Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

DI RUANG DAHLIA
RSUD DORYS SILVANUS PALANGKA RAYA

NAMA : WANDA WULANDARI


NIM : PO.62.20.1.23.813

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDRAL TENAGA KESEHATAN
POLTEKKES KEMENKES PALANGKARAYA
2023
A. PENGERTIAN
Diabetes adalah kondisi kronis yang serius yang terjadi ketika tubuh tidak dapat
menghasilkan cukup insulin atau tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang
dihasilkannya (IDF, 2021). Menurut buku Ilmu Penyakit Dalam (2014) Diabetes Mellitus
(DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Sedangkan
menurut American Diabetes Association (2010).
Etiopatologi heterogen termasuk defek pada sekresi insulin, kerja insulin, atau
keduanya, dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Berdasarkan
beberapa pengertian diabetes melitus dari berbagai sumber dapat diartikan bahwa diabetes
melitus (DM) merupakan sekumpulan penyakit gangguan metabolik yang dapat ditandai
dengan kenaikan kadar glukosa darah yang melebihi ambang batas diakibatkan dari
kelainan kerja atau produksi insulin.
Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit.1 Gagal ginjal kronik dapat berlanjut menjadi gagal
ginjal terminal atau end stage renal disease dimana ginjal sudah tidak mampu lagi untuk
mempertahankan substansi tubuh, sehingga membutuhkan penanganan lebih lanjut
berupa tindakan dialisis atau pencangkokan ginjal sebagai terapi pengganti ginjal.
Dalam pengertian klinik, Nefropati Diabetik (ND) adalah komplikasi yang terjadi
pada 40% dari seluruh pasien DM tipe 1 dan DM tipe 2 dan merupakan penyebab utama
penyakit ginjal pada pasien yang mendapat terapi ginjal yang ditandai dengan adanya
mikroalbuminuria (30mg/hari) tanpa adanya gangguan ginjal, disertai dengan
peningkatan tekanan darah sehingga mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulus dan
akhirnya menyebabkan ginjal tahap akhir.3 Nefropati diabetik adalah kelainan degeneratif
vaskuler ginjal, mempunyai hubungan dengan gangguan metabolisme karbohidrat atau
intoleransi gula disebut juga dengan Diabetes Melitus. Didefinisikan sebagai sindrom
klinis pada pasien DM yang ditandai dengan albuminuria menetap yaitu: >300 mg/24 jam
atau >200 mikrogram/menit pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3
sampai 6 bulan
B. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2009:1220), klasifikasi dari DiabetesMellitus yaitu:
a) Tipe I: Diabetes Mellitus tergantung insulin (insulin-dependentdiabetes
mellitus [IDDM])
b) Tipe II: Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (non insulin-dependent
diabetes mellitus [NIDDM])
c) Diabetes mellitus gestasional (gestasional diabetes mellitus)
d) Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindromlainnya

C. TANDA DAN GEJALA


Perkeni (2021) membagi alur diagnosis Diabetes Melitus menjadi dua bagian besar
berdasarkan ada tidaknya gejala khas Diabetes Melitus. a. Gejala khas Diabetes
Melitus terdiri dari trias diabetik yaitu :
a) Poliuria (banyak kencing), peningkatan pengeluaran urine terjadi apabila peningkatan
glukosa melebihi nilai ambang ginjal untuk reabsorpsi glukosa, maka akan terjadi
glukossuria. Hal ini menyebabkan diuresis osmotic yang secara klinis bermanifestasi
sebagai poliuria.
b) Polidipsi (banyak minum), peningkatan rasa haus terjadi karena tingginya kadar
glukosa darah yang menyebabkan dehidrasi berat pada sel di seluruh tubuh. Hal ini
terjadi karena glukosa tidak dapat dengan mudah berdifusi melewati poripori
membran sel. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat katabolisme protein di otot dan
ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
Aliran darah yang buruk pada pasien diabetes kronis juga berperan menyebabkan
kelelahan.
c) Polifagia (banyak makan), peningkatan rasa lapar terjadi karena penurunan aktivitas
kenyang di hipotalamus. Glukosa sebagai hasil metabolisme karbohidrat tidak dapat
masuk ke dalam sel, sehingga menyebabkan terjadinya kelaparan sel. Gejala khas
Diabetes Melitus lainnya yaitu ditandai dengan berat badan menurun tanpa sebab
yang jelas.
i) Gejala tidak khas Diabetes Melitus diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit
sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus (wanita).
Menurut American Diabetes Association (2010) mengatakan bahwa tanda dan gejala
Diabetes Melitus ditandai dengan gejala hiperglikemia yang nyata termasuk poliuria,
polidipsia, penurunan berat badan, terkadang dengan polifagia, dan kabur penglihatan.
Gangguan pertumbuhan dan kerentanan terhadap infeksi tertentu juga dapat menyertai
hiperglikemia kronis.
D. KLASIFIKASI
Klasifikasi diabetes melitus menurut (Perkeni, 2021) berdasarkan etiologinya adalah
sebagai berikut:

E. PATOFISIOLOGI
Resistensi insulin pada sel otot dan hati, serta kegagalan sel beta pankreas telah
dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe 2. Hasil penelitian
terbaru telah diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat dari
yang diperkirakan sebelumnya. Organ lain yang juga terlibat pada DM tipe 2 adalah
jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi inkretin), sel alfa
pankreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak
(resistensi insulin), yang ikut berperan menyebabkan gangguan toleransi glukosa. Saat
ini sudah ditemukan tiga jalur patogenesis baru dari ominous octet yang
memperantarai terjadinya hiperglikemia pada DM tipe 2 (Perkeni, 2021). Secara garis
besar patogenesis hiperglikemia disebabkan oleh sebelas hal (egregious eleven) yaitu:
a) Kegagalan sel beta pankreas Pada saat diagnosis DM tipe 2 ditegakkan, fungsi sel
beta sudah sangat berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini
adalah sulfonilurea, meglitinid, agonis glucagon-like peptide (GLP-1) dan
penghambat dipeptidil peptidase-4 (DPP-4).
b) Disfungsi sel alfa pankreas Sel alfa pankreas merupakan organ ke-6 yang berperan
dalam hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel alfa berfungsi pada
sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan
meningkat. Peningkatan ini menyebabkan produksi glukosa hati (hepatic glucose
production) dalam keadaan basal meningkat secara bermakna dibanding individu
yang normal.
c) Sel lemak Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,
menyebabkan peningkatan proses lipolisis dan kadar asam lemak bebas (free fatty
acid/FFA) dalam plasma. Peningkatan FFA akan merangsang proses
glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di hepar dan otot, sehingga
mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut
sebagai lipotoksisitas. Obat yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidinedion.
d) Otot Pada pasien DM tipe 2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multipel di
intramioselular, yang diakibatkan oleh gangguan fosforilasi tirosin, sehingga
terjadi gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan
penurunan oksidasi glukosa.
e) Hepar Pada pasien DM tipe 2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
glukoneogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh hepar
(hepatic glucose production) meningkat.
f) Otak Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang
obese baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang
merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini
asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi
di otak
g) Kolon/Mikrobiota Perubahan komposisi mikrobiota pada kolon berkontribusi
dalam keadaan hiperglikemia. Mikrobiota usus terbukti berhubungan dengan DM
tipe 1, DM tipe 2, dan obesitas sehingga menjelaskan bahwa hanya sebagian
individu berat badan berlebih akan berkembang menjadi DM. Probiotik dan
prebiotik diperkirakan sebagai mediator untuk menangani keadaan hiperglikemia.
h) Usus halus Glukosa yang ditelan memicu respons insulin jauh lebih besar
dibanding bilar diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek inkretin
ini diperankan oleh 2 hormon yaitu glucagon-like polypeptide-1 (GLP-1) dan
glucose-dependent insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory
polypeptide (GIP). Pada pasien DM tipe 2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan
resisten terhadap hormon GIP.
i) Ginjal Ginjal adalah organ yang diketahui berperan dalam patogenesis DM tipe 2.
Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari
glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran enzim sodium glucose
co-transporter -2 (SGLT-2) pada bagian convulated tubulus proksimal, dan 10%
sisanya akan diabsorbsi melalui peran sodium glucose co-transporter - 1 (SGLT-1)
pada tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam
urin.
j) Lambung Penurunan produksi amilin pada diabetes merupakan konsekuensi
kerusakan sel beta pankreas. Penurunan kadar amilin menyebabkan percepatan
pengosongan lambung dan peningkatan absorpsi glukosa di usus halus, yang
berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa postprandial.
k) Sistem imun Terdapat bukti bahwa sitokin menginduksi respon fase akut (disebut
sebagai inflamasi derajat rendah, merupakan bagian dari aktivasi sistem imun
bawaan/innate) yang berhubungan erat dengan patogenesis DM tipe 2 dan
berkaitan dengan komplikasi seperti dislipidemia dan aterosklerosis. Inflamasi
sistemik derajat rendah berperan dalam induksi stres pada endoplasma akibat
peningkatan kebutuhan metabolisme untuk insulin.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi akibat penyakit DM dapat berupa gangguan pada pembuluh
darah baik makrovaskular maupun mikrovaskular, serta gangguan pada sistem saraf atau
neuropati. Gangguan ini dapat terjadi pada pasien DM tipe 2 yang sudah lama menderita
penyakit atau DM tipe 2 yang baru terdiagnosis. Komplikasi makrovaskular umumnya
mengenai organ jantung, otak dan pembuluh darah, sedangkan gangguan mikrovaskular
dapat terjadi pada mata dan ginjal. Keluhan neuropati juga umum dialami oleh pasien
DM, baik neuropati motorik, sensorik ataupun neuropati otonom (Perkeni, 2021).
Nefropati diabetik timbul akibat dari kadar glukosa yang tinggi menyebabkan
terjadinya glikosilasi protein membran basalis, sehingga terjadi penebalan selaput
membran basalis, dan terjadi pula penumpukkan zat serupa glikoprotein membran basalis
pada mesangium sehingga lambat laun kapiler- kapiler glomerulus terdesak, dan aliran
darah terganggu yang dapat menyebabkan glomerulosklerosis dan hipertrofi nefron. Perlu
dilakukan skrining setiap 6bulan melalui metode pemeriksaan urin untuk melihat apakah
masih terdapat mikroalbuminuria.
Nefropati diabetik timbul akibat dari kadar glukosa yang tinggi menyebabkan
terjadinya glikosilasi protein membran basalis, sehingga terjadi penebalan selaput
membran basalis, dan terjadi pula penumpukkan zat serupa glikoprotein membran basalis
pada mesangium sehingga lambat laun kapiler- kapiler glomerulus terdesak, dan aliran
darah terganggu yang dapat menyebabkan glomerulosklerosis dan hipertrofi nefron. Perlu
dilakukan skrining setiap 6bulan melalui metode pemeriksaan urin untuk melihat apakah
masih terdapat mikroalbuminuria.

