Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN CRITICAL LIMB ISCHEMIA

DI RUANG DAHLIA
RSUD DORYS SILVANUS PALANGKA RAYA

NAMA : REY SATRIA ERLANDO

NIM : PO.62.20.1.23.810
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDRAL TENAGA KESEHATAN

POLTEKKES KEMENKES PALANGKARAYA

2023
1. KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Definisi
Critical limb ischemia (CLI) merupakan kondisi penyakit arteri perifer (PAP)
tungkai bawah yang paling berat dimana didapatkan nyeri iskemik saat istirahat, dan
ulserasi akibat insufisiensi arteri atau gangren.
Chronic Limb Ischemia (CLI) atau iskemia tungkai kronik merupakan penyakit
arteri perifer atau peripheral arterial disease (PAD) yang terjadi akibat inadekuat perfusi
pada jaringan perifer yang disebabkan sumbatan (trombus atau emboli) atau stenosis pada
pembuluh darah perifer, dan memiliki gejala lebih dari 2 minggu, seperti nyeri tungkai
bawah saat aktivitas atau istirahat, muncul perlukaan seperti ulkus atau gangren pada
tungkai bawah. Predileksi tersering adalah pembuluh darah distal, seperti pembuluh darah
tungkai bawah dan tangan (Beard; Slovut & Sullivan, 2008).
Peripheral Arterial Disease (PAD) adalah semua penyakit yang terjadi pada
pembuluh darah setelah keluar dari jantung dan aorta, meliputi arteri karotis, arteri
renalis, arteri mesenterika dan semua percabangan setelah melewati aorta iliaka termasuk
ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. PAD lebih sering terjadi pada ektremitas bawah
daripada ektremitas atas, penyebab utama dari penyakit ini adalah aterosklerosis (Antono
& Hamonangani, 2014).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan ICL merupakan penyakit arteri
perifer yang terjadi pada tungkai bawah yang disebabkan adanya sumbatan oleh thrombus
atau emboli.

B. Etiologi
Rangkuti (2014) dan Al-Thani et al (2015) mengatakan bahwa ada beberapa faktor resiko
untuk penyakit arteri perifer, antara lain :
Faktor resiko tradisional (Tidak dapat diubah)

a. Usia
Pada Framingham Heart Study didapati usia > 65 tahun meningkat resiko PAD.
Hubungan yang kuat bertambahnya usia (>70 tahun)
b. Merokok
Merokok merupakan salah satu factor resiko yang sangat penting terjadi PAD dan
komplikasinya : internitten claudicatio dan critical limb ischemia
c. Diabetes Melitus
Diabetes mellitus akan meningkatkan resiko PAD asimptomatik atau simptomatik PAD
sebesar 1.5 – 4 kali lipat dan berhubungan dengan kejadian kardiovaskuler dan mortalitas
pada individu dengan PAD. Penyakit ini sangat berhubungan dengan penyakit oklusi
pada arteri tibialis. Pasien dengan PAD lebih sering mendapat mikroangiopati atau
neuropati dan terjadi gangguan penyembuhan luka. Pasien DM juga mempunyai resiko
lebih tinggi terjadi ulkus iskemik dan gangren
d.Hiperlipidemia
e. Hipertensi
Pasien dengan hipertensi dan PAD peningkatannya lebih besar terjadi
CLI adalah fase lanjut dari PAD yang merupakan hasil progresif dari penebalan arteri
yang disebabkan oleh penimbunan plak aterom atau proses aterokslerosis. Faktor risiko
terjadinya CLI sama dengan risiko terjadinya aterosklerosis, antara lain:
a. Usia. Pada Framingham Heart Study didapati usia > 65 tahun meningkat resiko PAD.
Hubungan yang kuat bertambahnya usia (>70 tahun)
b. Merokok, merupakan salah satu factor resiko yang sangat penting terjadi PAD dan
komplikasinya : intermitten claudicatio dan critical limb ischemia
c. Diabetes, Diabetes mellitus akan meningkatkan resiko PAD asimptomatik atau
simptomatik PAD sebesar 1.5 – 4 kali lipat dan berhubungan dengan kejadian
kardiovaskuler dan mortalitas pada individu dengan PAD. Penyakit ini sangat
berhubungan dengan penyakit oklusi pada arteri tibialis. Pasien dengan PAD lebih sering
mendapat mikroangiopati atau neuropati dan terjadi gangguan penyembuhan luka. Pasien
DM juga mempunyai resiko lebih tinggi terjadi ulkus iskemik dan gangren.
d.Obesitas
e. Gaya hidup minim aktivitas (pekerjaan dibalik meja,tidak rutin berolahraga),
f. Kolesterol tinggi.
g. Hipertensi. Pasien dengan hipertensi dan PAD peningkatannya lebih besar terjadi
stroke dan miokard infark.
h. Hiperkoagulasi
i. Penyakit Kelainan vaskuler. Tromboangitis obliterans (Buerger’s disease) merupakan
salah satu penyebab terjadinya iskemia tungkai bawah pada pasien muda.
j. Gagal ginjal
k. Riwayat keluarga atherosklerosis atau penyakit jantung koroner dan stroke
(Santili & Santili; VC, 2013).

C. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala serta patognomonik CLI (Critical Limb Ischemia) diantaranya :
pain (nyeri), parastesia (tidak mampu merasakan sentuhan pada ekstremitas), paralysis
(kehilangan fungsi motorik), pallor (pucat), pulseless (menurunatau tidak adanya denyut
nadi pada ekstremitas), poikilothermia (ekstremitas teraba dingin).(Fauzan et al., 2019)
(Levin, 2020)

Penanggulangan CLI berorientasi pada upaya mengantisipasi dilakukannya


amputasi dengan menekan terjadinya infeksi berat pada luka dan memudahkan
penyembuhan luka(Uccioli et al., 2018).

D. Klasifikasi
Klasifikasi penyakit arteri perifer terdiri atas Fontaine dan Rutherford.
Klasifikasi Fontaine dibagi menjadi lima yaitu:
(I) asimtomatik;
(IIa) klaudikasio ringan;
(IIb) klaudikasio sedang hingga berat;
(III) nyeri saat istirahat; dan

(IV) terjadi ulkus atau gangren.


Klasifikasi Rutherford terdiri atas tujuh, yaitu:
(1) asimtomatik;

(2) klaudikasio ringan;


(3) klaudikasio sedang;
(4) klaudikasio berat;
(5) nyeri saat istira- hat;
(6) kehilangan jaringan minor; dan
(7) kehilangan jaringan berat atau gangren.
11-12 Pada pasien ini terjadi nyeri saat istirahat, tetapi belum tampak adanya kerusakan jaringan
berupa ulkus atau gangren, sehingga masuk dalam klasifikasi Fontaine III dan Rutherford 4.
E. Patofisiologi
CLI biasanya disebabkan oleh penyakit aterosklerosik obstruktif; Namun, CLI juga dapat disebabkan
oleh penyakit atheroemboli atau tromboemboli, vaskulitis, trombosis in situ yang berhubungan dengan keadaan
hiperkoagulasi, obliteran tromboangiitis, penyakit adventisial kistik, jebakan poplitea, atau trauma. Terlepas dari
etiologi, patofisiologi CLI adalah proses kronis dan kompleks yang mempengaruhi system makrovaskuler dan
mikrovaskuler, serta jaringan sekitarnya (Varu et al., 2010).
Awalnya, respons tubuh terhadap iskemia adalah angiogenesis, atau pertumbuhan kapiler, serta
arteriogenesis, dengan demikian mendorong pembesaran kolateral yang sudah ada sebelumnya untuk membantu
meningkatkan aliran darah ke ekstremitas yang mengalami iskemik kritis. Respon ini gagal untuk mensuplai
jumlah yang diperlukan aliran darah dan oksigen ke ekstremitas, menyebabkan arteriol pada pasien dengan CLI
(Critical Limb Ischemia) menjadi vasilatasi maksimal dan tidak sensitif terhadap rangsangan provasodilatasi.
Fenomena ini, yang disebut sebagai kelumpuhan vasomotor, dianggap sebagai akibat dari paparan kronis faktor
vasorelaksinasi (Varu et al., 2010).
Pada pasien dengan penyakit pembuluh darah. Selanjutnya, pembuluh darah pada pasien CLI mengalami
penurunan ketebalan dinding, penurunan luas penampang, dan penurunan rasio dinding ke lumen dibandingkan
dengan kontrol (Varu et al., 2010).
Bersama-sama, perubahan ini menyebabkan edema, masalah utama pada pasien ini. Selain itu, pasien
dengan CLI sering menahan anggota tubuh mereka dalam posisi tergantung untuk mengurangi nyeri istirahat
iskemia; dikombinasikan dengan gangguan kontrol vasomotor, ini menyebabkan pembengkakan lebih lanjut dari
edema. Edema meningkatkan tekanan hidrostatik di bagian distal ekstremitas, menekan kapiler yang sudah rusak
dan mengganggu difusi nutrisi ke jaringan (Varu et al., 2010).

