Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

“ SINDROM KORONER AKUT ”

Oleh :

NAMA : Gisella Rara Aliande A


NIM : 21220021

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
IKesT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021
A. Definisi
Sindom Koroner Akut (SKA) Merupakan spektrum manifestasi akut dan berat
yang merupakan keadaan kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan
antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah.
Acute coronary syndrome (ACS) merupakan suatu istilah atau terminologi
yang digunakan untuk menggambarkan spektrum penyakit arteri koroner yang
bersifat trombotik. Kelainan dasarnya adalah aterosklerosis yang akan menyebabkan
terjadinya plaque aterom. Pecahnya plaque aterom ini akan menimbulkan trombus
yang nantinya dapat menyebabkan iskemik sampai infark miokard (Achar, et al.,
2005).
Bagian dari spektrum acute coronary syndrome (ACS) adalah unstable
angina pectoris (UAP), ST elevation myocardial infarction (NSTEMI) dan non ST
elevation myocardial infarction (NSTEMI) (Alwi, 2009).

B. Faktor Resiko
Faktor risiko seseorang untuk menderita ACS ditentukan melalui interaksi dua
atau lebih faktor risiko. Faktor risiko ACS dibagi menjadi dua bagian besar yaitu
faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko
yang dapat dimodifikasi antara lain seperti: merokok, hipertensi, hiperlipidemia,
diabetes mellitus, stress, diet tinggi lemak, dan kurangnya aktivitas fisik. Faktor-
faktor risiko ini masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses
aterogenik Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain seperti:
usia, jenis kelamin, suku/ras, dan riwayat penyakit (Bender, et al., 2011).

C. Etiologi
1. Faktor penyebab
a. Suplai oksigen ke miokard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor:
1) Faktor pembuluh darah
- Aterosklerosis
- Spasme
- Arteritis
2) Faktor sirkulasi
- Hipotensi
- Stenosis aorta
- Insufisiensi
3) Faktor darah
- Anemia
- Hipoksemia
- Polisitemia
b. Curah jantung yang meningkat
1) Aktivitas berlebihan
2) Emosi
3) Makan terlalu banyak
4) Hipertiroidisme
c. Kebutuhan oksigen miokard yang meningkat pada:
1) Kerusakan miokard
2) Hipertropi miokard
3) Hipertensi diastolik

