Anda di halaman 1dari 27

1

KONSEP MEDIS

A. Defenisi
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit yang bersifat menahun,
berhubungan dengan suatu sistem dalam tubuh, dan disebabkan oleh berbagai
faktor, yang ditandai dengan adanya jumlah kadar gula (glukosa) darah yang
berlebihan (hiperglikemia) dan jumlah kadar lemak (lipid) yang berlebihan
(hiperlipidemia), akibat kurangnya sekresi insulin, atau ketidak efektifan kerja
insulin yang telah disekresi oleh pankreas (Livana et al., 2018). Menurut Soegondo
dalam (Hidayat, 2017), menyatakan bahwa diabetes mellitus merupakan penyakit
yang berjangka panjang maka bila diabaikan komplikasi penyakit diabetes mellitus
dapat menyerang seluruh anggota tubuh yang di akibatkan dari kadar gula darah
yang tidak terkontrol pada pengidap diabetes, tindakan pengendalian diabetes untuk
mencegah terjadinya komplikasi sangatlah diperlukan khususnya menjaga tingkat
gula darah sedekat mungkin dengan normal.
B. Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association (ADA) dalam (Apiati & Sugiarti, 2016),
DM bisa diklasifikasikan secara etiologi menjadi DM Tipe 1, DM Tipe 2, Diabetes
Dalam Kehamilan, dan Diabetes Tipe Lain.
1. DM Tipe 1 terjadi karena kerusakan sel beta pankreas (reaksi autoimun), bila
kerusakan sel beta telah mencapai 80-90% maka gejala DM mulai muncul.
Perusakan sel beta ini lebih cepat terjadi pada anak-anak dibandingkan dewasa.
Sebagian besar penderita DM Tipe 1 mempunyai antibodi yang menunjukkan
adanya proses autoimun, dan sebagian kecil tidak terjadi proses autoimun.
Sebagian besar (75%) kasus terjadi sebelum usia 30 tahun, tetapi usia tidak
termasuk kriteria untuk klasifikasi.
2. DM tipe 2 merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh
keadaan hiperglikemi akibat kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas,
gangguan kerja insulin/resistensi insulin atau kombinasi keduanya. Kasus DM
tipe 2 terbanyak umumnya mempunyai latar belakang kelainan berupa
resistensi insulin.
3. DM dan kehamilan (Gestational Diabetes Melitus - GDM) adalah kehamilan
normal yang disertai dengan peningkatan insulin resistance (ibu hamil gagal

2
mempertahankan euglycemia). Faktor risiko GDM diantaranya riwayat
keluarga DM, kegemukan, dan glikosuria. GDM ini meningkatkan morbiditas
neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus, polisitemia, dan makrosomia. Hal ini
terjadi karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin lebih besar sehingga
merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia.
C. Etiologi
Dalam (Nurarif & Kusuma, 2015), etiologi DM terbagi menjadi 2 yaitu :
sebagai berikut :
1. DM tipe I
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel beta
pancreas yang disebabkan oleh :
- Faktor genetic penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya
diabetes tipe I.
- Faktor imunologi (autoimun)
- Faktor lingkungan :virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun
yang menimbulkan estruksi si beta.
2. DM tipe II
Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin. Faktor resiko
yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II : usia, obesitas,
riwayat dan keluarga. Menurut (Etika & Monalisa, 2016), menyatakan bahwa
jika dalam keluarga orang tersebut ada yang memiliki penyakit diabetes
mellitus maka orang tersebut beresiko 4 kali lipat lebih besar untuk menderita
diabetes mellitus.
D. Manifestasi Klinis
Gejala yang dikeluhkan oleh penderita diabetes mellitus adalah polidipsia,
poliuria, polifagia, penurunan berat badan, dan kesemutan. Keluhan lain adalah
lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi
pada pria, pruritus vulvae pada pasien wanita, serta luka yang sukar sembuh
(Kurniawaty & Lestari, 2016).
E. Patofisiologi
1. DM tipe 1

3
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah
dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi
glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua
glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam
urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).
2. DM tipe 2
Patofisiologi DM tipe 2 ditandai dengan adanya resistensi insulin perifer,
gangguan hepatic glucosa production (HGP) dan penurunan fungsi sel ß, yang
akhirnya akan menuju kerusakan total sel ß. Mula-mula timbul resistensi insulin
kemudian disusul oleh peningkatan sekresi insulin, untuk mengatasi kekurangan
resistensi insulin agar kadar glukosa darah tetap normal. Pada tahap ini,
kemungkinan individu tersebut akan mengalami gangguan toleransi glukosa
(tahap pradiabetes) tetapi belum memenuhi kriteria penderita diabetes melitus.
Selanjutnya sel beta tidak sanggup lagi mengkompensasi resistensi insulin
hingga kadar glukosa darah meningkat dan fungsi sel beta pankreas semakin
menurun saat itulah diagnosa diabetes ditegakkan. Penurunan fungsi sel beta
berlangsung secara progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi
mengekresi insulin. Peningkatan produksi glukosa hati, penurunan pemakaian
glukosa dan lemak oleh otot berperan atas terjadinya hiperglikemia kronik saat
puasa dan setelah makan. Perubahan proses toleransi glukosa, mulai dari
kondisi normal, toleransi glukosa terganggu dan DM tipe 2 dapat dilihat sebagai
keadaan yang berkesinambungan (Puspa et al., 2017).
F. Pemeriksaan Penunjang
(Nurarif & Kusuma, 2015), dalam bukunya ada beberapa pemeriksaan
diagnostic yang dapat dilakukan pada pasien yang mengidap penyakit DM.
1. Tes laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring. Tesdiagnostik, tes pemantauan
terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi

4
2. Tes saring
Tes-tes saring pada DM adalah :
a. GDP, GDS
b. Tes glukosa urine :
• Tes konvensional (metode reduksi/benedict)
• Tes carik celup (metode glucose oxide/hexokinase
3. Tes diagnostik
Tes-tes diagnostik pada DM adalah GDP, GDS, GD2PP (Glukosa Darah 2 jam
Post Prandial), Glukosa jam ke-2 TTGO
4. Tes monitoring terapi DM adalah :
a. GDP : plasma vena, darah kapiler
b. GD2PP :plasma vena
c. A1c : darah vena, darah kapiler
5. Tes untuk mendeteksi komplikasi
a. Mikroalbuminura : urine
b. Ureum, kreatinin, asam urat
c. Kolestrol total : plasma vena (puasa)
d. Kolestrol LDL : plasma vena (puasa)
e. Kolestrol HDL : plasma vena (puasa)
f. Trigleserida : plasma vena (puasa)
G. Komplikasi
Dalam (Musyafirah et al, 2016), menyatakan diabetes dapat memengaruhi berbagai
organ sistem dalam tubuh dalam jangka waktu tertentu yang disebut komplikasi.
Komplikasi dari diabetes dapat diklasifikasikan sebagai mikrovaskuler dan
makrovaskuler. Komplikasi mikrovaskuler termasuk kerusakan sistem saraf
(neuropati), kerusakan sistem ginjal (nefropati) dan kerusakan mata (retinopati).
Sedangkan, komplikasi makrovaskular termasuk penyakit jantung, stroke, dan
penyakit pembuluh darah perifer.
1. Komplikasi mikrovaskuler
a. Kaki diabetik
Faktor terjadinya komplikasi kronik (kaki diabetik) pada pasien DM
yaitu, riwayat penyakit DM yang sudah lama didiagnosa hal ini

5
disebabkan seseorang yang sudah lama didiagnosa diabetes mellitus
memiliki resiko lebih tinggi terjadinya ulkus peptikum yang diakibatkan
oleh kadar gula yang tidak terkontrol. Dan penggunaan alas kaki hal ini
disebabkan kaki pasien diabetes mellitus sangat rentan terhadap terjadinya
luka, hal ini disebabkan adanya neuropati diabetic dimana pasien diabetes
mengalami penurunan pada indra perasanya (Purwanti & Maghfirah,
2016). Menurut Dimitriadou & Lavdaniti (Hartono, 2019), menyatakan
bahwa untuk mencegah terjadinya kaki diabetik ini yaitu dengan cara
melakukan perawatan kaki terutama bagi mereka yang mengalami mati
rasa, kesemutan di kaki, perubahan bentuk kaki, serta luka pada kaki.
Perawatan kaki dapat dikalukan dengan cara memeriksa kaki setiap hari,
mencuci kaki setiap hari, menjaga kaki agar tetap lembut dan halus,
memotok kuku dan lain-lain.
b. Retinopati
Retinopati adalah terganggunya retina mata sehingga terjadi
kebutaan secara parsial maupun permanen. Apabila retina terganggu, maka
otak tidak dapat memproses gambar yang dilihat oleh mata. Retinopati
sulit dideteksi karena gejalanya berjalan lambat. Keluhan yang timbul
akibat kerusakan mata adalah sebagai berikut: pada penglihatan mata
terlihat bayang jaring laba-laba, bayangan ke abu-abuan, pandangan kabur,
tidak dapat membaca karena pandangan kabur, di tengah lapangan
pandang terdapat titik gelap atau kosong, pada penglihatan seperti ada
selaput merah, mata terasa nyeri, lingkaran terang mengelilingi obyek
yang dilihat, terdapat perubahan garis vertikal yangterlihat, dan kebutaan
(Lathifah, 2017).
c. Nefropati
Nefropati diabetik merupakan komplikasi yang terjadi pada
penderita DM pada ginjal yang memiliki risiko akhir yaitu sebagai gagal
ginjal. Menurut (Utami & Fuad, 2018), nefropati diabetic sebagai
penyebab utama gagal ginjal terminal, delapan dari 10 penderita diabetes
meninggal akibat kejadian Diabetes mellitus adalah gangguan fungsi ginjal
dengan angka kejadian yang tinggi sebesar 20-40% yang dapat

6
menghambat pembentukan eritropoietin sebagai pembentuk Hb dan
menyebabkan anemia. Nefropati diabetik ditandai dengan adanya
albuminuria (mikro/ makroalbuminuria). Diabetes yang menyerang
pembuluh darah kecil ginjal berakibat pada efi siensi ginjal sehingga
penyaringan darah terganggu. Keadaan normal ginjal tidak dapat ditembus
oleh protein, namun jika sel ginjal mengalami kerusakan maka pembuluh
darah dapat dilewati oleh protein dan masuk ke saluran urin. Keluhan
yang timbul pada penderita komplikasi nefropati adalah pembengkakan
pada kaki, sendi kaki, dan tangan, sesak nafas, hipertensi, bingung atau
sukar berkonsentrasi, nafsu makan menurun, kulit menjadi kering, dan
gatal, capek
d. Neuropati
Menurut Kariadi dalam (Lathifah, 2017), neuropati adalah
komplikasi yang terdapat pada syaraf. Neuropati ini mengacu pada
sekolompok penyakit yang menyerang saraf perifer, ototnom, dan spinal.
Kadar gula darah yang tinggi mengakibatkan serat saraf hancur sehingga
sinyal ke otak dan dari otak tidak terkirim dengan benar, akibat dari tidak
terkirimnya sinyal tersebut maka hilangnya indera perasa, meningkatnya
rasa nyeri di bagian yang terganggu. (Anugerah et al, 2019) menyatakan
bahwa ketika pasien mengalami komplikasi neuropati maka syaraf-syaraf
telah mengalami kerusakan sehingga kaki pasien menjadi baal (tidak
merasakan sensasi) dan tidak merasakan adanya tekanan, injuri/trauma,
atau infeksi. Keluhan yang paling sering dirasakan adalah kesemutan.
2. Komplikasi makrovaskuler
a. Penyakit jantung
Penyakit jantung salah satunya Penyakit Jantung Koroner atau PJK terjadi
akibat penyempitan atau penyumbatan di dinding nadi koroner karena
adanya endapan lemak dan kolesterol sehingga mengakibatkan suplai
darah ke jantung menjadi terganggu. Diabetes merupakan salah satu faktor
risiko penting terjadinya penyakit jantung koroner. Diabetes mellitusyang
tidak dikelola dengan baik mengakibatkan komplikasi yang bersifat kronik
salah satunya yaitu komplikasi makroangiopati. Makroangiopati diabetik

7
mempunyai gambaran histopatologi berupa aterosklerosis yang pada
akhirnya menyebabkan penyumbatan vaskuler. Bila mengenai arteri
koronaria dan aorta, maka dapat menyebabkan penyakit jantung koroner
Penderita diabetes mellitus memiliki kadar glukosa yang tinggi sehingga
dapat meningkatkan viskositas darah. Meningkatnya viskositas darah ini
dapat menyebabkan kerja jantung lebih berkerja keras. Selain itu tingginya
glukosa akan diiringi pula meningkatnya kadar lemak yang menempel di
dinding pembuluh darah (Utami & Azam, 2019)
b. Hipertensi
Hipertensi merupakan penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan
darah diastolik lebih atau sama dengan 90 mmHg atau tekanan darah
sistolik lebih atau sama dengan 140 mmHg. Hipertensi menjadi faktor
risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler dan menjadi masalah kesehatan
dunia. Hipertensi pada DM meningkatkan mortalitas serta berperan dalam
mekanisme terjadinya penyakit jantung koroner, gangguan pembuluh
darah perifer, gangguan pembuluh darah serebral dan terjadinya gagal
ginjal. Kelainan pada mata akibat DM yang berupa retinopati diabetik juga
dipengaruhi oleh hipertensi. Menurut Fukui dalam (Puspa et al., 2017),
menyatakan bahwa ketika seseorang terlebih dahulu mengalami diabetes
maka hazard ratio (95% CI) untuk terjadi hipertensi pada tahun ke 5 adalah
sebear 2,359.
H. Pencegahan
(Wahyuni et al., 2019), menyatakan bahwa dengan pengendalian metabolisme
yang baik, menjaga agar kadar gula darah berada dalam katagori normal maka
komplikasi akibat diabetes dapat dicegah/ditunda. Pengendalian dapat dilakukan
dengan CERDIK, yaitu :
1. Cek kondisi kesehatan secara berkala
2. Enyahkan asap rokok
3. Rajin aktifitas fisik
4. Diet sehat dengan kalori seimbang
5. Istirahat yang cukup
6. Kendalikan Stress.

8
I. Penatalaksanaan
1. Terapi farmakologi
Terapi obat dalam (Padila, 2012) sebagai berikut :
a. Terapi insulin
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe 1. Pada
DM Tipe I, sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak,
sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya,
maka penderita DM Tipe I harus mendapat insulin eksogen untuk
membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan
normal. Walaupun sebagian besar penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan
terapi insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi insulin
disamping terapi hipoglikemik oral.
b. Terapi obat hipoglikemik oral
Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk membantu
penanganan pasien DM Tipe II. Pemilihan obat hipoglikemik oral yang
tepat sangat menentukan keberhasilan terapi diabetes. Bergantung pada
tingkat keparahan penyakit dan kondisi pasien, farmakoterapi
hipoglikemik oral dapat dilakukan dengan menggunakan satu jenis obat
atau kombinasi dari dua jenis obat. Pemilihan dan penentuan rejimen
hipoglikemik yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat keparahan
diabetes (tingkat glikemia) serta kondisi kesehatan pasien secara umum
termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada.
c. Terapi kombinasi
2. Terapi nonfarmakologi
Menurut (Medika, 2017), Terapi non-obat sebenarnya sama dengan langkah
pencegah. Inti dari terapi ini adalah menjaga agar terhindar dari segala
penyakit, teruma penyakit degeneratif. Terapi non-obat ini terdiri dari
pemberian pengetahuan tentang diabetes, olaragah secara teratur, menerapkan
pola makan yang tepat, dan menerapkan gaya hidup yang sehat.
Keseluruhannya harus diterapkan demi mencapai hasil maksimal.
a. Lebih Mengenal Diabetes

9
Adalah istilah “tak kenal maka tak sayang”.Kalau kita terhindar atau
hidup nyaman dengan diabetes tentu kita harus mengenalnya. Semakin
banyak hal tentang diabetes, semakin banyak cara yang kita tahu untuk
mengendalikan penyakit ini. Pengetahuan berperan penting dalam
menurunkan populasi penderita diabetes.Tujuan dari pemberian
pengetahuan ini adalah agar penderita diabetes dapat mengerti bagaimana
penyaikitnya bisa menyerang dirinya, penderita diabetes mau berusaha
disiplin untuk mengontrol dan mengelola penyakitnya secara mandiri,
serta agar terbentuknya perillaku hidup sehat.
b. Penatalaksanaan diabetes dengan pemberian konseling
Pengetahuan tentang diabetes dapat di peroleh dari dokter ketika
melakukan cek kesehatan, melalui penyuluhan atau seminar terkait
diabetes, dan melalui buku-buku umum/populer seperti yang anda lakukan
saat ini. Pemberian pengetahuan ini sebaiknya mencakup apa itu diabetes
melitus, apa itu hipoglikemia, apa saja gejalanya, komplikasi yang timbul,
pentingnya pemantauan dan pengendalian diabetes melitus, bagaimana
penangananya baik secara mandiri maupun oleh tenaga kesehatan,
perawatan kaki pada penderita diabetes, serta perubahan perilaku yang
perlu dilakukan.
Pemberian pengetahuan ini diharapkan dapat merubah perilaku ke arah
kepada perilaku mendukung gaya hidup sehat sehingga derajat kesehatan
akan meningkat. Proses perubahan perilaku tidak cukup hanya dengan
memberikan pengetahuan, tetapi membutuhkan perencanaan, pemantauan,
dan evaluasi dari keluarga, masyarakat, dan tenaga kesehatan.
c. Olahraga yang teratur
Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana
untuk memelihara hidup, meningkatkan kualitas hidup dan mencapai
tingkat kemampuan jasmani yang sesuai dengan tujuan . Olahraga tidak
hanya dapat dilakukan oleh orang yang sehat, akan tetapi sangat
bermanfaat apabila dilakukan oleh orang dengan penyakit metabolik
seperti penyakit DM. Menurut Perkeni dalam(Sinaga, 2016) bahwa
melakukan olahraga secara teratur dapat memperbaiki kendali glukosa

10
darah, mempertahankan atau menurunkan berat badan, serta dapat
meningkatkan kadar kolesterol HDL. Selain itu, Olahraga juga berfungsi
untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki kendali glukosa darah. Olahraga sangat bermanfaat dalam
memperbaiki kepekaan insulin serta pengendalian gula darah. Namun,
pengendalian gula darah tidak akan berhasil dengan olahraga saja.
Karena itu, upaya ini mesti dipadu dengan pengaturan diet secara akurat.
Pekanya insulin dan terkendalinya gula darah akan berdampak pada
perlambatan atau penundaan komplikasi DM.
d. Pola makan yang tepat
Salah satu faktor utama penyebab terjadinya diabetes adalah pola
makan yang salah.Makan dalam porsi yang besar, terlalu banyak ngemil,
melewati sarapan, dan makan larut malam.Pola makan tersebut
menyebabkan berat badan lebih dan gula darah menjadi
naik.Kenyataannya, sebagian besar penderita diabetes memeang
memiliki tubuh yang cendrung gemuk.Oleh karena itu, kesalahan-
kesalahan dalam pola makan harus segera di ubah.
Penentuan pola makan yang cocok untuk semua penderita diabetes
sebenarnya belum bisa di tentukan karna harus di sesuaikan dengan
kebiasaan makan individu masing-masing.Penderita diabetes dianjurkan
menerapkan terapi diabetes dengan syarat:
1) Makanlah pada jadwal teratur
2) Jumlah asupan kalori disesuaikan dengan berat badan, jenis kelamin,
usia, aktifitas fisik, serta kelainan metabolik yang dialami
3) Makanlah menu yang beragam, misalnya dalam sehari harus ada
makanan sumber protein, karbohidrat, sayuran, dan buah
4) Batasi konsumsi gula pasir, makanan manis, dan gorengan
5) Hindari makan biskuit, cake, serta makanan lain dan minum
berkalori tinggi sebagai cemilan pada waktu makan
6) Minum air dalam jumlah banyak dan hindari minuman berkalori
seperti soft drink apabila haus
7) Konsumsi protein, vitamin, mineral yang cukup

11
8) Tambahkan porsi sayur dan buah dua kali lipat di banding biasanya.
Selain penatalaksanaan diatas terapi nonfarmakologi pada penderita
diabetes mellitus juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan tanaman herbal
seperti :
a) Ubi jalar ungu
Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas poiret) merupakan sumber
karbohidrat yang baik dan juga berperan sebagai sumber serat pangan
dan sumber beta karoten. Mengandung karbohidrat, protein, lemak,
kalsium, fosfor, besi, vitamin A, vitamin C, vitamin B1 dan pigmen
antosianin yang lebih tinggi dibanding varietas lain. Karbohidrat yang
terkandung pada ubi jalar ungu termasuk dalam Low Glycamix Index
sehingga bila dikonsumsi tidak akan menaikkan glukosa darah secara
drastis. Ubi jalar unggu mengandung antosianin adalah glikosida yang
larut dalam air dari polihidroksil dan polymethoxyl turunan dari 2-
phenylbenzopyrylium atau flavylium garam. Antosianin suatu jenis
plavonoid yang memiliki efek antioksidan, anti-inflamasi, anti-virus,
anti-proliferasi, anti-mutagenik, anti-mikroba, anti-karsinogenik,
perlindungan dari kerusakan jantung dan alergi, perbaikan
mikrosirkulasi, perifer kapiler pencegahan kerapuhan dan pencegahan
diabetes (Anjani, Oktarlina, & Morfi, 2018). Pemberian ekstrak ubi jalar
ungu dapat melindungi sel dari pengaruh buruk radikal bebas. Zat
antosianin yang terkandung dalam ubi jalar ungu (Ipomoea batatas
poiret) dapat dijadikan pilihan terapi diet non-farmakologi karena
kandungannya dapat mengontrol kadar glukosa darah sehingga dapat
mencegah terjadinya resisten insulin pada pendertita DM.
b) Pare
Pare adalah sejenis tumbuhan yang merambat dengan buah berbentuk
panjang dan runcing pada ujungnya serta permukaan yang bergerigi. Pare
memiliki rasa yang tidak terlalu pahit dan banyak dibudidayakan dan
paling disukai, buahnya panjang dengan ukuran 30-50cm, diameter buah
3-7cm, berat ratarata 200-500 gr/buah. Sedangkan pare ayam memiliki
rasa yang pahit, berbentuk lonjong kecil dan berwarna hijau dengan

12
bintil-bintil agak halus dengan panjang 15– 20cm. Pare merupakan
tanaman yang kaya akan manfaat, diantaranya pare dapat berfungsi
sebagai antikanker dan menurunkan kadar gula darah (hypopglycemic
effect). Ekstrak pare dapat berperan sebagai antioksidan dengan
ditemukannya kandungan flavonoid, tanin, saponin, steroid, dan
terpenoid. (Rahmasari & Wahyuni, 2019).
Menurut Rita dalam (Rahmasari & Wahyuni, 2019), kandungan
yang ada di dalam pare menjadikan sayuran ini sangat baik untuk tujuan
pengobatan diabetes. Manfaat buah pare bagi penderita DM adalah
sebagai berikut :
1. Mengontrol gula darah, konsumsi buah pare dapat mengontrol kadar
gula darah dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena adanya
kandungan serat dalam pare. Saat serat masuk ke dalam tubuh, serat
hanya akan melewati saluran pencernaan saja. Sehingga akan
membuat makanan berserat cenderung tidak akan menaikkan kadar
gula darah.
2. Insulin alami penurun gula darah, di dalam buah pare juga terdapat
kandungan phyto nutrient, yaitu salah satu jenis tanaman insulin
yang sangat dikenal bisa menurunkan kadar gula darah. Selain itu
juga terdapat agen hipoglikemik atau charatin yang akan membantu
meningkatkan penyerapan glukosa serta glikogen sintesis yang ada
dalam sel hati. Sehingga dengan senyawa tersebut lah pare dianggap
bisa menurunkan kadar gula dalam darah khususnya untuk diabetes
tipe-2.
3. Membantu melakukan diet alami untuk diabetes, jika sedang
melakukan diet dan mengatur asupan makanan ke dalam tubuh untuk
mengatur kadar gula darah, maka dapat memanfaatkan buah pare
sebagai salah satu menu yang dapat mengobati penyakit diabetes.
Hal ini karena adanya kandungan polipeptida yang strukturnya sama
dan mirip dengan hormone insulin yang akan bekerja menurunkan
kadar gula darah dalam tubuh.

13
Penelitian oleh (Yudha et al., 2018), yang dilakukan pada tikus
jantan putih menunjukan bahwa partisi air buah pare (Momordicia
charantia) dengan dosis 50 mg/kg bb efektif menurunkan kadar glukosa
darah tikus putih jantan (Rattus norvegicus).
c) Rebusan daun gersen
Kersen dengan nama latin Muntingia calabura, digunakan oleh anak
- anak untuk bermain atau di makan karena rasanya manis, daun dan
buahnya memiliki kandungan senyawa yang berkhasiat sebagai obat.
Tanaman ini banyak digunakan sebagai tanaman peneduh, dan s
norvegicus). juga mempunyai manfaat kesehatan yang sangat
bermanfaat. Buahnya juga dapat digunakan untuk menyembuhkan
penyakit seperti hipertensi, asam urat dan diabetes mellitus (Jumain, et
al., 2019).
Kersen (Muntingia calabura), adalah tanaman yang mengandung
berbagai senyawa flavonoid, tanin dan chalcone. Hasil riset menyatakan,
daun kersen mengandung berbagai macam jenis senyawa flavonoid yang
berpotensi untuk dijadikan berbagai macam jenis obat, seperti
antidiabetik, anti-inflamasi, antikanker dan antipiretik. Senyawa
flavonoid, menurut penelitian memiliki efek hipoglikemik dengan
beberapa mekanisme, yaitu dengan menghambat absorpsi glukosa,
merangsang pelepasan dan sensitasi dari insulin, dan meningkatkan
ambilan glukosa oleh jaringan perifer, dan berperan dalam pengaturan
enzim-enzim dalam metabolisme karbohidrat. Penelitian lain juga
menyebutkan, bahwa subkelas flavonoid, senyawa flavonol, memiliki
potensi menghambat enzim alfaamilase yang berperan dalam pemecahan
karbohidrat. Flavonol, juga memiliki potensi menginhibisi kerja Glucose
Transporter-2 (GLUT-2) sebagai transporter glukosa pada organ
gastrointestinal (Damara & Sukohar, 2018).
Penelitian oleh (Zahroh & Musriana, 2016), menyatakan bahwa ada
pengaruh pemberian rebusan daun kersen terhadap penurunan kadar gula
darah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Norma &
Hadrayanti, 2019), menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan

14
rebusan Daun kersen (Muntingia calabura L) terhadap penurunan kadar
gula darah sewaktu pada klien diabetes mellitus tipe II.

15
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, Suku/bangsa, agama,
dan status perkawinan.
2. Keluhan utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasin mungkin
berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi, penglihatan yang kabur,
kelemahan dan sakit kepala
3. Riwayat penyakit sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit, penyebab terjadinya penyakit serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
4. Riwayat penyakit masa lalu
Ada riwayat penyakit DM atau penyakit-penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pangkreas. Adanya riwayat
penyakit jantung, obesitas, maupun arteroklerosis, tindakan medis yang pernah
di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Meliputi keadaan penderita mungkin tampak lemah atau pucat. Tingkat
kesadaran apakah sadar, koma, disorientasi.
b. Pemeriksaan kulit
Kulit kering, adanya ulkus di kulit, luka yang tidak kunjung sembuh.
Adanya akral dingin, capillarry refill kurang dari 3 detik, adanya pitting
edema.
c. Pemeriksaan kepala
Raut wajah : pengkajian kontak mata saat diajak berkomunikasi, fokus
atau tidak fokus. Mata : simetris mata, refleks pupil terhadap cahaya,
terdapat gangguan penglihatan apabila sudah mengalami retinopati
diabetik. Telinga fungsi pendengaran mungkin menurun. Hidung : adanya
sekret, pernapasan cuping hidung, ketajaman saraf penghidu menurun.
Mulut : mukosa bibir kering.

16
d. Pemeriksaan leher
Pemeriksaan pada tekanan vena jugularis.
e. Pemeriksaan sistem persyarafan
Pemeriksaan pada 12 sistem persyarafan, pada penderita diabetes biasanya
mengalami gangguan persyarafan diakibatkan oleh neuropati diabetik.
f. Pemeriksaan dada
Denyut jantung cepat atau lambat, adanya bunyi jantung tambahan apabila
diawali dari penyakit jantung.
g. Pemeriksaan abdomen
Adanya nyeri tekan pada bagian pankreas, distensi abdomen, suara bising
usus yang meningkat.
h. Pemeriksaan ekstrimitas
Adanya luka pada kaki atau kaki diabetik. Observasi luas luka, kedalaman
luka, perdarahan. Kaji kekuatan otot.
B. Diagnosa Yang Sering Muncul
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2. Resiko syok
3. Kerusakan integritas jaringan
4. Resiko infeksi
5. Retensi urine
6. Ketidakefektifan jaringan perfusi perifer
7. Resiko ketidakseimbangan elektrolit

17
C. Intervensi
NO
DIAGNOSA NOC NIC
DX
1 Ketidakseimbangan nutrisi ❖ Status Nutrisi Menejemen Nutrisi
a. Kaji adanya alergi makanan
kurang dari kebutuhan tubuh ❖ Status Nutrisi : makanan dan cairan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
Definisi : Asupan nutrisi tidak ❖ Asupan
menentukan jumlah kalori dan nutrisi
cukup untuk memenuhi Kriteria Hasil :
yang di butuhkan pasien
kebutuhan metabolik ❖ Adanya peningkatan berat badan
c. Monitor jumlah nutrisi dan kandungn
Batasan Karakteristik : sesuai dengan tujuan
kalori
• Kram abdomen ❖ Berat badan ideal sesuai dengan tinggi
d. Berikan informasi tentang kebutuhan
• Nyeri abdomen badan
nutrisi
• Menghindari makanan ❖ Mampu mengidentifikasi kebutuhan
e. Kaji kemampuan pasien untuk
• Kurang makanan nutrisi
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
• Kurang informasi ❖ Tidak ada tanda-tanda malnutirsi

• Kurang minat pada ❖ Menunjukkan peningkatan fungsi

makanan pengecapan dari menelan


❖ Tidak terjadi penurunan berat badan
• Penurunan berat badan
yang berarti
dengan asupan makanan
adekuat
• Cepat kenyang setelah

18
makan
Faktor-faktor yang
berhubungan :
• Faktor biologis
• Ketidakmampuan untuk
mengabsorpsi nutrient
• Ketidakmampuan untuk
mencerna makanan
2 Resiko syok Kriteria hasil : a. Monitor status sirkulasi BP, warna
Definisi : Beresiko terhadap ❖ Nadi dalam batas yang diharapkan kulit, suhu kulit, denyut jantung, HR,
ketidakcukupan aliran darah ❖ Irama pernapasan dalam batas yang dan ritme nadi perifer, kapiler refil.
kejaringan tubuh, yang dapat diharapkan b. Monitor suhu dan pernafasan
mengakibatkan disfungsi ❖ Tekanan darah dalam batas normal c. Monitor tanda awal syok
seluler yang mengancam jiwa d. Ajarkan keluarga dan pasien tentang
tanda dan gejala datangnya syok
e. Ajarkan keluarga dan pasien tentang
langkah untuk mengatasi gejala syok
f. Monitor tekanan nadi
3 Kerusakan integritas kulit ❖ Integritasi kulit yang baik bisa a. Anjurkan pasien untuk menggunakan
Definisi : dipertahankan (sensai, elastisitas, pakain yang longgar

19
perubahan/gangguan temperature, hidrasi, pigmentasi) b. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
epidermis dan/atau dermis ❖ Tidak ada luka/lesi pada kulit dan kering
Batasn karakteristik : ❖ Perfusi jaringan baik c. Monitor kulit akan adanya kemerahan
• Kerusakan lapisan kulit ❖ Menunjukan pemahaman dalam d. Monitor status nutrisi pasien
• Gangguanpermukaan proses perbaikan kulit dan mencegah e. Membersihkan, memantau dan
kulit terjadinya cedera berulang meningkatkan proses penyembuhan
• Invasi struktur tubuh ❖ Mampu melindungi kulit dan pada luka yang ditutup dengan jahitan,
Faktor yang berhubungan mempertahankan kulit dan perawatan klip atau strapless
Eksternal : alami f. Monitor proses kesembuhan area insisi

• Zat kima, radiasi g. Monitor tanda dan gejala infeksi pada

• Kelembapan area insisi.

• Usia yang ekstrim


Internal :
• Perubahan status cairan
• Perubahan pigmentasi
• Perubahan turgor
• Kondisi
ketidakseimbangan
nutrisi (mis obesitas,
emasiasi)

20
• Gangguan sensasi
• Penurunan imunologis
• Penurunan sirkulasi
4 Resiko infeksi ❖ Klien bebas dari tanda dan gejala a. Tingkatkan intake nutrisi
Defenisi : mengalami infeksi b. Monitor tand adan gejala infeksi
peningkatan resiko terserang ❖ Mendeskripsikan proses penularan sistemik dan local
organisme patogenik penyakit, faktor yang mempengaruhi c. Inspeksi kulit dan membrane mukosa
Faktor resiko : penularan serta penatalaksanaannya terhadap kemerahan, panas, drainase
• Kurang pengetahuan ❖ Menunjukkan kemampuan untuk d. Dorong masukan nutrisi yang cukup
untuk menghindari mencegah timbulnya infeksi e. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
pemajanan patogen ❖ Menunjukan perilaku hidup sehat gejala infeksi
• Obesitas f. Ajarkan cara menghindari infeksi
• Penyakit kronis
(mis.,diabetes melllitus)
5 Retensi urine ❖ Kandung kemih kosong secara penuh a. Monitor intake dan output
Definisi : pengosongan ❖ Tidak ad aresidu urine >100-200 cc b. Instruksikan pada pasien dan keluarga
kandung kemih tidak tuntas ❖ Bebas dari ISK untuk mencatat output urine
Batasan karakteristik : ❖ Tidak ada spasme bladder c. Monitor distensi bladder
• Berkemih sedikit ❖ Balance cairan seimbang d. Monitor tanda dan gejala ISK (panas,
• Distensi kandung kemih hematuria, perubahan baud an

21
• Tidak ada haluaran urine konsistensi urine)
• Sensasi kandung kemih
penuh
Faktor yang berhubungan
• Tekanan ureter tinggi
• Sumbatan saluran
perkemihan
6 Ketidakefektifan jaringan ❖ Tekanan systole dan diastole dalam a. Monitor adanya daerah tertentu yang
perifer rentang normal hanya peka terhadap
Defenisi:Penurunan sirkulasi ❖ Tidak ada ortostatik hipertensi panas/digin/tajam/tumpul
darah ke perifer yang dapat ❖ Menunjukan perhatian, kosentrasi dan b. Monitor adanya paretese
mengganggu kesehatan. orientasi c. Instruksikan keluarga untuk
Batasan Karakteristik: ❖ Memproses informasi mengobservasi kulit jika ada isi atau
• Perubahan fungsi motorik. laterasi
• Perubahan karakteristik d. Diskusikan mengenai penyebab
kulit (warna, elastisitas, perubahan sensasi
rambut, kelembapan,
kuku, sensasi, suhu).
• Perubahan tekanan darah
diekstremitas.

22
• Warna tidak kembali
ketungkai saat tungkai
diturunkan.
• Edema.
• Nyeri ekstremitas.
• Pemendekan jarak bebas
nyeri yang ditempuh
dalam uji berjalan 6 menit.

Faktor yang berhubungan:

• Kurang pengetahuan
• Diabetes mellitus.
• Hipertensi.
• Gaya hidup monoton.
• Merokok.
7 Resiko ketidakseimbangan ❖ Mempertahankan urine output sesuai a. Pertahankan catatan intake dan output
elektrolit dengan usia daari BB, BJ urine yang akurat
Definisi : kerentanan normal, HT normal b. Monitor status hidrasi (kelembapan
mengalami perubahan kadar ❖ Tekanan darah, nadi, suhu tubuh membrane mukosa, nadi adekuat,

23
elektrolit serum yang dapat dalambatas normal tekanan darah prtostatik), jika
menggangu kesehatan ❖ Tidak ada tanda tanda dehidrasi diperlukan
Faktor resiko : ❖ Elastisitas turgor kulit baik, membrane c. Monitor vital sign
• Disfungsi ginjal mukos lembab, tidak ada rasa haus d. Monitor masukan makanan/cairan
• Disfungsi pengaturan yang berlebihan
endokrin (mis., intoleransi
glukos, peningkatan
insulin growt factor 1
[1GF-1], andogren,
dehydroepiandrosterone
[DHEA] dan kortisol),

24
DAFTAR PUSTAKA

Anjani, E. P., Oktarlina, R. Z., & Morfi, C. W. (2018). Zat Antosianin pada Ubi Jalar
Ungu terhadap Diabetes Melitus. Majority, 7(2), 257–262.

Anugerah et al. (2019). PREVALENSI KOMPLIKASI DIABETES MELITUS


BERDASARKAN KARAKTERISTIK PASIEN DIABETES MELITUS. 8(1), 22–28.

Apiati, F., & Sugiarti, M. (2016). HUBUNGAN TINGKAT PENATALAKSANAAN


PENGENDALIAN DIABETIK DENGAN KADAR HbA1c PADA PENDERITA
DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUD dr . H . ABDUL MOELOEK HbA1c
LEVELS IN PATIENTS TYPE 2 DIABETES MELLITUS IN HOSPITAL RSUD
dr . H . ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG. Jurnal Analis Kesehatan,
5(1).

Damara, A., & Sukohar, A. (2018). Efektivitas Infusa Daun Kersen (Muntingia
calabura Linn) Sebagai Antidiabetik. 5(46), 534–539.

Etika, A. N., & Monalisa, V. (2016). RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA DENGAN


KEJADIAN DIABETES MELLITUS. Jurnal Care, 4(1), 51–57.

Hartono, D. (2019). Pengaruh Foot Care Education Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan
Perilaku Perawatan Kaki Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II. Jurnal Aiptinakes,
15.

Hidayat, R. (2017). PENGARUH SENAM TERHADAP KADAR GULA DARAH


PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUD PURI HUSADA
TEMBILAHAN TAHUN 2016. Jurnal Ners Universitas Pahlawan Tuanku
Tambusai, 1(1).

Jumain, Asmawati, Farid, & Riskah. (2019). Efek Sari Buah Kersen (Muntingia
calabura L.) Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Mencit Jantan. XV(2), 156–
162.

Kurniawaty, E., & Lestari, E. E. (2016). Uji Efektivitas Daun Belimbing Wuluh (
Averrhoa bilimbi L .) sebagai Pengobatan Diabetes Melitus The Effectiveness Test
for Extract Wuluh Starfruite Leaf ( Averrhoa bilimbiL .) as Diabetes Mellitus
Treatment. Majority, 2–6.

Lathifah, N. L. (2017). HUBUNGAN DURASI PENYAKIT DAN KADAR GULA


DARAH DENGAN KELUHAN SUBYEKTIF PENDERITA DIABETES
MELITUS. Jurnal Berkala Epidemiologi, 5(2), 231–239.
https://doi.org/10.20473/jbe.v5i2.2017.231-239

Livana, Sari, I. P., & Hermanto. (2018). Gambaran Tingkat Persepsi Pasien Diabetes
Mellitus di Kabupaten Kendal. Jurnal Kesehatan Poltekkes Ternate, 11(2), 48–57.

Medika, T. B. (2017). Berdamai dengan Diabetes. Jakarta: Bumi Medika.

Musyafirah et al. (2016). FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN

25
KOMPLIKASI DM PADA PENDERITA DM DI RS IBNU SINA.

Norma, & Hadrayanti, N. (2019). Pengaruh Rebusan Daun Kersen Terhadap Penurunan
Gula Darah Sewaktu Pada Klien Diabetes Mellitus Tipe II Di Wilayah Kerja
Puskesmas Klasaman Kota Sorong Tahun 2018. JURNAL ILMIAH PRAKTISI
KESEHATAN MASYARAKAT SULAWESI TENGGARA, 3(2), 6–10.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NIOC. Yogyakarta: MediAction.

Padila. (2012). Buku Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

Purwanti, L. E., & Maghfirah, S. (2016). FAKTOR RISIKO KOMPLIKASI KRONIS


(KAKI DIABETIK) DALAM DIABETES MELLITUS TIPE 2. THE
INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH SCIENCE, 7(1), 26–39.

Puspa, G., Marek, S., & Adi, M. S. (2017). FAKTOR-FAKTOR YANG


BERPENGARUH TERHADAP TERJADINYA HIPERTENSI PADA PENDERITA
DIABETES MELITUS TIPE II (Studi di Wilayah Puskesmas Kabupaten Pati).
XIII(1), 47–59.

Rahmasari, I., & Wahyuni, E. S. (2019). EFEKTIVITAS MEMORDOCA CARANTIA


(PARE) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH. INFOKES,
9(1), 57–64.

Sinaga, R. N. (2016). DIABETES MELLITUS DAN OLAHRAGA. 15(2), 21–29.

Utami, N. L., & Azam, M. (2019). Kejadian Penyakit Jantung Koroner pada Penderita
Diabetes Mellitus. 3(2), 311–323.

Utami, P. R., & Fuad, K. (2018). GAMBARAN KADAR HEMOGLOBIN PADA


PENDERITA DIABETES MELITUS KOMPLIKASI GINJAL. Jurnal Kesehatan
Perintis, 5(1).

Wahyuni, R., Ma’ruf, A., & Mulyono, E. (2019). Journal homepage :


http://jurnal.stikeswhs.ac.id/index.php/medika HUBUNGAN POLA MAKAN
TERHADAP KADAR GULA DARAH PENDERITA DIABETES MELLITUS.
Jurnal Medika Karya Ilmiah Kesehatan, 4(2).

Yudha, D. W. Y. I., Suartha, N., & Sudimartini, L. M. (2018). Efektivitas Partisi Air
Buah Pare Terhadap Penurunan Gula Darah Diabetik Eksperimental Tikus Putih
Jantan. Buletin Veteriner Udayana, 10(1), 10–17.
https://doi.org/10.24843/bulvet.2018.v10.i01.p02

Zahroh, R., & Musriana. (2016). Pemberian Rebusan Daun Kersen Menurunkan Kadar
Glukosa Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. 07(02), 102–108.

26
27

Anda mungkin juga menyukai