F. Komplikasi
1. Tromboemboli, merupakan penyebab kematian tersering pada CLI.
2. Gangren

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk menilai anatomi pembuluh darah antara lain duplex ultrasound, computed tomographic
angio- graphy (CTA), dan magnetic resonance angiography (MRA). Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi lokasi
dan derajat obstruksi arteri di ekstremitas bawah.
a) Angiografi
Angiografi adalah pemeriksaan pembuluh darah menggunakan zat pewarna khusus (kontras) dan bantuan radiologi.
Hasil angiografi akan disebut normal jika aliran darah lancar dan tidak ada penyumbatan.
b) Doppler vaskuler
Doppler vaskuler adalah pemeriksaan untuk melihat kondisi arteri yang tersumbat pada tungkai, menggunakan media
gelombang suara.
c) MSCT
MSCT adalah generasi terbaru dari CT Scan yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan informasi dan
memberikan gambaran dignostik yang lebih baik, terutama untuk pemeriksaan organ bergerak termasuk jantung, dengan
kecepatan pemeriksaan yang cukup singkat dan menghasilkan gambar dengan resolusi yang baik dan lebih akurat.
d) Echokardiografi
Echokardiografi (USG jantung) adalah metode pemeriksaan yang menggunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi
untuk menangkap gambaran struktur organ jantung. Echokardiografi biasanya dibantu dengan teknologi Doppler yang dapat
mengukur kecepatan dan arah aliran darah.
e) Ekg
Ekg (Elektrokardiogram) adalah pemeriksaan jantung untuk mendeteksi kelainan dengan mengukur aktivitas listrik
yang dihasilkan oleh jantung, sebagaimana jantung berkontraksi.
f) Ankle – Brachial Index (ABI)
Merupakan prosedur diagnostik dalam menentukan kemampuan vaskuler berdasarkan tekanan yang dibandingkan
antara brakhialis (siku) dengan angkle (pergelangan kaki) sehingga diperoleh nilai (index) tertentu untuk menentukan
kualitas gejala pada kasus CLI. (Limpijankit, 2013)

H. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


a. Non Farmakologis
Ada beberapa terapi konservatif yang dapat menurunkan perkembangan gejala iskemia tungkai bawah dengan
gejala yang masih bersifat irreversibel (intermitten claudicatio), antara lain:
1) Berhentimerokok
Rokok merupakan faktor risiko terjadinya aterosklerosis dan memperlambat aliran darah. Perbaikan klinis
yang ditandai dengan perbaikan jarak langkah dijumpai pada pasien yang berhenti merokok.
2) Latihan berjalan dan latihan fisik ringan
Pasien umumnya takut untuk berjalan karena menganggap akan memperburuk kondisi klinisnya. Sebaliknya,
latihan berjalan akan membentuk perkembangan pembuluh darah kolateral dan memperbaiki jarak tempuh
saat berjalan. Beberapa studi RCT menunjukkan bahwa program latihan rutin berjalan terbukti sama efekif
dengan PTA (percutaneous transluminal angioplasty) dalam memperbaiki jarak tempuh jalan pada pasien
dengan intermitten claudicatio. Studi menunjukkan bahwa latihan fisik ringan pada tungkai atas memiliki
manfaat dalam menurunkan angka kematian akibat kejadian jantung.
3) Perawatankaki
Penggunaan alas kaki yang memadai akan menurunkan risiko terjadi luka yang berujung pada ulkus atau
gangren, terutama pada pasien dengan diabetes.
4) Meninggikan posisi tumit
Meninggikan tumit satu inchi dengan menggunakan sepatu dapat menurunkan beban kerja otot tungkai dan
meningkatkan maximum walk distance pada pasien dengan intermitten claudication.
5) Perubahan gaya hidup
Pasien moderate intermitten claudication dengan usia lanjut disarankan untuk merubah pola hidup
dibandingkan mengambil opsi pembedahan vaskuler. Peningkatan aktivitas fisik dan latihan, makan makanan
rendah lemak dan kolesterol, berhenti merokok akan meningkatkan harapan hidup pasien.
b. Farmakologis 1) Aspirin
Aspirin merupakan obat NSAID yang memiliki efek anti inflamasi, analgesik, anti-piretik dan dapat
menghambat agregasi trombosit. Efek mengurangi agregasi trombosit diakibatkan dari peningkatan aktivitas
fibrinolitik, penurunan konsentrasi vitamin K dan faktor-faktor koagulasi. Diharapkan akan menurunkan
pembentukan trombus dan risiko terjadinya embolus. Pemberian aspirin dalam dosis 40-300 mg terbukti
memiliki manfaat untuk pasien PAD akibat aterosklerosis. Pemantauan efek samping seperti perdarahan perlu
diperhatikan. Aspilet merupakan salah satu obat aspirin dengan sediaan tablet 80 mg.
2) Agen anti-platelet lain
Clopidogrel dapat berperan penting seperti aspirin, namun dengan harga sediaan yang lebih mahal.
Kombinasi clopidogrel dengan aspilet dapat digunakan, utamanya pada pasien post PTA. Anti-platelet dapat
menurunkan risiko efek samping vaskuler seperti stroke, infark miokard dan kematian hingga 25%, dan dapat
meningkatkan pembentukan cabang pembuluh darah.
3) Statin
Obat yang termasuk golongan HMG-CoA inhibitor ini dapat menurunkan kadar kolesterol serum dan LDL.
Selain itu, statin dapat memperbaiki fungsi sel endotelial dan menurunkan kadar plasma fibrinogen.
4) Cilostazol
Berperan sebagai inhibitor phosphodiesterase-III yang meningkatkan aktivitas seluler cAMP. Berperan dalam
menghambat agregasi platelet, menurunkan proliferasi otot polos vaskuler dan vasodilatasi. Empat studi RCT
menunjukkan bahwa penggunaan cilostazol dapat meningkatkan jarak tempuh pada pasien intermitten
claudication. Dosis yang dianjurkan adalah 50- 100 mg dalam 2 kali sehari. Kontra indikasi pada hamil dan
gagal jantung kongestif. Memberikan respons 2-3 minggu setelah pemberian.
5) Pentoxyfiline
Merupakan agen hemorheologik yang menurunkan viskositas darah dan meningkatkan fleksibilitas eritrosit.
Beberapa studi menunjukkan pemberian pentoxyfiline dapat meningkatkan jarak tempuh pada 60-70 %
pasien intermitten claudication. Dosis: 400- 800 mg dalam 3x sehari.
6) Prostaglandin I & E
Infus prostaglandin telah digunakan untuk penyelamatan tungkai bawah pada critical limb ischemia yang
tidak memungkinkan un tuk d ilaku kan pemb edah an. Dilap ork an pe mb erian prostaglandin dapat
menyelamatkan 60% kasus critical limb ischemia. Harga obat ini cenderung mahal (9000 Rs per vial) dengan
pemberian selama 14-28 hari sehingga jarang digunakan.
7) Heparin
Bersifat anti koagulan dan mencegah terjadinya pembentukan trombus. Unfractioned atau low molecular
weight Heparin sering digunakan dokter bedah vaskular segera pasca operasi pembedahan direct arterial
untuk mencegah timbulnya bekuan darah. Pemberian dosis awal adalah 5000 iu IV.
8) Antikoagulanoral
Warfarin dan acitrom telah digunakan dalam pemberian antikoagulan jangka panjang pasca bypass pembuluh
darah lutut.
9) Analgesik
Obat analgesik umumnya diberikan pada pasien dengan gejala rest pain. Pemberian diawali dengan
kombinasi agen analgesik ringan (paracetamol, na diklofenak, ibuprofen, dll). Codein, ketorolac dan tramadol
dapat pula diberikan. Analgetik narkotik seperti morfin sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan
ketergantungan, disebabkan efek analgesik yang hanya 48-72 jam pasca pemberian. Pada pemberian agen
antikoagulan ataupun antiplatelet perlu dilakukan pemantauan ada tidaknya gejala perdarahan spontan,
pemantauan darah lengkap (Hb, Ht, Trombosit) dan nilai marker pembekuan darah (PT, APTT, penilaian
faktor-faktor koagulasi lain). Adanya kelainan koagulasi dan manifestasi perdarahan menjadi indikasi mutlak
penghentian obat-obat tersebut (Slovut & Sullivan, 2008; Rai, 2009).
c. Terapi pembedahan
Terapi invasif endovascular sering menjadi pilihan dalam perawatan CLI. Beberapa prosedur endovascular
digunakan untuk mengobati CLI meliputi:
• Angioplasty : Sebuah balon kecil dimasukkan melalui tusukan di pangkal paha. Balon mengembang satu
atau beberapa kali, dengan menggunakan larutan garam untuk membuka arteri.
• Cutting ballon : Sebuah balon tertanam dengan mikro-pisau yang digunakan untuk melebarkan daerah yang
sakit.
• Cold balon ( CryoPlasty) : Balon digelembungkan menggunakan nitrous oxide. Gas membekukan plak
selama dilatasi, pertumbuhan plak dihentikan, dan jaringan parut sedikit dihasilkan.
• Stent : Tabung logam yang diperluas dan dibiarkan di tempat untuk memberikan perancah untuk arteri yang
telah dibuka dengan menggunakan percutaneous transluminal balloon angioplasty (PTA).
• Balon-expanded : balon A digunakan untuk memperluas stent. Stent ini lebih kuat, tapi kurang fleksibel.
• Self-expanding : Compressed stent dikirim ke jaringan yang sakit. Stent ini lebih fleksibel.
• Laser atherectomy: potongan kecil dari plak yang menguap oleh ujung probe laser.
• Atherectomy Directional: Sebuah kateter dengan pisau potong berputar digunakan untuk fisik
menghilangkan plak dari arteri, membuka saluran aliran.
• Bedah perawatan
Pengobatan luka atau ulkus gangren dapat ditindak lanjuti oleh prosedur bedah tambahan.
• Amputasi
Diperlukan apabila telah muncul gangren dan sebagai tatalaksana critical limb ischemia saat pilihan
terapeutik lainnya tidak menimbulkan hasil yang diharapkan, dan pembedahan bypass diprediksi tidak akan
memperbaiki vaskularisasi meski operasi bypass telah dilaksanakan (Slovut & Sullivan, 2008; Rai, 2009)

