 2018. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta : FK Universitas Indonesia

Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan DSM-5.
Jakarta : Bagian Ilmu Kedokleran Jiwa FK Unika Atma

Nanda Internasional.2012.Diagnosis Keperawatan 2012-2014. Jakarta : EGC.


Nuriinaya Muhammad Toha. 2012. Laporan Pendahuluan Harga diri rendah Jiwa.
(Online.available). From: https://www.scribd.com/doc/148768349/Lp-Ansietas-Jiwa,

Stuart, G. W. 2017. Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 5. Jakarta : EGC.

Videbeck, Sheila L. 2018. Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC.

Jaya

Anda mungkin juga menyukai