G. DATA PENUNJANG
Pemeriksaan Penunjang DM Menurut Wijaya & Putri (2013) dalam Andriani (2021)
pemeriksaan penunjang DM dibagi menjadi beberapa yaitu :
1. Kadar gula darah

b) Tidak terdapat gejala DM tetapi terdapat 2 hasil gula darah (puasa >140 mg/dl, 2 jam
pp >200 mg/dl, random >200 mg/dl).

H. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN


Menurut Tendra (2013) dalam Andriani (2021), Penatalaksanaan DM sebagai berikut:
1. Edukasi Pemberian informasi tentang gaya hidup yang perlu diperbaiki secara
khusus seperti: memperbaiki pola makan, pola latihan fisik, serta rutin untuk
melakukan pemeriksaan gula darah. Informasi yang cukup dapat memperbaiki
pengetahuan serta sikap bagi penderita DM.
2. Terapi Gizi Pada penderita DM prinsip pengaturan zat gizi bertujuan untuk
mempertahankan kadar glukosa dalam darah mendekati normal, mempertahankan
atau mencapai berat badan yang ideal, mencegah komplikasi akut dan kronik serta
meningkatkan kualitas hidup diarahkan pada gizi seimbang dengan cara melakukan
diit 3J, yaitu :
a) Jenis makanan Pada penderita DM sebaiknya menghindari makanan yang
kadar glukosanya tinggi, seperti: susu kental manis dan madu. Pilihlah
makanan dengan indeks glikemik rendah dan kaya akan serat seperti:
kacangkacangan, sayur-sayuraan, biji-bijian. Batasi mengkonsumsi garam
natrium yang berlebih. Batasi mengkonsumsi makanan yang mengandung
purin (jeroan, sarden, kaldu, emping, dan unggas). Cegah dislipidemia dengan
cara menghindari makanan yang mengandung banyak lemak secara berlebihan
(keju,udang, santan, kerang, cumi, telur, susu full cream atau makanan dengan
lemak jenuh).
b) Jumlah makanan Kebutuhan kalori setiap orang berbeda-beda, tergantung pada
berat badan, tinggi badan, jenis kelamin serta kondisi kesehatan pada klien.
Perhitungan kebutuhan kalori pada klien berdasarkan pada rumus
HarrisBenedict yang memperhitungkan jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi
badan hingga tingkat aktivitas fisik yang dilakukan.
c) jadwal makan
3. Latihan Fisik Dalam penatalaksanaan diabetes, latihan fisik atau olahraga sangatlah
pentingbagi penderita DM karena efeknya dapat menurunkan kadar gula darah dan
mengurangi faktor resiko kardiovaskuler.
4. Farmakologis Menurut Perkeni (2015) Berdasakan cara kerjanya, obat antidiabetes
di bagi menjadi 5 golongan :
a) Pemicu sekresi insulin: sulfonylurea dan glinid
b) Peningkatan sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
c) Penghambat glukoneogenesis (metformin)
d) Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukoksidase alfa DPP-inhibitor
I. PATHWAY

1. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah salah satu komponen dari proses keperawatan, yaitu suatu
usaha yang dilakukan oleh perawat dalam menggali permasalahan yang meliputi usaha
pengumpulan data tentang status kesehatan seorang klien secara sistematis, menyeluruh,
akurat, singkat, dan berkesinambungan (Muttaqin, 2014). Pengkajian pada pasien DM
tipe II dengan gangguan integritas kulit menurut (Andara & Yessie, 2013), sebagai
berikut:
a. Identitas
pasien Nama, No RM, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, status, tanggal MRS, dan
tanggal pengkajian
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pengkajian pada riwayat kesehatan sekarang meliputi 2 hal yaitu :
1) Keluhan utama saat masuk rumah sakit Dalam penulisannya keluhan utama
disampaikan dengan jelas dan padat dua atau tiga suku kata yang merupakan keluhan
yang mendasari klien meminta bantuan pelayanan kesehatan atau alasan klien masuk
rumah sakit. Keluhan utama yang sering muncul pada pasien DM tipe II ini yaitu :
sering kencing (poliuria), sering haus (polidipsia), mudah lapar (polifagia), dan berat
badan menurun.
2) Keluhan saat dikaji Berbeda dengan keluhan utama saat masuk rumah sakit,
keluhan saat dikaji didapat dari hasil pengkajian pada saat itu juga. penjelasan
meliputi PQRST :
P: Palliative merupakan faktor yang mencetus terjadinya penyakit, hal yang
meringankan atau memperberat gejala, klien dengan DM mengeluh mual muntah,
diare dan adanya luka gangren. Q: Qualiative suatu keluhan atau penyakit yang
dirasakan. Rasa mual meningkat akan membuat klien merasa tidak nafsu makan.
R: Region sejauh mana lokasi penyebaran daerah yang di keluhkan. Mual dirasakan di
ulu hati, bila terjadi gangrene sering dibagian ektremitas atas dan bawah.
S: Severity drajat keganasan atau intensitas dari keluhan tersebut. Mual yang
dirasakan dapat mengganggu aktivitas klien.
T: Time waktu dimana keluhan yang dirasakan, lamanya dan frekuensinya, waktu
tidak menentu, biasanya dirasakan secara terusmenerus. (Bararah, 2012).
B. Riwayat Kesehatan Sekarang
Berisi tentang riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya. Berapa lama klien
menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi medis apa saja, mendapatkan
pengobatan apa saja, bagaimanakah cara penggunaan obatnya apakah teratur atau tidak
(Padila,2012).
C. Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit-penyakit lain yang ada kaitannya dengan
defisiensi insulin. Misalnya penyakit pankreas, hipertensi dan ISK berulang, adanya
riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arteosklerosis, tindakan medis yang pernah
didapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan.
D. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dapat dilihat di riwayat kesehatan keluarga apakah ada genogram keluarga yang juga
menderita DM. DM mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya DM (Padila, 2012).
E. Riwayat Psikososial
Meliputi insformasi tentang penyakit mengenai prilaku perasaan dan emosi yang dialami
penderita berhubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.
F. Pola aktifitas
1) Pola nutrisi Pola aspek ini dikaji mengenai kebiasaan makan klien sebelum sakit dan
sesudah masuk rumah sakit. Peningkatan nafsu makan, mual, muntah, penurunan atau
peningkatan berat badan, banyak minum dan perasaan haus (Tarwoto dkk, 2017).
2) Kebutuhan eliminasi Dikaji mengenai frekuensi, konsistensi, warna dan kelainan
eliminasi, kesulitan-kesulitan eliminasi dan keluhan-keluhan yang dirasakan klien pada
saat BAB dan BAK. Perubahan pola berkemih (polyuria), nokturia, kesulitan berkemih,
diare (Tarwoto dkk, 2017).
3) Istirahat Tidur Pada pasien DM sering mengalami gangguan tidur, keletihan, lemah,
sulit bergerak maupun berjalan, kram otot dan tonus otot menurun, takikardi dan
takipnea pada saat istirahat (Febriani Andiresta, 2020).
4) Personal Hygine Pada pasien DM ditemukan penyakit periodental dan dilakukan
perawatan gigi. Juga menjaga kulitnya selalu bersih dan kering khususnya didaerah
lipatan seperti paha, aksila, dibawah payudara karena cenderung terjadi luka akibat
gesekan dan infeksi jamur (Muthia Varena, 2019).
5) Aktivitas dan latihan Dikaji apakah aktivitas yang dilakukan klien dirumah dan
dirumah sakit dibantu atau secara mandiri. Karena pasien DM biasanya letih, lemah,
sulit bergerak, kram otot (Padila, 2012).
2. Pemeriksaan Fisik
a. Status kesehatan umum Pada pasien DM biasanya kesadarannya composmetis.
Namun pada pasien dengan kondisi hiperglikemia dan hipoglikemi berat dapat
menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran. Selain itu pasien akan mengalami badan
lemah, mengalami polidipsi, polifagi dan poliuri dan kadar gula darah tidak stabil
(Rendy, 2012).
b. Sistem pernapasan Pada pasien DM biasanya terdapat gejala nafas bau keton, dan
terjadi perubahan pola nafas (Tarwoto dkk, 2017)
c. Sistem kardiovaskuler Pada pasien DM pada system kardiovaskuler terdapat
hipotensi atau hipertensi, takikardi, palpitasi (Tarwoto dkk, 2017)
d. Sistem pencernaan / gastrointestinal Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah,
diare, konstipasi, dehidrasi, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen
(Tarwoto dkk, 2017)
e. Sistem genitourinaria Terdapat perubahan pola berkemih (polyuria), nokturia,
kesulitan berkemih, diare (Tarwoto dkk, 2017).
f. Sistem endokrin Tidak ada kelainan pada kelenjar tiroid dan kelenjar paratiroid.
Adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah akibat terganggunya produksi insulin
(Barara, 2013).
g. Sistem saraf Menurunnya kesadaran, kehilangan memori, neuropati pada ekstermitas,
penurunan sensasi, peretasi pada jari-jari tangan dan kaki (Tarwoto dkk, 2017)
h. Sistem integument Pada pasien DM kulit kering dan kasar, gatal-gatal pada kulit dan
sekitar alat kelamin, luka gangrene (Tarwoto dkk, 2017)
i. Sistem musculoskeletal Kelemhan otot, nyeri tulang, kelainan bentuk tulang, adanya
kesemutan, paratasia, dank ram ekstermitas, osteomilitis (Tarwoto dkk, 2017)
j. Sistem pengelihatan Retinopati atau kerusakan pada retina karena tidak mendapatkan
oksigen. Retina adalah jaringan sangat aktif bermetabolisme dan pada hipoksia kronis
akan mengalami kerusakan secara progresif dalam struktur kapilernya, membentuk
mikroanuerima, dan memperlihatkan bercak bercak perdarahan.
3. Data psikologis
Stres terganggu pada orang lain, ansietas. Klien akan merasakan bahwa dirinya tidak
berdaya, tidak ada harapan, mudah marah dan tidak kooperatif.
4. Data social
Klien akan kehilangan perannya dalam keluarga dan dalam masyarakat karena
ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan seperti biasanya.
5. Data spiritual
Klien akan mengalami gangguan kebutuhan spiritual sesuai denga keyakinan baik
jumlah dalam ibadah yang diakibatkan karena kelemahan fisik dan
ketidakmampuannya.
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium, darah yaitu Hb, leukosit, trombosit, hematokrit, AGD, data
penunjang untuk klien dengan DM yaitu: Laboratorium: Adanya peningkatan gula darah
puasa lebih dari nilai normal nya (>126mg/Dl) (Sulistianingsih, 2016).
7. Analisa Data
Analisa data merupakan kemampuan kognitif dalam pegembangan daya berfikir dan
penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu dan pengetahuan, pengalaman, dan
pengertian keperawatan. Dalam melakukan analisis data, diperlukan kemampuan
mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip
yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan
keperawatan klien (Sumijatun, 2010).

8. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakstabilan Kadar Gula Darah b/d Disfungsi pankreas / Resistensi Insulin(D.0027)
2. Risiko Infeksi b/d Penyakit Kronis (Diabetes Melitus) (D.0142)
3. Perfusi Perifer Tidak Efektif b/d Hiperglikemia (D.0009)
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi (D.0111)
9. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Intervensi
1 Ketidakstabilan Kadar Gula Darah b/d Disfungsi a. Manajemen Hiperglikemia
pankreas / Resistensi Insulin(D.0027) (I.03115)
 Identifkasi kemungkinan
penyebab hiperglikemia
 Identifikasi situasi yang
menyebabkan kebutuhan
insulin meningkat
 Monitor kadar glukosa
darah, jika perlu
 Monitor tanda dan gejala
hiperglikemia seperti
poliuri, polidipsia,
polifagia, kelemahan,
malaise, pandangan
kabur, sakit kepala
 Monitor intake dan output
cairan
 Monitor keton urine,
kadar analisa gas darah,
elektrolit, tekanan darah
ortostatik dan frekuensi
nadi
 Berikan asupan cairan
oral
 Konsultasi dengan medis
jika tanda dan gejala
hiperglikemia tetap ada
atau memburuk
 Fasilitasi ambulasi jika
ada hipotensi ortostatik
 Anjurkan olahraga saat
kadar glukosa darah lebih
dari 250 mg/dL
 Anjurkan monitor kadar
glukosa darah secara
mandiri
 Anjurkan kepatuhan
terhadap diet dan
olahraga
 Ajarkan indikasi dan
pentingnya pengujian
keton urine, jika perlu
 Ajarkan pengelolaan
diabetes melitus seperti
penggunaan insulin, obat
oral, monitor asupan
cairan, penggantian
karbohidrat, dan bantuan
professional kesehatan
 Kolaborasi pemberian
insulin, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
cairan IV, jika perlu
 Kolaborasipemberian
kalium, jika perlu
b. Manajemen Hipoglikemia
(I.03113)
 Identifkasi tanda dan
gejala hipoglikemia
 Identifikasi kemungkinan
penyebab hipoglikemia
 Berikan karbohidrat
sederhana, jika perlu
 Batasi glucagon, jika
perlu
 Berikan karbohidrat
kompleks dan protein
sesuai diet
 Pertahankan kepatenan
jalan nafas
 Pertahankan akses IV,
jika perlu
 Hubungi layanan medis,
jika perlu
 Anjurkan membawa
karbohidrat sederhana
setiap saat
 Anjurkan memakai
identitas darurat yang
tepat
 Anjurkan monitor kadar
glukosa darah
 Anjurkan berdiskusi
dengan tim perawatan
diabetes tentang
penyesuaian program
pengobatan
 Jelaskan interaksi antara
diet, insulin/agen oral,
dan olahraga
 Anjurkan pengelolaan
hipoglikemia (tanda dan
gejala, faktor risiko dan
pengobatan hipoglikemia)
 Ajarkan perawatan
mandiri untuk mencegah
hipoglikemia (mis.
mengurangi insulin atau
agen oral dan/atau
meningkatkan asupan
makanan untuk
berolahraga
 Kolaborasi pemberian
dextros, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
glucagon, jika perlu

2 Risiko Infeksi b/d Penyakit Kronis (Diabetes Pencegahan Infeksi (I.14539)


Melitus) (D.0142)  Monitor tanda dan gejala
Tingkat Infeksi Menurun (L.14137) infeksi lokal dan sistemik
 Kebersihan tangan dan badan meningkat  Batasi jumlah
 Demam, kemerahan, nyeri, dan bengkak pengunjung
menurun  Berikan perawatan kulit
 Periode malaise menurun pada daerah edema
 Periode menggigil, letargi, dan ganggauan  Cuci tangan sebelum dan
kognitif menurun sesudah kontak dengan
 Kadar sel darah putih membaik pasien dan lingkungan
pasien
 Pertahankan teknik
aseptik pada psien
beresiko tinggi
 Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
 Ajarkan cara memeriksa
luka
 Kolaborasi pemberian
imunisasi jika perlu

3 Perfusi Perifer Tidak Efektif b/d Hiperglikemia a. Perawatan Sirkulasi


(D.0009) (I.02079)
Perfusi Perifer meningkat (L.02011b)  Periksa sirkulasi
 Denyut nadi perifer meningkat perifer(mis. Nadi perifer,
 Penyembuhan luka dan sensasi meningkat edema, pengisian kalpiler,
 Warna kulit pucat menurun warna, suhu, angkle

 Edema perifer menurun brachial index)

 Parastesia menurun  Identifikasi faktor resiko

 Kelemahan dan kram otot menurun gangguan sirkulasi (mis.


Diabetes, perokok, orang
 Bruit femoralis menurun
tua, hipertensi dan kadar
 Nekrosis menurun
kolesterol tinggi)
 Pengisian kapiler membaik
 Monitor panas,
 Tekanan darah membaik
kemerahan, nyeri, atau
 Indeks ankle-brachial membaik
bengkak pada ekstremitas
 Hindari pemasangan
infus atau pengambilan
darah di area keterbatasan
perfusi
 Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas pada
keterbatasan perfusi
 Hindari penekanan dan
pemasangan torniquet
pada area yang cidera
 Lakukan pencegahan
infeksi
 Lakukan perawatan kaki
dan kuku
 Lakukan hidrasi
 Anjurkan berhenti
merokok
 Anjurkan berolahraga
rutin
 Anjurkan mengecek air
mandi untuk menghindari
kulit terbakar
 Anjurkan menggunakan
obat penurun tekanan
darah, antikoagulan, dan
penurun kolesterol, jika
perlu
 Anjurkan minum obat
pengontrol tekakan darah
secara teratur
 Anjurkan menghindari
penggunaan obat
penyekat beta
 Ajurkan melahkukan
perawatan kulit yang
tepat(mis. Melembabkan
kulit kering pada kaki)
 Anjurkan program
rehabilitasi vaskuler
 Anjurkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi( mis. Rendah
lemak jenuh, minyak
ikan, omega3)
 Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan( mis. Rasa
sakit yang tidak hilang
saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa)
b. Manajemen Sensasi Perifer
(I.06195)
 Identifikasi penyebab
perubahan sensasi
 Identifikasi penggunaan
alat pengikat, prostesis,
sepatu, dan pakaian
 Periksa perbedaan sensasi
tajam atau tumpul
 Periksa perbedaan sensasi
panas atau dingin
 Periksa kemampuan
mengidentifikasi lokasi
dan tekstur benda
 Monitor terjadinya
parestesia, jika perlu
 Monitor perubahan kulit
 Monitor adanya
tromboflebitis dan
tromboemboli vena
 Hindari pemakaian
benda-benda yang
berlebihan suhunya
(terlalu panas atau dingin)
 Anjurkan penggunaan
termometer untuk
menguji suhu air
 Anjurkan penggunaan
sarung tangan termal saat
memasak
 Anjurkan memakai sepatu
lembut dan bertumit
rendah
 Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu

4 Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang Edukasi kesehatan (l.12383)


informasi (D.0111)  Sediakan materi dan
Tingkat pengetahuan membaik ( L.12111) media pendidikan
kesehatan
 Perilaku klien sesuai dengan yang di  Jadwalkan pendidikan
anjuran meningkat kesehatan sesuai
 Minat klien dalam belajar meningkat kesepakatan
 Kemampuan klien menjelaskan  Berikan kesempatan
pengetahuan tentang penyakitnya untuk bertanya
meningkat  Jelaskan klien tentang
 Kemampuan klien menggambarkan penyakitnya
 pengalaman sebelumnya yang sesuai  Jelaskan faktor resiko
dengan penyakitnya meningkat yang dapat
 Perilaku sesuai dengan pengetahuannya mempengaruhi kesehatan
meningkat Ajarkan perilaku hidup bersih
 Pertanyaan tentang penyakitnya menurun dan sehat
 Persepsi keliru tentang penyakitnya
menurun
 Perilaku kllien membaik

DAFTAR PUSTAKA
Andra, S. W., & Yessie, M. P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika. American
Diabetes Association. (2020). Introduction: Standars of Medical Care in Diabetes.
Retrieved from
https://care.diabetesjournals.org/content/44/Supplement_1/S1#:~:text=The% .
Bararah, T., & Jauhar, M. (2013).
Asuhan Keperawatan: Panduan Lengkap Menjadi Perawat Profesional. Devi, I.
(2018). GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DIABETES MELITUS TIPE II
DENGAN KETIDAK STABILAN KADAR GLUKOSA DARAH DI UPT KESMAS SUKAWATI I
GIANYAR (Doctoral dissertation, Jurusan Keperawatan 2018). Fansuri, G. (2019).
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DIABETES MELITUS (DM) TIPE II DI
RUANG FLAMBOYAN RSUD. ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA. Intan, N.,
Dahlia, D., & Kurnia, D. A. (2022). Asuhan Keperawatan pada Pasien Diabetes Melitus
Tipe 2, Fase Akut dengan Pendekatan Model Adaptasi Roy: Studi Kasus. Jurnal
Keperawatan Silampari, 5(2), 680-688. Indonesia, P. E. (2019).
Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. Pb.
Perkeni. IDF. (2015). The International Diabetes Federation (IDF) response to the
WHO firstdraft of the Framework for country action across sectors for health and
health equity , March 2015 (Vol. Global Dia). IDF. (2019). IDF DIABETES ATLAS (9th
ed.). BELGIUM: International Diabetes federation. Retrieved from
https://www.diabetesatlas.org/en/resources/ VARENA, M. (2019).
Asuhan Keperawatan Pada Tn. Z Dengan Diabetes Melitus Di Ruang Rawat
Inap Ambun Suri Lantai 3 RS DR. ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI 2019. Retrieved
from ile:///C:/Users/USER/Downloads/Documents/13%20MUTHIA%20VARENA
_2.pdf.
Kemenkes. (2010). Diabetes melitus dapat dicegah. Diakses pada 20 Juni
2022. http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=1314 MUTHIA VARENA, M. V.
(2019). Asuhan keperawatan pada Ny Z dengan diabetes melitus di ruang rawat inap
ambun suri lantai 3 RSAM Bukittinggi tahun 2019 (Doctoral dissertation, stikes
perintis padang)

Anda mungkin juga menyukai