I. Nursing Pathway
2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN FOKUS
Menurut Price & Wilson 2012, hal-hal yang perlu dikaji pada klien yang menggalami
pemenuhan kebutuhan keamanan yaitu :

1) Identitas klien

Meliputi : nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan tanggan masuk rumah sakit

2) Identitas penanggung jawab

Meliputi : nama lengkap, jenis kelamin, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat.

3) Riwayat penyakit

Untuk menngetahui apakah gejala yang timbul adalah CLI atau bukan, megetahui onsen
waktu terjadinya dan termasuk severitas CLI dan penyebabnya. Serta pengkajian riwayat
penyakit dan pengkajiannya berfokus kepada tanda dan gejala CLI yaitu “6 P” : pain
(nyeri), parastesia (tidak mampu merasakan sentuhan pada ekstremitas), paralysis
(kehilangan fungsi motorik), pallor (pucat), pulseless (menurunatau tidak adanya denyut
nadi pada ekstremitas), poikilothermia (ekstremitas teraba dingin).

4) Keluhan utama

Alasan pasien masuk atau datang kepelayanan kesehatan (difokuskan dalam tanda dan
gejala CLI, 6 P : pain (nyeri), parastesia (tidak mampu merasakan sentuhan pada
ekstremitas), paralysis (kehilangan fungsi motorik), pallor (pucat), pulseless
(menurunatau tidak adanya denyut nadi pada ekstremitas), poikilothermia (ekstremitas
teraba dingin).

5) Riwayat penyakit sekarang

Pegkajian hanya berfokus dalam penyakit yang diderita sekarang, mulai dari kapan mulai
terjadi, lokasi, tanda dan gejala, penyebab dan apakah pasien rujukan dari rumah sakit
lain ?

6) Riwayat penyakit dahulu

Pengkajian penyakit dahulu juga berfokus kepada tanda dan gejala CLI, contoh :
menanyakan apakah pasien mempunyai nyeri pada kaki sebelumnya (riwayat
klaudikasio).

a. Adakah masalah pada sirkulasi yang buruk pada masa lalu?

b. Apakah pasienn pernah didiagnosis penyakit jantung?

c. Apakah pasien memiliki riwayat penyakit yang serius dan

memiliki faktor resiko?

7) Pemeriksaan fisik

Berfokus mengkaji pulsasi, lokasi, warna, temperatur, fungsi sensori dan fungsi motorik.
a) Pulsasi

Apakah defisit pulsasi bersifat baru atau lama mungkin sulit ditentukan pada pasien
penyakit arteri perifer (PAD) tanpa suatu riwayat dari gejala sebelumnya, pulsasi radialis,
dorsalis pedis mungkin normal pada kasus mikro embolisme yang mengarah pada
disrupsi (penghancuran) plak aterosklerotik atau emboli kolestrol.

b) Lokasi

Tempat yang paling sering terjadinya oklusi emboli arterial adalah arteri femoralis,
namun juga dapat di temukan pada arteri aksila, poplitea iliaka dan bifurkasio aorta.

c) Warna dan temperatur

Harus dilakukan pemeriksaan terhadap abnormalitas warna dan temperatur. Warna pucat
dapat terlihat, khususnya pada keadaan awal, namun dengan bertambahnya waktu,
sianosis lebih sering ditemukan. Rasa yang dingin khususnya ekstremitas sebelahnya
tidak demikian, merupakan penemuan yang penting.

d) Fungsi sensori

Pasien dengan kehilangan sensasi sensoris biasanya mengeluh kebas atau parestesia,
namun tidak pada semua kasus. Perlu diketahui pada pasien DM dapat mempunyai defisit
sensoris sebelumnya dimana hal ini dapat membuat kerancuan dalam membuat hasil
pemeriksaan.

e) Fungsi motorik

Defisit motorik merupakan indikasi untuk tindakan yang lebih lanjut, limb-thtreatening
ischemia. Bagian ini berhubungan dengan fakta bahwa pergerakkan pada ekstremitas
lebih banyak dipengaruhi oleh otot proximal.

8) Pemeriksaan diagnostik

a) Angiografi

Angiografi adalah pemeriksaan pembuluh darah menggunakan zat pewarna khusus


(kontras) dan bantuan radiologi. Hasil angiografi akan disebut normal jika aliran darah
lancar dan tidak ada penyumbatan.

b) Doppler vaskuler

Doppler vaskuler adalah pemeriksaan untuk melihat kondisi arteri yang tersumbat pada
tungkai, menggunakan media gelombang suara.

c) MSCT

MSCT adalah generasi terbaru dari CT Scan yang memiliki kemampuan untuk
menghasilkan informasi dan memberikan gambaran dignostik yang lebih baik, terutama
untuk pemeriksaan organ bergerak termasuk jantung, dengan kecepatan pemeriksaan
yang cukup singkat dan menghasilkan gambar dengan resolusi yang baik dan lebih
akurat.

d) Echokardiografi

Echokardiografi (USG jantung) adalah metode pemeriksaan yang menggunakan


gelombang suara berfrekuensi tinggi untuk menangkap gambaran struktur organ jantung.
Echokardiografi biasanya dibantu dengan teknologi Doppler yang dapat mengukur
kecepatan dan arah aliran darah.

e) Ekg

Ekg (Elektrokardiogram) adalah pemeriksaan jantung untuk mendeteksi kelainan dengan


mengukur aktivitas listrik yang dihasilkan oleh jantung, sebagaimana jantung
berkontraksi.

f) Ankle – Brachial Index (ABI)

Merupakan prosedur diagnostik dalam menentukan kemampuan vaskuler berdasarkan


tekanan yang dibandingkan antara brakhialis (siku) dengan angkle (pergelangan kaki)

sehingga diperoleh nilai (index) tertentu untuk menentukan kualitas gejala pada kasus
CLI.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan Buku Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (Tim Pokja SDKI DPP PPNI 2017),

dapat disimpulan bahwa diagnosa keperawatan yang sering mungkin muncul pada kasus CLI

diantaranya:

1. Perfusi Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri/vena


2. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (iskemia)
3. Risiko Cedera dibuktikan dengan perubahan sensasi
3. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

No Diagnosa keperawatan Tujuan & kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. Perfusi perifer tidak efektif b.d Setelah dilakukan Tindakan PERAWATAN
penurunan aliran arteri/vena Keperawatani ,maka diharapkan SIRKULASI
perfusi perifer meningkat
dengan kriteria hasil : Observasi :

1. Warna kulit pucat dari 1. Periksa sirkulasi perifer


meningkat menjadi menurun (mis. Nadi perifer, edema,
pengisian kapiler, warna,
2. Nyeri ekstremitas dari suhu, ankle-brachial index)
meningkat menjadi menurun
2. Identifikasi faktor risiko
3. Pengisian kapiler dari gangguan sirkulasi (mis.
memburuk menjadi membaik Diabetes, perokok, orang
tua, hipertensi dan kadar
4. Akral dari meningkat kolesterol tinggi)
menjadi membaik 3. Monitor panas,
kemerahan, nyeri, atau
bengkak pada ekstremitas
Terapeutik :
4. Hindari pemasangan
infus atau pengambilan
darah diarea perfusi
5. Hindari tekanan
ekstermitas keterbatasan
pengukuran darah pada
dengan keterbatasan perfusi
6. Hindari penekanan dan
pemasangan tournikuet
pada area yang cedera
7. Lakukan pencegahan
infeksi
8. Lakukan perawatan kaki
dan kuku
9. Lakukan hidrasi
Edukasi :
10. Anjurkan berhenti
merokok
11. Anjurkan berolahraga
rutin
12.Anjurkan mengecek air
mandi untuk menghindari
kulit terbakar
13. Anjurkan menggunakan
obat penurun tekanan
darah, antikoagulan, dan
penurun kolesterol, jika
perlu

2. Nyeri akut b.d agen pencedera Setelah dilakukan tindakan Observasi :


fisiologis (iskemia) keperawatan diharapkan
1.Identifikasi lokasi,
tingkat nyeri menurun
karakteristik, durasi,
dengan kriteria hasil:
frekuensi, kualitas,
- Keluhan nyeri intensitas nyeri
menurun dengan skor
2. Identifikasi skala nyeri
5
3. Identifikasi faktor yang
- Meringis
memperberat dan
menurun dengan
memperingan nyeri
skor 5.
Terapeutik :
(SLKI : L.08066, Hal :145)
4. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
5. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Kolaborasi :
6. Kolabrasi
pemberian analgetik,
jika perlu .
(SIKI : I. 08238, Hal 201)
3. Resiko Cidera d.d perubahan Setelah dilakukan tindakan PENCEGAHAN CEDERA
sensasi keperawatan ,diharapkan tingkat Observasi :
cedera menurun dengan kriteria
hasil : 1. Identifikasi area
lingkungan yang berpotesi
1. Toleransi aktivitas dari
menyebabkan cedera
menurun menjadi meningkat
2. Identifikasi obat yang
2. Kejadian cedera
berpotensi menyebabkan
dari meningkat menjadi cedera
menurun
3. Identifikasi kesesuaian
alas kaki atau stoking elastis
pada ekstremitas bawah
Terapeutik :
4. Sediakan pencahayaan
yang memadai
5. Gunakan lampu tidur
selama jam tidur
6. Sosialisasikan pasien
dan keluarga dengan
lingkungan ruang rawat
(mis. Penggunaan telepon,
tempat tidur, penerangan
ruangan, dan lokasi kamar
mandi)
7. Gunakan alas lantai
jika berisiko mengalami
cedera serius
8. Sediakan alas kaki
antislip
9. Sediakan pispot atau
urinal untuk eliminasi
ditempat tidur, jika perlu
10. Pastikan bel panggilan
atau telepon mudah
dijangkau
11. Pastikan barang-barang
pribadi mudah dijangkau
12. Pertahankan posisi
tempat tidur di posisi
terendah saat di gunakan
13. Pastikan roda tempat
tidur atau kursi roda
dalam keadaan terkunci
Edukasi :
14. Jelaskan
intervensi pencegahan jatuh
ke pasien dan keluarga
15. Anjurkan berganti posisi
secara perlahan dan duduk
selama beberapa menit
sebelum berdiri
DAFTAR PUSTASKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI.(2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1 Cetakan
III (Revisi). Jakarta Selatan. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1 Cetakan
II. Jakarta Selatan. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan.
Edisi 1 Cetakan II. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/msj/article/download/26625/26246
https://id.scribd.com/document/612815839/LP-Chronic-Limb-Ischemic-CLI
http://repository.poltekkes-kdi.ac.id/2881/1/KTI%20ILUH%20ARIANI%20new.pdf
https://poltekkespalu.ac.id/jurnal/index.php/MNJ/article/download/2116/755

Anda mungkin juga menyukai