DI RUANG DAHLIA
RSUD DORYS SILVANUS PALANGKA RAYA
E. PATOFISIOLOGI
Resistensi insulin pada sel otot dan hati, serta kegagalan sel beta pankreas telah
dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe 2. Hasil penelitian
terbaru telah diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat dari
yang diperkirakan sebelumnya. Organ lain yang juga terlibat pada DM tipe 2 adalah
jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi inkretin), sel alfa
pankreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak
(resistensi insulin), yang ikut berperan menyebabkan gangguan toleransi glukosa. Saat
ini sudah ditemukan tiga jalur patogenesis baru dari ominous octet yang
memperantarai terjadinya hiperglikemia pada DM tipe 2 (Perkeni, 2021). Secara garis
besar patogenesis hiperglikemia disebabkan oleh sebelas hal (egregious eleven) yaitu:
a) Kegagalan sel beta pankreas Pada saat diagnosis DM tipe 2 ditegakkan, fungsi sel
beta sudah sangat berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini
adalah sulfonilurea, meglitinid, agonis glucagon-like peptide (GLP-1) dan
penghambat dipeptidil peptidase-4 (DPP-4).
b) Disfungsi sel alfa pankreas Sel alfa pankreas merupakan organ ke-6 yang berperan
dalam hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel alfa berfungsi pada
sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan
meningkat. Peningkatan ini menyebabkan produksi glukosa hati (hepatic glucose
production) dalam keadaan basal meningkat secara bermakna dibanding individu
yang normal.
c) Sel lemak Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,
menyebabkan peningkatan proses lipolisis dan kadar asam lemak bebas (free fatty
acid/FFA) dalam plasma. Peningkatan FFA akan merangsang proses
glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di hepar dan otot, sehingga
mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut
sebagai lipotoksisitas. Obat yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidinedion.
d) Otot Pada pasien DM tipe 2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multipel di
intramioselular, yang diakibatkan oleh gangguan fosforilasi tirosin, sehingga
terjadi gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan
penurunan oksidasi glukosa.
e) Hepar Pada pasien DM tipe 2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
glukoneogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh hepar
(hepatic glucose production) meningkat.
f) Otak Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang
obese baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang
merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini
asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi
di otak
g) Kolon/Mikrobiota Perubahan komposisi mikrobiota pada kolon berkontribusi
dalam keadaan hiperglikemia. Mikrobiota usus terbukti berhubungan dengan DM
tipe 1, DM tipe 2, dan obesitas sehingga menjelaskan bahwa hanya sebagian
individu berat badan berlebih akan berkembang menjadi DM. Probiotik dan
prebiotik diperkirakan sebagai mediator untuk menangani keadaan hiperglikemia.
h) Usus halus Glukosa yang ditelan memicu respons insulin jauh lebih besar
dibanding bilar diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek inkretin
ini diperankan oleh 2 hormon yaitu glucagon-like polypeptide-1 (GLP-1) dan
glucose-dependent insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory
polypeptide (GIP). Pada pasien DM tipe 2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan
resisten terhadap hormon GIP.
i) Ginjal Ginjal adalah organ yang diketahui berperan dalam patogenesis DM tipe 2.
Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari
glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran enzim sodium glucose
co-transporter -2 (SGLT-2) pada bagian convulated tubulus proksimal, dan 10%
sisanya akan diabsorbsi melalui peran sodium glucose co-transporter - 1 (SGLT-1)
pada tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam
urin.
j) Lambung Penurunan produksi amilin pada diabetes merupakan konsekuensi
kerusakan sel beta pankreas. Penurunan kadar amilin menyebabkan percepatan
pengosongan lambung dan peningkatan absorpsi glukosa di usus halus, yang
berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa postprandial.
