Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN


KAKI DIABETIK

Dosen Pembimbing:

Di susun oleh :

1) Indah Dwi Erika Wati (14.401.16.041)


2) Indah Lestari (14.401.16.042)
3) Irma Wahyuni (14.401.16.043)
4) Indra Anggara (14.401.16.044)
5) Istiana Ayu Safitri (14.401.16.045)
6) Jeremi Tomas Sanotan (14.401.16.046)

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI
2018/2019

0
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus adalah penyakit kronik progresif yang ditandai dengan
ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolism karbohidrat, lemak dan protein, mengarah
pada hiperglikemia (kadar glukosa darah tinggi). Diabetes Mellitus (DM) kadang dirujuk sebgai
‘gula tinggi’, baik oleh pasien maupun penyedia layanan kesehatan.Pemikiran dari hubungan
gula dengan DM adalah sesuai karena lolosnya sejumlah besar urine yang mengandung gula ciri
dari DM yang tidak terkontrol. Walaupun hiperglikemia memainkan sebuah peran penting
dalam perkembangan komplikasi terkait DM, kadar yang tinggi dari glukosa darah hanya satu
komponen dari proses patologis dan manifestasi klinis yang berhubungan dengan DM. Proses
patologis dan factor resiko lain adalah penting dan terkadang merupakan factor independen.
Diabetes mellitus dapat berhubungan dengan komplikasi serius, namum orang dengan DM
dapat mengambil cara – cara pencegahan untuk mengurangi kemungkinan kejadian tersebut
(Black, 2014, p. 631).
Gangren adalah luka yang berakhir dengan kematian saraf atau jaringan yang
disebabkan oleh gangguan pengaliran darah ke jaringan tersebut. Gangren atau pemakan luka
juga dapat didefinisikan sebagai jaringan nekrosis atau jaringan mati yang disebabkan oleh
adanya emboli pembuluh darah besar arteri pada bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti.
Dapat terjadi sebagai akibat proses inflamasi yang memanjang : perlukaan (digigit serangga,
kecelakaan kerja, atau terbakar), proses degeneratif (arteriosklerosis) atau gangguan metabolik
diabetes mellitus.(Wahit Iqbal Mubarak, Nurul Chayatin, Joko Susanto, 2015, hal. 97).

B. Batasan Masalah
Masalah pada kasus ini diabatasi pada konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan
diabetes mellitus yang menyebabkan gangren.

C. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Diabetes Mellitusn dan Gangren ?
2. Apa etiologi dari Diabetes Mellitus dan Gangren ?
3. Apa tanda dan gejala Diabetes Mellitus dan Gangren ?

1
4. Bagaimana patofisiologi Diabetes Mellitus dan Gangren ?
5. Apa klasifikasi Diabetes Mellitus dan Gangren ?
6. Apa saja komplikasi yang muncul pada pasien dengan Diabetes Mellitus dan Gangren ?
7. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari pada pasien dengan Diabetes Mellitus dan
Gangren ?

D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu menambah pengetahuan dan wawasan yang lebih mendalam tentang proses
pelaksanaan asuhan keperawatan system endokrin dengan diabetes mellitus.
2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui cara pengkajian menganalisis data dan merumuskan diagnose
keperawatan pada pasien dengan Diabetes Mellitus dan Gangren
b) Untuk mengetahui cara menyusun rencana asuhan keperawatan pasien dengan Diabetes
Mellitus dan Gangren
c) Untuk mengetahui cara melaksanakan tindakan keperawatan pasien dengan Diabetes
Mellitus dan Gangren
d) Untuk mengetahui cara mengevaluasi hasil asuhan keperawatan pasien dengan Diabetes
Mellitus dan Gangren

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PENYAKIT DM
1. Definisi
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme kronis yang
ditandai peningkatan glukosa darah (Hiperglikemia) disebabkan karena ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan insulin. Insulin dalam tubuh dibutuhkan untuk memfasilitasi
masuknya glukosa dalam sel agar dapat digunakan untuk metabolisme dan pertumbuhan sel.
Berkurang atau tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan didalam darah dan
menimbulkan peningkatan gula darah, sementara sel menjadi kekurangan glukosa yang
sangat dibutuhkan dalam kelangsungan dalam fungsi sel (Tarwoto, 2011, hal. 151).
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi yang
berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang
disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitifitas insulin atau keduanya
dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati (Amin
Huda Nurarif, 2015, p. 188).
2. Etiologi
a. Diabetes Mellitus tipe 1
DM tipe 1, sebelumnya disebut IDDM, atau Diabetes Mellitus onset anak – anak,
ditandai dengan destruksi sel beta pancreas, mengakibatkan defisiensi insulin absolut.
DM tipe 1 diturunkan sebagai heterogen, sifat multigenik.Kembar identic memiliki
resiko 25-50% mewarisi penyakit, sementara saudara kandung memiliki 6% resiko dan
anak cucu memiliki 5% resiko. Meskipun pengaruh keturunan kuat, 90% orang dengan
DM tipe 1 tidak memiliki tingkat relative tingkat pertama dengan DM (Black, 2014, p.
632).
Penyebab pankreas tidak dapat menghasilkan cukup insulin pada penderita diabetes
tipe 1, antara lain karena:
1) Faktor keturunan atau genetik
Salah satu atau kedua orang tua menderita diabetes, maka anak akan
berisiko terkena diabetes.

3
2) Autoimunitas
Autoimunitas yaitu tubuh alergi terhadap salah satu jaringan atau jenis
selnya sendiri, yang ada dalam pankreas. Tubuh kehilangan kemampuan untuk
membentuk insulin karena sistem kekebalan tubuh menghancurkan sel yang
memproduksi insulin.
3) Virus atau zat kimia
Virus atau zat kimia yang menyebabkan kerusakan pulau sel (kelompok
sel) dalam pankreas. Kemungkinan seseorang menderita akan semakin besar
apabila semakin banyak pulau sel yang rusak (Masriadi, 2016, hal. 29).
b. Diabetes Mellitus tipe 2
DM tipe 2 sebelumnya disebut NIDDM atau Diabetes Mellitus Onset
Dewasa, adalah gangguan yang melibatkan, baik genetic dan faktor lingkungan.DM
tipe 2 adalah tipe DM paling umum mengenai 90% orang yang memiliki penyakit.
DM tipe 2 biasanya terdiagnosis setelah usia 40 tahun dan lebih umum diantara
dewasa tua, dewasa obesitas, dan etnic serta populasi ras tertentu (Black, 2014, p.
631).
DM tipe 2 disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin.
Faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe 2: usia,
obesitas, riwayat dan keluarga. Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca
pembedahan dibagi menjadi 3 yaitu :
1) <140 mg/dl = Normal
2) 140-<200 mg/dl = Toleransi glukosa terganggu
3) ≥200 mg/dl = diabetes (Amin Huda Nurarif, 2015, p. 188).
c. Diabetes gestasional
DM gestasional merupakan diagnosis DM yang menerapkan untuk
perempuan dengan intoleransi glukosa atau ditemukan pertama kali selama
kehamilan. DM gestasional terjadi pada 2-5% perempuan hamil namun menghilang
ketika hamilnya berakhir (Black, 2014, p. 632).

4
3. Tanda dan gejala
Menurut (Black, 2014, p. 639) secara manifestasi utama dari DM sebagai berikut:
a. Poliuria
Air tidak di serap kembali oleh tubulus ginjal sekunder untuk aktifitas osmotik
glukosa,mengarah kepada kehilangan air,glukosa dan elektrolit.Kekurangan insulin
untuk mengangkut glukosa melalui membran dalam sel menyebabkan hiperglikemia
sehingga serum plasma meningkat.
b. Polidipsi
Dehidrasi sekunder terhadap poliuria menyebabkan haus. Akibat dari dehidrasi sel
mulut menjadi kering dan sensor haus teraktifasi menyebabkan orang haus terus dan
ingin selalu minum.
c. Polifagi
Kelaparan sekunder terhadap ketabolisme jaringan menyebabkan rasa lapar. Karena
glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin maka produksi
energi menurun.
Menurut (Black, 2014, p. 639) secara manifestasi lain dari DM sebagai berikut:
a. Penurunan berat badan
Kehilangan awal sekunder terhadap penipisan simpanan air,glukosadan
trigliserid,kehilangan kronis sekunder terhadap penurunan massa otot karena asam
amino di alihkan untuk membentuk glukosa dan keton.
b. Pandangan kabur berulang
Sekunder terhadap paparan kronis retina dan lensa mata terhadap cairan
hiperosmolar.
c. Pruritus,inveksi kulit,vaginitis
Infeksi jamur dan bakteri pada kulit terlihat lebih umum,hasil penelitian masa
bertentangan.
d. Ketonuria
Ketika glukosa tidak dapat di gunakan untuk energi oleh sel tergantung insulin, asam
lemak di gunakan untuk energi,asam lemak di pecahkan menjadi keton dalam darah dan
di ekskresikan oleh ginjal. Pada DM tipe 2,insulin cukup untuk menekan berlebihan
penggunaan asam lemak tapi tidak cukup untuk penggunaan glukosa.

5
e. Lemah dan letih
Penurunan isi plasma mengarah kepada postural hipertensi,kehilangan kalium dan
katabolisme protein berkontribusi terhadap kelemahan.
f. Sering asimtomatik
Tubuh dapat beradaptasi terhadap peningkatan pelan-pelan kadar glukosa darah
sampai tingkat lebih besar di bandingkan peningkatan yang cepat.

6
4. Patofisiologi(Amin Huda Nurarif, 2015, p. 193)

Faktor genetik infeksi firus Kerusakan sel beta Ketidakseimbang produksi insulin Gula darah tidak dapat
pengrusakan imonologik dibawa masuk dalam sel

Distress osmotik Glukosuria Batas melebihi ambang ginjal Hiperglikemia Anabolisme


protein
menurun
Poliuri →Retensi Kehilangan
Urine kalori
Syok hiperglikemik Kerusakan pada
Voksitas darah meningkat
antibodi
Kehilangan Sel kurang bahan
elektrolit dalam sel untuk Koma diabetik
Aliran darah melambat
metabolisme Kekebalan menurun

dehidrasi Iskemik jaringan


Merangsang
hipotalamus Resiko infeksi Neuropati sensori perifer
Resiko syok Ketidakefektifan
perfusi jaringan
Nekrosis luka Klien tidak merasa sakit
Pusat lapar dan haus perifer

Katabolisme lemak Pembedahan


Polidipsi dan polifagi gangren
amputasi e

Asam lemak Kerusakan


Ketidakseimbangan nutrisi
Nyeri Gangguan integritas
kurang dari kebutuhan
citra tubuh kulit
Ketoasidosis

6
5. Klasifikasi
a. Diabetes Mellitus tipe 1
DM tipe 1 tidak berkembang pada semua orang yang mempunyai predis posisi
genetic.Kadang mereka yang memiliki indikasi resiko penanda gen (DR3 dan DR4
HLA), DM terjadi <1%. Lingkungan telah lama dicurigai sebagai pemicu DM tipe 1
insiden meningkat, baik pada musim semi maupun gugur, dan onset sering bersamaan
dengan epidemic berbagai penyakit virus.Autoimun aktif langsung menyerang sel beta
pancreas dan prosuknya. ICA dan antibody insulin secara progresif menurunkan
keefektifan kadar sirkulasi insulin (Black, 2014, p. 634).
Hal ini secara pelan – pelan terus menyerang sel beta dan molekul insulin endogen
sehingga menimbulkan onset mendadak. Hiperglikemia dapat timbul akibat dari
penyakit akut atau stress dimana meningkatkan kebutuhan insulin melebihi cadangan
dari kerusakan massa sel beta. Ketika penyakit akut atau stress terobati klien dapat
kembali pada status terkompensasi dengan durasi yang berbeda – beda dimana pancreas
kembali mengatur produksi sejumlah insulin secara adekuat. Status kompensasi ini
disebut sebagai periode honeymoon, secara khas bertahan untuk tiga sampai 12 bulan
proses berakhir ketika massa sel beta yang berkurang tidak dapat memproduksi cukup
insulin untuk meneruskan kehidupan. Klien menjadi bergantung kepada pemberian
insulin eksogem (diproduksi di luar tubuh) untuk bertahan hidup (Black, 2014, p. 634).
b. Diabetes Mellitus tipe 2
Pathogenesis DM tipe 2 berbeda signifikan dari DM tipe 1 .Respon terbatas sel beta
terhadap hiperglikemia tampak menjadi faktor mayor dalam perkembangannya. Sel beta
terpapar secara kronis terhadap kadar glukosa darah tinggi menjadi secara progresif
kurang efisien ketika merespon peningkatan glukosa lebih lanjut. Fenomena ini dinamai
desensitisasi, dapat kembali dengan menormalkan kadar glukosa. Rasio
proisulin(prekurso insulin) terhadap insuli tersekresi juga meningkat (Black, 2014, p.
634).
Proses patofisiologi ke 2 dalam DM tipe 2 adalah resistensi terhadap aktivitas insulin
biologis, baik di hati maupun jaringan perifer. Keadaan ini disebut sebagai resistansi
insulin. Orang dengan DM tipe 2 memiliki penurunan sensitivitas insulin terhadap kadar
glukosa, yang mengakibatkan produksi glukosa hepatic berlanjut, bahkan sampai
dengan kadar glukosa darah tinggi. Hal ini bersamaan dengan ketidakmampuan otot dan

7
jaringan lemak untuk meningkatkan ambilan glukosa.Mekanisme penyebab resistansi
insulin perifer tidak jelas; namun, ini tampak terjadi setelah insulin berikatan terhadap
reseptor pada permukaan sel (Black, 2014, p. 634).
Insulin adalah hormon pembangun (anabolic). Tanpa insulin, tiga masalah metabolic
mayor terjadi : 1) penurunan pemanfaatan glukosa, 2) peningkatan mobilisasi lemak,
dan 3) peningkatan pemanfaatan protein (Black, 2014, p. 634).
6. Komplikasi
a. Komplikasi akut diabetes mellitus
1) Hiperglikemia
Hiperglikemia akibat saat glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel karena
kurangnya insulin. Tanpa tersedianya KH untuk bahan bakar sel, hati mengubah
simpanan glikogennya kembali ke glukosa (glikogenolisis) dan meningkatkan
biosintesis glukosa (gluconeogenesis). Sayangnya namun, respon ini
memperberat situasi dengan meningkatnya kadar glukosa darah bahkan lebih
tinggi (Black, 2014, p. 667).
2) Ketoasidosis
Asidosis metabolic berkembang dari pengaruh asam akibat keton asetaoasetat
dan hidrokisibutirat beta.Konsisi ini disebut ketoasidosis diabetic.Asidosis berat
mungkin menyebabkan klien diabetes kehulangan kesadaran disebut koma
diabetic.Ketoasidosis diabetic selalu dinyatakan sebuah kegawatdaruratan medis
dan memerlukan perhatian medis segera (Black, 2014, p. 667).
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia (juga dikenal sebagai reaksi insulin atau reaksi hipoglikemi)
adalah ciri umum dari DM tipe 1 dan juga dijumpai di dalam klien DM tipe 2
yang diobati insulin atau obat oral.Kurang hati – hati atau kesalahan sengaja
dalam dosis insulin sering menyebabkan hipoglikemia. Perubahan lain dalam
jadwal makan atau pemberian insulin dapat menyenankan hipoglikemia (Black,
2014, p. 668).
b. Komplikasi kronis diabetes mellitus
1) Komplikasi makrovaskular
Penyakit arteri coroner, penyakit sebrovaskular, dan penyakit pembuluh
perifer kebin umum, cenderung terjadi pada usia lebih awal, dan lebih luas dan

8
berat pada orang dengan DM. penyakit makrovaskular (penyakit pembuluh
besar) mencerminkan aterosklerosis dengan penumpukan lemak pada lapisan
dalam dinding pembuluh darah. Resiko berkembangnya komplikasi
makrovaskular lebih tinggi pada DM tipe 1 daripada tipe 2 (Black, 2014, p. 674).
a) Penyakit aeteri coroner
Pasien dengan DM 2 – 4 kali lebih mungkin dibangdingkan klien non
DM untuk meninggal karena penyakit arteri coroner, dan factor resiko
relative untuk penyakit jantung pembuluh darah.Banyak klien dengan DM,
kejadian mikrovaskular atau proses seperti penyakit arteri coroner adalah
atipikal atau diam, dan sering seperti gangguan pencernaan atau gangguan
jantung tidak dapat di jelaskan, dyspnea pada aktivitas berat atau nyeri
epigastric (Black, 2014, p. 676).
b) Penyakit serebrovaskular
Penyakit serebrovaskular, termasuk infark aterotromboembolik
dimanifestasikan dengan serangan iskemik transien dan cerebrovascular
attack (stroke), lebih sering dan berat pada klien dengan DM. resiko relative
lebih tinggi pada perempuan, tertinggi pada usia 50 atau 60 an, dan lebih
tinggi pada klien dengan hipertensi. Klien yang dating dengan kadar stroke
dan kadar glukosa darah tinggi memiliki prognosis lebih buruk dibandingkan
klien dengan normoglikemik (Black, 2014, p. 676).
c) Hipertensi
Hipertensi adalah factor resiko mayor untuk stroke dan
nefropati.Hipertensi yang diobati tidak adekuat memperbesar leju
perkembangan nefropati (Black, 2014, p. 676).
d) Penyakit pembuluh perifer
Pada penderita DM idensial dan prevalensi bunyi abnormal atau murmur,
tidak ada denyut pedal (kaki), dan gangrene iskemik meninkat.Lebih dari
separuh amputasi tungkai bawah nontraumatik berhubungan dengan
perubahan diabeteik seperti neuropati sensoris dan motoric, penyakit
pembuluh darah perifer, peningkatan resiko dan laju infeksi, penyembuhan
buruk.Rangkaian kejadian ini yang mungkin mengarah kepada amputasi
(Black, 2014, p. 677).

9
2) Komplikasi mikrovaskular
Mikroanginopati merujuk pada perubahan yang terjadi di retina, ginjal dan
kapiler perifer pada DM. Uji komplikasi dan kontrol diabetes telah membuat hal
ini jelas bahwa control glikemik ketat dan konsisten mungkin mencegah atau
menghentikan perubahan mikrovaskular (Black, 2014, p. 677).
a) Retinopati diabetic
Retinopati diabetic adalah penyebab utama kebutaan diantara klien
dengan DM; sekitar 80% memiliki beberapa bentuk retinopati 15 tahun
setelah diagnosis.Penyebab pasti retinopati tidak dipahami baik tapi
kemungkinan multi factor dan berhubungan dengan glikosilasis protein,
iskemik dan mekanisme hemodinamik. Stress dari peningkatan kekentalan
darah adalah sebuah mekanisme hemodinamik yang meningkatkan
permeabilitas dan penurunan lastisitas kapiler (Black, 2014, p. 679).
b) Nefropati
Nefropati diabetic adalah penyebab tunggal paling sering dari penyakit
ginjal kronis tahap 5, dikenal sebagai penyakit ginjal tahap akhir.Sekitar
35-45 % klien dengan DM tipe 1 ditemukan memiliki nefropati 15-20
tahun setelah diagnosis.Sekitar 20% klien dengan DM tipe 2 ditemukan
memiliki nefropati 5-10 tahun setelah diagnosis.Sebuah konsekuensi
mikroanginopati, nefropati melibatkan kerusakan terhadap dan akhirnya
kehilangan kapiler yang menyuplai glomelurus ginjal. Kerusakan ini
mengarah gilirannya kepada perubahan dan gejala pathologic
kompleks(glomerulosklerosis antar kapiler, nephrosis, gross albuminuria,
dan hipertensi) (Black, 2014, p. 680).
c) Neuropati
Neuropati adalah komplikasi kronis paling sering dari DM. hamper 60%
klien DM mengalaminya. Oleh karena serabut saraf tidak memiliki suplai
darah sendiri, saraf bergantung pada difusi zat gizi dan oksigen lintas
membrane.Ketika akson dan denrit tidak mendapat zat gizi, akumulasi
sorbitol di jaringan saraf, selanjutnya mengurangi fungsi sensoris dan
motoris.Kedua masalah neurologis permanen maupun sementara mungkin
berkembang padaklien dengan DM selama perjalanan penyakit. Klien

10
dengan kadar glukosa darah tinggi sering mengalami nyeri saraf. Nyeri
saraf berbeda dengan tipe nyeri lain seperti nyeri otot atau sendi keseleo.
Nyeri saraf sering dirasakan seperti mati rasa, menusuk, kesemutan, atau
sensasi terbakar yang membuat klien terjaga waktu malam atau berhenti
melakukan pekerjaan tugas harian (Black, 2014, p. 680).
7. Penatalaksaan
1) Penatalaksanaan Diabetes Millitus
Dalam jangka pendek penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan
keluhan/gejala DM. Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk mencegah
komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa,
lipid dan insulin. Untuk mempermudah tercapainya tujuan tersebut kegiatan
dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistic dan mengajarkan
kegiatan mandiri. Untuk pasien berumur 60 tahun ke atas, sasaran glukosa darah
lebih tinggi daripada biasa (puasa < 150 mg/dl dan sesudah makan <200 mg/dl
(Amin Huda Nurarif, 2015, p. 191).
Kerangka utama penatalaksanaan DM yaitu perencanaan makan, latihan jasmani,
obat hipoglikemik,dan penyuluhan.
a) Perencanaan makan (meal planning)
Prinsipnya menggunakan 3J (tepat jenis, jumlah, dan jadwal). Selain itu
pada consensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) telah
ditetapkan bahwa standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi
seimbang berupa karbohidrat (60-70%), protein(10-15%), dan lemak (20-25%).
Apabila diperlukan, santapan dengan komposisi karbohidrat sampai (70-75%)
juga memberikan hasil yang baik. Terutama untuk golongan ekonomi rendah.
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut,
dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal. Jumlah kandungan
kolesterol <300 mg/hari. Jumlah kandungan serat ±25 g/hari, diutamakan jenis
serat larut. Konsumsi garam dibatasi bila terdapat hipertensi. Pemanis dapat
digunakan secukupnya.
(1) Cara menghitung kalori pada pasien DM
Tentukan terlebih dahulu berat badan ideal untuk mengetahui jumlah kalori
basal pasien DM. Cara termudah adalah perhitungan menurut Bocca:

11
BB ideal = (TB dalam cm – 100) – 10% kg
Pada laki-laki yang tingginya <160 cm atau perempuan yang tingginya
<150 cm berlaku rumus:
BB ideal = (TB dalam cm – 100 ) x 1 kg
Kemudian hitung jumlah kalori yang dibutuhkan . Ada beberapa cara untuk
menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan seorang pasien DM
(2) Menghitung kebutuhan basal dengan cara mengalikan berat badan ideal
dengan 30 untuk laki-laki dan 25 untuk wanita. Kebutuhan kalori
sebenarnya harus ditambah lagi sesuai dengan kegiatan sehari-hari (lihat
table 53.3).
(3) Kebutuhan basal dihitung seperti a, tetapi ditambah kalori berdasarkan
persentase kalori basal.
(a) Kerja ringan,ditambah 10 % dari kalori basal
(b) Kerja sedang,ditambah 20% dari kalori basal
(c) Kerja berat ditambah 40-100% dari kalori basal
(d) Pasien kurus,masih tumbuh kembang, terdapat infeksi,sedang hamil
atau menyusui,ditambah 20-30% dari kalori basal
(4) Kebutuhan kalori dihitung berdasarkan Tabel 53.4
(5) Suatu pegngan kasar dapat dibuat sebagai berikut:
(a) Pasien kurus = 2300 – 2500 kkal
(b) Pasien normal = 1700-2100 kkal
(c) Pasien gemuk = 1300-1500 kkal (Jauhar, 2013, p. 42).
b) Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3 – 4 kali tiap minggu selama ± 0,5 jam
yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous Rgytmical Interval Progressive
Endurance Training) Latihan dilakukan terus menerus tanpa berhenti, otot-otot
berkontraksi dan relaksasi secara teratur ,selang-seling antara gerak cepat dan
lambat, berangsur-angsur dari sedikit ke latihan yang lebih berat secara
bertahap dan bertahan dalam waktu tertentu. Latihan yang dapat dijadikan
pilihan adalah jalan kaki,jogging,lari,renang,bersepeda dan mendayung.

12
Sedapat mungkin mencapai zona sasaran atau zona latihan , yaitu 75 – 85%
denyut nadi maksimal. Denyut nadi maksimal (DNM) dapat dihitung dengan
menggunakan formula berikut:
DNM = 220 – umur (dalam tahun)
Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani ini adalah jangan memulai
olahraga sebelum makan,memakai sepatu yang pas,harus didampingi oleh
orang yang tahu mengatasi serangan hipoglikemia, harus selalu membawa
permen,membawa tanda pengenal sebagai pasien DM dalam pengobatan,dan
memeriksa kaki secara cermat setelah olahraga (Bararah, 2013, p. 42).
c) Obat berkhasiat hipoglikemik
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan kegiatan jasmani yang
teratur tetapi kadar glukosa darahnya masih belum naik, dipertimbangkan
pemakaian obat berkhasiat hipoglikemik(oral/suntikan).
d) Obat Hipoglikemik(OHO)
(1) Sulfonilurea
Obat golongan sulfonirea bekerja dengan cara :
(a) Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan
(b) Menurunkan ambang sekresi insulin
(c) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa

Obat golongan ini biasanya diberikan kepada pasien dengan berat badan
normal dan masih bias dipakai pasien yang beratnya sedikit lebih.

Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orang


tua karena risiko hipoglikemia yang berkepanjangan, demikian juga
glibenklamid. Untuk orang tua dianjurkan preparat dengan waktu kerja
pendek (tolbutamid, glikuidon). Glikuidon juga diberikan pada pasien DM
dengan gangguan fungsi ginjal atau hati ringan.

(2) Biguanid
Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah
normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini dianjurkan
untuk pasien gemuk (Indeks Masa Tubuh / IMT 30) sebagai obat tunggal.

13
Pada pasien dengan berat lebih (IMT 27 – 30),dapat dikombinasi dengan
obat golongan sulfonylurea.
(3) Inhibitor α glucosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α
glucosidase di dalam saluran cerna, sehingga menurunkan penyerapan
glukosa dan menurunkan hiperglikemia pascaprandial
(4) Insulin Sensitizing agent
Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai efek
farmakologi meningkatkan sensitiviats insulin. Sehingga bias mengalami
masalah resistensi insulin dan berbagai masalah akibat resistensi insulin
tanpa menyebabkan hiperglikemia(Black, 2014, p. 671).

B. KONSEP KAKI DIABETIK


1. Definisi
Gangren adalah luka yang berakhir dengan kematian saraf atau jaringan yang
disebabkan oleh gangguan pengaliran darah ke jaringan tersebut. Gangren atau pemakan
luka juga dapat didefinisikan sebagai jaringan nekrosis atau jaringan mati yang disebabkan
oleh adanya emboli pembuluh darah besar arteri pada bagian tubuh sehingga suplai darah
terhenti. Dapat terjadi sebagai akibat proses inflamasi yang memanjang; perlukaan (digigit
serangga, kecelakaan kerja, atau terbakar); proses degeneratif (arteriosklerosis) atau
gangguan metabolik diabetes mellitus (Wahit Iqbal Mubarak, Nurul Chayatin, Joko
Susanto, 2015, hal. 97).
2. Etiologi
Kaki diabetik biasanya memiliki banyak komponen meliputi neuropati sensori perifer,
trauma, deformitas, iskema, pembentukan kalus, infeksi dan edema. Sedangkan menurut
Oguejiofor, Oli, Odenigbo (2009) selain disebabkan oleh neuropati perifer (sensorik,
motorik, otonomik) dan penyakit pembuluh darah perifer (makro dan mikro angiopati).
Faktor lain yang berkontribusi terhadap kejadian kaki diabetik adalah deformitas kaki (yang
dihubungkan dengan peningkatan tekanan pada plantar), gender laki-laki, usia tua, kontrol
gula darah yang buruk, hiperglikemia yang berkepanjangan dan kurangnya perawatan kaki.
(Tarwotoo, 2015, hal. 219).

14
3. Manifestasi klinis
Gejala yang umum terjadi pada gangren yaitu terjadi kerusakan kulit pada kaki, ujung
jari kaki yang tidak teratur, bengkak, disertai cairan, jaringan mati berwarna hitam, dan
berbau busuk. Apabila toksin menyebar ke aliran darah, maka penderita akan mengeluh
demam, denyut jantung menjadi cepat, bernafas dengan cepat, perubahan status mental,
hilang selera makan, diare, muntah, dan pembuluh darah rusak (Wulandari, 2011, hal. 36).
Selain itu, gejala umum penderita dengan gangren diabetik diantaranya sebelum terjadi
luka keluhan yang timbul adalah perubahan kesemutan atau kram, rasa lemah, dan baal pada
tungkai serta nyeri pada waktu istirahat. Akibat dari keluhan ini apabila penderita
mengalami trauma atau luka kecil maka hal tersebut tidak dirasakan. Luka tersebut biasanya
disebabkan karena penderita tertusuk atau menginjak paku kemudian timbul gelembung-
gelembung pada telapak kaki. Kadang menjalar sampai punggung kaki yang tidak
menimbulkan rasa nyeri, sehingga bahayanya mudah terjadi infeksi pada gelembung
tersebut dan akan menjalar dengan cepat. Apabila luka tersebut tidak sembuh-sembuh
bahkan bertambah luas, maka penderita baru menyadari dan mencari pengobatan. Bisanya
gejala yang menyertai adalah kemerahan yang makin meningkat, panas badan, dan
adanyananah yang makin banyak, serta adanya bau yang maki tajam (Wahit Iqbal Mubarak,
Nurul Chayatin, Joko Susanto, 2015, hal. 98).
4. Klasifikasi kaki diabetik
Wagner membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu:
a. Derajat 0: tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan
bentuk kaki seperti “claw, callus”
b. Derajat I: Ulkus superfisial terbatas pada kulit
c. Derajat II: Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
d. Derajat III: Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis
e. Derajat IV: Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis
f. Derajat V: Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
Sedangkan Brand dan Ward membagi gangren kaki menjadi dua golongan:
a. Kaki diabetik akibat iskemia (KDI)
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati
(arterosklerosis) dari pembulu darah besar di tungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran klinis KDI:

15
1) Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat
2) Pada perabaan terasa dingin
3) Pulsasi pembuluh darah kurang kuat
4) Didapatkan ulkus sampai gangren
b. Kaki diabetik akibat neuropati (KDN)
Terjadi kerusakan saraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi.
Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan
pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik (Bararah, 2013).

5. Komplikasi kaki diabetik


Gangren merupakan istilah untuk mendefinisikan pembusukan atau kematian jaringan
atau organ yang disebabkan oleh karena kekurangan suplai darah. Terjadi sebagai
komplikasi dari proses peradangan atau infeksi, luka, atau perubahan degenerativ yang
berhubungan dengan penyakit menahun, seperti diabetyes mellitus (kencing manis). Ada
tiga tipe utama gangrene, yaitu kering, basah atau lembab, dan gas gangren (Anugroho,
2011, hal. 35).
Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren/kaki diabetik dibagi menjadi
faktor endogen dan faktor eksogen.
a. Faktor endogen
1) Genetik, metabolik
2) Angopati diabetik

16
3) Neuropati diabetik
b. Faktor eksogen
1) Trauma
2) Infeksi
3) Obat (Bararah, 2013)
6. Penatalaksanaan
Perawatan Kaki Diabetik
1) Mencuci Luka
Merupakan hal pokok untuk meningkatkan, memperbaiki dan
mempercepat proses penyembuhan luka serta menghindari kemeungkinan
terjadinya infeksi. Proses pencucian luka bertujuan untuk membuang jaringan
nekrosis, cairan luka berlebihan, sisa balutan yamg digunakan dan sisa
metabolik.
Cairan yang terbaik dan teraman untuk mencuci luka adalah yang bersifat
non toksik pada proses penyembuhan luka (misal NaCl 0,9%). Penggunaan
hidrogen proxida, hypolorite solution dan beberapa cairan debridrement
lainnya, sebaliknya hanya digunakan saat luka terinfeksi atau tubuh pada
keadaan penurunan imunitas, yang kemudian dilakukan pembilasan kembali
dengan saline dan obat yang digunakan pada kaki setelah pembersihan adalah
nebacetin.
2) Debridement
Debridement adalah pembuangan jaringan nekrosis atau slogh pada luka.
Debridment dilakukan untuk menghindari adanya infeksi atau
selulitis.(Bararah, 2013)

17
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Nama, jenis kelamin, agama, penfifikan, pekerjaan, No. CM, tanggal masuk,
tanggal pengkajian.
b. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki/tungkai bawah, rasa raba yang menurun,
adannya luka yang tidak sembuh-sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
2) Alasan Masuk Rumah Sakit
Penderita dengan diabetes millitus mengalami kehausan yang sangat berlebihan,
badan lemas dan penurunan berat badan sekitar 10% sampai 20% sehingga
menyebabkan luka pada ekstremitas bawah (Bararah, 2013, p. 39).
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang kapan terjadi luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang
telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
c. Riwayat Kesehatan Terdahulu
1) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pancreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obes itas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah didapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita (Bararah, 2013, p. 40).
2) Riwayat Penyakit Keluarga
Dari keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita
DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin
misalkan hipertensi (Bararah, 2013, p. 40).
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan
dan tanda-tanda vital.
2) Body sistem
a) Kepala dan leher

18
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
b) Integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan suhu kulit didaerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada
kulit sekitar luka, tekstur lembut dan kaku.
c) Pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada, pada penderita DM mudah
terinfreksi.
d) Kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/baradikardi, hipertensi, hipotensi, aritmia, kardiomegali.
e) Gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
f) Urinary
Poliuri, retensio urine, inkotenensia urine, rasa panas atau saat berkemih.
g) Muskulokelental
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi badan, cepat lelah,
lemah dan nyeri adanya gangren di ekstremitas.
h) Neurologi
Terjadi penurunan sensori, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.
e. Pola Individu
Pola dan gaya hidup penderita akan berubah dengan adanya penyakit ini, gordon
telah mengembangkan 11 pola fungsi kesehatan yang dapat digunakan untuk
mengetahui perubahan tersebut.

1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat.

19
Pada pasien gangren/kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren/kaki diabetik
sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap diriya dan kecenderungan
untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena
itu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Akibat produksi insulin tidak adekuat atua adanya defisiensi insulin maka kadar
gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan sering kencing, banyak
makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat
mempengaruhi status kesehatan penderita.
3) Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine
(glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4) Pola tidur dan istirahat
Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai
akaan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan
waktu tidur penderita mengalami perubahan.
5) Pola aktivitas dan latihan
Adanya luka gangren dan kelemahan otot-otot pada tungkai bawah
menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara
maksiml, penderita mudah mengalami kelelahan.
6) Pola hubungan dan peran
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan
menarik diri dari pergaulan.
7) Pola sensori kognitif
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati/mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambar diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya

20
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
9) Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah diorgan reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi seks, gangguan kualitas maupun ereksi, serta
memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
10) Pola mekanisme dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan waktu yang kronik, perasaan tidak
berdaya karena keterhgantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan
penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif/adaptif.
11) Pola tat nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada
kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi
pola ibadah penderita (Taqiyyah Bararah, M.Kep, 2013).
f. Pemeriksaan penunjang
1) Kadar glukosa darah
Table: kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai
patokan penyaring
Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)
Kadar Glukosa Darah DM Belum Pasti
Sewaktu DM
Plasma vena >200 100 - 200
Darah Kapiler >200 80 – 100
Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl)
Kadar Glukosa Darah DM Belum Pasti
Puasa DM
Plasma vena >120 110 – 120
Darah kapiler >120 90 – 110
2) Kriteria diagnostic WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan
a) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b) Glukosa plasma puasa >140/dl (7,8 mmol/L)

21
c) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post pradial (pp) > 200 mg/dl)
3) Tes Laboratorium DM
a) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi: GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa > 120
mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b) Urine
Pemeiksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict (reduksi). Hasil dapat dilihat dari perubahan
warna pada urine: hijau (+), kuning (++), merah (+++). Dan merah bata (++++).
c) Kultur Push
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai dengan jenis kuman.
2. Diagnose keperawatan
Menurut PPNI (2017) diagnose keperawatan kaki diabetik yang muncul antara lain:
a. Perfusi Perifer Tidak Efektif

Definisi
penurunan siklus darah pada level kapiler yang dapat mengganggu metabolism tubuh.
Penyebab
1) Hiperglikemia
2) Penurunan konsentrasi hemoglobin
3) Peningkatan tekanan darah
4) Kekurangan volume cairan
5) Penurunan aliran arteri dan atau vena
6) Kurang terpapar informasi tentang faktor pemberat (mis. Merokok, gaya hidup
monoton, trauma, obesitas, asupan garam, imobilitas)
7) Kurang terpapar informasi tentang proses penyakit (mis. Diabetes mellitus,
hyperlipidemia)
8) Kurang aktifitas fisik

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif : Objektif :
22
(tidak tersedia) 1) Pengisian kapiler >3 detik
2) Nadi perifer menurun atau tidak
teraba
3) Akral teraba dingin
4) Warna kulit pucat
5) Turgor kulit menurun
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : Objektif :
1) Parastesia 1) Edema
2) Nyeri ekstrimitas (klaudikasi 2) Penyembuhan luka lambat
intermiten 3) Indeks ankle-brachial<0,90
4) Bruit femoral
Kondisi Klinis Terkait
1) Tromboflebitis
2) Diabetes mellitus
3) Anemia
4) Gagal jantung kongestif
5) Kelainan jantung kogential
6) Thrombosis arteri
7) Varises
8) Thrombosis vena dalam
9) Sindrom kompaetemen
(PPNI, 2017, p. 37)
b. Gangguan Integritas Kulit/jaringan
Definisi
Kerusakan kulit (dermis dan atau epidermis) atau jaringan (membrane mukosa, kornea,
fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan atau ligament)
Penyebab
1) Perubahan sirkulasi
2) Perubahan status nutrisi ( kelebihan atau kekurangan)
3) Kekurangan atau kelebihan volume cairan
4) Penurunan mobilitas

23
5) Bahan kimia iritatif
6) Suhu lingkungan yang eksteme
7) Faktor mekanis (mis. Penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) atau faktor
elektris (elektrodiatermi, energy listrik bertegangan tinggi)
8) Efek samping terapi radiasi
9) Kelembaban
10) Proses penuaan
11) Neuropati perifer
12) Perubahan pigmentasi
13) Perubahan homoral
14) Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan / melindungi
integritas jaringan
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
(tidak tersedia) 1) Kerusakan jaringan dan / lapisan
kulit
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
(tidak tersedia) 1) Nyeri
2) Perdarahan
3) Kemerahan
4) Hematoma
Kondisi Klinis Terkait
1) Imobilisasi
2) Gagal jantung kogestif
3) Gagal ginjal
4) Diabetes mellitus
5) Imunodefisiensi (mis. AIDS)
(PPNI, 2017, p. 282)
c. Gangguan citra tubuh

Definisi
Perubahan persepsi tentang penampilan, struktur dan fungsi fisik individu.
24
Penyebab
1) Perubahan struktur/bentuk tubuh (mis: amputasi, trauma, luka bakar, obesitas,
jerawat).
2) Perubahan fungsi tubuh (mis: proses penyakit, kehamilan, kelumpuhan).
3) Perubahan fungsi kognitif.
4) Ketidaksesuaian budaya, keyakinan atau sistem nilai.
5) Transisi perkembangan.
6) Gangguan psikososial.
7) Efek tindakan/pengobatan (mis: pembedahan, kemoterapi, terapi radiasi).
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif : Objektif :
1) Mengeluh nyeri 6) Tampak meringis
7) Bersifat protektif (mis. Waspada,
posisi menghindari nyeri)
8) Gelisah
9) Frekuensi nadi meningkat
10) Sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif : Objektif :
3) (tidak tersedia) 5) Tekanan darah meningkat
6) Pola napas berubah
7) Nafsu makan berubah
8) Proses berfikir terganggu
9) Menarik diri
10) Berfokus pada diri sendiri
11) Diaphoresis

Kondisi Klinis Terkait


10) Kondisi pembedahan
11) Cedera traumatis
12) Infeksi

25
13) Sindrom coroner akut
14) Glaucoma

(PPNI, 2016, p. 172)


d. Nyeri akut
Definisi
pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual
atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga
berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan
Penyebab
9) Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
10) Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
11) Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif : Objektif :
2) Mengeluh nyeri 11) Tampak meringis
12) Bersifat protektif (mis. Waspada,
posisi menghindari nyeri)
13) Gelisah
14) Frekuensi nadi meningkat
15) Sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif : Objektif :
4) (tidak tersedia) 12) Tekanan darah meningkat
13) Pola napas berubah
14) Nafsu makan berubah
15) Proses berfikir terganggu
16) Menarik diri
17) Berfokus pada diri sendiri

26
18) Diaphoresis

Kondisi Klinis Terkait


15) Kondisi pembedahan
16) Cedera traumatis
17) Infeksi
18) Sindrom coroner akut
19) Glaucoma

(PPNI, 2016, p. 172)


e. Resiko Infeksi
Definisi
Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik
Faktor Resiko
1) Penyakit kronis (mis. Diabetes mellitus)
2) Efek prosedur invasive
3) Malnutrisi
4) Peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan
5) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh perimer :
a) Gangguan peristaltic
b) Kerusakan integritas kulit
c) Perubahan sekresi pH
d) Penurunan kerja siliaris
e) Ketuban pecah lama
f) Ketuban pecah sebelum waktunya
g) Merokok
h) Stastis cairan tubuh
6) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder :
a) Penurunan hemoglobin
b) Imunosupresi
c) Leukopenia
d) Supresi respon inflamasi

27
e) Vaksinasi tidak adekuat
Kondisi Klinis Terkait
1) AIDS
2) Luka bakar
3) Penyakit paru obstruktif kronis
4) Diabetes mellitus
5) Tindakan infansif
6) Kondisi penggunaan terapi steroid
7) Penyalahgunaan obat
8) Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW)
9) Kanker
10) Gagal ginjal
11) Imunosupresi
12) Lymophedema
13) Leukositopenia
14) Gangguan fungsi hati
(PPNI, 2017, p. 304)
3. Intervensi
Menurut (Wilkinson, J. M., 2016) intervensi keperawatan kaki diabetik berdasarkan
diagnosis diatas sebagai berikut:
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
1) menunjukkan keseimbangan cairan, yang di buktikan oleh indikator berikut:
a) Tekanan darah
b) Nadi perifer
c) Turgor kulit
2) Menunjukkan integritas jaringan: kulit dan membran mukosa, yang di buktikan
oleh indikator berikut:
a) Suhu, sensasi, elastisitas, hidrasi, keutuhan dan ketebalan kulit
b) Perfusi jaringan
3) Menunjukkan perfusi jaringan: perifer, yang di buktikan oleh indikator berikut:
a) Pengisian ulang kapiler
b) Warna kulit

28
c) Sensasi
d) Integritas kulit
3) Kriteria hasil NOC:
a) Aliran darah yang tidak obstruksi dan satu arah pada tekanan yang sesuai
melalui pembuluh darah besar sirkulasi sistemik dan pulmonal.
b) Keparahan cairan berlebihan pada kompartemen instrasel dan ekstrasel
tubuh.
c) Tingkat stimulasi kulit di rasakan dengan tepat.
d) Keutuhan struktural dan fungsi fisiologis normal kulit dan membran mukosa.
e) Keadekuatan aliran darah melalui pembuluh darah kecil ekstremitas untuk
mempertahankan fungsi jaringan.
4) Intervensi NIC
Aktifitas keperawatan
a) Kaji ulkus statis dan gejala selulitis
b) Perawatan sirkulasi (insufisiensi Arteri dan Vena) (NIC):
(1) Lakukan pengkajian kompherensif terhadap sirkulasi perifer.
(2) Pantau tingkat ketidak nyamanan atau nyeri saat melakukan latihan
fisik, pada malam hari, atau saat istirahat.
(3) Pantau status cairan, termasuk asupan dan haluaran.
c) Managemen sensasi perifer (NIC)
(1) Pantau pembedan ketajaman atau ketumpulan, panas atau dingin (pada
perifer)
(2) Pantau parestesia :kebas, kesemutan, hiperestesia dan hipoestesia
(3) Pantau tromboflebitis dan trombosis vena provunda
(4) Pantau kesesuaian alat penyangga, prostesis, sepatu dan pakaian
Penyuluhan untuk pasien / keluarga
a) Ajarkan pasien untuk menghindari suhu yang ekstrim pada ekstremitas
b) Pentingnya mematuhi program diet dan program pengobatan
c) Tenda dan gejala yang dapat di laporkan kepada dokter
d) Ajarkan pasien untuk melakukan perawatan kaki yang tepat
e) Pentingya mencegah statis vena
f) Managemen sensasi perifer (NIC):

29
(1) Anjurkan pasien atau keluarga untuk memantau posisi bagian tubuh
saat pasien mandi, duduk, berbaring, atau mengubah posisi
(2) Anjurkan pasien atau keluarga untuk memeriksa kulit setiap hari untuk
mengetahui perubahan integritas kulit
Aktifitas kolaboratif
a) Beri obat nyeri, beritahu dokter jika nyeri tidak kunjung reda
b) Perawatan sirkulasi (insufisiensi Arteri dan Vena) (NIC): berikan obat anti
trombosit atau antikaogulan, jika di perlukan.

Aktifitas lain
a) Hindari trauma kimia, mekanis atau panas yang melibatkan ekstremitas
b) Kurang rokok dan penggunaa stimulan
c) Perawatan sirkulasi: Insufisiensi Arteri (NIC):
Letakkan ekstremitas pada posisi menggantung jika perlu.
d) Perawatan sirkulasi: Insufisiensi Vena (NIC):
(1) Lakukan modalitas terapi kompres
(2) Elevasi ekstremitas yang terkena 20 derajat atau lebih di atas jantung
(3) Dorong latihan rentang pergerakan sendi pasif atau aktif.
(Wilkinson, Diagnosa Keperawatan Edisi 9, 2013, hal. 821).
b. Gangguan integritas jaringan kulit berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstremitas
1) Tujuan : menunjukkan integritas jaringan: kulit dan membran mukosa, yang di
buktikan oleh indikator berikut:
a) Keutuhan kulit
b) Tekstur dan ketebalan jaringan
c) Perfusi jaringan
2) Kriteria hasil NOC:
a) Keparahan respon imun hipersensitif setempat terhdap antigen lingkungan
(oksigen) tertentu
b) Indakan pribadi untuk mempertahankan ostomi untuk eliminasi
c) Keutuhan struktur dan fungsi normal kulit dan membran mukosa
d) Tingkat regenerasi sel dan jaringan setelah penutupan yang di sengaja

30
e) Tingkat regenerasi sel dan jaringan pada luka terbuka
3) Intervensi NIC
Aktifitas keperawatan
Untuk aktifitas keperawatan yang spesifik, lihat pada diagnosis keperawatan
berikut ini:
a) Infeksi, resiko
b) Membran mukosa, kerusakan
c) Persepsi/sensori (penglihatan), gangguan
d) Integritas kulit, kerusakan
e) Integritas kulit, resiko kerusakan
f) Perfusi jaringan, ketidakefektifan (perifer)
(Wilkinson, Diagnosa Keperawatan Edisi 9, 2013, hal. 805)
c. Gangguan citra tubuh
tujuan: gangguan citra tubuh berkurang yang dibuktikan oleh selalu menujukkan
adaptasi dengan ketunadayaan fisik, citra tubuh posistif, tidak mengalami
keterlambatan dalam perkembangan anak, dan harga diri positif.
Intervensi (NIC):
1) Peningkatan citra tubuh: meningkatkan presepsi sadar dan tak sadar pasien serta
sikap terhadap tubuh pasien.
2) Peningkatan harga diri: membantu pasien untuk meningkatkan penilaian personal
tentang harga diri.
3) Manajemen pengabaian unilateral: melindungi dan menyatukan kembali secara
aman bagian tubuuh yang terkena seraya membantu pasien beradaptasi terhadap
gangguan kemampuan mental.
Aktivitas keperawatan:
Pengkajian:
1) Kaji dan dokumentasikan respon verbal dan nonverbal pasien terhadap tubuh
pasien
2) Identifikasi mekanisme koping yang biasa digunakan pasien
3) Peningkatan citra tubuh: tentukan harapan pasien tentang citra tubuh berdasarkan
tahap perkembangan, tentukan apakah persepsi ketidaksukaan terhadap
karakterfisik tertentu membuat disfungsi paralisis social.

31
Penyuluhan untuk pasien atau keluarga
1) Ajarkan tentang cara merawat dan perawatan diri, termasuk komplikasi kondisi
medis
Aktivtas kolaboratif
1) Rujuk ke layanan social untuk merencanakan perawatan dengan pasien dan
keluarga
2) Rujuk pasien untuk mendapat terapi fisik untuk latihan kekuatan dan fleksibilitas,
membantu dalam berpindah tempat dan ambulasi, atau penggunaan protestis
3) Tawarkan untuk menghubungi sumber-sumber komunitas yang tersedia untuk
pasien dan keluarga
4) Rujuk ke tim interdisipliner untuk klien yang memiliki kebutuhan kompleks
(komplikasi pembedahan).
Aktivitas lain:
1) Dengarkan pasien dan keluarga secara aktif dan akui realitas kekhawatiran
terhadap perawatan, kemajuan, dan prognosis
2) Beri dorongan kepada pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan dan
untuk berduka
3) Dukung mekanisme koping yang biasa digunakan pasien.
d. Nyeri akut berhubungan dengan rusaknya jaringan kulit.
1) Tujuan: memperlihatkan pengendalian nyeri, yang dibuktikan oleh indicator
sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau
selalu): Mengenali awitan nyeri, menggunakan tindakan pencegahan,m elaporkan
nyeri yang dapat dikendalikan.
2) Kriteria hasil NOC:
a) Mampu mengenali serangan nyeri.
b) Mampu mendeskripsikan penyebab nyeri.
c) Menggunakan teknik pencegahan nyeri, khususnya teknik non
farmakologis.
d) Melaporkan perubahan gejala nyeri secara periodic kepada tenaga
kesehatan.
e) Menunjukkan gejala terhadap nyeri (keluhan, menangis, gerakan
lokalisir,ekspresi wajah, gangguan istirahat tidur, agitasi, iritabilitas

32
meningkat, diaphoresis, penurunan konsentrasi, kehilangan nafsu makan,
dan nausea).
f) Tanda-tanda vital dalam rentang normal (respiratory rate, apical heart rate,
radial heart rate, tekanan darah).
g) Menunjukkan perubahan dampak dari nyeri (disruptive effects), antara lain
penurunan konsentrasi, penurunan motivasi, gangguan tidur, kerusakan
mobilitas fisik, gangguan pemenuhan ADL, dan kerusakan eliminasi urine
dan alvi.
h) Nursing Interventions Classification (NIC) :
3) Intervensi NIC
Aktifitas keperawatan
a) Kaji nyeri (lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas,
dan faktor presipitasi dari nyeri).
b) Kaji pengetahuan klien tentang nyeri serta pengalaman sebelumnya.
c) Kaji dampak dari nyeri (gangguan tidur, penurunan nafsu makan, gangguan
aktifitas, penurunan konsentrasi).
d) Beri lingkungan yang nyaman kepada klien.
e) Ajari klien pola manajemen nyeri.
f) Ajari klien penggunaan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri.
g) Lakukan teknik PCA (Patient Controlled Analgesia) sesuai kebutuhan.
h) Anjurkan klien untuk istirahat yang cukup untuk mengurangi intensitas
nyeri.
i) Monitoring kepuasan pasien atas pelaksanaan manajemen nyeri.
Penyuluhan untuk pasien / keluarga
a) Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obatt khusus yang harus di
minum, frequensi pemberian, kemungkinan efek samping, kemungkinan
interaksi obat, kewaspadaan khusus saat mengonsumsi obat tersebut
(misalnya pembatasan aktivitas fisik, pembatasan diet) dan nama orang
yang harus dihubungi bila mengalami nyeri membandel.
b) Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan
nyeri tidak dapat dicapai.

33
c) Informasikan kepada asien tentang prosedur yang dapat meningkatkan
nyeri dn tawarkan strategi koping yang disarankan.
d) Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesic narkotik atau opioid
(misalnya, risiko ketergantungan atau overdosis)
e) Managemen Nyeri (NIC) : berikan informasi tentang nyeri, seperti
penyebab nyeri, berapa lama akan berlangsung, dan antisipasi
ketidaknyamanan akibat prosedur.
f) Managemen Nyeri (NIC) : ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis
(misalnya, umpan-balik biologis, transcutaneous electrical nerve
stimulation (TENS), hypnosis, relaksasi, imajinasi terbimbing, terapi
musik, distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas, akupresur, kompres
hangat atau dingin, dan masase) sebelum, setelah, dan jika memungkinkan,
selama aktivitas yang menimbulkan nyeri, sebelum nyeri terjadi atau
meningkat dan bersama penggunaan tindakan peredaran nyeri yang lain.
Aktifitas kolaboratif
a) Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat
laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan saat
ini merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien di
masa lalu (Wilkinson, J. M., 2016, p. 296).
e. Resiko Infeksi
1) Tujuan
Pasien dan keluarga akan terbebas dari tanda dan gejala infeksi,
memperlihatkan higine personal yang adekuat, mengindikasi status
gastrointestinal, pernapasam, genitourinaria, dan imun dalam batas normal serta
menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi.
2) Kriteria Hasil (NOC)
a) Tindakan komunitas untuk menghilangkan atau menurunkan penyebaran
agens infeksius yang mengancam kesehatan masyarakat
b) Resistansi alami dan dapatan yang bekerja tepat terhadap antigen internal
maupun eksternal
c) Tingkat keparahan infeksi dan gejala terkait

34
d) Tingkat keparahan infeksi dan gejala terkait selama usia 28 hari pertama
kehidupan
e) Tinfakan personal untuk mencegah, menghilangkan, atau mengurangi
perilaku yang beresiko menimbulkan penyakit menular seksual
f) Tingkat regenerasi sel dan jaringan setelah penutupan luka secara sengaja
g) Tingkat regenerasi sel dan jaringan pada luka terbuka
3) Intervensi (NIC)
Aktifitas Keperawatan
Pengkajian
a) Pantau tanda dan gejala infeksi (mis. Suhu tubuh, denyut jantung, drainasi,
penampilan luka, sekresi, penampilan urine, suhu kulit, lesi kulit, dan
malaise)
b) Kaji faktor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi (mis.
Usia lanjut, usia kurang dari 1 tahun, luluh imun, dan malnutrisi)
c) Pantau hasil laboratorium (mis. Hitung darah lengkap, hitung granulosit
absolut, hitung jenis, protein serum, dan albumin)
d) Amati penampilan praktik higine personal untuk perlindungan terhadap
infeksi

Penyuluhan untuk pasien/ keluarga

a) Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengapa sakit atau terapi


meningkatkan resiko terhadap infeksi
b) Intruksikan untuk menjaga higine personal untuk melindungi tubuh
terhadap infeksi (mis. Mencuci tangan)
c) Jelaskan rasional dan manfaat serta efek samping imunisasi
d) Berikan pasien dan keluarga metode untuk mencatat imunisasi (mis.
Formulir imunisasi, buku catatan harian)
e) Pengendalian infeksi (NIC)
Ajarkan pasien tehnik mencuci tangan yang benar
Ajarkan kepada pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk dan
meninggalkan ruangan pasien
Aktivitasi Kolaboratif

35
a) Ikuti protocol institusi untuk melaporkan infeksi yang dicurigai atau kultur
positif
b) Pengendalian Infeksi (NIC) : berikan terapu antibiotic, bila diperlukan
(Wilkinson, Diagnosis Keperawatan edisi 10, 2017, p. 234).

36
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif, S. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Media Action.

Anugroho, D. (2011). 45 Penyakit Aneh Dan Khusus . Yogyakarta : Perpustakaan Nasional.

Bararah, T. (2013). Asuhan Keperawatan. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Black, J. M. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Indonesia: CV Pentasada Media Eduksi.

Jauhar, M. (2013). Asuhan Keperawatan. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Masriadi. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Trans Info Media.

Nugroho, D. T. (2011). Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

PPNI. (2017). Standar Diagnosisi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Tim Prokja SDKI DPP
PPNI.

Tarwoto. (2011). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: Trans Info Media.

Wilkinson, J. M. (2013). Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC.

Wilkinson, J. M. (2017). Diagnosis Keperawatan edisi 10. Jakarta: EGC.

37

Anda mungkin juga menyukai