D. Patofisiologi
Aterosklerosis merupakan dasar penyebab utama terjadinya ACS.
Aterosklerosis merupakan suatu proses multifaktorial dengan mekanisme yang saling
terkait. Proses aterosklerosis awalnya ditandai dengan adanya kerusakan pada lapisan
endotel, pembentukan foam cell (sel busa) dan fatty streaks (kerak lemak),
pembentukan fibrous cap (lesi jaringan ikat) dan proses ruptur plak aterosklerotik
yang tidak stabil. Inflamasi memainkan peranan penting dalam setiap tahapan
aterosklerosis mulai dari perkembangan plak sampai terjadinya ruptur plak yang dapat
menyebabkan trombosis. Aterosklerosis dianggap sebagai suatu penyakit inflamasi
sebab sel yang berperan seperti makrofag yang berasal dari monosit dan limfosit
merupakan hasil proses inflamasi (Hansson, 2005).
Patogenesis aterosklerosis (aterogenesis) dimulai ketika terjadi kerusakan
(akibat berbagai faktor risiko dalam berbagai intensitas dan lama paparan yang
berbeda) pada endotel arteri, sehingga menimbulkan disfungsi endotel. Kerusakan
pada endotel akan memicu berbagai mekanisme yang menginduksi dan mempromosi
lesi aterosklerotik. Disfungsi endotel ini disebabkan oleh faktor risiko tradisional
seperti dislipidemia, hipertensi, DM, obesitas, merokok dan faktor-faktor risiko lain
misalnya homosistein dan kelainan hemostatik (Packard, et al., 2008).
Pembentukan aterosklerosis terdiri dari beberapa fase yang saling
berhubungan. Fase awal terjadi akumulasi dan modifikasi lipid (oksidasi, agregasi dan
proteolisis) dalam dinding arteri yang selanjutnya mengakibatkan aktivasi inflamasi
endotel. Pada fase selanjutnya terjadi rekrutmen elemen – elemen inflamasi seperti
monosit ke dalam tunika intima. Awalnya monosit akan mengalami adhesi pada
endotel, penempelan endotel ini diperantarai oleh beberapa molekul adhesi pada
permukaan sel endotel, yaitu Inter Cellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1), Vascular
Cell Adhesion Molecule -1 (VCAM-1) dan Selectin. Molekul adhesi ini diatur oleh
sejumlah faktor yaitu produk bakteri lipopolisakarida, prostaglandin dan sitokin.
Setelah berikatan dengan endotel kemudian monosit bermigrasi ke lapisan lebih
dalam dibawah lapisan intima. Monosit-monosit yang telah memasuki dinding arteri
ini akan teraktivasi menjadi makrofag dan mengikat LDL yang telah dioksidasi
melalui reseptor scavenger. Hasil fagositosis ini akan membentuk sel busa atau "foam
cell" dan selanjutnya akan menjadi “fattystreaks”. Aktivasi ini menghasilkan sitokin
dan growth factor yang akan merangsang proliferasi dan migrasi sel-sel otot polos
dari tunika media ke tunika intima dan penumpukan molekul matriks ekstraselular
seperti elastin dan kolagen, yang mengakibatkan pembesaran plak dan terbentuk
fibrous cap (Packard, et al., 2008).
Proses aterosklerosis yang sudah sampai pada tahap lanjut disebut sebagai
plak aterosklerotik. Pembentukan plak aterosklerotik akan menyebabkan penyempitan
lumen arteri, akibatnya terjadi penurunan aliran darah. Trombosis sering terjadi
setelah rupturnya plak aterosklerosis, terjadi pengaktifan platelet dan jalur koagulasi.
Apabila plak pecah, robek atau terjadi perdarahan subendotel, mulailah proses
trombogenik, yang menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu arteri koroner. Pada
saat inilah muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau infark miokard.
Proses aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau progresif.
Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalah proses aterosklerosis yang
bersifat tidak stabil/progresif yang dikenal juga dengan acute coronary syndrome.
(Packard, et al., 2008).
Ruptur plak memegang peranan penting untuk terjadinya acute coronary
syndrome. Resiko terjadinya ruptur plak tergantung dari kerentanan atau
ketidakstabilan plak. Ciri-ciri plak yang tidak stabil antara lain gumpalan lipid (lipid
core) besar menempati > 40% volume plak, fibrous cap tipis yang mengandung
sedikit kolagen dan sel otot polos serta aktivitas dan jumlah sel makrofag, limfosit T
dan sel mast yang meningkat. Trombosis akut yang terjadi pada plak yang mengalami
ruptur memegang peran penting dalam kejadian acute coronary syndrome. Setelah
plak mengalami ruptur, komponen trombogenik akan menstimulasi adhesi, agregasi
dan aktivasi trombosit, pembentukan trombin dan pembentukan trombus (Ismail,
2001., Therax, et al., 1998).
Trombus yang terbentuk mengakibatkan oklusi atau suboklusi pembuluh
koroner dengan manifestasi klinis angina pektoris tidak stabil atau sindroma koroner
lainnya. Bukti angiografi menunjukkan pembentukan trombus koroner pada > 90%
pasien STEMI, dan sekitar 35-75% pada pasien UAP dan NSTEMI (Antman, et al.,
2004).
Terjadi erosi atau fisur pada plak aterosklerosis yang relatif kecil dan
menimbulkan oklusi trombus yang transien pada UAP. Trombus biasanya labil dan
menyebabkan oklusi sementara yang berlangsung antara 10-20 menit. Pada NSTEMI
kerusakan plak lebih berat dan menimbulkan oklusi trombus yang lebih persisten dan
berlangsung lebih dari 1 jam. Pada sekitar 25% pasien NSTEMI terjadi oklusi
trombus yang berlangsung > 1 jam, tetapi distal dari penyumbatan terjadi kolateral.
Pada STEMI disrupsi plak terjadi pada daerah yang lebih besar dan menyebabkan
terbentuknya trombus yang menetap yang menyebabkan perfusi miokard terhenti
secara tiba-tiba yang berlangsung > 1 jam dan menyebabkan nekrosis miokard
transmural (Ismail, 2001).
Lipid core mengandung bahan-bahan yang bersifat sangat trombogenik karena
mengandung banyak tissue factor yang diproduksi oleh makrofag. Tissue factor
adalah suatu protein prokoagulan yang akan mengaktifkan kaskade pembekuan
ekstrinsik sehingga paling kuat sifat trombogeniknya. Faktor jaringan akan
membentuk komplek dengan faktor Va dan akan mengaktifkan faktor IX dan faktor X
yang selanjutnya terjadi mata rantai pembentukan trombus. (Rauch et al, 2001).
Vasokonstriksi pembuluh darah koroner juga ikut berperan pada patogenesis
acute coronary syndrome. Ini terjadi sebagai respon terhadap disrupsi plak khususnya
trombus yang kaya platelet dari lesi itu sendiri. Endotel berfungsi mengatur tonus
vaskuler dengan melepaskan faktor relaksasi yaitu nitrit oksida (NO) yang dikenal
dengan Endothelium Derived Relaxing Factor (EDRF), prostasiklin dan faktor
kontraksi seperti endothelin-1, thromboxan A2, prostaglandin H2. Trombus kaya
platelet yang mengalami disrupsi, terjadi platelet dependent vasoconstriction yang
diperantarai serotonin dan thromboksan A2 sehingga menginduksi vasokonstriksi
pada daerah ruptur plak atau mikrosirkulasi (Therax, et al., 1998).
E. Manifestasi Klinis
1. Nyeri
- Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-
menerus tidak mereda, biasanya dirasakan diatas region sternal bawah dan
abdomen bagian atas.
- Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
- Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu
dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
- Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan
bantuan istirahat atau nitrogliserin.
- Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
- Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening
atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
- Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena
neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor.
2. Pada ACS dapat ditemukan juga sesak napas, diaphoresis, mual, dan nyeri
epigastrik.
3. Perubahan tanda vital, seperti takikardi, takipnea, hipertensi atau hipotensi dan
penurunan saturasio oksigen (SpO2) atau kelainan irama jantung.