k) Sistem imun Terdapat bukti bahwa sitokin menginduksi respon fase akut (disebut
sebagai inflamasi derajat rendah, merupakan bagian dari aktivasi sistem imun
bawaan/innate) yang berhubungan erat dengan patogenesis DM tipe 2 dan
berkaitan dengan komplikasi seperti dislipidemia dan aterosklerosis. Inflamasi
sistemik derajat rendah berperan dalam induksi stres pada endoplasma akibat
peningkatan kebutuhan metabolisme untuk insulin.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi akibat penyakit DM dapat berupa gangguan pada pembuluh
darah baik makrovaskular maupun mikrovaskular, serta gangguan pada sistem saraf atau
neuropati. Gangguan ini dapat terjadi pada pasien DM tipe 2 yang sudah lama menderita
penyakit atau DM tipe 2 yang baru terdiagnosis. Komplikasi makrovaskular umumnya
mengenai organ jantung, otak dan pembuluh darah, sedangkan gangguan mikrovaskular
dapat terjadi pada mata dan ginjal. Keluhan neuropati juga umum dialami oleh pasien
DM, baik neuropati motorik, sensorik ataupun neuropati otonom (Perkeni, 2021).
Nefropati diabetik timbul akibat dari kadar glukosa yang tinggi menyebabkan
terjadinya glikosilasi protein membran basalis, sehingga terjadi penebalan selaput
membran basalis, dan terjadi pula penumpukkan zat serupa glikoprotein membran basalis
pada mesangium sehingga lambat laun kapiler- kapiler glomerulus terdesak, dan aliran
darah terganggu yang dapat menyebabkan glomerulosklerosis dan hipertrofi nefron. Perlu
dilakukan skrining setiap 6bulan melalui metode pemeriksaan urin untuk melihat apakah
masih terdapat mikroalbuminuria.
Nefropati diabetik timbul akibat dari kadar glukosa yang tinggi menyebabkan
terjadinya glikosilasi protein membran basalis, sehingga terjadi penebalan selaput
membran basalis, dan terjadi pula penumpukkan zat serupa glikoprotein membran basalis
pada mesangium sehingga lambat laun kapiler- kapiler glomerulus terdesak, dan aliran
darah terganggu yang dapat menyebabkan glomerulosklerosis dan hipertrofi nefron. Perlu
dilakukan skrining setiap 6bulan melalui metode pemeriksaan urin untuk melihat apakah
masih terdapat mikroalbuminuria.
G. DATA PENUNJANG
Pemeriksaan Penunjang DM Menurut Wijaya & Putri (2013) dalam Andriani (2021)
pemeriksaan penunjang DM dibagi menjadi beberapa yaitu :
1. Kadar gula darah
b) Tidak terdapat gejala DM tetapi terdapat 2 hasil gula darah (puasa >140 mg/dl, 2 jam
pp >200 mg/dl, random >200 mg/dl).
8. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakstabilan Kadar Gula Darah b/d Disfungsi pankreas / Resistensi Insulin(D.0027)
2. Risiko Infeksi b/d Penyakit Kronis (Diabetes Melitus) (D.0142)
3. Perfusi Perifer Tidak Efektif b/d Hiperglikemia (D.0009)
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi (D.0111)
9. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Intervensi
1 Ketidakstabilan Kadar Gula Darah b/d Disfungsi a. Manajemen Hiperglikemia
pankreas / Resistensi Insulin(D.0027) (I.03115)
Identifkasi kemungkinan
penyebab hiperglikemia
Identifikasi situasi yang
menyebabkan kebutuhan
insulin meningkat
Monitor kadar glukosa
darah, jika perlu
Monitor tanda dan gejala
hiperglikemia seperti
poliuri, polidipsia,
polifagia, kelemahan,
malaise, pandangan
kabur, sakit kepala
Monitor intake dan output
cairan
Monitor keton urine,
kadar analisa gas darah,
elektrolit, tekanan darah
ortostatik dan frekuensi
nadi
Berikan asupan cairan
oral
Konsultasi dengan medis
jika tanda dan gejala
hiperglikemia tetap ada
atau memburuk
Fasilitasi ambulasi jika
ada hipotensi ortostatik
Anjurkan olahraga saat
kadar glukosa darah lebih
dari 250 mg/dL
Anjurkan monitor kadar
glukosa darah secara
mandiri
Anjurkan kepatuhan
terhadap diet dan
olahraga
Ajarkan indikasi dan
pentingnya pengujian
keton urine, jika perlu
Ajarkan pengelolaan
diabetes melitus seperti
penggunaan insulin, obat
oral, monitor asupan
cairan, penggantian
karbohidrat, dan bantuan
professional kesehatan
Kolaborasi pemberian
insulin, jika perlu
Kolaborasi pemberian
cairan IV, jika perlu
Kolaborasipemberian
kalium, jika perlu
b. Manajemen Hipoglikemia
(I.03113)
Identifkasi tanda dan
gejala hipoglikemia
Identifikasi kemungkinan
penyebab hipoglikemia
Berikan karbohidrat
sederhana, jika perlu
Batasi glucagon, jika
perlu
Berikan karbohidrat
kompleks dan protein
sesuai diet
Pertahankan kepatenan
jalan nafas
Pertahankan akses IV,
jika perlu
Hubungi layanan medis,
jika perlu
Anjurkan membawa
karbohidrat sederhana
setiap saat
Anjurkan memakai
identitas darurat yang
tepat
Anjurkan monitor kadar
glukosa darah
Anjurkan berdiskusi
dengan tim perawatan
diabetes tentang
penyesuaian program
pengobatan
Jelaskan interaksi antara
diet, insulin/agen oral,
dan olahraga
Anjurkan pengelolaan
hipoglikemia (tanda dan
gejala, faktor risiko dan
pengobatan hipoglikemia)
Ajarkan perawatan
mandiri untuk mencegah
hipoglikemia (mis.
mengurangi insulin atau
agen oral dan/atau
meningkatkan asupan
makanan untuk
berolahraga
Kolaborasi pemberian
dextros, jika perlu
Kolaborasi pemberian
glucagon, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Andra, S. W., & Yessie, M. P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika. American
Diabetes Association. (2020). Introduction: Standars of Medical Care in Diabetes.
Retrieved from
https://care.diabetesjournals.org/content/44/Supplement_1/S1#:~:text=The% .
Bararah, T., & Jauhar, M. (2013).
Asuhan Keperawatan: Panduan Lengkap Menjadi Perawat Profesional. Devi, I.
(2018). GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DIABETES MELITUS TIPE II
DENGAN KETIDAK STABILAN KADAR GLUKOSA DARAH DI UPT KESMAS SUKAWATI I
GIANYAR (Doctoral dissertation, Jurusan Keperawatan 2018). Fansuri, G. (2019).
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DIABETES MELITUS (DM) TIPE II DI
RUANG FLAMBOYAN RSUD. ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA. Intan, N.,
Dahlia, D., & Kurnia, D. A. (2022). Asuhan Keperawatan pada Pasien Diabetes Melitus
Tipe 2, Fase Akut dengan Pendekatan Model Adaptasi Roy: Studi Kasus. Jurnal
Keperawatan Silampari, 5(2), 680-688. Indonesia, P. E. (2019).
Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. Pb.
Perkeni. IDF. (2015). The International Diabetes Federation (IDF) response to the
WHO firstdraft of the Framework for country action across sectors for health and
health equity , March 2015 (Vol. Global Dia). IDF. (2019). IDF DIABETES ATLAS (9th
ed.). BELGIUM: International Diabetes federation. Retrieved from
https://www.diabetesatlas.org/en/resources/ VARENA, M. (2019).
Asuhan Keperawatan Pada Tn. Z Dengan Diabetes Melitus Di Ruang Rawat
Inap Ambun Suri Lantai 3 RS DR. ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI 2019. Retrieved
from ile:///C:/Users/USER/Downloads/Documents/13%20MUTHIA%20VARENA
_2.pdf.
Kemenkes. (2010). Diabetes melitus dapat dicegah. Diakses pada 20 Juni
2022. http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=1314 MUTHIA VARENA, M. V.
(2019). Asuhan keperawatan pada Ny Z dengan diabetes melitus di ruang rawat inap
ambun suri lantai 3 RSAM Bukittinggi tahun 2019 (Doctoral dissertation, stikes
perintis padang)