Anda di halaman 1dari 34

KONSEP DASAR FRAKTUR FEMUR FRAKTUR

A. PENGERTIAN FRAKTUR 1. 2. Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh (Apley, A. Graham, alih bahasa Edi Nugroho, 1995: 338). benturan tubuh, jatuh atau kecelakaan (Long, B. C., alih bahasa Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran, 1996: 356). 3. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Mansjoer, A. et al, 2000: 346). 4. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang ditentukan sesuai tipe dan tempatnya (Sapto Harnowo & Fitri H. Susanto, alih bahasa Monika Ester, 2001: 97). 5. 6. 2000). B. ETIOLOGI FRAKTUR Menurut Apley, A.Graham, alih bahasa Edi Nugroho, 1995 : 238-239 fraktur dapat terjadi akibat : 1. Fraktur akibat peristiwa trauma Fraktur yang disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran atau penarikan. a.Bila terkena kekuatan langsung. Tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan lunak rusak. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. (Doengoes, ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer and Bare, 2001).

b.

Bila terkena kekuatan tak langsung

Tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena itu, kerusakan jaringan lunak pada fraktur mungkin tidak ada. 2. Fraktur kelelahan atau tekanan Akibat dari tekanan yang berulang-ulang sehingga dapat menyebabkan retak yang terjadi pada tulang. 3. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik) Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh. Penyebab fraktur menurut Sjamsuhidayat (1998) adalah: 1. Ruda paksa 2. Trauma 3. Proses patologis Misalnya: tumor, infeksi atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan kekuatantulang yang berkurang dan disebut patah tulang patologis. 4. Beban lama atau trauma ringan yang terus menerus yang disebut fraktur C. KLASIFIKASI FRAKTUR Menurut Mansjoer (2000 : 346-347) dan menurut Appley Solomon (1995 : 238-239) fraktur diklasifikasikan menjadi : 1. Berdasarkan garis patah tulang a. Greenstick, yaitu fraktur dimana satu sisi tulang retak dan sisi lainnya bengkok. b. Transversal, yaitu fraktur yang memotong lurus pada tulang. c. Spiral, yaitu fraktur yang mengelilingi tungkai/lengan tulang. d. Obliq, yaitu fraktur yang garis patahnya miring membentuk sudut melintasi tulang. 2. Berdasarkan bentuk patah tulang a. Complet, yaitu garis fraktur menyilang atau memotong seluruh tulang dan fragmen tulang biasanya tergeser.

b. Incomplet, meliputi hanya sebagian retakan pada sebelah sisi tulang. c. Fraktur kompresi, yaitu fraktur dimana tulang terdorong ke arah permukaan tulang lain. d. Avulsi, yaitu fragmen tulang tertarik oleh ligamen. e. Communited (Segmental), fraktur dimana tulang terpecah menjadi beberapa bagian. f. Simple, fraktur dimana tulang patah dan kulit utuh. g. Fraktur dengan perubahan posisi, yaitu ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat yang patah. h. Fraktur tanpa perubahan posisi, yaitu tulang patah, posisi pada tempatnya yang normal. i. Fraktur Complikata, yaitu tulang yang patah menusuk kulit dan tulang terlihat. 3. Berdasarkan keadaan luka a. Fraktur terbuka Fraktur yang terjadi akibat ligamen tulang bergeser ke bagian otot dan kulit sehingga adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat yaitu: 1) Derajat I, yaitu luka tembus dengan diameter 1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit dan kontaminasi minimal. 2) Derajat II, terdapat luka laserasi lebih dari 1 cm, tanpa disertai kerusakan jaringan lunak yang lebih luas, kontaminasi minimal. 3) Derajat III, terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas tiga bagian yaitu: a) Jaringan lunak menutupi fraktur tulang meskipun terdapat laserasi luar. b) Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi massif. c) Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.

b. Fraktur tertutup Yaitu fraktur yang tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. 4. Berdasarkan bentuk pergeseran a. Undisplaced, garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser. b. Diaplaced, yaitu terjadi pergeseran fragmen-fragmen tulang. 5. Berdasarkan posisinya a. 1/3 Proximal (1/3 bagian atas). b. 1/3 Medial (1/3 bagian tengah). c. 1/3 Distal (1/3 bagian bawah). D. PATOFISIOLOGI FRAKTUR Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan seseorang mempunyai keterbatasan gerak dan ketidakseimbangan berat badan. Fraktur yang terjadi dapat berupa fraktur tertutup ataupun fraktur terbuka. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak disekitarnya sedangkan fraktur terbuka biasanya disertai kerusakan jarigan lunak seperti otot, tendon, ligamen, dan pembuluh darah. Tekanan yang kuat atau berlebihan dapat mengakibatkan fraktur terbuka karena dapat menyebabkan fragmen tulang keluar menembus kulit sehingga akan menjadikan luka terbuka dan akan menyebabkan peradangan dan memungkinkan untuk terjadinya infeksi. Keluarnya darah dari luka terbuka dapat mempercepat pertumbuhan bakteri. Tertariknya segmen tulang disebabkan karena adanya kejang otot pada daerah fraktur menyebabkan disposisi pada tulang, sebab tulang berada pada posisi yang kaku.

Patofisiologi menurut Black dan Jacobs (1993) Peristiwa trauma tunggal

Tekanan yang berulang-ulang

Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologi)

Fraktur

Kerusakan periosteum, pembuluh darah dan sum-sum tulang

Perdarahan pada ujung tulang yang fraktur

Merangsang respon peradangan akut dan proliferasi sel-sel dibawah periosteum

Hematom yang membeku perlahan diabsorbsi dan kapiler baru berkembang

Awal proses penyembuhan

E. MANIFESTASI KLINIK Menurut Blach (1989) manifestasi klinik fraktur adalah : 1. Nyeri Nyeri kontinue/terus-menerus dan meningkat semakin berat sampai fragmen tulang tidak bisa digerakkan. 2. Gangguan fungsi Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan cenderung menunjukkan pergerakan abnormal, ekstremitas tidak berfungsi secara teratur karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang yang mana tulang tersebut saling berdekatan. 3. Deformitas/kelainan bentuk Perubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh deformitas tulang yang diketahui ketika dibandingkan dengan daerah yang tidak luka. 4. Pemendekan Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada ekstremitas yang disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempet di atas dan di bawah lokasi fraktur. 5. Krepitasi Suara detik tulang yang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur digerakkan. 6. Bengkak dan perubahan warna Hal ini disebabkan oleh trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. F. PENCEGAHAN FRAKTUR Menurut Long, B.C. (1996 : 356) pencegahan fraktur dapat dengan 3 pendekatan: 1. Dengan membuat lingkungan lebih aman. Langkah-langkahnya: a. Adanya pegangan pada dinding dekat bak mandi (bathtub).

b. Melengkapi kamar mandi dengan pegangan. c. Menjauhkan kesed dan kendala lain dari daerah yang dialui pasien dengan masalah locomotor. d. Roda-roda kursi beruda harus dilengkapi rem. e. Mengajarkan kepada pasien yang harus memakai alat bantu ambulatori dan kursi beroda sehingga terampil. 2. Mengajarkan kepada masyarakat secara berkesinambungan mengenai: a. Bahaya minum sambil mengemudi. b. Pemakaian sabuk pengaman. c. Harus berhati-hati pada waktu mendaki tangga, melaksanakan kegiatan dengan mengeluarkan tenaga atau alat berat. d. Mengunakan pakaian pengaman untuk pekerjaan berbahaya baik di rumah atau di tempat pekerjaan. e. Menggunakan pakaian pelindung pada saat berolah raga. 3. Mengajarkan kepada para wanita mengenai masalah osteoporosis. G. PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR Untuk penyembuhan fraktur diperlukan immobilisasi. Imobilisasi dilaksanakan dengan cara (Syamsu Hidayat : 1997) : 1. Pembidaian Physiologik Pembidaian semacam ini terjadi secara alami karena menjaga pemakaian dan spasmus otot karena rasa sakit pada waktu digerakkan. 2. Pembidaian secara orthopedi eksternal Ini digunakan dengan gips dan traksi. 3. Fiksasi internal Pada metode ini, kedua ujung tulang yang patah dikembalikan kepada posisi asalnya dan difiksasi dengan pelat dan skrup atau diikat dengan kawat. Setelah immobilisasi dilaksanakan, tulang akan beradaptasi pada kondisi tersebut, yaitu mengalami proses penyembuhan dan perbaikan tulang.

Faktor tersebut dapat diperbaiki tetapi prosesnya agak lambat, karena melibatkan pembentukan tulang baru. Proses tersebut terjadi empat tahap yaitu: 1. Pembentukan prokallus/Hematoma Hematoma akan terbentuk pada 42 jam sampai 72 jam pertama pada daerah fraktur yang disebabkan karena adanya perdarahan yang terkumpul di sekitar fraktur yaitu darah dan eksudat, kemudian akan diserbu oleh kapiler dan sel darah putih terutama netrofil, kemudian diikat oleh makrofag, sehingga akan terbentuk jaringan granulasi. Pada saat ini masuk juga fibroblast dan osteoblast yang berasal dari lapisan dalam periosteum dan endosteum. 2. Pembentukkan Kallus Selama 4 5 hari osteoblas menyusun trabekula di sekitar ruangruangan yang kelak menjadi saluran harvest. Jaringan itulah yang dinamakan kallus yang berfungsi sebagai bidai yang terbentuk pada akhir minggu kedua. 3. Osifikasi Dimulai pada dua sampai tiga meinggu setelah fraktur jaringan kallus akhirnya akan diendapi oleh garam-garam mineral dan akan terbentuk tulang yang akan menghubungkan kedua sisi yang patah. 4. Kallus Formation a. Osteoblast terus membuat jala untuk membangun tulang. b. Osteoblast merusakkan tulang mati dan membantu mensintesa tulang baru. c. Collagen menjadi kuat dan terus menyatu dengan deposit kalsium. 5. Remodeling Callus yang berlebihan diabsorbsi dan tulang trabecular terbentuk pada garis cedera. Faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan callus: 1. Penyambungan yang lambat Bila patah tulang tidak sembuh dalam periode penyembuhan.

Penyebab: 1) Callus putus atau remuk karena aktifitas berlebihan. 2) Edema pada lokasi fraktur, menahan penyaluran nutrisi ke lokasi. 3) Immobilisasi yang tidak efisien. 4) Infeksi terjadi pada lokasi. 5) Kondisi gizi pasien buruk. 2. Non union Penyembuhan tulang tidak terjadi walaupun telah memakan waktu lama. Penyebab antara lain : 1) Terlalu banyak tulang yang rusak pada cedera sehingga tidak ada yang menjembatani fragmen. 2) Terjadi nekrosa tulang karena tidak ada aliran darah. 3) Anemi endoceime imbalance (ketidakseimbangan endokrim atau penyebab sitemik yang lain). Faktor yang mempengaruhi penyembuhan tulang yaitu: 1. Faktor lokal a. Sifat luka atau berat utama Derajat pembentukan formasi selama penyembuhan. b. Jumlah tulang yang hilang c. Tipe tulang yang cedera d. Derajat imobilisasi yang terkena e. Infeksi lokal yang dapat memperlambat penyembuhan. f. Nekrosis tulang yang menghalangi aliran darah ke daerah fraktur. 2. Faktor klien a. Usia klien b. Pengobatan yang sedang dijalani. c. Sistem sirkulasi. d. Gizi e. Riwayat penyakit.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG Ada beberapa pemeriksaan yang harus dilakukan pada klien dengan kasus fraktur (Doengoes, M. E., 2000: 762) yaitu: 1. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah lengkap untuk mendeteksi kadar leukosit pada klien, karena pada klien dengan luka terbuka resiko tinggi terjadi peningkatan kadar leukosit, hematokrit kemungkinan meningkat atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada grauma multiple, kreatinin dapat meningkatkan beban kreatinin untuk kelainan ginjal. 2. Pemeriksaan Radiologi Tampak jelas pada pemeriksaan rongent terlihat lokasi dan luas fraktur. Skan tulang, tomogram, skan CT/MRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. I. KOMPLIKASI FRAKTUR Menurut Long, B.C. (1996) komplikasi fraktur adalah : 1. Sindrom Kompartemen Terjadi bila pembengkakan akibat fraktur atau tekanan dalam suatu ruang yang dibatasi oleh kompartemen atau inflamasi yang mengakibatkan peningkatan dari dalam. Gejala utama dari sindrom kompartemen adalah rasa sakit yang bertambah parah terutama pada pergerakan pasif dan nyeri tersebut tidak hilang oleh narkotik. Tanda lain adalah terjadinya paralysis, dan berkurangnnya denyut nadi. 2. Kerusakan Saraf Terjadi karena cidera kerusakan saraf itu sendiri atau karena adanya penekanan oleh gips. Kerusakan saraf ini akan menyebabkan kerusakan fungsi sensorik. 3. Iskemik Dengan adanya oedem akibat fraktur akan menekan pada jaringan sekitarnya termasuk vaskuler. Tekanan ini dapat menyebabkan sirkulasi

darah berkurang dengan demikian akan menimbulkan iskemik pada jaringan otot yang makin lama akan mengakibatkan kematian jaringan otot yang akan diganti oleh jaringan fibrotik sehingga terjadi kontraktur. Gejalanya: dingin, pucat, sianosis, nyeri, bengkak distal dari cedera atau gips. Serangannya pada saat terjadi cedera atau setelah pakai gips. 4. Emboli Perubahan tekanan pada fraktur menyebabkan molekul lemak terdorong dari sum-sum ke dalam peredaran darah sistemik berakibat gangguan pada respiratori dan sistem saraf pusat. Gejalanya Serangan : sakit dada, pucat, dyspnea, putus asa, bingung, perdarahan petechieare pada kulit dan conjungtiva. : 2-3 hari setelah cedera. oksigen, transfusi darah untuk mengatasi shock Pengobatan : Tindakan yang menunjang yakni sikap fowler, pemberian hipovolemik, berikan diuretik, bronkhodilator, corticosteroid dan imobilisasi yang baik serta penanganan yang cermat dapat mencegah terulangnya masalah. 5. Nekrosis Avaskuler Nekrosis terjadi ketika daerah tulang rusuk karena kematian tulang sehingga aliran darah terganggu dan tulang akan mengalami osteoporosis dan nekrosis. 6. Osteomyelitis Kuman masuk ke dalam luka atau dari daerah lain dari tubuh. Infeksi bagian sum-sum saluran havar dan subperiosteal yang berakibat merusak tulang oleh enzim proteolitik. Gejala : Edema, nyeri terdapat pus. Pengobatan : Kultur dan tes sensitif antibiotik, drainage, debridemen. Pencegahan : Terapkan teknik aseptis pada waktu membalut luka terbuka.

FRAKTUR FEMUR
A. PENGERTIAN Adalah fraktur pada tulang yang biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian. Patah pada bagian ini dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok. (Reksoprodjo, 1998). B. KLASIFIKASI Menurut Schrok (1997: 458) ada 3 klasifikasi fraktur femur antaralain: a. b. c. Fraktur femur 1/3 proximal Fraktur femur 1/3 medial Fraktur femur 1/3 distal

C. MEKANISME CEDERA Daerah tulang-tulang ini sering mengalami patah. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang 1/3 tengah. Biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas dikota-kota besar atau jatuh dari ketinggian. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok. Fraktur femur amat sering ditemukan pada anak-anak yang lebih tua dan biasanya akibat benturan langsung (misalnya; kecelakaan lalu lintas) atau jatuh dari tempat tinggi. Tetapi pada anak-anak yang berumur di bawah 2 tahun. Penyebabnya yang paling lazim adalah penyiksaan pada anak (Anderson,1982) kalau terdapat beberapa fraktur dalam stadium penyembuhan yang berbeda. D. MANIFESTASI KLINIS Menurut http://www.google.com. Bagian paha yang patah lebih pendek dan lebih besar dibanding dengan normal serta fragmen distal dalam posisi eksorotasi dan aduksi karena empat penyebab :

1. Tanpa stabilitas longitudinal femur,otot yang melekat pada fragmen atas dan bawah berkontraksi dan paha memendek, yang menyebabkan bagian paha yang patah membengkak. 2. Aduktor melekat pada fragmen distal dan abduktor pada fragmen atas. Fraktur memisahkan dua kelompok otot tersebut, yang selanjutnya bekerja tanpa ada aksi antagonis. 3. Beban beratkaki memutarkan fragmen distal ke rotasi eksterna 4. Femur dikelilingi oleh otot yang mengalami laserasi oleh ujung tulang fraktur yang tajam dan paha terisi dengan darah sehingga terjadi pembengkakan. E. KOMPLIKASI Menurut http://www.google.com. 1. Peradarahan, dapat menimbulkan kolaps kardiovaskuler. 2. Infeksi, terutama jika luka terkontaminasi dandebridement tidak memadai 3. Non-union, lazim terjadi pada fraktur pertengahan batang femur, trauma kecepatan tinggi dan fraktur dengan interposisi jaringan lunak diantara fragmen. Fraktur yang tidak menyatu memerlukan bone grafting dan fiksasi interna. 4. Malunion, disebabkan oleh abduktor dan aduktor yang bekerja tanpa aksi antagonis pada fragmen atas untuk abduktor dan fragmen distal untuk aduktor. Deformitas harus diakibatkan oleh kombinasi gaya ini. 5. Trauma arteri dan saraf jarang tetapi mungkin terjadi F. PENATALAKSANAAN 1. Penatalaksanaan Fraktur femur Penatalaksanaan fraktur femur ini mengalami banyak perubahan dalam waktu sepuluh tahun terakhir ini. Traksi dan spicacasting atau cast bracing mempunyai banyak kerugian dalam hal memerlukan masa berbaring dan rehabilitasi yang lama, meskipun merupakan penatalaksanaan non-invasif

pilihan untuk anak-anak. Oleh karena itu tindakan ini tidak banyak dilakukan pada orang dewasa. Bila penderita stabil dan luka telah diatasi, fraktur dapat diimobilisasi dengan salah satu dari cara-cara berikut : a. Traksi Comminuted fracture dan fraktur yang baik tidak sesuai untuk intramedullary nailing paling baik diatasi dengan manipulasi di bawah anestesi dan balanced sliding skeletal traction yang dipasang melaluitibial pin. Traksi longitudinal yang memadai diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi spame otot dan mencegah pemendekan dan fragmen harus ditopang di posterior untuk mencegah pelengkungan. b. Fiksasi Interna Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk fraktur lainnya kurang cocok. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap panjangnya dengan nail, tetapi fiksasi mungkin tidak cukup kuat untuk mengontrol rotasi. Nailing diindikasikan jika hasil pemeriksaan radiologis memberi kesan bahwa jaringan lunak mengalami interposisi diantara ujung tulang karena hal ini hampir selalu menyebabkan nonunion. Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat memberikan stabilitas longitudinal serta kesejajaran (alignment) serta membuat penderitadapat diimobilisasikan cukup cepat untuk meninggalkan rumah sakit dalam waktu 2 minggu setelah fraktur. Kerugian meliputi anestesi, trauma bedah tambahan danrisiko infeksi. Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat dengantrauma yang minimal, tetapi paling sesuai untul fraktur transversal tanpa pemendekan. Comminuted fracture paling baik dirawat dengan locking nail yang dapat mempertahankanpanjang dan rotasi. c. Fiksasi Eksterna Bila fraktur yang dirawat dengantraksi stabildan massa kalus terlihat pada pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada minggu ke enam,

cast brace dapat dipasang. Fraktur dengan intramedullary nail yang tidak memberi fiksasi yang rigid juga cocok untuktindakan ini. 2. Perawatan Klien Fraktur a. Perawatan klien dengan fraktur tertutup Klien dengan fraktur tertutup harus diusahakan untuk kembali ke aktivitas biasa sesegera mungkin. Penyembuhan fraktur dan pengembalian kekuatan penuh dan mobilitas mungkin memerlukan waktu sampai berbulan-bulan. Klien diajari bagaimana mengontrol. Pembengkakan dan nyeri sehubungan dengan fraktur dan trauma jaringan lunak. Mereka didorong untuk aktif dalam batas imobilisasi fraktur. Tirah baring diusahakan seminimal mungkin. Latihan segera dimulai untuk mempertahankan kesehatan otot yang sehat, dan untuk meningkatkan kekuatan otot yang dibutuhkan untuk pemindahan, menggunakan alat bantu (misalnya: tongkat, walker). Klien diajari mengenai bagaimana menggunakan alat tersebut dengan aman. Perencanaan dilakukan untuk membantu klien menyesuaikan lingkungan rumahnya sesuai kebutuhan dan bantuan keamanan pribadi, bila perlu. Pengajaran klien meliputi perawatan diri, informasi obat-obatan. b. Perawatan klien fraktur terbuka Pada fraktur terbuka (yang berhubungan dengan luka terbuka memanjang sampai permukaan kulit dan ke daerah cedera tulang) terdapat resiko infeksi seperti: osteomielitis, gas gangren, dan tetanus. Tujuan penanganan adalah meminimalkan kemungkinan infeksi luka, jaringan lunak dan tulang untuk mempercepat penyembuhan jaringan lunak dan tulang. Luka dibersihkan, didebridemen (benda asing dan jaringan mati diangkat), dan diirigasi. Dilakukan usapan luka untuk biakan dan kepekaan. Mungkin perlu dilakukan grapt tulang untuk menjembatani defek, namun harus yakin bahwa jaringan resipien masih sehat dan mampu memfasilitasi penyatuan.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG Menurut Doegoes,dkk (1999) pemeriksaan penunjang pada kasus fraktur 1. Scan tulang, tomogram, magnetic resonance imaging (MRI) memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak. 2. Arteriogram, dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler 3. Profil koagulasi 4. Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranafusi multiple atau cairan hati.

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN FRAKTUR FEMUR

A. PENGKAJIAN 1. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 2. 1. 2. Wawancara Nyeri Lemah, tidak dapat melakukan kegiatan Apakah pernah mengalami trauma Kebiasaan makan makanan tinggi kalsium Hilangnya gerakan/sensasi Spasme/kram otot (setelah imobilisasi) Pemeriksaan Fisik Aktivitas/Istirahat Sirkulasi

Dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi,dan auskultasi Tanda: Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena. Tanda: Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri), Takikardia (respon stress, hipovilemia), penurunan tidak ada nadi pada bagian distal yang terkena, pengisian kapiler yang lambat, pucat, pembengkakan jaringan atau massa hematom pada sisi cedera. 3. Neirosensori Tanda: Hilang gerakan/sensasi, spasme otot, kesemutan, (parestesia) Gejala: Deformitas lokal; angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, (bunyi berderik), spasme otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi. 4. Nyeri/Kenyamanan Gejala: Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi, tidak ada nyeri akibat kerusakan syaraf, spasme/kram otot 9setelah mobilisasi).

5.

Keamanan

Tanda: Laserasi kulit, avulse jaringan, perdarahan, perubahan warna, pembengkakan lokal (dapat meningkat bertahap/secara tiba-tiba) 3. 1. 2. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan Rontgen Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI Menurut Doengoes, M.E (2000) Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma Memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. 3. 4. Arteriogram Hitung darah lengkap Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai Hematokrit mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ pada trauma multiple). Peningkatan jumlah sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma. 5. 6. cedera hati. Kreatinin Profil Koagulasi Trauma pada otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal. Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple atau

B. PATHWAY KEPERAWATAN TRAUMA Fraktur terbuka/tertutup Gerakan ligamen tulang Nyeri Kerusakan jaringan tubuh Pembedahan Pemasangan ORIF Cemas Perdarahan Masif Peningkatan tekan berlebihan Katekolamin merangsang Pembebasan asam lemak Trombus terbawa aliran darah Penurunan Aliran darah Kerusakan neurovaskuler Reversible setelah 4-6 jam Resiko Tinggi kerusakan intergitas kulit Resiko tinggi disfungsi neuro vaskuler Sindrom kompartemen (pucat, nyeri, patirasa) Kehilangan Integritas kulit Resiko Tinggi terhadap trauma

Defisit Pengetahuan Insisi Jaringan

Resiko Tinggi Infeksi

Lemak dilepaskan di tulang Masuk Pembuluh darah Paru

Defisit perawatan diri Gangguan Pemenuhan ADL: Personal Higiene

Imobilisasi Fisik

Resiko Tinggi kerusakan intergitas kulit

Menurut Doengoes, dkk (1999 : 761), Carpenito (2000 : 45), Black dan Jacobs (1993)

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN Pre Operasi 1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder terhadap fraktur. 2. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah. 3. Resiko tinggi terhadap disfungi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah (cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan trombus) 4. Cemas berhubungan dengan akan dilakukannya tindakan operasi 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi mengenai pengobatan. Post Operasi 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik 2. resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan (prosedur invasif). 3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (nyeri) 4. resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik D. INTERVENSI Pre Operasi 1. DX I Nyeri akut b.d. spasme otot dan kerusakan sekunder terhadap fraktur. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang atau hilang. NOC: a. NOC 1: Level Nyeri Kriteria Hasil: 1. Laporkan frekuensi nyeri

2. Kaji frekuensi nyeri 3. Lamanya nyeri berlangsung 4. Ekspresi wajah terhadap nyeri 5. Kegelisahan 6. Perubahan TTV b. 1. 2. 3. 4. NOC 2: Kontrol Nyeri Kriteria Hasil: Mengenal faktor penyebab Gunakan tindakan pencegahan Gunakan tindakan non analgetik Gunakan analgetik yang tepat Ket Skala: 1 = Tidak pernah menunjukkan 2 = Jarang menunjukkan 3 = Kadang menunjukkan 4 = Sering menunjukkan 5 = Selalu menunjukkan NIC: Manajemen Nyeri 1) Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk lokasi, durasi, frekuensi, intensitas, dan faktor penyebab. 2) Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan terutama jika tidak dapat berkomunikasi secara efektif. 3) Berikan analgetik dengan tepat. 4) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berakhir dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur. 5) Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya: relaksasi, guide, imagery,terapi musik,distraksi) 2. DX II

Resiko tinggi trauma b.d. kehilangan integritas tulang (fraktur)

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi trauma. NOC: Risk Control Kriteria Hasil: 1. 2. 3. 4. 5. Ket Skala: 1 = Tidak pernah menunjukkan 2 = Jarang menunjukkan 3 = Kadang menunjukkan 4 = Sering menunjukkan 5 = Selalu menunjukkan NIC: Enviromental Manaement: Safety 1) Identifikasi keamanan yang dibutuhkan pasien, pada tingkat fungsi fisik dan kognitif dan perilaku yang lalu 2) Identifikasi keselamatan pasien terhadap bahaya dalam lingkungan (fisik, biologi, kimia) 3) Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan resiko bahaya. 4) Monitor perubahan lingkungan dalam kondisi keamanan dan keselamatan pasien. 3. DX III dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Memonitor faktor resiko lingkungan Memonitor faktor resiko perilaku pasien Menggunakan pelayanan kesehatan kongruen dengan Memonitor perubahan status kesehatan Partisipasi dalam perawatan untuk identifikasiresiko

kebutuhan

Resiko disfungsi neurovaskuler b.d. penurunan aliran darah Tujuan: Setelah neurovaskuler perifer berfungsi kembali. NOC: Circulation Status Kriteria Hasil:

a. Nadi normal b. Tekanan vena sentral normal c. Perbedaan arteriol-venous oksigen normal d. Peripheral pulse kuat e. Tidak terjadi cedera peripheral f. Tidak terjadi kelemahan yang berlebihan Ket Skala: 1 = Sangat kompromi 2 = Kompromi baik 3 = Cukup Kompromi 4 = Jarang Kompromi 5 = Tidak Kompromi NIC: 1. 1) fungsi 2) 3) 2. 1) 2) 3) 4) 5) arterial 4. DX IV Monitor lokasi ketidaknyamanan selama pergerakan Dukung ambulasi NIC 2: Circulatory Care Evaluasi terhadap edema dan nadi Inspeksi kulit terhadap ulser Dukung pasien untuk latihan sesuai toleransi Kajiderajat ketidaknyamanan/nyeri Turunkan ekstremitas untuk memperbaiki sirkulasi NIC 1: Exercise Therapy Tentukan batasan pergerakan sendi dan efek dari

Resiko Kerusakan integritas kulit b.d. imobilisasi fisik Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dan keluarga tidak mengalami kecemasan. NOC: Control Cemas

Kriteria Hasil: 1. 2. 3. 4. 5. Ket Skala: 1 = Tidak pernah dilakukan 2 = Jarang dilakukan 3 = Kadang dilakukan 4 = Sering dilakukan 5 = Selalu dilakukan NIC: Penurunan Kecemasan 1) Tenangkan Klien 2) Jelaskan seluruh prosedur tindakan kepada klien dan perasaan yang mungkin muncul pada saat melakukan tindakan 3) Berikan informasi tentang diagnosa, prognosis, dan tindakan. 4) Temani pasien untuk mendukung keamanan dan menurunkan rasa sakit. 5) Instruksikan pasien untuk menggunakan metode/ teknik relaksasi. 5. DX V Monitor Intensitas kecemasan Menurunkanstimulasi lingkungan ketika cemas Menggunakan strategi koping efektif Mencari informasi untuk menurunkan cemas Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan cemas

Kurang pengetahuan b.d. keterbatasan informasi mengenai pengobatan Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pengetahuan pasien dan keluarga bertambah. NOC: Pengetahuan: proses penyakit. Kriteria Hasil: a. Mengenal tentang penyakit b. Menjelaskan proses penyakit c. Menjelaskan penyebab/faktor yang berhubungan d. Menjelaskan faktor resiko

e. Menjelaskan komplikasi dari penyakit f. Menjelaskan tanda dan gejala dari penyakit Ket Skala: 1 = Tidak pernah menunjukkan 2 = Jarang menunjukkan 3 = Kadang menunjukkan 4 = Sering menunjukkan 5 = Selalu menunjukkan NIC: a. NIC 1: Health Care Information exchange 1) Identifikasi pemberi pelayanan keperawatan yang lain 2) Identifikasi 3) Jelaskan kemampuan peran pasien dan keluarga perawatan dalam yang mengimplementasikan keperawatan setelah penjelasan keluarga dalam berkesinambungan 4) Jelaskan program perawatan medik meliputi; diet, pengobatan, dan latihan. 5) Jelaskan rencana tindakan keperawatan sebelum mengimplementasikan b. NIC 2: Health Education 1) Jelaskan faktor internal dan eksternal yang dapat menambah atau mengurangi dalam perilaku kesehatan. 2) Jelaskan pengaruh kesehatan danperilaku gaya hidup individu,keluarga/lingkungan. 3) Identifikasi lingkungan yang dibutuhkan dalam program perawatan. 4) Anjurkan pemberian dukungan dari keluarga dan keluarga untuk membuat perilaku kondusif. Post Operasi 1. DX I

Nyeri akut b.d. agen cidera fisik Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang atau hilang. NOC: a. NOC 1: Level Nyeri Kriteria Hasil: 1. Laporkan frekuensi nyeri 2. Kaji frekuensi nyeri 3. Lamanya nyeri berlangsung 4. Ekspresi wajah terhadap nyeri 5. Kegelisahan 6. Perubahan TTV b. NOC 2: Kontrol Nyeri Kriteria Hasil: 1. Mengenal faktor penyebab 2. Gunakan tindakan pencegahan 3. Gunakan tindakan non analgetik 4. Gunakan analgetik yang tepat Ket Skala: 1 = Tidak pernah menunjukkan 2 = Jarang menunjukkan 3 = Kadang menunjukkan 4 = Sering menunjukkan 5 = Selalu menunjukkan NIC: Manajemen Nyeri 1) Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk lokasi, durasi, frekuensi, intensitas, dan faktor penyebab. 2) Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan terutama jika tidak dapat berkomunikasi secara efektif. 3) Berikan analgetik dengan tepat.

4) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berakhir dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur. 5) Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya: relaksasi, guide, imagery,terapi musik,distraksi) 2. DX II

Resiko tinggi infeksi b.d. trauma jaringan (prosedur invasif) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksitidak terjadi. NOC: a. NOC 1: Deteksi Infeksi Kriteria Hasil: 1. Mengukur tanda dan gejala yang mengindikasikan infeksi 2. Berpartisipasi dalam perawatan kesehatan 3. Mampu mengidentifikasi potensial resiko b. NOC 2: Pengendalian Infeksi Kriteria Hasil: 1. Pengetahuan tentang adanya resiko infeksi 2. Mampu memonitor faktor resiko dari lingkungan 3. Membuat strategi untuk mengendalikan resiko infeksi 4. Mengatur gaya hidup untuk mengurangi resiko 5. Penggunaan pelayanan kesehatan yang sesuai Ket Skala: 1 = Selalu 2 = Sering 3 = Kadang 4 = Jarang 5 = Tidak pernah NIC: Teaching diases proses 1) Deskripsikan proses penyakit dengan tepat 2) Sediakan informasi tentang kondisi pasien

3) Diskusikan perawatan yang akan dilakukan 4) Gambaran tanda dan gejala penyakit 5) Instruksikan pasien untuk melaporkan kepada perawat untuk melaporkan tentang tanda dan gejala yang dirasakan. 3. DX III

Kerusakan mobilitas fisik b.d. kerusakan meurovaskuler (nyeri) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat meningkatkan mobilisasi pada tingkat yang paling tinggi NOC: Mobility level Kriteria Hasil: a. Keseimbangan penampilan b. Memposisikan tubuh c. Gerakan otot d. Gerakan sendi e. Ambulansi jalan f. Ambulansi kursi roda Ket Skala: 1 = Dibantu total 2 = Memerlukan bantuan orang lain dan alat 3 = Memerlukan orang lain 4 = Dapat melakukan sendiri dengan bantuan alat 5 = Mandiri NIC: Exercise Therapy: Ambulation 1) Bantu pasien untuk menggunakan fasilitas alat bantu jalan dan cegah kecelakaan atau jatuh 2) Tempatkan tempat tidur pada posisi yang mudah dijangkau/diraih pasien. 3) Konsultasikan dengan fisioterapi tentang rencana ambulansi sesuai kebutuhan 4) Monitor pasien dalam menggunakan alatbantujalan yang lain

5) Instruksikan pasien/pemberi pelayanan ambulansi tentang teknik ambulansi. 4. DX IV

Resiko kerusakan integritas kulit b.d. imobilisasi fisik. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kerusakan integritas kulit tidak terjadi. NOC: Integritas Jaringan: kulit dan membran mukosa Kriteria Hasil: a. Sensasi normal b. Elastisitas normal c. Warna d. Tekstur e. Jaringan bebas lesi f. Adanya pertumbuhan rambut dikulit g. Kulit utuh Ket Skala: 1 = Kompromi luar biasa 2 = Kompromi baik 3 = Kompromi kadang-kadang 4 = Jarang kompromi 5 = Tidak pernah kompromi NIC: Skin Surveilance 1) kelembaban 2) 3) 4) 5) 6) Monitor warna kulit Monitor temperatur kulit Inspeksi kulit dan membran mukosa Inspeksi kondisi insisi bedah Monitor kulit pada daerah kerusakan dan kemerahan Observation ekstremitas oedema, ulserasi,

7) E. EVALUASI Pre Operasi DX I a. b. c. d. nyeri e. f. 1. penyebab 2. 3. 4. II a. b. c. kebutuhan d.

Monitor infeksi dan oedema

Kriteria Hasil NOC 1: Level Nyeri Laporkan frekuensi nyeri Kaji frekuensi nyeri Lamanya nyeri Ekspresi wajah terhadap Kegelisahan Perubahan TTV Mengenal faktor Gunakan Gunakan Gunakan

Ket Skala
1 = Tidak pernah menunjukkan 2 = Jarang menunjukkan 3 = Kadang menunjukkan 4 = Sering menunjukkan 5 = Selalu menunjukkan

berlangsung

NOC 2: Kontrol Nyeri

tindakan pencegahan tindakan non analgetik analgetik yang tepat Memonitor faktor Memonitor faktor Menggunakan

1 = Tidak pernah menunjukkan 2 = Jarang menunjukkan 3 = Kadang menunjukkan 4 = Sering menunjukkan 5 = Selalu menunjukkan

resiko lingkungan resiko perilaku pasien pelayanan kesehatan kongruen dengan Memonitor

perubahan status kesehatan e. Partisipasi dalam perawatan untuk identifikasiresiko III a. b. normal c. d. e. peripheral f. IV Tidak terjadi
1 = Tidak pernah dilakukan 2 = Jarang dilakukan 3 = Kadang dilakukan 4 = Sering dilakukan 5 = Selalu dilakukan

Nadi normal Tekanan vena sentral Perbedaan arteriolPeripheral pulse kuat Tidak terjadi cedera

1 = Sangat kompromi 2 = Kompromi baik 3 = Cukup Kompromi 4 = Jarang Kompromi 5 = Tidak Kompromi

venous oksigen normal

kelemahan yang berlebihan a. Monitor Intensitas kecemasan b. c. d. e. cemas a. penyakit b. penyakit c. d. Menjelaskan Menjelaskan faktor penyebab/faktor yang berhubungan Menjelaskan proses Menurunkanstim Menggunakan Mencari Menggunakan ulasi lingkungan ketika cemas strategi koping efektif informasi untuk menurunkan cemas teknik relaksasi untuk menurunkan

Mengenal tentang

1 = Tidak pernah menunjukkan 2 = Jarang menunjukkan 3 = Kadang menunjukkan 4 = Sering menunjukkan 5 = Selalu menunjukkan

resiko e. f. Menjelaskan Menjelaskan tanda dan komplikasi dari penyakit gejala dari penyakit Post Operasi DX I a. b. c. d. nyeri e. f. Kegelisahan Perubahan TTV Kriteria Hasil NOC 1: Level Nyeri Laporkan frekuensi nyeri Kaji frekuensi nyeri Lamanya nyeri Ekspresi wajah terhadap Ket Skala
1 = Tidak pernah menunjukkan 2 = Jarang menunjukkan 3 = Kadang menunjukkan 4 = Sering menunjukkan 5 = Selalu menunjukkan

berlangsung

NOC 2: Kontrol Nyeri a. penyebab b. c. d. II Gunakan Gunakan Gunakan 1 = Selalu 2 = Sering 3 = Kadang 4 = Jarang tindakan pencegahan tindakan non analgetik analgetik yang tepat NOC 1: Deteksi Infeksi a. Mengukur tanda dan gejala yang mengindikasikan infeksi b. Berpartisipasi dalam Mengenal faktor

perawatan kesehatan c. Mampu mengidentifikasi potensial resiko NOC 2: Pengendalian Infeksi a. b. c. infeksi d. e. Mengatur gaya hidup Penggunaan pelayanan untuk mengurangi resiko kesehatan yang sesuai III a. penampilan b. c. d. e. IV f. a. b. c. d. e. f. rambut dikulit g. Kulit utuh Memposisikan tubuh Gerakan otot Gerakan sendi Ambulansi jalan Ambulansi kursi roda Sensasi normal Elastisitas normal Warna Tekstur Jaringan bebas lesi Adanya pertumbuhan Keseimbangan Pengetahuan tentang Mampu memonitor Membuat strategi adanya resiko infeksi faktor resiko dari lingkungan untuk mengendalikan resiko

5 = Tidak pernah

1 = Dibantu total 2 = Bantuan orang lain dan alat 3 = Memerlukan orang lain 4 = Dengan bantuan alat 5 = Mandiri

1 = Kompromi luar biasa 2 = Kompromi baik 3 = Kompromi kadang-kadang 4 = Jarang kompromi 5 = Tidak pernah kompromi

DAFTAR PUSTAKA

Apley, A.C & Solomon, L. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan fraktur Sistem Apley, ed 7. Jakarta: Widya Medika. Capernito, Linda Juall. 1993. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, ed 6. Jakarta: EGC. Doengoes, M.E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, ed 3. Jakarta: EGC. Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, vol 2. Jakarta: EGC. Harnowo, S. 2001. Keperawatan Medikal Bedah untuk Akademi Keperawatan. Jakarta: Widya Medika. Hidayat, Aziz.A. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika. Long, B.C. 1988. Perawatan Medikal Bedah Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Bandung: Yayasan IAPK Padjajaran. Price, S A & Wilson, L M. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, jilid 2. Jakarta: EGC Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ed 3, jilid 2. Jakarta: Aesculapius. http://www.google.com. Diakses tanggal 1 Juni 2008. Fraktur Femur. Dwi Djuwantoro

Anda mungkin juga menyukai