F. Komplikasi
Adapun beberapa komplikasi yang dapat ditemukan pada ACS, antara lain:
1. Aritmia
2. Kematian mendadak
3. Syok kardiogenik
4. Gagal jantung (Heart Failure)
5. Emboli Paru
6. Ruptur Septum Ventrikuler
7. Ruptur Muskulus Papilaris
8. Aneurisma Ventrikel

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Elektrokardiogram (EKG)
Gambaran EKG abnormal terdapat di penderita IMA dengan ditemukannya
elevasi segmen ST dan adanya gelombang Q. Namun demikian, elevasi segmen
ST dapat juga ditemukan di perikarditis, repolarisasi cepat yang normal, dan
aneurisma ventrikel kiri. EKG merupakan langkah diagnosis awal yang
membedakan kedua kelompok acute coronary sindrom yang mempunyai
pendekatan terapi berbeda. Jika terjadi elevasi segmen ST, artinya terjadi infark
miokard yang merupakan indikasi untuk reperfusi segera (Thygesen, et al, 2007).
Pedoman American College of Cardiology / American Heart Association
(ACC/AHA) menggunakan terminologi infark miokard dengan peningkatan
segmen ST dan tanpa peningkatan segmen ST, menggantikan terminologi infark
miokard gelombang Q yang kurang bermanfaat dalam perencanaan pelaksanaan
segera. (Bertrand, et al, 2002).
2. Enzim Jantung
Kerusakan miokardium dikenali keberadaannya antara lain dengan menggunakan
tes enzim jantung, seperti: creatinine-kinase (CK), creatinine kinase MB (CKMB)
dan laktat dehidrogenase (LDH). Kadar serum CK dan CKMB merupakan
indikator penting dari nekrosis miokard. Keterbatasan utama dari kedua petanda
tersebut adalah relatif rendahnya spesifikasi dan sensitivitas saat awal (< 6 jam)
setelah onset serangan. Resiko yang lebih buruk pada pasien tanpa elevasi segmen
ST lebih besar pada pasien dengan peningkatan nilai CKMB. Peningkatan kadar
CKMB sangat berkaitan erat dengan kematian pasien dengan ACS tanpa elevasi
segmen ST, dan naiknya risiko dimulai dengan peningkatan kadar CKMB diatas
normal. Meskipun demikian nilai normal CKMB tidak menyingkirkan adanya
kerusakan ringan miokard dan adanya resiko terjadinya perubahan penderita.
Troponin khusus jantung merupakan petanda biokimia primer untuk ACS. Sudah
diketahui bahwa kadar troponin negatif saat < 6 jam dan harus diulang saat 6-12
jam setelah onset nyeri dada. (Anderson, 2007).
3. Elektrolit
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, misalnya
hipokalemi, hiperkalemi.
4. Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi.
5. Kecepatan Sedimentasi
Meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA , menunjukkan inflamasi.
6. Analisa Gas Darah
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
7. Kolesterol atau Trigliserida Serum
Meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai penyebab IMA.
8. Rontgen Dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau
aneurisma ventrikuler.
9. Echokardiogram (EEG)
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
10. Pemeriksaan Pencitraan Nuklir
- Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel miokard misal
lokasi atau luasnya AMI.
- Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
11. Pemeriksaan Pencitraan Darah Jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional
dan fraksi ejeksi (aliran darah).
12. Angiografi Koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan
sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel
kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali
mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
13. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel,
lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
14. Tes Stress Olahraga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan
sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.

