Anda di halaman 1dari 46

2

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN SKIZOFRENIA DENGAN MASALAH


GANGGUAN PERSEPSI SENSORI “HALUSINASI PENDENGARAN DI YAYASAN
PEMENANGAN JIWA SUMATERA

Disusun
Oleh:

HAFIZUDDIN (200202022)
ILHAM WAHYU (200202074)
AYU SASTYA (200202009)
YOHANA OKTAVIA PURBA (200202066)
SEPTYANA NDAHA (200202053)

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA MEDAN

2021/2022
3
KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan asuhan keperawatan jiwa pasien dengan Halusinasi Pendengaran di Yayasan
Pemenang Jiwa Sumatera Utara untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah keperawatan jiwa
dalam menyelesaikan Profesi Ners.. Dalam penyusunan asuhan keperawatan ini banyak pihak yang
membantu penulis, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Rinco Siregar, S.Kep, MNS selaku Ketua Prodi Keperawatan Fakultas Farmasi dan Ilmu
Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia.
2. Bapak Ns. Jek Amidos Pardede, M.Kep, Sp. Kep Jiwa selaku Koordinator Profesi Ners dan
dosen pembimbing Praktek Belajar Lapangan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera
Utara.
3. Staf dan Pegawai Yayasan Pemenenang Jiwa Sumatera
4. Orang tua kami yang selalu memberikan dukungan, materi dan doa untuk menyelesaikan tugas
makalah ini .
5. Serta terima kasih kepada teman-teman Mahasiswa/i Universitas Sari Mutiara Indonesia yang
telah bersama-sama menyelesaikan tugas makalah ini.

Penulis menyadari bahwa isi makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka dari itu kami dari
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran guna memperbaiki di masa yang akan datang dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Akhir kata penulis mengucapkan
terimakasih.
4

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..............................................................................................i


Daftar Isi .........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Tujuan ............................................................................................... 2
1.2.1 Tujuan Umum ...................................................................... 2
1.2.1 Tujuan Khusus ..................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Halusinasi Pendengaran
2.1.1 Definisi .......................................................................................... 3
2.1.2 Klasifikasi Halusinasi .................................................................... 3
2.1.3 Etiologi ......................................................................................... 4
2.1.4 Rentang Respon ............................................................................. 9
2.1.5 Fase Halusinasi .............................................................................. 10
2.1.6 Tanda dan Gejala ........................................................................... 12
2.1.7 Komplikasi .................................................................................... 13
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian Keperawatan ............................................................... 13
2.2.2 Diagnosa Keperawatan .................................................................. 16
2.2.3 Tindakan Keperawatan .................................................................. 16
2.2.4 Penatalaksanaan Medis ................................................................. 17
2.2.5 Prinsip Keperawatan ..................................................................... 19
2.2.6 Penatalaksanaan Keperawatan ...................................................... 19
2.2.7 Evaluasi Keperawatan ................................................................... 20
BAB III TINJAUAN KASUS
3.1 Identitas Klien .................................................................................. 22
3.2 Alasan Masuk ................................................................................... 22
3.3 Faktor Predisposisi............................................................................ 22
3.4 Fisik .................................................................................................. 23
3.5 Psikososial......................................................................................... 23
3.6 Mekanisme Koping .......................................................................... 26
3.7 Masalah Psikososial dan Lingkungan .............................................. 26
3.8 Pengetahuan Kurang tentang Gangguan Jiwa................................... 26
5
3.9 Aspek Medik .................................................................................... 26
3.10 Analisa Data .................................................................................. 27
3.11 Pohon Masalah ............................................................................... 29
3.12 Diagnosa Keperawatan .................................................................. 29
3.13 Prioritas Diagnosa Keperawatan .................................................... 29
3.14 Intervensi Keperawatan .................................................................. 30
3.15 Catatan Perkembangan ................................................................... 32
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian ........................................................................................ 42
4.2 Diagnosa Keperawatan ..................................................................... 43
4.3 Implementasi .................................................................................... 44
4.4 Evaluasi ............................................................................................ 45
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 46
5.2 Saran ................................................................................................. 46
6

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan jiwa merupakan respon yang tidak adaptif dari lingkungan dalam
dan luar diri, dibuktikan melalui pikiran, perasaan dan prilaku yang tidak sesuai
dengan budaya setempat dan mengganggu fungsi sosial, pekerjaan dan fisik. Salah
satu gangguan jiwa yang paling berat dan bersifat kronis adalah skizofrenia
(Townsend & Morgan, 2017; Pardede J, 2020).Skizofrenia adalah suatu gangguan
jiwa yang ditandai dengan penurunan atau ketidakmampuan berkomunikasi,
gangguan realita (halusinasi dan waham), afek yang tidak wajar atau tumpul,
gangguan kognitif (tidak mampu berfikir abstrak) dan mengalami kesukaran
melakukan aktivitas sehari-hari (Keliat,2014). Seorang yang mengalami
skizofrenia terjadi kesulitan berfikir dengan benar, memahami dan menerima
realita, gangguan emosi/perasaan, tidak mampu membuat keputusan, serta
gangguan dalam  melakukan aktivitas atau perubahan perilaku. Klien skizofrenia
70% mengalami halusinasi (Stuart, 2013).

Skizofrenia merupakangangguan mental berat dan kronis yang menyerang


20 juta orang di seluruh dunia (WHO, 2019). Di Indonesia berdasarkan hasil
Riskesdas (2018) didapatkan estimasi prevalensi orang yang pernah menderita
skizofrenia di Indonesia sebesar 1,8 per 1000 penduduk. Hasil survey awal yang
dilakukan di poliklinik rawat jalan Rumah Sakit Jiwa Medan di temukan sebanyak
13.899 pasien yang rawat jalan dibawa oleh keluarganya untuk berobat.
Prevalensi pasien berdasarkan jenis kelamin yaitu wanita berjumlah 4.499 orang
dan laki – laki berjumlah 9.400 orang. Dari semua diagnosa pasien yang rawat
jalan yang paling tinggi yaitu gangguan Skizofrenia yaitu sebesar 11.336 orang
dari pasien yang berkunjung dibawa oleh keluarganya ke poli rawat jalan
berjumlah 1158 pasien perbulan(Pardede J, 2020).).
Halusinasi pendengaran merupakan bentuk yang paling sering dari
gangguan persepsi sensori pada klien skizofrenia. Skizofrenia merupakan suatu
gangguan psikotik yang dapat ditandai dengan gangguan utama pikiran, persepsi,
emosi dan perilaku (APA, 2015; Davidson, Neale & Kring, 2016). Bentuk
halusinasi bisa berupa suara-suara bising atau mendengung. Tapi paling sering
berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat. Bisa juga klien bersikap
mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang yang tidak berbicara atau pada
7
benda mati. Persepsi masyarakat bahwa penderita gangguan jiwa merupakan
tanggung jawab pihak rumah sakit jiwa saja, padahal faktor yang memegang
peranan penting dalam hal perawatan penderita yaitu keluarga serta masyarakat di
sekitar penderita gangguan jiwa tersebut (Dermawan & Rusdi, 2015)

Menurut WHO pada tahun 2015 memperkirakan 450 juta orang seluruh

dunia mengalami gangguan jiwa saat ini dan dua puluh lima persen penduduk

diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya.

Diperkirakan terdapat 200.000 kasus baru yang di diagnosa skizofrenia setiap

tahun di United States, dan 2 juta diseluruh dunia. Kira-kira sekitar 1% dari

populasi di United States menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil riset kesehatan

dasar (RISKESDAS) tahun 2016, angka rata-rata nasional gangguan mental

emosional pada penduduk usia 15 tahun ke atas yaitu 6%, angka ini setara dengan

14 juta penduduk. Sedangkan gangguan jiwa berat, rata-rata sebesar 0,17% atau

setara dengan 400.000 penduduk, berdasarkan dari data tersebut bahwa data

pertahun di Indonesia yang mengalami gangguan jiwa selalu meningkat.

Berdasarkan data Departemen Kesehatan, jumlah penderita gangguan jiwa di

Indonesia mencapai 2,5 juta orang. Angka kejadian skizofrenia biasanya terjadi

pada remaja tua dan dewasa muda, dan angka itu kadang-kadang terjadi setelah

usia 50 tahun, walaupun lebih jarang 50% klien skizofrenia melakukan percobaan

bunuh diri. sekitar 70% halusinasi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa adalah

halusinasi pendengaran, 20% halusinasi penglihatan, dan 10% adalah halusinasi

penghidu, pengecapan dan perabaan. Angka terjadinya halusinasi cukup tinggi.

Didapatkan data dari bulan Januari sampai Februari 2017 tercatat jumlah pasien

rawat inap 403 orang. Sedangkan jumlah kasus yang ada pada semua pasien baik

rawat inap maupun rawat jalan kasus halusinasi mencapai 5077 kasus, perilaku

kekerasan 4074 kasus, isolasi sosial: menarik diri 1617 kasus, harga diri rendah

1087 kasus dan defisit perawatan diri 1634 kasus. Rata-rata terdapat 150 klien

skizofrenia perbulan, klien


mengalami halusinasi mencapai 90 orang (60%), kerusakan interaksi dan

gangguan konsep diri mencapai 38 orang (25%), perilaku kekerasan mencapai 15

orang (10%), dan klien dengan waham sekitar 8 orang (5%). Dari 90 klien yang

mengalami halusinasi dapat digolongkan dalam jenis halusinasi: klien yang

mengalami halusinasi dengar sekitar 50% (45 klien), halusinasi penglihatan 45%

(40 klien) dan gangguan halusinasi lain sekitar 5% (5 klien). Pada tahun 2015 dari

160 klien gangguan jiwa 89 klien mengalami skizofrenia, dan 44 klien mengalami

halusinasi pendengaran. Ini merupakan angka yang cukup besar dan perlu

mendapat perhatian perawat dalam merawat klien dengan gangguan persepsi

halusinasi khususnya pada halusinasi pendengaran.

Penatalaksanaan halusinasi yaitu membantu mengenali halusinasi dengan

cara melakukan berdiskusi dengan klien tentang halusinasinya (apa yang

didengar/ dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi halusinasi, situasi yang

menyebabkan halusinasi muncul dan respons klien saat halusinasi muncul, untuk

dapat mengontrol halusinasi klien dapat mengendalikan halusinasinya ketika

halusinasi kambuh, penerapan ini dapat menjadi jadwal kegiatan sehari-hari yang

dapat diterapkan klien yang bertujuan untuk mengurangi masalah halusinasi yang

dialami klien dengan gangguan persepsi sensori (halusinasi dengar) (Keliat dkk,

2012).

Upaya optimalisasi penatalaksanaan klien dengan skizofrenia dalam menangani

gangguan persepsi sensori (halusinasi dengar) dirumah sakit antara lain

melakukan penerapan standar asuhan keperawatan, terapi aktivitas kelompok dan

melatih keluarga untuk merawat pasien dengan halusinasi dan terapi non

farmakologis salah satunya dengan cara terapi musik. Standar Asuhan

Keperawatan mencakup penerapan strategi pelaksanaan halusinasi. Strategi

pelaksanaan pada pasien halusinasi mencakup kegiatan mengenal halusinasi,


mengajarkan pasien menolak halusinasinya, minum obat dengan teratur,

bercakap-cakap dengan orang lain saat halusinasi muncul, serta melakukan

aktivitas terjadwal untuk mencegah halusinasi (Wahyu P, 2010). Penerapan SPTK

(Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan) terjadwal yang diterapkan pada

klien yaitu bertujuan untuk mengurangi masalah keperawatan jiwa yang ditangani

pada gangguan persepsi sensori (halusinasi dengar). Jika pasien sudah pulang

maka anjurkan pasien untuk membuat jadwal kegiatan harian dirumah sesuai

dengan kegiatan pasien sehari – hari untuk mengurangi terjadinya halusinasi,

anjurkan pasien untuk minum obat tepat waktu, dan anjurkan pasien untuk

konsultasi kepada dokter sesuai jadwal yang telah ditentukan. Dari latar belakang

diatas penulis tertarik mengambil masalah tentang “Asuhan keperawatan pada

klien Skizofrenia dengan masalah Gangguan Persepsi Sensori “Halusinasi

Pendengaran”

1.2 Rumusan Masalah

“Bagaimana memberikan asuhan keperawatan pada klien Skizofrenia

dengan masalah Gangguan Persepsi Sensori “Halusinasi Pendengaran” di

Yayasan Pemenang Jiwa Sumatera”.

1.3 Tujuan.

1.3.1 Tujuan Umum

Memberikan asuhan keperawatan pada klien Skizofrenia dengan masalah

Gangguan Persepsi Sensori “Halusinasi Pendengaran” di Yayasan Pemenang

Jiwa Sumatera.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Melakukan Pengkajian pada klien Skizofrenia dengan masalah

Gangguan Persepsi Sensori “Halusinasi Pendengaran” di Yayasan

Pemenang Jiwa Sumatera.

b. Merumuskan Diagnosa keperawatan pada klien Skizofrenia dengan


masalah Gangguan Persepsi Sensori “Halusinasi Pendengaran” di

Yayasan Pemenang Jiwa Sumatera.

c. Menyusun Rencana Keperawatan pada klien Skizofrenia dengan

masalah Gangguan Persepsi Sensori “Halusinasi Pendengaran” di

Yayasan Pemenang Jiwa Sumatera.

d. Melakukan Implementasikan pada klien Skizofrenia dengan masalah

Gangguan Persepsi Sensori “Halusinasi Pendengaran” di Yayasan

Pemenang Jiwa Sumatera.

Melakukan Evaluasi tindakan keperawatan pada klien Skizofrenia dengan

masalah Gangguan Persepsi Sensori “Halusinasi Pendengaran” di Yayasan

Pemenang Jiwa Sumatera.

1.4 Manfaat Praktis.

a. Bagi Klien

Mendapatkan pengalaman serta dapat menerapkan apa yang telah dipelajari

dalam penanganan kasus jiwa yang dialami dengan kasus nyata dalam

pelaksanaan keperawatan, seperti cara untuk mengendalikan halusinasinya

b. Bagi Perawat

Asuhan keperawatan ini dapat dijadikan dasar informasi dan pertimbangan untuk

menambah pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam meningkatkan pelayanan

perawatan pada Klien Gangguan Persepsi Sensori (Halusinasi Pendengaran)

. c. Bagi Peneliti selanjutnya.

Asuhan keperawatan ini dapat dijadikan dasar informasi dan pertimbangan

peneliti selanjutnya untuk menambah pengetahuan tentang asuhan keperawatan

gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Skizofrenia.

2.1.1 Definisi.

Skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi

klien, cara berfikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosialnya (Melinda

Hermann, 2008).

Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan

utama pada proses fikir serta disharmoni (keretakan, perpecahan) antara

proses pikir, afek/emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi

kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi; asosiasi terbagi-bagi

sehingga timbul inkoherensi.

Skizofrenia merupakan bentuk psikosa yang banyak dijumpai dimana-

mana namun faktor penyebabnya belum dapat diidentifikasi secara jelas.

2.1.2 Jenis Skizofrenia.

a. Skizofrenia simplex: dengan gejala utama kedangkalan emosi dan

kemunduran kemauan.

b. Skizofrenia hebefrenik, gejala utama gangguan proses fikir gangguan

kemauan dan depersonalisasi. Banyak terdapat waham dan halusinasi.

c. Skizofrenia katatonik, dengan gejala utama pada psikomotor seperti

stupor maupun gaduh gelisah katatonik.

d. Skizofrenia paranoid, dengan gejala utama kecurigaan yang ekstrim

disertai waham kejar atau kebesaran.


e. Episode skizofrenia akut (lir skizofrenia), adalah kondisi akut

mendadak disertai dengan perubahan kesadaran, kesadaran mungkin

berkabut.

f. Skizofrenia psiko-afektif, yaitu adanya gejala utama skizofrenia yang

menonjol dengan disertai gejala depresi atau mania.

g. Skizofrenia residual adalah skizofrenia dengan gejala-gejala

primernya dan muncul setelah beberapa kali serangan skizofrenia.

2.1.3 Gejala Skizofrenia.

1. Gejala primer.

a. Gangguan proses pikir (bentuk, langkah dan isi pikiran). Yang paling

menonjol adalah gangguan asosiasi dan terjadi inkoherensi.

b. Gangguan afek emosi.

c. Terjadi kedangkalan afek emosi.

d. Paramimi dan paratimi (incongruity of affect/ inadekuat).

e. Emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai satu kesatuan.

f. Emosi berlebihan.

g. Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang

baik.

h. Gangguan kemauan. Gangguan ini meliputi :

a) Terjadi kelemahan kemauan.

b) Perilaku negativisme atas permintaan.

c) Otomatisme: merasa pikiran/perbuatannya dipengaruhi oleh orang

lain.

2. Gejala psikomotor.
a. Stupor atau hiperkinesia, longorea dan neologisme

b. Stereotipi

c. Katelepsi: mempertahankan posisi tubuh dalam waktu yang lama

d. Echolalia dan echopraxia

e. Autisme

3. Gejala sekunder.

a. Waham

b. Halusinasi.

2.2 Konsep Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran.

2.2.1 Definisi

Halusinasi adalah suatu keadaan hilangnya kemampuan individu

dalam membedakan antara rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan

eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang

lingkungan tanpa objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien

mendengarkan suara – suara tetapi pada kenyataannya tidak ada orang yang

berbicara (Abdul muhith, 2015).

Halusinasi adalah suatu gangguan persepsi panca indera tanpa disertai

dengan adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sstem

penginderaan dimana pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik

(Abdul muhith, 2015).

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien

mengalami perubahan persepsi sensori: merasakan sensori palsu berupa

suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan (Abdul muhith,

2015).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa

halusinasi adalah suatu gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau

gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar

yang dapat melputi semua sistem penginderaan (Abdul muhith, 2015).

2.2.2 Jenis – jenis Halusinasi.

Menurut Stuart dan Laraia (2005) membagi halusinas menjadi 7 jenis

halusinasi yang meliputi : halusinasi pendengaran (auditory), halusinasi

penglihatan (visual), halusinasi pengecapan (gustatory), halusinasi perabaan

(tactile), halusinasi kinestetik, halusinasi cenesthetics, halusinasi penghidu

(olfactory).

Halusinasi yang paling banyak diderita adalah halusinasi pendengaran

yang mencapai kurang lebih 70%, sedangkan halusinasi penglihatan

mencapai urutan kedua dengan rata – rata 20%, sementara jenis halusinasi

yang lain yaitu halusinasi pengecapan, penghidu, perabaan, kinestetik dan

cenethetics hanya meliputi 10%. Tabel di bawah ini menjelaskan

karakteristik tiap – tiap halusinasi.

Jenis Halusinasi. Karakteristik


Pendengaran Mendengar suara – suara atau kebisingan, paling sering suara orang,
suara berbentuk kebisingan yang kurang keras sampai kata – kata
yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai percakapan lengkap
antara dua orang atau lebih. Pikiran yang didengar klien dimana klien
disuruh untuk melakukan sesuatu yang kadang – kadang
membahayakan.

Penglihatan Stimulus visual dalam bentuk kelihatan cahaya, gambaran geometris,


gambaran kartun, bayangan yang rumit dan kompleks. Bayangan bisa
menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.

Penghidu Menghirup bau – bauan tertentu seperti bau darah, bau urin, atau bau
feses, umumnya bau – bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi

penghidu sering akibat dari stroke, tumor, kejang atau dimensia.

Pengecapan Merasa mengecap rasa sesuatu seperti darah, urin atau feses.
Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas.
Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang
lain.

Cenesthetics Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makanan atau pembentukan urin.

Kinesthetics Merasakan pergerakan saat berdiri tanpa bergerak.

2.2.3 Fase – Fase Halusinasi.

Halusinasi yang dialami klien bisa berbeda intensitas dan tingkat keparahannya.

Menurut Stuart dan Laraia, (2005) membagi fase – fase halusnasi dalam 4 fase

berdasarkan tingkat ansietas atau kecemasan yang dialami dan kemampuan klien

mengendalikan dirinya. Semakin berat mengalami ansietas atau kecemasan dan

makin dikendalikan oleh halusinasinya.

Fase Halusinasi Karakteristik Perilaku Klien


Fase I : Comforting. Klien mengalami perasaan yang 1. Tersenyum atau tertawa yang tidak
Ansietas sedang. mendalam seperti ansietas, kesepian, sesuai.
Halusinasi rasa bersalah, takut sehingga 2. Menggerakkan bibir tanpa suara.
menyenangkan. mencoba untuk berfokus pada fikiran 3. Pergerakan mata yang cepat.
menyenangkan untuk meredakan 4. Respon verbal yang lambat jika
ansietasnya. Individu dapat sedang asyik.
mengenali bahwa fikiran – fikiran 5. Diam dan asyik sendiri.
dan pengalaman sensori berada
dalam kendali kesadaran jika ansietas
dapat dikendalikan.
NONPSIKOTIK

Fase II : Condemning 1. Pengalaman sensori yang 1. Meningkatnya tanda – tanda sistem


Ansietas berat. menjijikan dan menakutkan. syaraf otonom akibat ansietas seperti
Halusinasi menjadi 2. Klien mulai lepas kendali dan peningkatan denyut jantung,
menjijikan. mungkin mencoba untuk pernafasan dan tekanan darah.
mengambil jarak dirinya dengan 2. Rentang perhatian menyempit.
sumber yang di persepsikan. 3. Asyik dengan pengalaman sensori dan
3. Klien mungkin mengalami kehilangan kemampuan membedakan
dipermalukan oleh pengalaman antara halusinasi dengan realita.
sensori dan menarik diri dari 4. Menyalahkan.
orang lain. 5. Menarik diri dari orang lain.
4. Mulai merasa kehilangan kontrol. 6. Konsentrasi terhadap pengalaman
5. Tingkat kecemasan berat, secara sensori kerja.
umum halusinasi menyebabkan
perasaan antipati.

PSIKOTIK RINGAN
Fase III : Controliing 1. Klien berhenti melakukan 1. Kemauan yang dikendalikan
Ansietas berat. perlawanan terhadap halusinasi halusinasi akan lebih diikuti.
Pengalaman sensori dan menyerah pada halusinasi 2. Kesukaran berhubungan dengan orang
menjadi berkuasa. tersebut. lain.
2. Isi halusinasi menjadi menarik. 3. Rentang perhatian hanya beberapa
3. Klien mungkin mengalami detik atau menit.
pengalaman kesepian jika sensori 4. Adanya tanda – tanda fisik ansietas
halusinasi berhenti. berat : berkeringat, termor atau
gemetar, dan tidak mampu mematuhi
perintah.
5. Isi halusinasi menjadi atraktif.
6. Perintah halusinasi ditaati.
PSIKOTIK 7. Tidak mampu mengikuti perintah dari
perawat.
Fase IV : Conquering. 1. Pengalaman sensori menjadi 1. Perilaku eror akibat panik.
Panik. mengancam jika klien mengikuti 2. Potensi kuat suicide atau homicide.
Umumnya menjadi perintah halusinasinya. 3. Aktifitas fisik merefleksikan isi
melebur dalam 2. Halusinasinya berakhir dari halusinasi seperti perilaku kekerasan ,
halusinasinya. beberapa jam atau hari jika tidak agitasi, menarik diri, atau katatonik.
ada intervensi therapeutic. 4. Tidak mampu nerespon perintah yang
kompleks.
5. Tidak mampu merespon lebih dari
PSIKOTIK BERAT satu orang.
6. Agitasi atau katatonik.

2.2.4 Dimensi Halusinasi.

Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa kecurigaan, ketakutan,

perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku merusak diri, kurang

perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat

membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata. Masalah halusinasi

berlandaskan pada hakikat keberadaan seseorang indiviu sebagai makhluk

yang di bangun atas dasar unsur – unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga

halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi (Stuart dan Laraia, 2005) yaitu :

a. Dimensi Fisik.

Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi

rangsangan eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi

dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar

biasa, penggunaan obat – obatan, demam hingga delirium, intoksikasi

alkohol, dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.

b. Dimensi Emosional.

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak

dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari

halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak


sanggup lagi menentang perintah tersebut sehingga dengan kondisi

tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

c. Dimensi Intelektual.

Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan

halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada

awalnya, halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan

impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan

kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak

jarang akan mengontrol semua perilaku klien.

d. Dimensi Sosial.

Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan

adanya kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan

halusinasinya, seolah – olah ia merupakan tempat untuk memenuhi

kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri, dan harga diri yang tidak

didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol

oleh individu tersebut sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman,

maka individu tersebut bisa membahayakan orang lain. Oleh karena itu,

aspek penting dalam melakukan atau melaksanakan intervensi

keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang

menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta

mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi

dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.

e. Dimensi Spiritual.

Manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk sosial sehingga

interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar.

Individu yang mengalami halusinasi cenderung menyendiri hingga proses


diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan keberadaannya sehingga

halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat

halusinasi menguasai dirinya, individu kehilangan kontrol kehidupan

dirinya (Stuart dan Laraia, 2005).

2.2.5 Rentang respon.

Rentang Respon neurobiologis.

Respons adatif respons maladatif

a. Pikiran logis a. Kadang proses pikir a. Gangguan proses


b. Persepsi akurat terganggu pikir (waham)
c. Emosi konsisten b. Ilusi b. Halusinasi
dengan pengalaman c. Emosi berlebihan/ c. Kerusakan proses
d. Hubungan sosial kurang emosi
harmonis d. Perilaku tidak biasa d. Perilaku tidak
e. Menarik diri terorganisir
e. Isolasi sosial

Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang

berada dalam rentang respon neurobiologis (Stuart dan Laraia, 2005). Ini

merupakan respon persepsi paling mal adaptif. Jika klien sehat maka

persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterorestasikan

stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui pancaindra

(pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), klien

dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus pancaindra walaupun

sebenarnya stimulus tersebut tidak ada. Respon individu (yang karena suatu

hal mengalami kelainan persepsi) yaitu salah mempersepsikan stimulus

yang diterimanya yang disebut dengan ilusi. Klien mengalami ilusi jika

interpretasi yang dilakukan terhadap stimulus pancaindera tidak akurat

sesuai dengan stimulus yang diterima. Respon tersebut digambarkan seperti


gambar diatas.

2.2.6 Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Halusinasi.

Halusinasi merupakan salah satu gejala dalam menentukan diagnosis

klien yang mengalami psikotik. Khususnya skizofrenia. Halusinasi

dipengaruhi oleh faktor (Stuart dan Laraia, 2005), dibawah ini antara lain :

a. Faktor Predisposisi.

Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah

sumber yang dapat di bangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.

Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya, mengenai faktor

perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis, dan genetik.

Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya

respon neurobiology seperti pada halusinasi antara lain :

1. Faktor Genetik.

Telah diketahui bahwa secara genetik skizofrenia diturunkan

melalui kromosom – kromosom tertentu. Namun demikian,

kromosom yang keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan

ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Anak kembar

identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50

% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara dizygote

peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang salah satunya orang

tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami

skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka

peluangnya menjadi 35%.


2. Faktor Perkembangan.

Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan

hubungan interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami

stress dan kecemasan.

3. Faktor neurobiology.

Ditemukan bahwa kortex pre frontal dan kortex limbic pada

klien dengan skizofrenia tidak pernah berkembang penuh.

Ditemukan juga pada klen skizofrenia terjadi penurunan volume

dan fungsi otak yang abnormal. Neurotransmitter juga tidak

ditemukan tidak normal, khususnya dopamine, serotonin dan

glutamat.

4. Faktor biokimia.

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.

Dengan adanya stress yang berlebihan yang dialami seseorang,

maka tubuh akan menghasilkan suatu zat yang dapat bersifat

halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase

(DMP).

5. Faktor Sosiokultural.

Berbagi faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang

merasa disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat

klien dibesarkan.

6. Psikologis.

Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi

skizofrenia, anatara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang

pencemas, terlalu melindungi, dingin dan tidak berperasaan,

sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya. Sementara


itu hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran

ganda yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akan

mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir

dengan gangguan orientasi realitas.

7. Teori Virus.

Paparan virus influenzae pada trimester ke -3 kehamilan

dapat menjadi faktor predisposisi skizofrenia.

8. Study neurotransmitter.

Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya

ketidakseimbangan neurotransmitter serta dopamine berlebihan,

tidak seimbang dengan kadar serotin.

b. Faktor presipitasi,

Yaitu suatu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai

tantangan, ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk

koping. Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti

partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi dan

suasana sepi/isolasi sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena

hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang

merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik. Disamping itu juga

oleh karena proses penghambatan dalam proses transduksi dari impuls

yang menyebabkan terjadinya penyimpangan dalam proses interpretasi

dan interkoneksi sehingga dengan demikian faktor – faktor pencetus

respon neurobiologis dapat dijabarkan sebagai berikut :

a. Berlebihnya proses informasi pada sistem syaraf yang menerima

dan memproses informasi dithalamus dan frontal otak.

b. Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu (mekanisme

gatting abnormal).
Gejala – gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap, dan perilaku

seperti yang tercantum ditabel dibawah ini :

1. Nutrisi kurang.
2. Kurang tidur.
3. Ketidakseimbangan irama sirkadian.
4. Kelelahan.
KESEHATAN 5. Infeksi.
6. Obat – obatan sistem syaraf pusat.
7. Kurangnya latihan.
8. Hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.

1. Lingkungan yang memusuhi, krisis.


2. Masalah di rumah tangga.
3. Kehilangan kebebasan hidup.
4. Perubahan kebiasaan hidup, pola aktifitas sehari – hari.
5. Kesukaran dalam hubungan dengan orang lain.
LINGKUNGAN 6. Isolasi sosial.
7. Kurangnya dukungan sosial.
8. Tekanan kerja (keterampilan dalam bekerja).
9. Kurangnya alat transportasi.
10. Ketidakmampuan dalam mendapatkan pekerjaan.

1. Merasa tidak mampu (harga diri rendah).


2. Putus asa (tidak percaya diri).
3. Merasa gagal (kehilangan motivasi dalam menggunakan
keterampilan diri).
4. Kehilangan kendali diri (demoralisasi).
5. Merasa mempunyai kekuatan yang berlebihan dengan gejala tersebut.
SIKAP PERILAKU 6. Merasa malang (tidak dapat memenuhi kebutuhan spiritual).
7. Bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan.
8. Rendahnya kemampuan sosialisasi.
9. Ketidakadekuatan pengobatan.
10. Perilaku agresif.
11. Perilaku kekerasan.
12. Ketidakadekuatan penanganan gejala.

2.2.7 Mekanisme Koping.

Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi


(Stuart dan Laraia, 2005) :
Regresi adalah perilaku menjadi malas beraktifitas sehari – hari

1 Proyeksi adalah mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan

mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda.


2 Menarik diri adalah sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan

stimulus internal.

3 Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.

1. Isi Halusinasi, yang dialami oleh klien. Ini dapat dikaji dengan

menanyakan suara siap yang didengar dan apa yang dikatakan berkata

jika halusinasi yang dialami adalah halusinasi dengar. Bentuk bayangan

bagaimana yang dilihat klien bila jenis halusinasinya adalah halusinasi

penglihatan, bau apa yang dicium jika halusinasinya adalah halusinasi

penghidu, rasa apa yang dikecap untuk halusinasi pengecapan, atau

merasakan apa dipermukaan tubuh bila mengalami halusinasi perabaan.

2. Waktu dan Frekuensi Halusinasi, ini dapat dikaji dengan menanyakan

kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa hari sekali,

seminggu atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini

penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan

bilamana klien perlu diperhatikan saat mengalami halusinasi.

3. Situasi pencetus Halusinasi, perawat perlu mengidentifikasi situasi

yang dialami klien sebelum mengalami halusinasi. Ini dapat dikaji

dengan menanyakan kepada klien peristiwa atau kejadian yang dialami

sebelum halusinasi ini muncul. Selain itu perawat juga bisa

mengobservasi apa yang dialami klien menjelang muncul halusinasi

untuk memvalidasi pernyataan klien.


4. Respon klien, untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah

mempengaruhi klien, bisa dikaji dengan menanyakan apa yang dilakukan

klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa

mengontrol stimulasi halusinasi atau sudah tidak berdaya lagi terhadap

halusinasi (Stuart dan Laraia, 2005).

2.2.8 Patofisiologi.

Menurut trimelia (2012), pohon masalah pada klien dengan gangguan

persepsi sensori: halusinasi dengar dan perabaan sebagai berikut:

Melukai diri sendiri, orang lain gangguan kebersihan diri

Dan lingkungan effek

Halusinasi dengar core problem

Menarik diri cause

Skizofrenia

Skema 2.2 Patofisiologi Halusinasi

2.2.9 Penatalaksanaan Medis.

Penatalaksanaan pada klien halusinasi dengan cara:

a. Menciptakan lingkungan yang terapiutik

Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan

klien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan

dilakukan secara individual dan usahakan agar terjadi kontak mata,


kalau bisa klien disentuh atau dipegang. Klien jangan di isolasi

baik secara fisik maupun emosional. Setiap perawat masuk

kekamar atau mendekati klien, bicaralah dengan klien. Begitu

juga bila akan meninggalkannya hendaknya klien diberitahu.

Klien diberitahu tindakan yang akan dilakukan. Diruangan itu

hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang

perhatian dan mendorong klien untuk berhubungan dengan

realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding,

majalah dan permainan.

b. Melaksanakan program terapi dokter

Sering kali klien menolak obat yang di berikan

sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang diterimanya.

Pendekatan sebaiknya secara persuasif tapi intruktif. Perawat

harus mengamati agar obat yang diberikan betul ditelan, serta

reaksi obat yang diberikan.

c. Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi yang

ada Setelah klien lebih kooperatif dan komunikatif,

perawat dapat

menggali masalah klien yang merupakan penyebab timbulnya

halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada.

Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga

klien atau orang lain yang dekat dengan klien.

d. Memberi aktivitas pada klien


Klien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan
gerakan fisik, misalnya berolahraga, bermain atau melakukan
kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan klien
kekehidupan nyata dan

2.1 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


2.1.1 Pengkajian Keperawatan
Menurut Keliat (2014). Bahwa faktor-faktor terjadinya halusinasi
meliputi:
1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi atau faktor yang mendukung terjadinya halusinasi
menurut Keliat (2014) adalah :
a. Faktor biologis
Pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang diadopsi menunjukkan
peran genetik pada schizophrenia.Kembar identik yang dibesarkan secara terpisah
mempunyai angka kejadian schizophrenia lebih tinggi dari pada saudara sekandung
yang dibesarkan secara terpisah.
b. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis akan mengakibatkan stress dan
kecemasan yang berakhir dengan gangguan orientasi realita.
c. Faktor sosial budaya
Stress yang menumpuk awitan schizophrenia dan gangguan psikotik lain, tetapi tidak
diyakini sebagai penyebab utama gangguan.

2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi atau faktor pencetus halusinasi menurut Keliat (2014)
adalah:
a. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologis maladaptif adalah
gangguan dalam komunikasi dan putaran umpan balik otak dan abnormalitas
pada mekanisme pintu masuk dalam otak, yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus.

b. Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stres yang ditentukan secara biologis berinteraksi
dengan stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku.
c. Stres sosial / budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat apabila terjadi penurunan stabilitas keluarga,
terpisahnya dengan orang terpenting atau disingkirkan dari kelompok.

d. Faktor psikologik
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah dapat menimbulkan perkembangan gangguan
sensori persepsi halusinasi.

e. Mekanisme koping
Menurut Keliat (2014) perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi pasien dari
pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respons neurobiologis
maladaptif meliputi : regresi, berhunbungan dengan masalah proses informasi
dan upaya untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energi untuk
aktivitas sehari-hari. Proyeksi, sebagai upaya untuk menejlaskan kerancuan
persepsi dan menarik diri.

f. Sumber koping
Menurut Keliat (2014) sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman
tentang pengaruh gangguan otak pada perilaku. Orang tua harus secara aktif
mendidik anak–anak dan dewasa muda tentang keterampilan koping karena
mereka biasanya tidak hanya belajar dari pengamatan. Disumber keluarga
dapat pengetahuan tentang penyakit, finensial yang cukup, faktor ketersediaan
waktu dan tenaga serta kemampuan untuk memberikan dukungan secara
berkesinambungan.

g. Perilaku halusinasi
Menurut Keliat (2014), batasan karakteristik halusinasi yaitu bicara teratawa
sendiri, bersikap seperti memdengar sesuatu, berhenti bicara ditengah – tengah
kalimat untuk mendengar sesuatu, disorientasi, pembicaraan kacau dan
merusak diri sendiri, orang lain serta lingkungan.
2.1.2 Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA (2009-2011) diagnosa keperawatan utama pada klien
dengan prilaku halusinasi adalah Gangguan sensori persepsi: Halusinasi
(pendengaran, penglihatan, pengecapan, perabaan dan penciuman). Sedangkan
diagnosa keperawatan terkait lainnya adalah Isolasi social dan Resiko menciderai diri
sendiri, lingkungan dan orang lain.

2.1.3 Tindakan Keperawatan


Tindakan keperawatan yang diberikan pada klien tidak hanya berfokus pada
masalah halusinasi sebagai diagnose penyerta lain. Hal ini dikarenakan tindakan yang
dilakukan saling berkontribusi terhadap tujuan akhir yang akan dicapai. Rencana
tindakan keperawatan pada klien dengan diagnose gangguan persepsi sensori
halusinasi meliputi pemberian tindakan keperawatan berupa terapi generalis individu
yaitu (Kanine, E., 2012) :
1. Melatih mengontrol halusinasi dengan cara menghardik,
2. Patuh minum obat secara teratur.
3. Melatih bercakap-cakap dengan orang lain,
4. Menyusun jadwal kegiatan dan dengan aktifitas
5. Terapi kelompok terkait terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi.

Rencana tindakan pada keluarga (Keliat, dkk. 2014) adalah


1. Diskusikan masalah yang dihadap keluarga dalam merawat pasien
2. Berikan penjelasan meliputi : pengertian halusinasi, proses terjadinya halusinasi,
jenis halusinasi yang dialami, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya
halusinasi.
3. Jelaskan dan latih cara merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi :
menghardik, minum obat, bercakap-cakap, melakukan aktivitas.
4. Diskusikan cara menciptakan lingkungan yang dapat mencegah terjadinya
halusinasi.
5. Diskusikan tanda dan gejala kekambuhan
6. Diskusikan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk follow
up anggota keluarga dengan halusinasi.
2.1.4 Penatalaksanaan Medis
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang paling sering terjadi pada gangguan
Skizofrenia. Dimana Skizofrenia merupakan jenis psikosis, adapun tindakan
penatalaksanaan dilakukan dengan berbagai terapi yaitu dengan:

1. Psikofarmakologis
Obat sangat penting dalam pengobatan skizofrenia, karena obat dapat membantu
pasienskizofrenia untuk meminimalkan gejala perilaku kekerasan, halusinasi, dan
harga diri rendah. Sehingga pasien skizofrenia harus patuh minum obat secara
teratur dan mau mengikuti perawatan (Pardede, Keliat, Wardani, 2013):

a. Haloperidol (HLD)
Obat yang dianggap sangat efektif dalam pengelolaan hiperaktivitas, gelisah,
agresif, waham, dan halusinasi.
b. Chlorpromazine (CPZ)
Obat yang digunakan untuk gangguan psikosis yang terkait skizofrenia dan
gangguan perilaku yang tidak terkontrol
c. Trihexilpenidyl (THP)
Obat yang digunakan untuk mengobati semua jenis parkinson dan pengendalian
gejala ekstrapiramidal akibat terapi obat.

1) Dosis
- Haloperidol 3x5 mg (tiap 8 jam) intra muscular.
- Clorpromazin 25-50 mg diberikan intra muscular setiap 6-8 jam sampai
keadaan akut teratasi.

2) Dalam keadaan agitasi dan hiperaktif diberikan tablet:


- Haloperidol 2x1,5 – 2,5 mg per hari.
- Klorpromazin 2x100 mg per hari
- Triheksifenidil 2x2 mg per hari

3) Dalam keadaan fase kronis diberikan tablet:


- Haloperidol 2x0,5 – 1 mg perhari
- Klorpromazin 1x50 mg sehari (malam)
- Triheksifenidil 1-2x2 mg sehari
- Psikosomatik
Terapi kejang listrik (Electro Compulsive Therapy), yaitu suatu terapi fisik
atau suatu pengobatan untuk menimbulkan kejang grand mal secara artifisial dengan
melewatkan aliran listrik melalui elektroda yang dipasang pada satu atau dua temples
pada pelipis. Jumlah tindakan yang dilakukan merupakan rangkaian yang bervariasi
pada setiap pasien tergantung pada masalah pasien dan respon terapeutik sesuai hasil
pengkajian selama tindakan. Pada pasien Skizofrenia biasanya diberikan 30 kali. ECT
biasanya diberikan 3 kali seminggu walaupun biasanya diberikan jarang atau lebih
sering. Indikasi penggunaan obat: penyakit depresi berat yang tidak berespon terhadap
obat, gangguan bipolar di mana pasien sudah tidak berespon lagi terhadap obat dan
pasien dengan bunuh diri akut yang sudah lama tidak mendapatkan pertolongan.

1. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relatif lama, juga merupakan bagian penting dalam proses
terapeutik. Upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa aman dan tenang,
menciptakan lingkungan terapeutik, memotivasi klien untuk dapat mengungkapkan
perasaan secara verbal, bersikap ramah, sopan, dan jujur terhadap klien.

1.2.5 Prinsip Keperawatan


Menetapkan  hubungan terapeutik, kontak sering dan singkat secara bertahap,
peduli, empati, jujur, menepati janji dan memenuhi kebutuhan dasar klien. Pada
umumnya melindungi dari perilaku yang membahayakan, tidak membenarkan
ataupun menyalahkan halusinasi klien, melibatkan pasien dan keluarga dalam
perencanaan asuhan keperawatan dan mempertahankan perilaku keselarasan
verbal dan nonverbal.

1.2.6 Pelaksanaan Keperawatan


Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada situasi
nyata sering pelaksanaan jauh berbeda dengan rencana, hal ini terjadi karena
perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan
tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan
masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai dengan kondisinya (here and now).
Perawat juga menilai diri sendiri, apakah kemampuan interpersonal, intelektual,
tekhnikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan, dinilai kembali apakah
aman bagi klien. Setelah semuanya tidak ada hambatan maka tindakan
keperawatan boleh dilaksanakan.
Adapun pelaksanaan tindakan keperawatan jiwa dilakukan berdasarkan
Strategi Pelaksanaan (SP) yang sesuai dengan masing-masing masalah utama.
Pada masalah gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran, terdapat 2 jenis
SP, yaitu SP Klien dan SP Keluarga.

SP klien terbagi menjadi SP 1 (membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi


halusinasi “jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi, perasaan dan respon halusinasi”,
mengajarkan cara menghardik, memasukan cara menghardik ke dalam jadwal; SP
2 (mengevaluasi SP 1, mengajarkan cara minum obat secara teratur, memasukan
ke dalam jadwal); SP 3 (mengevaluasi SP 1 dan SP 2, menganjurkan klien untuk
mencari teman bicara); SP 4 (mengevaluasi SP 1, SP 2, dan SP 3, melakukan
kegiatan terjadwal).

SP keluarga terbagi menjadi SP 1 (membina hubungan saling percaya, mendiskusikan


masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien, menjelaskan pengertian,
tanda dan gejala helusinasi, jenis halusinasi yang dialami klien beserta proses
terjadinya, menjelaskan cara merawat pasien halusinasi); SP 2 (melatih keluarga
mempraktekan cara merawat pasien dengan halusinasi, melatih keluarga
melakukan cara merawat langsung kepada pasien halusinasi); SP 3 (membantu
keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat (discharge
planing), menjelaskan follow up pasien setelah pulang). 

Pada saat akan dilaksanakan tindakan keperawatan maka kontrak dengan klien
dilaksanakan dengan menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peran serta klien
yang diharapkan, dokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan serta
respon klien.

1.2.7 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien (Dalami, 2009). Evaluasi dilakukan terus menerus pada
respon klien terhadap tindakan yang telah dilaksanakan, evaluasi dapat dibagi dua
jenis yaitu: evaluasi proses atau formatif dilakukan selesai melaksanakan
tindakan. Evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon
klien pada tujuan umum dan tujuan khusus yang telah ditentukan.
Evaluasi keperawatan yang diharapkan pada pasien dengan gangguan sensori
persepsi: halusinasi pendengaran adalah: tidak terjadi perilaku kekerasan, klien
dapat membina hubungan saling percaya, klien dapat mengenal halusinasinya,
klien dapat mengontrol halusinasinya, klien mendapatkan dukungan dari keluarga
dalam mengontrol halusinasinya, klien dapat menggunakan obat dengan baik dan
benar.
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Ny.S
Tanggal Pengkajian : 17 Februari 2021
Umur : 49 Tahun
MR No :
Informan : Klien dan penjaga pasien di yayasan

B.ALASAN MASUK RUMAH SAKIT :


Klien sering mendengar suara menyuruhnya minum,marah-marah sendiri dan menumpah kan air dan
tiadak suka bersosialisasi dengan orang lain.

A. FAKTOR PREDISPOSISI
Klien pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya sejak 6 tahun yang lalu dan pernah masuk RSJ.
Di rumah klien tidak rutin minum obat dan pergi merantau ke kota Pematang siantar selama 2 tahun.
Semenjak di Siantar Klien tidak pernah Kontrol ke RSJ ataupun klinik Jiwa, sehingga timbul gejala di
atas kemudian klien di bawa ke Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provsu untuk di
lakukan perawatan. dirawat di RSJ yaitu Risperidon 2 mg (2x1) dan Clozapin 25 mg (1x1).Klien
merupakan anak ke 3 dari 4 bersaudara.
Masalah Keperawatan :
- Halusinasi Pendengaran
- Resiko Perilaku kekerasan
- Regiment teraupetik inefektif
FISIK
Tanda vital
TD : 110/90 mmHg, N : 96 x/I, S : 37 0 C, P : 20 x/i
TB : 150 cm, BB : 55 Kg
Klien tidak memiliki keluhan fisik.

22
B. PSIKOSOSIAL
1. Genogram

: Satu Rumah
: Laki – Laki
: Wanita
: Laki – Laki Yang Meninggal
: Perempuan Yang Meninggal
: Klien
: Keluarga Yang Sakit

Berdasarkan genogram di atas, dapat dilihat bahwa klien merupakan anak ke 2 dari 2
bersaudara, tidak ada riwayat keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Klien sudah
menikah dan memiliki seorang anak laki-laki.

2. Konsep diri
a. Gambaran diri : Klien menyukai keseluruhan bagian tubuhnya
b. Identitas Diri: Klien memiliki latar belakang pendidikan SMP, sebelum
dirawat di RSJ klien pernah bekerja sebagai penjaga toko dan klien merasa
senang dengan pekerjaannya.
c. Peran Diri : Klien sebagai ayah, klien merasa tidak berguna karena tidak dapat
membantu keluarga.
d. Ideal diri : Klien mengatakan malu bahwa dia memiliki gangguan jiwa dan
tidak bekerja lagi, klien berharap segera sembuh dan bekerja kembali, klien
sedih dan putus asa karena penyakitnya tak kunjung sembuh dan klien merasa
tidak di pedulikan keluarga karena jarang di jenguk.
e. Harga diri : klien merasa tidak berguna karena dirawat di RSJ
Masalah keperawatan : Gangguan Konsep Diri : Harga diri rendah
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti :Orang tua,Istri dan Anaknya
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat : Tidak berperan dalam
kegiatan sosial
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : Penyakit Os
Masalah keperawatan : Gangguan Interaksi sosial
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Klien menganut agam islam dan pasien mempercayai
adanya TUHAN.
b. Kegiatan ibadah : Klien selama dirawat sering beribadah walau pakaian
yang digunakan tidak sesuai untuk beribadah.
Masalah keperawatan: tidak ada Masalah keperawatan

C. STATUS MENTAL
1. Klien berpenampilan kurang rapi dan kurang bersih dalam berpakaian
2. Klien menjawab setiap pertanyaan dengan lambat sesuai dengan yang ditanyakan
oleh perawat.
3. Klien mampu melakukan aktivitas sehari-hari seperti merapikan kamar, mencuci
piring, dan mandi sendiri.
4. Klien merasa sedih dan putus asa karena tidak kunjung sembuh, merasa tidak
berguna karena tidak dapat membantu keluarga, klien merasa malu karena di rawat
di RSJ.
Masalah Keperawatan: Harga diri rendah
5. Klien tidak Labil
6. Selama proses interaksi, klien cukup kooperatif serta kontak mata baik antara
perawat-klien
7. Klien ketakutan saat mengalamihalusinasi pendengaran yaitumendengar suara-
suara menyuruhnya untuk bercakap-cakap keluar dari rumah sampai membakar
kendaraan orang lain dan mengganggu orang lain. Timbul pada saat sendiri dan
terjadi pada sore hari.
Masalah Keperawatan : Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi pendengaran
8. Klien mengutarakan pendapat dengan baik
9. Klien menyampaikan isi pikir sesuai dengan pertanyaan
10. Klien dalam keadaan sadar (Composmentis) serta memiliki orientasi yang baik
terkait orang, tempat, waktu.
11. Klien mampu mengingat hal-hal yang terjadi di masa lalu
12. Klien mampu fokus pada topik pembicaraan.
13. Klien mampu membedakan yang baik dan buruk dalam kegiatan sehari-hari
14. Daya tilik diri yakni klien menyadari bahwa dirinya mengalami gangguan jiwa
halusinasi dan ingin segera sembuh.

D. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG


1. Klien mampu melakukan kegiatan makan dengan bantuan minimal, klien makan 3x
dalam sehari.
2. Klien melakukan eliminasi BAB/BAK secara mandiri
3. Klien mandi 2x sehari secara mandiri
4. Klien berpakaian secara mandiri dan rapi
5. Klien memiliki pola tidur siang dimulai dari jam 14.00- 16.00 WIB dan pada
malam hari klien memiliki pola tidur jam 21.00-06.00 WIB. Kualitas tidur klien
terganggu karena klien sering terbangun pada malam hari karena mimpi buruk.
Klien kadang-kadang berdoa sebelum dan sesudah tidur.
6. Klien mengkonsumsi obat dibantu oleh perawat
7. Klien masih memerlukan perawatan lanjutan dan perawatan pendukung untuk
proses pemulihan klien
8. Klien menjaga kebersihan tempat tidur dan lingkungan sekitar, mencuci piring
setelah makan secara mandiri dan menyapu lantai.
9. Klien tidak memiliki kegiatan di luar rumah karena klien dalam proses perawatan.

E. MEKANISME KOPING
Klien masih ingin berbicara dengan orang lain

F. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


Klien memiliki masalah dalam berhubungan dengan lingkungan karena stigma
masyarakat terhadap dirinya yang dirawat di RSJ.
Masalah Keperawatan:Isolasi Sosial
G. ASPEK MEDIK
Diagnosa Medik : Skizofrenia Paranoid episode Berulang
Terapi Medik : Risperidon 2 mg (2 x 1 )
Clozapine 25 mg (1x1)

H. ANALISA DATA
Data Masalah Keperawatan
- Mendengar suara-suara yang menyuruhnya Gangguan Persepsi Sensori :
Halusinasi pendengaran
keluyuran dan tidak bisa tidur. Timbul pada saat
sendiri atau melamun dan marah tidak menentu,
timbul pada sore hari.
- Gelisah bila mendenegar suara-suara tersebut
- Bicara sendiri, Mondar-mandir, Tampak tegang,
Tidak mampu mempertahankoan kontak mata
- Mudah marah dan emosi, gelisah, ketakutan Resiko Perilaku Kekerasan
dengan bayangan halusinasi

I. Daftar Masalah Keperawatan


1. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi pendengaran
2. Resiko prilaku kekerasan (RPK)
3. Regimen teruupetik in efektif
J. PohonMasalah
Risiko Perilaku Kekerasan

Halusinasi Pendengaran

Regimen terupetik inefektif

Koping keluarga ineefektif

K. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN


Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi pendengaran
Implementasi Keperawatan
Hari/Tgl Implementasi Evaluasi
07 Oktober Data : S : Senang
2019, jam - Klien melamun dan marah O:
11.20 WIB tidak menentu, timbul sore - Klien mampu mengidentifikasi halusinasi
hari. Gelisah bila mendengar bantuan
halusinasi tersebut, Bicara - Klien mampu melakukanlatihan menghardik
sendiri, sulit tidur, muka dengan bantuan
tegang,tidak mampu A : Halusinasi pendengaran (+)
mempertahankan kontak mata, P:
mondar-mandir - Latihan Mengidentifikasi halusinasi
pendengaran 2 x 1 hari
Dx. Keperawatan : - Latihan menghardik 3 x 1 hari
Halusinasi
pendeng
aran

Tindakan Keperawatan :
( Pukul 11.20 )
Sp 1 Halusinasi
1. Mengidentifikasi isi, waktu,
frekuensi, faktor pencetus dan
respon klien terhadap
halusinasi
2. Melatih cara menghardik
halusinasi : “tutup mata, pergi-
pergi kamu palsu, kamu tidak
nyata”

RTL :
Sp 2Halusinasi:Mengontrol
halusinasi dengan cara minum obat
teratur .
08 Oktober Data : S: Senang
2019, jam - Mendengar suara-suara timbul O:
10.00 WIB pada saat sendiri atau - Klien mengerti cara minum obat teratur
melamun dan tidak menentu, dengan bantuan
timbul 3kali/hari. Gelisah bila A:
mendengar halusinasi tersebut, Halusinasi pendengaran (+)
Bicara sendiri, sulit tidur, P:
muka tegang, mondar-mandiri. - Latihan Mengidentifikasi halusinasi
pendengaran 1 x 1 hari
Dx. Keperawatan : - Latihan menghardik 2 x 1 hari
Halusinasi pendengaran - Latihan minum obat 2x 1 hari
Tindakan Keperawatan :
(Pukul 10.00)
SP 2 Halusinasi
1. Mengevaluasi kemampuan
klien tentang cara
mengidentifikasi dan
menghardik halusinasi, jika
pasien mengerti maka
lanjutkan Sp selanjutnya
2. Memberikan informasi tentang
penggunaan obat yang teratur
meliputibenar orang, benar
cara, benar dosis, benar obat
dan benar waktu.
a. Risperidon 2 mg (2 x 1 )
b. Clozapine 25 mg (1x1)

RTL :
SP 3 Halusinasi : mengendalikan
halusinasi dengan bercakap-cakap
dengan orang lain.
09 oktober Data : S: Senang
2019, Jam - Mendengar suara-suara timbul O:
15.00 WIB pada saat sendiri atau - Klien mampu melakuan latihan bercakap-
melamun dan marah tidak cakap dengan orang lain dengan bantuan
menentu, timbul 3kali/hari. A:
Gelisah bila melihat bayangan Halusinasi pendengaran (+)
halusinasi tersebut, Bicara P:
sendiri, sulit tidur, mondar- - Latihan Mengidentifikasi halusinasi
mandiri. pendengaran 1 x 1 hari
- - Latihan menghardik 2 x 1 hari
Dx. Keperawatan : - Latihan minum obat 2x 1 hari
Halusinasi pendengaran - Latihan bercakap-cakap dengan orang lain
2x1
Tindakan Keperawatan :
(Pukul 15.00)
SP 3 :
1. Mengevaluasi kemampuan
klien tentang cara
mengidentifikasi halusinasi,
menghardik halusinasi dan
cara minum obat teratur, jika
pasien mengerti maka
lanjutkan Sp selanjutnya

2. melatih klien untuk bercakap-


cakap dengan orang lain.

RTL :
Sp 4 Halusinasi: melatih klien
melaksanakan semua jadwal kegiatan
harian.
10 oktober Data : S : Senang
2019, Jam - Mendengar suara-suara timbul O:
16.00 WIB pada saat sendiri atau - Klien berpatisipasi dan sangat koperatif
melamun,timbul 2 kali/hari. dalam kegiatan menyusun jadwal hariannya
Gelisah bila mendengar A : Halusinasi pendengaran (+)
halusinasi tersebut, Bicara P:
sendiri, sulit tidur, mondar- - Latihan Mengidentifikasi halusinasi
mandir pendengaran 1 x 1 hari
- Latihan menghardik 2 x 1 hari
Dx. Keperawatan : - Latihan minum obat 2x 1 hari
Halusinasi pendengaran - Latihan bercakap-cakap dengan orang lain
Tindakan keperawatan : 2x1
(Pukul 10.00 WIB) - Latihan mengikuti jadwal kegiatan yang
SP 4 Halusinasi telah dibuat 2x1
1. Mengevaluasi kemampuan
klien untuk
mengidentifikasi,mengharddik
halusinasi , minum obat secara
teratur dan bercakap-cakap
dengan orang lain jika pasien
mengerti maka lanjutkan SP
selanjutnya.
2. Melatih klien untuk
melaksanakan kegiatan sesuai
jadwal yang sudah diatur
BAB IV
PEMBAHASAN

Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawat kepada Ny.S dengan gangguan sensori persepsi:
halusinasi pendengaran di ruang Bukit Barisan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara,
maka penulis pada BAB ini akan membahasan kesenjangan antara teoritis dengan tinjauan kasus.

Pembahasan dimulai melalui tahapan proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa keparawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

A. Pengkajian
Pada pembahasan ini diuraikan tentang hasil pelaksanaan tindakan keperawatan dengan
pemberian terapi generalis pada klien halusinasi pendengaran. Pembahasan menyangkut
analisis hasil penerapan terapi generalis terhadap masalah keperawatan halusinasi
pendengaran. Tindakan keperawatan didasarkan pada pengkajian dan diagnosis
keperawatan yang terdiri dari tindakan generalis yang dijabarkan sebagai berikut.

Tahap pengkajian pada klien halusinasi dilakukan interaksi perawat-klien melalui


komunikasi terapeutik untuk mengumpulkan data dan informasi tentang status kesehatan
klien. Pada tahap ini terjadi proses interaksi manusia, komunikasi, transaksi dengan peran
yang ada pada perawat sebagaimana konsep Peplau tentang manusia yang bisa
dipengaruhi dengan adanya proses interpersonal.

Selama pengkajian dilakukan pengumpulan data dari beberapa sumber, yaitu dari pasien
dan tenaga kesehatan di ruangan. Penulis mendapat sedikit kesulitan dalam menyimpulkan
data karena keluarga pasien jarang mengunjungi pasien di rumah sakit jiwa. Maka penulis
melakukan pendekatan kepada pasien melalui komunikasi terapeutik yang lebih terbuka
membantu pasien untuk memecahkan perasaannya dan juga melakukan observasi kepada
pasien.

Adapun upaya tersebut yaitu:


1. Melakukan pendekatan dan membina hubungan saling percaya diri pada klien agar
klien lebih terbuka dan lebih percaya dengan menggunakan perasaan.
2. Mengadakan pengkajian klien dengan wawancara
3. Mengadakan pengkajian dengan cara membaca status, melihat buku rawatan dan
bertanya kepada pegawai ruangan Sipiso-piso.

Dalam pengkajian ini, penulis tidak menemukan kesenjangan karena ditemukan hal sama seperti
pada tinjauan teoritis. Pada kasus Ny.S , mendengar suara-suara yang tidak jelas yang menggunya
sehingga meresahkan orang lain, timbul pada saat sendiri atau melamun dan tidak menentu, timbul
3 kali/hari, gelisah bila melihat halusinasi tersebut, Bicara sendiri, sulit tidur, muka tegang,tidak
mampu mempertahankan kontak mata, mondar-mandir. Gejala gejala tersebut merupakan
manifestasi klinis dari halusnasi (Keliat, dkk.2014). Selain itu terdapat faktor predisposisi maupun
presipitasi yang menyebabkan kekambuhan penyakit yang dialami oleh Ny,S.

Tindakan keperawatan terapi generalis yang dilakukan pada Ny.S, Sadalah strategi pertemuan
pertama sampai pertemuan empat. Strategi pertemuan pertama meliputi mengidentifikasi isi,
frekuensi, jenis, dan respon klien terhadap halusinasi serta melatih cara menghardik halusinasi.
Strategi pertemuan kedua yang dilakukan pada Ny.S, Smeliputi melatih cara mengendalikan
dengan bercakap-cakap kepada orang lain. Strategi pertemuan yang ketiga adalah menyusun
jadwal kegiatan bersama-sama dengan klien. Strategi pertemuan keempat adalah mengajarkan dan
melatih Ny.S, Scara minum obat yang teratur.

B. Diagnosa Keperawatan
Pada Teori Halusinasi (NANDA, 2009-2011), diagnosa keperawatan yang muncul
sebanyak 4 diagnosa keperawatan yang meliputi:
1. HalusinasiPendengaran
2. Risiko perilaku kekerasan
Sedangkan pada kasus ditemukan empat diagnosa keperawatan yang muncul yang
meliputi: harga diri rendah, isolasi sosial, halusinasi, resiko perilaku kekerasan.

Dari hal tersebut di atas dapat dilihat terjadi kesenjangan antara teori dan kasus. Dimana
semua diagnosa pada teori muncul pada kasus Ny.S.

C. Implementasi
Pada tahap implementasi, penulis hanya mengatasi 1 masalah keperawatan yakni:
diagnosa keperawatan halusinasi pendengaran.
Pada diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran dilakukan
strategi pertemuan yaitu mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadi, perasaan, respon
halusinasi. Kemudian strategi pertemuan yang dilakukan yaitu latihan mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik. Strategi pertemuan yang kedua yaitu anjurkan minum
obat secara teratur, strategi pertemuan yang ke tiga yaitu latihan dengan cara bercakap-
cakap pada saat aktivitas dan latihan strategi pertemuan ke empat yaitu melatih klien
melakukan semua jadwal kegiatan.
Untuk melakukan implementsi pada keluarga, pada tahap-tahap diagnosa tidak dapat
dilaksanakan karena penulis tidak pernah berjumpa dengan keluarga klien (keluarga tidak
pernah berkunjung).

D. Evaluasi
Pada tinajauan teoritis evaluasi yang diharapkan adalah: Pasien mempercayai perawat
sebagai terapis, pasien menyadari bahwa yang dialaminya tidak ada objeknya, dapat
mengidentifikaasi halusinasi, dapat mengendalikan halusinasi melalui mengahrdik, latihan
bercakap-cakap, melakukan aktivitas serta menggunakan obat secara teratur.
Pada tinjauan kasus evaluasi yang didapatkan adalah: Klien mampu mengontrol dan
mengidentifikasi halusinasi, Klien mampu melakukan latihan bercakap-cakap dengan
orang lain, Klien mampu melaksanakan jadwal yang telah dibuat bersama, Klien mampu
memahami penggunaan obat yang benar: 5 benar. Selain itu, dapat dilihat dari setiap
evalusi yang dilakukan pada asuhan keperawatan, dimana terjadi penurunan gejala yang
dialami oleh Ny,S dari hari kehari selama proses interaksi.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan di atas, maka penulis dapat disimpulkan bahwa:
1. Pengkajian dilakukan secara langsung pada klien dan juga dengan menjadikan status
klien sebagai sumber informasi yang dapat mendukung data-data pengkajian. Selama
proses pengkajian, perawat mengunakan komunikasi terapeutik serta membina
hubungan saling percaya antara perawat-klien. Pada kasus Ny.S, diperoleh bahwa
klien mengalami gejala-gejala halusinasi seperti Mendengar suara-suara, timbul pada
saat sendiri atau melamun dan tidak menentu, timbul 3kali/hari. Gelisah bila melihat
bayangan halusinasi tersebut, Bicara sendiri, sulit tidur, muka tegang,tidak mampu
mempertahankan kontak mata, mondar-mandiri.Faktor predisposisi pada Ny.S yaitu
pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya.

2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Ny,S sebanyak: Halusinasi


pendengaran, isolasi sosial, koping individu inefektif, regimen terapi inefektif, harga
diri rendah dan perilaku kekerasan serta keputusasaan. Tetapi pada pelaksanaannya,
penulis fokus pada masalah utama yaitu halusinasi pendengaran.

3. Perencanaan dan implementasi keperawatan disesuaikan dengan strategi pertemuan


pada pasien halusinasi pendengaran.

4. Evaluasi dperoleh bahwa terjadi peningkatan kemampuan klien dalam mengendalikan


halusinasi yang dialami serta dampak pada penurunan gejala halusinasi pendengaran
yang dialami.

B. Saran
1. Bagi Perawat
Diharapkan dapat34meenrapkan komunikasi terapeutik dalam
pelaksanaan strategi pertemuan 1-4 pada klien dengan halusinasi
sehingga dapat mempercepat proses pemulihan klien.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat meningkatkan bimbingan klinik kepada mahasiswa profesi
ners sehingga mahasiswa semakin ampu dalam elakukan asuhan
keperawatan pada pasien-pasien yang mengalami halusinasi
pendengaran
3. Bagi Rumah Sakit
Laporan ini diharapkan dapat menjadai acuan dan referensi dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi
pendengaran.

DAFTAR PUSTAKA
Pardede, J. (2020). Family Knowledge about Hallucination Related to Drinking Medication
Adherence on Schizophrenia Patient. Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 2(4), 399-408.
https://doi.org/10.37287/jppp.v2i4.183

Stuart, G. W. 2013. Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 5. Jakarta. EGC.


Nyumirah S (2013). Peningkatan kemampuan interaksi sosial kognitif, efektif, dan perilaku,
melalui penerapan terapi perilaku kognitif Di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang,
Jurnal keperawatan jiwa. Volume 1, No. 2, November 2013

Damaiyanti dan Iskandar. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama.
Keliat B, dkk. 2014. Proses Keperawatan Jiwa Edisi II. Jakarta : EGC.
Keliat, Budu Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. EGC, Jakarta
Keliat, B.A dan Akemat. 2012. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC.
Kemenkes Ri. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes Ri
Mubarta, AF, dkk. 2011. Gambaran Distibusi Penderita Gangguan Jiwa di Wilayah
Banjarmasin dan Banjarbaru. Tesis.
Nyumirah S (2013). Peningkatan kemampuan interaksi sosial kognitif, efektif, dan perilaku,
melalui penerapan terapi perilaku kognitif Di RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Semarang, Jurnal keperawatan jiwa. Volume 1, No. 2, November 2013.
Stuart, G. W. 2013. Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 5. Jakarta. EGC.
Townsend, M. C, 2014 ,Psychiatric Mental Healt Nursing : Concepts of Care in Evidence-
BasedPractice(6th ed.), Philadelphia : F.A. Davis.
Yosep Iyus. 2011. Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Refika Aditama
Yusuf, Ahmad Dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai