Anda di halaman 1dari 16

A.

Konsep Medis
1. Defenisi
Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas
tidak memproduksi cukup insulin atau ketika tubuh tidak dapat secara
efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya. Insulin adalah hormon
yang diproduksi oleh pancreas yang berfungsi untuk mengatur penggunaan
glukosa sehingga glukosa dapat diubah menjadi energi dan membantu
mengontrol kadar gula darah (glukosa) dalam darah (WHO, 2020).
Diabetes mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein yang disebabkan oleh karena kehilangan sel-sel yang
memproduksi insulin di pankreas atau penurunan sensitivitas jaringan
terhadap insulin yang menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah
(Kassahun & Mekonen, 2017).
Diabetes adalah didefinisikan sebagai kondisi ketidakstabilan
glikemik, yang memiliki efek mengubah metabolisme lipid, protein dan
karbohidrat yang menyebabkan disfungsi sekresi insulin (Vicente et al.,
2020).
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis dengan gangguan
fungsi kelenjar pankreas yang melepaskan hormon insulin. Pankreas
berperan dalam mengangkut gula dalam darah ke otot jaringan untuk suplai
energi (Martina & Adisasmita, 2019).
2. Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association (ADA) dalam (Apiati & Sugiarti, 2018), DM bisa
diklasifikasikan secara etiologi menjadi DM Tipe 1, DM Tipe 2,Diabetes Dalam
Kehamilan, dan Diabetes Tipe Lain.
a. DM Tipe 1 terjadi karena kerusakan sel beta pankreas (reaksi
autoimun), bila kerusakan sel beta telah mencapai 80-90% maka gejala
DMmulai muncul. Perusakan sel beta ini lebihcepat terjadi pada anak-
anak dibandingkan dewasa. Sebagian besar penderita DM Tipe 1
mempunyai antibodi yang menunjukkan adanya proses autoimun, dan
sebagian kecil tidak terjadi proses autoimun. Sebagian besar (75%)
kasus terjadi sebelum usia 30 tahun, tetapi usia tidak termasuk kriteria
untuk klasifikasi.
b. DM tipe 2 merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang
ditandai oleh keadaan hiperglikemi akibat kelainan sekresi insulinoleh
sel beta pankreas, gangguan kerjainsulin/resistensi insulin atau
kombinasi keduanya. Kasus DM tipe 2 terbanyak umumnya
mempunyai latar belakang kelainanberupa resistensi insulin.
c. DM dan kehamilan (Gestational Diabetes Melitus - GDM) adalah
kehamilan normal yang disertai dengan peningkatan insulin resistance
(ibu hamil gagal mempertahankan euglycemia). Faktor risiko GDM
diantaranya riwayat keluarga DM, kegemukan, dan glikosuria. GDM
ini meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus,
polisitemia, dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu GDM
mensekresi insulin lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi
dan makrosomia.
3. Etiologi
a. Diabetes milletus tipe 1
1) Faktor genetic
DM cenderung diturunkan atau diwariskan, bukan ditularkan.
2) Faktor imunologi
Dalam diabetes tipe ini ditemukan adanya suatu respon autoimun.
Respon ini merupakan respon abnormal karena antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut
yang dianggapnya seolah olah sebagai jaringan asing.
(Awadalla et al., 2018)
b. Diabetes Mellitus Tipe 2
1) Usia resistensi cenderung meningkat diusia 65 tahun
2) Obesitas/Overweight dikaitkan dengan gangguan metabolisme
intraseluler pada transpor sinyal pemanfaatan glukosa dan
peningkatan lipolisis yang kemudian menimbulkan resistensi insulin
dan hiperglikemia (Harbuwono et al., 2020).
3) Kurang olahrag dan pola makan tidak sehat
4) Riwayat keluarga dengan diabetes.
(Arambewela et al., 2018)

4. Patofisiologi

patofisiologi diabetes melitus yaitu sebagian besar gambaran patologik dari


DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya
insulin berikut: berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel-sel tubuh yang
mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 200-1200 mg/dl.
Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang
menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan
endapan kolesterol pada dinding pembuluh darah dan akibat dari
berkurangnya protein dalam jaringan tubuh. Pasien-pasien yang mengalami
defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa
yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah
yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar
160-180 mg/100 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus-tubulus renalis
tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan
mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai
kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri 10
menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar
bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif
dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain
adalah asstenia aatau kekurangan energi sehingga protein menjadi cepat
lelah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya
protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hipergikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan
membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan
terjadinya gangren. Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak
dapat mempertahankan kadar glukosa yang normal, atau toleransi glukosa
sesudah makan karbohidrat, jika hiperglikemia parah dan melebihi ambang
ginjal, maka timbul glukosoria. Glukosoria ini akan mengakibatkan diuresis
osmotik yang meningkatkan mengeluarkan kemih (poliuria) harus
testimulasi, akibatnya pasien akan minum dalam jumlah banyak karena
glukosa hilang bersama kemih, maka pasien mengalami keseimbangan
kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar
(polifagia) timbul sebagai akibat kehilangan kalori.
4. Manifestasi klinik
Gejala dari penyakit DM yaitu antara lain :
a. Poliuria (sering buang air kecil)
b. Polifagia (cepat merasa lapar)
c. Polidipsia (haus yang berlebihan)
d. Penurunan/penambahan BB
e. Luka yang sukar sembuh
5. Komplikasi
a. Komplikasi metabolik akut
1) Ketoasidosis Diabetik (KAD)
KAD merupakan komplikasi diabetes akut yang ditandai dengan
hiperglikemia (≥250 mg / dL), peningkatan kadar keton darah, dan
asidosis metabolik, biasanya dengan anion gap (AG) yang tinggi (Lee
et al., 2019).
2) Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SSH)
Hiperosmolar hyperglycaemic state (HHS) merupakan komplikasi
akut utama pada pasien dengan DM. Pemicu umum untuk HHS
termasuk kepatuhan pengobatan yang buruk, fluktuasi glukosa darah
atau respons stress. SSH adalah peningkatan glukosa darah yang
sangat tinggi (600-1200 mg/dl) tanpa adanya tanda dan gejala asidosis
(Hu & Lin, 2018).
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah suatu komplikasi umum dari penggunaan
glukosa. Hipoglikemia juga berasal dari suplai glukosa yang tidak
adekuat untuk mengompensasi penurunan glukosa darah yang akan
diinduksi oleh insulin eksogen. (Coca et al., 2018).
b. Komplikasi metabolik kronik
1) Mikroangiopati
a) Retinopati diabetik
Retinopati diabetik adalah komplikasi mikrovaskuler umum yang
menyebabkan kehilangan penglihatan (Egunsola et al., 2021).
b) Neuropati diabetik (DN)
DN adalah salah satu komplikasi diabetes yang paling umum ,
mencakup kerangka kerja sindrom klinis dan subklinis yang luas
dan heterogen dan ditandai dengan hilangnya serabut saraf secara
progresif yang mempengaruhi kedua divisi utama sistem saraf tepi,
somatik dan otonom. DN melibatkan kondisi multifaktorial dan
berbagai proses dalam patogenesisnya, seperti gangguan
metabolisme, lesi autoimun, inflamasi, defisiensi pertumbuhan
pembuluh darah dan saraf (Brinati et al., 2018).
c) Luka diabetic
Luka diabetic adalah salah satu jenis komplikasi dari diabetes
melitus, jika dibiarkan tidak diobati ulkus diabetic akan menjadi
kronik. Perawatan luka diabetic menggunakan metode balutan
modern selama 1 bulan dengan jumlah pengobatan sebanyak 10
kali dapat mempercepat proses penyembuhan luka diabetes
(Sudarman et al., 2020).
2) Makroangiopati
a) Penyakit kardiovaskuler
Kadar glukosa yang tinggi pada seseorang dengan DM akan
mengakibatkan stres oksidatif, glikasi protein vaskular,
abnormalitas trombosit dan koagulasi yang pada akhirnya
mengakibatkan disfungsi endotel dan beresiko langsung terhadap
bebagai penyakit kardiovaskuler seperti angina, infark miokard
(serangan jantung), stroke, penyakit arteri perifer dan gagal
jantung. (Didangelos et al., 2018)

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS) > 126 mg/dl
b. Pemeriksaan gula darah puasa (GDP) > 200 mg/dl
c. Pemeriksaan gula darah 2 jam prandial (GD2PP) > 140 mg/dl
(Harbuwono et al., 2020)
d. Pemeriksaan gula darah acak > 200 mg/dl
Pemeriksaan HbA1c >6,5% (43 mmol / mol) (Harbuwono et al., 2020)

7. Penatalaksanaan
1. Terapi farmakologi
b. Terapi insulin
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe
1. Pada DM Tipe I, sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita
rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai
penggantinya, maka penderita DM Tipe I harus mendapat insulin
eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam
tubuhnya dapat berjalan normal.
c. Terapi obat hipoglikemik oral
Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk
membantu penanganan pasien DM Tipe II. Pemilihan obat
hipoglikemik oral yang tepat sangat menentukan keberhasilan terapi
diabetes. Bergantung pada tingkat keparahan penyakit dan kondisi
pasien, farmakoterapi hipoglikemik oral dapat dilakukan dengan
menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat.

8. Terapi nonfarmakologi

Menurut (Medika, 2018), Terapi non-obat sebenarnya sama dengan


langkah pencegah. Inti dari terapi ini adalah menjaga agar terhindar
dari segala penyakit, terutama penyakit degeneratif. Terapi non-obat
ini terdiri dari pemberian pengetahuan tentang diabetes, olahraga
secara teratur, menerapkan pola makan yang tepat, dan menerapkan
gaya hidup yang sehat. Keseluruhannya harus diterapkan demi
mencapai hasil maksimal.
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien, meliputi : Nama pasien, tanggal lahir,umur, agama, jenis
kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, No rekam medis.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan sekarang
d. Riwayat kesehatan dahulu
e. Riwayat kesehatan keluarga
f. Pemeriksaan Fisik
g. Klien dengan DM harus dipantau secara ketat untuk tingkat pengetahuan
dan melakukan peraatan mandiri. Tipe DM, kondisi klinis klien dan
rencana pengobatan juga merupakan pengkajian penting. Menanyakan
klien apakah minum vitamin, mineral atau suplemen herbal untuk
menurunkan kadar glukosa darah atau untuk tujuan lainnya.
(Black & Hawks, 2016)

C. PENGKAJIAN GAWAT DARURAT

Berikut penjabaran proses keperawatan yang merupakan panduan Asuhan


Keperawatan di ruangan gawat darurat dengan contoh proses keperawatan
klien gawat darurat.
1. Pengkajian Primer (primary survey)
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah
aktual/potensial dari kondisi life threatning (berdampak terhadap
kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup). Pengkajian tetap
berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal
tersebut memungkinkan.
Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :
A = Airway dengan kontrol servikal
- Bersihan jalan nafas
- Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
- Distress pernafasan
- Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema
laring
B = Breathing dan ventilasi
- Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
- Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
- Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
C = Circulation
- Denyut nadi karotis
- Tekanan darah
- Warna kulit, kelembaban kulit
- Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
D = Disability
- Tingkat kesadaran

- Gerakan ekstremitas
- GCS atau pada anak tentukan respon A = alert, V = verbal,P =
pain/respon nyeri, U = unresponsive.
- Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.
E = Eksposure
- Tanda-tanda trauma yang ada.
2. Pengkajian Sekunder (secondary survey)
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABC yang
ditemukan pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder
meliputi pengkajian obyektif dan subyektif dari riwayat keperawatan
(riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat
pengobatan, riwayat keluarga) dan pengkajian dari kepala sampai
kaki.
a. Pengkajian Riwayat Penyakit :Komponen yang perlu dikaji :
- Keluhan utama dan alasan pasien datang ke rumah sakit
- Lamanya waktu kejadian samapai dengan dibawa kerumah sakit
- Tipe cedera, posisi saat cedera dan lokasi cedera
- Gambaran mekanisme cedera dan penyakit yang ada(nyeri)
- Waktu makan terakhir
- Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit
sekarang, imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi klien.
Metode pengkajian :
1) Metode yang sering dipakai untuk mengkaji riwayat klien :

S (signs tanda dan gejala yang


and
diobservasi dan dirasakan klien
symptoms)

alergi yang dipunyai klien


A (Allergis)
tanyakan obat yang telah
M
diminum klien untuk
(medications)
mengatasi nyeri

riwayat penyakit yang


P (pertinent
diderita klien
pastmedical
makan/minum terakhir; jenis
hystori)
makanan, ada penurunan atau
L (last oral
peningkatan kualitas makan
intakesolid
or liquid)
pencetus/kejadian penyebab
E (event
keluhan
leading to
injury or
illnes)

P(provoke d) pencetus nyeri,


tanyakan hal yang
menimbulkan dan
Q(qu ality)
mengurangi nyeri
R (ra dia n)
S (se veri ty) kualitas nyeri
T (time)
arah
penjalaran
nyeriskala
nyeri ( 1 –
10 )
lamanya nyeri sudah
dialami
klien

2. Diagnosis Keperawatan
a. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia
b. Ketidakstabilan kadar glukosa berhubugan dengan
hipoglikemia/hiperglikemia
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan neuropati perifer
(PPNI, 2017)
3. Intervensi Keperawatan
a. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia ditandai
dengan CRT >3dtk, nadi perifer menurun atau tidak teraba, akral teraba
dingin, turgor kulit menurun dan edema
Tujuan :
1) Tidak terjadi perfusi perifer tidak efektif

Kriteria hasil :

1) Denyut nadi perifer


2) Kecepatan penyembuhan luka meningkat
3) Parastesia menurun

Perawatan Sirkulasi
Observasi
1) Identifikasi factor resiko gangguan sirkulasi
R/ DM merupakan salah satu gangguan sirkulasi, biasanya terjadi
pada kaki.
2) Periksa sirkulasi perifer
R/ sirkulasi perifer memberikan idnikasi adanya sirkulasi sistemik,
bila nadi perifer tidak teraba menunjukan alirah darah keperifer tidak
adekuat

Teraupeutik
3) Lakukan pencegahan infeksi
4) Lakukan perawatan kaki

Edukasi

5) Anjurkan berolahraga rutin (senam diabetic)


R/ senam diabetic dapat meningkatkan sirkulasi darah
6) Anjurkan program diet
R/ kepatuhan terhadap diet dapat memperbaiki sirkulasi
b. Ketidakstabilan kadar glukosa berhubugan dengan
hipoglikemia/hiperglikemia ditandai dengan mengantuk, pusing, kadar
glukosa darah rendah/tinggi, Lelah atau lesu
Tujuan : kadar glukosa darah stabil
Kriteria Hasil :
1) Kadar glukosa darah terkontrol
2) Kadar glukosa darah dalam rentang normal

Manajemen Hiperglikemia
Observasi
1) Identifikasi penyebab hiperglikemia
R/hiperglikemia terjadi ketika jumlah insulin ke glukosa tidak
mencukupi
2) Monitor kadar gula darah
R/ untuk memantau kadar gula dalam darah apakah mengalami
peningkatan atau penurunan
3) Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (poliura, polidipsi dan
polifagia)
R/ poliura, polidipsi dan polifagia dapat menyebabkan tingkat
kelesuan berlebih pada tubuh klien karena pengontrolan fungsi yang
tidak sesuai

Teraupeutik
4) Berikan asupan cairan oral
R/ untuk mempertahankan asupan cairan dikarenakan poliuria
5) Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada
atau memburuk
R/ agar dapat mengantisipasi dan menghambat keparahan yang
diakibatkan oleh hiperglikemia
Edukasi
6) Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
R/agar pasien bisa melakukan pengecekan kadar glukosa darah secara
mandiri
7) Anjurkan kepatuhan terhadap diet
R/ kepatuhan diet dapat mencegah komplikasi tterjadinya
hipoglikemia atau hiperglikemia
Kolaborasi
8) Kolaborasi pemberian insulin, cairan IV dan kalium jika perlu
R/ untuk menurunkan kadar glukosa sehingga tetap dalam rentang
normal
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan neuropati perifer ditandai
dengan kerusakan jaringan/lapisan kulit, nyeri, kemerahan
Tujuan : kerusakan integritas kulit dapat berkurang
Kriteria hasil : integritas kulit yang baik bisa dipertahankan, tidak ada
luka/lesi pada kulit
Perawatan luka
Observasi
1) Monitor karakteristik luka
R/ pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan
membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya serta mengetahui
perkembangan luka
2) Monitor tanda-tanda infeksi
R/ mengetahui tindakan yang akan dilakukan selanjutnya dan sebagai
deteksi dini dari infeksi local dapat dicegah.

Teraupeutik
3) Lepaskan balutan dan plester secara bertahap
R/ mengurangi tegangan pada jahitan atau
luka
4) Bersihkan jaringan nekrotik
R/ untuk menjaga agar kulit tetap bersih dan kering dan untuk
mengangkat jaringan mati
5) Pasang balutan sesuai jenis luka
R/ meningkatan ketepatan penyerapan drainase
6) Pertahankan Teknik steril saat melakukan perawatan luka
R/ dapat menjaga kontaminasi luka dan mencegah
infeksi
Edukasi
7) Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
R/ meningkatkan pengetahuan tentang perawatan luka
Kolaborasi
8) Kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu.
R/ antibiotic dapat menghambat proses infeksi
(PPNI, 2018)
DAFTAR PUSTAKA

Arambewela, M. H., Somasundaram, N. P., Jayasekara, H. B. P. R., Kumbukage,


M. P., Jayasena, P. M. S., Chandrasekara, C. M. P. H., Fernando, K. R.
A. S., & Kusumsiri, D. P. (2018). Prevalence of Chronic
Complications, Their Risk Factors, and the Cardiovascular Risk Factors
among Patients with Type 2 Diabetes Attending the Diabetic Clinic at a
Tertiary Care Hospital in Sri Lanka. Journal of Diabetes Research,
2018, 4504287. https://doi.org/10.1155/2018/4504287

Awadalla, N. J., Hegazy, A. A., El-Salam, M. A., & Elhady, M. (2018).


Environmental Factors Associated with Type 1 Diabetes Development:
A Case Control Study in Egypt. International Journal of Environmental
Research and Public Health, 14(6), 1–10.
https://doi.org/10.3390/ijerph14060615

Azitha, M., Aprilia, D., & Ilhami, Y. R. (2018). Hubungan Aktivitas Fisik dengan
Kadar Glukosa Darah Puasa pada Pasien Diabetes Melitus yang Datang
ke Poli Klinik Penyakit Dalam Rumah Sakit M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas, 7(3), 400. https://doi.org/10.25077/jka.v7.i3.p400-
404.2018

Anjani, E. P., Oktarlina, R. Z., & Morfi, C. W. (2018). Zat Antosianin pada
Ubi Jalar Ungu terhadap Diabetes Melitus. Majority, 7(2), 257–262.

Coca, A., Valencia, A. L., Bustamante, J., Mendiluce, A., & Floege, J. (2018).
Hypoglycemia Following Intravenous Insulin Plus Glucose for
Hyperkalemia in Patients with Impaired Renal Function. PLoS ONE,
12(2), 1–13. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0172961

Didangelos, T., Moralidis, E., Karlafti, E., Tziomalos, K., Margaritidis, C.,
Kontoninas, Z., Stergiou, I., Boulbou, M., Papagianni, M.,
Papanastasiou, E., & Hatzitolios, A. I. (2018). A Comparative
Assessment of Cardiovascular Autonomic Reflex Testing and Cardiac
123I-Metaiodobenzylguanidine Imaging in Patients with Type 1
Diabetes Mellitus without Complications or Cardiovascular Risk
Factors. International Journal of Endocrinology, 2018.
https://doi.org/10.1155/2018/5607208

Egunsola, O., Dowsett, L. E., Diaz, R., Brent, M., Rac, V., & Clement, F. M.
(2021). Diabetic Retinopathy Screening: A Systematic Review of
Qualitative Literature. Canadian Journal of Diabetes.
https://doi.org/10.1016/j.jcjd.2021.01.014

Hafeez, M., Siddiqi, A. H., & Ahmed, I. (2018). Diabetes Mellitus in Soldiers,
What’S New. Pakistan Armed Forces Medical Journal, 68(4), 779–
783.

Hromadnikova, I., Kotlabova, K., Dvorakova, L., & Krofta, L. (2020). Diabetes
Mellitus and Cardiovascular Risk Assessment in Mothers with a
History of Gestational Diabetes Mellitus Based on Postpartal
Expression Profile of Micrornas Associated with Diabetes Mellitus and
Cardiovascular and Cerebrovascular Diseases.

Martina, & Adisasmita, A. C. (2019). Association between Physical Activity and


Obesity with Diabetes Mellitus in Indonesia. International Journal of
Caring Sciences, 12(3), 1703–1709.

Novyanda, H., & Hadiyani, W. (2018). Hubungan Antara Penanganan Diabetes


Melitus: Edukasi Dan Diet Terhadap Komplikasi Pada Pasien Dm Tipe
2 Di Poliklinik Rsup Dr. Hasan Sadikin Bandung. Jurnal Keperawatan
Komprehensif, 3(1), 25. https://doi.org/10.33755/jkk.v3i1.81

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperaatan Indonesia : Defenisi dan Indikator


Diagnostik. DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan : Defenisi dan Tindakan


Keperawatan. DPP PPNI.

Sudarman, Asfar, A., & Amir, H. (2020). Modern Dressing Wound Care Effective
Healing Diabetic. Jurnal Ipteks Terapan, 14(2), 138–145.
https://doi.org/http://doi.org/10.22216/jit.2020.v14i2.5384

Valencia, Y., & Dols, J. D. (2021). Facilitating Adherence to Evidence-Based


Practices for Adults With Type 2 Diabetes Mellitus. Journal for Nurse
Practitioners. https://doi.org/10.1016/j.nurpra.2020.12.027

Anda mungkin juga menyukai