H. Pengkajian
a. Anamnesa
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala radikal pasien ACS. Seorang dokter
harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan nyeri dada
angina dan mampu membedakan nyeri dada lainnya kerena gejala ini merupakan
petanda awal dalam pengelolaan pasien ACS (Depkes, 2006).
Sifat nyeri pengelolaan pasien ACS (Atman, et al, 2007):
- Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial.
- Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda benda
berat, seperti ditusuk-tusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
- Penjalaran : ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/interkapula, dan
dapat juga ke lengan kanan.
- Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat.
- Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah
makan.
- Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, dan
lemas.
- Hati-hati pada pasien diabetes melitus, kerap pasien tidak mengeluh nyeri
dada akibat neuropati diabetik.
b. Aktivitas
1) Gejala: Kelemahan, kelelahan, Sulit Tidur, Pola Hidup Menetap, Jadwal
Olahraga tidak teratur.
2) Tanda: Takikardi, Dispnea pada isritahat atau aktivitas
c. Sirkulasi
1) Gejala
- Riwayat IMA sebelumnya
- Penyakit arteri koroner
- Masalah tekanan darah
- Diabetes mellitus
2) Tanda
- TD : dapat normal atau naik/turun, perubahan postural dicatat dari tidur
sampai duduk/berdiri
- Nadi : Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.
- Bunyi jantung : Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan
gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel.
- Murmur : bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar
- Friksi ; dicurigai Perikarditis
- Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
- Edema : Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,
krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel.
- Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukosa atau bibir
d. Integritas Ego
1) Gejala
- Menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati
- Perasaan ajal sudah dekat
- Marah pada penyakit atau perawatan
- Khawatir tentang keuangan, kerja dan keluarga.
2) Tanda: Menolak, Menyangkal, Cemas, Kurang kontak mata, Gelisah, Marah,
Perilaku menyerang, fokus pada diri sendiri, koma nyeri.
e. Eliminasi
Tanda: Normal, Bunyi Usus Menurun
f. Nutrisi dan Cairan
1) Gejala: Mual, Kehilangan nafsu makan, Bersendawa, Nyeri ulu hati atau rasa
terbakar
2) Tanda: Penurunan turgor kulit, Kulit kering/berkeringat, Muntah, Perubahan
berat badan.
g. Hygiene
Tanda dan gejala: Kesulitan melakukan tugas perawatan
h. Neurosensori
1) Gejala: Pusing, Berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat)
2) Tanda: Perubahan mental, Kelemahan
i. Pernafasan
1) Gejala:
- Dispnea saat aktivitas ataupun saat istirahat
- Dispnea nokturnal
- Batuk dengan atau tanpa produksi sputum
- Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
2) Tanda:
- Peningkatan frekuensi pernafasan
- Nafas sesak / kuat
- Pucat, sianosis
- Bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
j. Interaksi Sosial
1) Gejala: Kesulitan koping dengan stressor yang ada.
2) Tanda: Kesulitan istirahat dengan tenang.
k. Penyuluhan/Pembelajaran
1) Gejala:
- Riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, stroke, hipertensi, penyakit
vaskuler perifer , penggunaan tembakau.
- Pertimbangan rencana pemulangan :menunjukan rata- rata lama dirawat 7
hari (2-4 hari di ICCU), perawatan dirumah.

I. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul, yaitu:
a. Penurunan Curah Jantung b/d Perubahan Preload
b. Gangguan Pertukaran Gas b/d Perubahan membran alveolus-kapiler
c. Intoleransi Aktivitas b/d Tirah Baring
J. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan (SDKI) Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
Gangguan Pertukaran Gas b/d Perubahan Label: Pertukaran Gas Label: Pemantauan Respirasi
membran alveolus-kapiler Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Aktivitas – aktivitas:
3x24 jam, diharapkan status pertukaran gas dapat Observasi
meningkat, ditandai dengan: - Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
Indikator T - Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
Tingkat Kesadaran 5 hiperventilasi)
Skala Indikator: - Monitor kemampuan batuk efektif
1. Menurun - Monitor adanya produksi sputum
2. Cukup Menurun - Monitor adanya sumbatan jalan napas
3. Sedang - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
4. Cukup Meningkat - Auskultasi bunyi napas
5. Meningkat - Monitor saturasi oksigen
Indikator T Terapeutik
Bunyi Nafas Tambahan 5 - Atur interval pemantauapn respirasi sesuai kondisi
Takikardia 5 pasien
Pola Napas 5 - Dokumentasikan hasil pemantauan
Napas Cuping Hidung 5 Edukasi
Skala Indikator: - Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
1. Meningkat - Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
2. Cukup Meningkat
3. Sedang
4. Cukup Menurun
5. Menurun
Penurunan Curah Jantung b/d Perubahan Label: Curah Jantung Label: Perawatan Jantung
Preload Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Aktivitas – Aktivitas:
3x24 jam, diharapkan status curah jantung dapat Observasi
menurun, ditandai dengan: - Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung
Indikator T (mis., dispnea, kelelahan, edema, ortopnea, peningkatan
Takikardia 5 CVP)
Dispnea 5 - Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah
CRT 5 jantung (mis., peningkatan berat badan, hepatomegali,
Skala Indikator: distensi vena jugularis, palpitasi, ronchi basah, oliguria,
1. Meningkat batuk, kulit pucat)
2. Cukup meningkat - Monitor tekanan darah
3. Sedang - Monitor intake dan output cairan
4. Cukup menurun - Monitor saturasi oksigen
5. Menurun - Monitor kelainan irama dan frekuensi
Terapeutik
- Posisikan semi fowler atau fowler dengan kaki kebawah
atau posisi yang nyaman
- Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
>94%
Edukasi
- Ajarkan pasien dan keluarga untuk mengukur intake dan
output cairan harian
Kolaborasi
- Rujuk ke program rehabilitasi Jantung
Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Label : Toleransi Aktivitas Label : Dukungan Ambulasi
Tirah Baring dibuktikan dengan Aktivitas-aktivitas :
Keletihan/Kelemahan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
3x24 jam, diharapkan status toleransi aktivitas dapat - Identifikasi adanya toleransi fisik melakukan ambulasi
teratasi, ditandai dengan : - Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
Indikator T dilakukan ambulasi
Frekuensi Nadi 5 - Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
Kekuatan Tubuh bagian atas 5 Terapeutik
Kekuatan tubuh bagian bawah 5 - Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
Saturasi oksigen 5 Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
Skala Indikator : - Anjurkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan
1. Menurun
2. Cukup menurun
3. Sedang
4. Cukup meningkat
5. Meningkat
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddrat. (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC


PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Ni Ketut & Brigitta. 2019. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Pustaka Baru Press
Wijaya & Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai